Teks tersebut membahas tentang analisis vegetasi khususnya mengenai penarikan unit contoh. Ada beberapa poin penting yang dijelaskan yaitu: (1) bentuk unit contoh yang umumnya digunakan adalah kuadrat, (2) ukuran kuadrat harus mewakili vegetasi area dan habitatnya, (3) jumlah unit contoh ditentukan agar data stabil dan representatif.
Praktikum analisis vegetasi dilakukan untuk mempelajari struktur dan komposisi vegetasi di halaman belakang jurusan Biologi IAIN Raden Intan Lampung. Metode yang digunakan adalah metode kuadrat dengan membuat plot berukuran 10x10 m, 4x4 m, dan 1x1 m. Ditemukan tujuh jenis tumbuhan yang dominan yaitu akasia, senggani, rumput benggala, alang-alang, patikan kebo, dan rumput malela. Kerap
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...Biology Education
Laporan praktikum ini membahas tentang persaingan intra dan inter spesies pada tanaman jagung dan kacang tolo. Praktikum dilakukan dengan menanam kedua tanaman secara monokultur dan heterokultur serta melakukan pengamatan selama satu bulan untuk melihat pengaruh persaingan terhadap pertumbuhan tanaman.
Dokumen tersebut membahas tentang struktur dan fungsi sistem akar pada tumbuhan. Sistem akar terdiri atas akar primer dan akar sekunder yang berfungsi untuk penyerapan air dan mineral, penyangga tumbuhan, penyimpanan cadangan makanan, dan produksi hormon. Struktur akar terdiri atas epidermis, korteks, dan silinder pusat yang berperan dalam penyerapan dan transportasi air serta mineral.
Dokumen tersebut membahas tentang keanekaragaman hayati di Indonesia yang tinggi karena karakteristik wilayahnya. Keanekaragaman hayati memiliki manfaat seperti sumber pangan, obat-obatan, dan oksigen serta penting untuk proses ekosistem. Upaya pelestarian keanekaragaman hayati dilakukan antara lain melalui reboisasi, pengendalian secara biologi, dan pelestarian sumber daya alam di habitat asli maupun luar habitat.
1) Dokumen tersebut membahas tentang pembuatan insektarium dan preparat basa, mencakup tinjauan pustaka, alat dan bahan, prosedur kerja, pembahasan struktur tubuh serangga seperti belalang dan laba-laba serta klasifikasi filum arthropoda dan insecta.
Praktikum ini menunjukkan bahwa allelopati dari tanaman alang-alang dan orok-orok dapat menghambat perkecambahan biji jagung dan tidak berpengaruh terhadap perkecambahan biji kacang tolo.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai ciri-ciri daun majemuk dan jenis-jenisnya berdasarkan susunan anak daun. Terdapat empat jenis utama daun majemuk yaitu menyirip, menjari, bangun kaki, dan campuran. Daun majemuk menyirip dibedakan lebih lanjut berdasarkan jumlah dan susunan anak daun serta letaknya pada cabang. Sedangkan daun majemuk menjari dibedakan berdasarkan
Dokumen tersebut membahas tentang bunga majemuk dan bagian-bagiannya. Bunga majemuk dibedakan menjadi tak berbatas dan berbatas, dan masing-masing memiliki beberapa bentuk seperti malai, payung, dan sekerup. Dokumen juga menjelaskan bagian-bagian pada bunga majemuk seperti ibu tangkai, tangkai bunga, kelopak, dan lainnya.
Dokumen tersebut membahas tentang penyebaran populasi hewan di suatu habitat. Secara umum dibahas tentang definisi populasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola penyebaran populasi seperti lingkungan, sifat organisme, dan interaksi antar individu. Dilakukan percobaan lapangan untuk menentukan pola penyebaran semut, belalang dan serangga kecil lainnya menggunakan metode plot acak dan beraturan, kemudian hasilnya dianalis
Dokumen tersebut membahas tentang mata kuliah Fisiologi Tumbuhan. Mata kuliah ini membahas proses metabolisme pada tumbuhan, pembagian bidang fisiologi tumbuhan, hubungan fisiologi tumbuhan dengan cabang-cabang biologi lain, serta anatomi dan fungsi akar, batang, dan daun bagi tumbuhan. Mata kuliah ini terdiri atas 8 pertemuan yang mencakup materi seperti serapan air, transpirasi, unsur hara, penyer
1. Daun memiliki tiga fungsi utama yaitu fotosintesis, respirasi, dan transpirasi.
2. Terdiri dari lamina, petiolus, dan vena. Pada irisan melintang terdiri dari epidermis, mesofil, dan pertulangan daun.
3. Epidermis melindungi jaringan dalam dan mengandung stomata untuk pertukaran gas. Mesofil mengandung kloroplas untuk fotosintesis. Pertulangan daun mengangkut air dan zat hara.
Perkembangan embrio dan biji meliputi tahapan zigot, proembrio, globular, hati, torpedo, dan kotiledon. Embriogenesis berbeda antara monokotil dan dikotil. Pembentukan biji melibatkan integumen, endosperm, dan embrio sebagai bagian-bagiannya."
Dokumen tersebut membahas tentang konsep sifat dan ciri taksonomi tumbuhan beserta macam-macamnya seperti morfologi, anatomi, palinologi, sitologi, embriologi, fisiologi dan fitokimia. Dokumen juga menjelaskan proses identifikasi dan penamaan tumbuhan berdasarkan ciri-ciri taksonominya.
Laporan Praktikum Keanekaragaman hewan seranggaGoogle
Praktikum ini menganalisis keanekaragaman serangga di lingkungan Kampus IAIN Raden Intan Lampung menggunakan beberapa metode penangkapan. Didapatkan beberapa jenis serangga termasuk lalat, kumbang, rayap, kupu-kupu, semut, belalang, dan laba-laba dengan jumlah keseluruhan 56 ekor. Kesimpulannya, penangkapan menggunakan jaring ayun memberikan hasil tertinggi dibandingkan metode lain
Laporan praktikum 2 daun majemuk dan bagian bagiannya (morfologi tumbuhan)Maedy Ripani
Laporan praktikum ini membahas tentang morfologi daun majemuk dan bagian-bagiannya pada 10 spesies tanaman. Terdapat penjelasan tentang alat dan bahan, cara kerja, teori dasar, hasil pengamatan, analisis data, dan klasifikasi tanaman. Laporan ini bertujuan untuk mengenali macam-macam bentuk daun majemuk dan bagian-bagiannya.
Laporan Praktikum Supravital Epithelium Mukosa Mulut@Lab. Bio UNNESdewisetiyana52
1. Laporan ini membahas pembuatan preparat supravital epitelium mukosa mulut dengan cara mengambil sampel dari bibir bawah, mewarnainya dengan methylene blue, dan mengamatinya di bawah mikroskop.
2. Hasil pengamatan menunjukkan epitelium berbentuk kubus dengan inti bulat di tengah dan sitoplasma. Epitelium ini merupakan epitelium pipih berlapis yang menutupi permukaan tubuh.
3. Preparat terwarnai dengan
Laporan Fisiologi Tumbuhan VIII Pengaruh Hormon Auksin Terhadap Pemanjangan J...UNESA
Laporan ini mengkaji pengaruh berbagai hormon tumbuh terhadap pemanjangan jaringan koleoptil dan radikula jagung. Hormon auksin alami (AIA) dan sintetik (2,4-D dan NAA) berpengaruh terhadap pertumbuhan, dengan NAA menghasilkan pemanjangan tertinggi pada koleoptil dan radikula. Hasil ini menunjukkan pengaruh hormon tumbuh terhadap pertumbuhan tanaman.
Teks tersebut membahas tentang penyerapan dan transportasi zat hara dalam tumbuhan. Secara singkat, zat hara dapat diserap melalui akar dan daun tumbuhan, dan diangkut ke seluruh bagian tumbuhan menggunakan sistem vaskular. Faktor lingkungan dan internal tumbuhan mempengaruhi efisiensi penyerapan zat hara.
Praktikum ini menunjukkan bahwa allelopati dari tanaman alang-alang dan orok-orok dapat menghambat perkecambahan biji jagung dan tidak berpengaruh terhadap perkecambahan biji kacang tolo.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai ciri-ciri daun majemuk dan jenis-jenisnya berdasarkan susunan anak daun. Terdapat empat jenis utama daun majemuk yaitu menyirip, menjari, bangun kaki, dan campuran. Daun majemuk menyirip dibedakan lebih lanjut berdasarkan jumlah dan susunan anak daun serta letaknya pada cabang. Sedangkan daun majemuk menjari dibedakan berdasarkan
Dokumen tersebut membahas tentang bunga majemuk dan bagian-bagiannya. Bunga majemuk dibedakan menjadi tak berbatas dan berbatas, dan masing-masing memiliki beberapa bentuk seperti malai, payung, dan sekerup. Dokumen juga menjelaskan bagian-bagian pada bunga majemuk seperti ibu tangkai, tangkai bunga, kelopak, dan lainnya.
Dokumen tersebut membahas tentang penyebaran populasi hewan di suatu habitat. Secara umum dibahas tentang definisi populasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola penyebaran populasi seperti lingkungan, sifat organisme, dan interaksi antar individu. Dilakukan percobaan lapangan untuk menentukan pola penyebaran semut, belalang dan serangga kecil lainnya menggunakan metode plot acak dan beraturan, kemudian hasilnya dianalis
Dokumen tersebut membahas tentang mata kuliah Fisiologi Tumbuhan. Mata kuliah ini membahas proses metabolisme pada tumbuhan, pembagian bidang fisiologi tumbuhan, hubungan fisiologi tumbuhan dengan cabang-cabang biologi lain, serta anatomi dan fungsi akar, batang, dan daun bagi tumbuhan. Mata kuliah ini terdiri atas 8 pertemuan yang mencakup materi seperti serapan air, transpirasi, unsur hara, penyer
1. Daun memiliki tiga fungsi utama yaitu fotosintesis, respirasi, dan transpirasi.
2. Terdiri dari lamina, petiolus, dan vena. Pada irisan melintang terdiri dari epidermis, mesofil, dan pertulangan daun.
3. Epidermis melindungi jaringan dalam dan mengandung stomata untuk pertukaran gas. Mesofil mengandung kloroplas untuk fotosintesis. Pertulangan daun mengangkut air dan zat hara.
Perkembangan embrio dan biji meliputi tahapan zigot, proembrio, globular, hati, torpedo, dan kotiledon. Embriogenesis berbeda antara monokotil dan dikotil. Pembentukan biji melibatkan integumen, endosperm, dan embrio sebagai bagian-bagiannya."
Dokumen tersebut membahas tentang konsep sifat dan ciri taksonomi tumbuhan beserta macam-macamnya seperti morfologi, anatomi, palinologi, sitologi, embriologi, fisiologi dan fitokimia. Dokumen juga menjelaskan proses identifikasi dan penamaan tumbuhan berdasarkan ciri-ciri taksonominya.
Laporan Praktikum Keanekaragaman hewan seranggaGoogle
Praktikum ini menganalisis keanekaragaman serangga di lingkungan Kampus IAIN Raden Intan Lampung menggunakan beberapa metode penangkapan. Didapatkan beberapa jenis serangga termasuk lalat, kumbang, rayap, kupu-kupu, semut, belalang, dan laba-laba dengan jumlah keseluruhan 56 ekor. Kesimpulannya, penangkapan menggunakan jaring ayun memberikan hasil tertinggi dibandingkan metode lain
Laporan praktikum 2 daun majemuk dan bagian bagiannya (morfologi tumbuhan)Maedy Ripani
Laporan praktikum ini membahas tentang morfologi daun majemuk dan bagian-bagiannya pada 10 spesies tanaman. Terdapat penjelasan tentang alat dan bahan, cara kerja, teori dasar, hasil pengamatan, analisis data, dan klasifikasi tanaman. Laporan ini bertujuan untuk mengenali macam-macam bentuk daun majemuk dan bagian-bagiannya.
Laporan Praktikum Supravital Epithelium Mukosa Mulut@Lab. Bio UNNESdewisetiyana52
1. Laporan ini membahas pembuatan preparat supravital epitelium mukosa mulut dengan cara mengambil sampel dari bibir bawah, mewarnainya dengan methylene blue, dan mengamatinya di bawah mikroskop.
2. Hasil pengamatan menunjukkan epitelium berbentuk kubus dengan inti bulat di tengah dan sitoplasma. Epitelium ini merupakan epitelium pipih berlapis yang menutupi permukaan tubuh.
3. Preparat terwarnai dengan
Laporan Fisiologi Tumbuhan VIII Pengaruh Hormon Auksin Terhadap Pemanjangan J...UNESA
Laporan ini mengkaji pengaruh berbagai hormon tumbuh terhadap pemanjangan jaringan koleoptil dan radikula jagung. Hormon auksin alami (AIA) dan sintetik (2,4-D dan NAA) berpengaruh terhadap pertumbuhan, dengan NAA menghasilkan pemanjangan tertinggi pada koleoptil dan radikula. Hasil ini menunjukkan pengaruh hormon tumbuh terhadap pertumbuhan tanaman.
Teks tersebut membahas tentang penyerapan dan transportasi zat hara dalam tumbuhan. Secara singkat, zat hara dapat diserap melalui akar dan daun tumbuhan, dan diangkut ke seluruh bagian tumbuhan menggunakan sistem vaskular. Faktor lingkungan dan internal tumbuhan mempengaruhi efisiensi penyerapan zat hara.
Interaksi adalah hubungan antar satu sama lain dalam suatu kelompok. Hubungan atau interaksi antar satu sama lain, dapat menguntungkan satu pihak, kedua pihak, maupun merugikan salah satu
Zooxanthellae are single-celled algae that live symbiotically inside the tissues of corals and other invertebrates. They produce food for their hosts through photosynthesis. This mutualistic relationship is essential for coral reef formation, as it allows corals to grow skeletons and build reef structures. However, environmental stresses like high temperatures can cause corals to expel the zooxanthellae, leading to coral bleaching. While bleached corals can sometimes recover by regaining their symbiotic algae, severe or prolonged bleaching often damages or kills coral reefs.
Laporan praktikum analisis vegetasi mendeskripsikan metode pengukuran vegetasi di lahan desa Cipacing. Analisis vegetasi menggunakan plot berukuran 1mx1m untuk menghitung frekuensi, kerapatan, dan dominasi spesies. Hasilnya menunjukkan rerumputan mendominasi lahan dengan frekuensi relatif 50,8%, sedangkan umbi-umbian dan nangka jarang ditemukan. Setelah satu minggu, rerumputan dan umbi-umbian hanya tumbuh sed
Coral are marine invertebrates that live in colonies made of many individual polyps. Each polyp has a mouth and ring of tentacles surrounded by calcium carbonate exoskeleton. Most reef-building corals have a symbiotic relationship with algae called zooxanthellae that live inside their cells and provide nutrients through photosynthesis. Corals can reproduce both sexually through broadcast spawning or brooding, and asexually through budding or dividing to form new polyps. The calcium carbonate skeletons of corals are the basis for coral reefs, which are diverse ecosystems home to thousands of species.
Dokumen tersebut membahas tentang ekosistem air laut yang dibedakan menjadi beberapa zona berdasarkan kedalaman dan cahaya matahari, serta menjelaskan komunitas organisme yang hidup di setiap zona seperti fitoplankton, zooplankton, dan hewan-hewan kecil dan besar.
Dokumen tersebut membahas tentang tiga ekosistem laut tropis yaitu padang lamun, hutan mangrove, dan terumbu karang. Padang lamun berperan sebagai produsen detritus dan zat hara serta tempat berlindung bagi berbagai biota laut. Terumbu karang dibentuk oleh karang hermatipik yang menjadi habitat bagi beragam satwa laut. Ekosistem ini saling terkait dan berperan dalam melindungi pantai serta mendukung mata pencaharian masy
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang dan alga yang membentuk ekosistem di perairan dangkal. Faktor lingkungan seperti suhu, cahaya, dan arus mempengaruhi perkembangannya. Terumbu karang memiliki peran penting sebagai pelindung pantai dan sumber daya alam. Namun, berbagai aktivitas manusia dan perubahan iklim dapat merusak terumbu karang.
1. Hal yang perlu diperhatikan dalam
analisis vegetasi adalah penarikan unit
contoh atau sampel. Dalam pengukuruan
dikenal dua jenis pengukuran untuk
mendapatkan informasi atau data yang
diinginkan. Kedua jenis pengukuran
tersebut adalah pengukuran yang bersifat
merusak (destructive measures) dan
pengukuran yang bersifat tidak merusak
(non-destructive measures).
Untuk keperluan penelitian agar hasil
datanya dapat dianggap sah (valid) secara
statistika, penggunaan kedua jenis
pengukuran tersebut mutlak harus
menggunakan satuan contoh (sampling
unit), apalagi bagi seorang peneliti yang
mengambil objek hutan dengan cakupan
areal yang luas. Dengan sampling,
seorang peneliti/surveyor dapat
memperoleh informasi/data yang
diinginkan lebih cepat dan lebih teliti
dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila
dibandingkan dengan inventarisasi penuh
(metoda sensus) pada anggota suatu
populasi.
PENARIKAN UNIT CONTOH DALAM KOMUNITAS TUMBUHAN
Agar data yang dipakai menjadi valid, maka sebelum melakukan penelitian dengan metoda
sampling kita harus menentukan terlebih dahulu tentang metode sampling yang akan digunakan,
jumlah, ukuran dan peletakan satuan-satuan unit contoh. Pemilihan metode sampling yang akan
digunakan bergantung pada keadaan morfologi jenis tumbuhan dan penyebarannya, tujuan
penelitian dan biaya serta tenaga yang tersedia.
1. Bentuk Unit Contoh atau Sampel
Bentuk unit sampling dalam survey vegetasi dapat berupa kuadrat, garis dan titik. Pengertian
kuadrat adalah suatu satuan contoh yang tidak begitu luas yang dinyatakan dalam satuan kuadrat
dan berbentuk bujursangkar (persegi), empat persegi panjang, lingkaran atau segetiga.
Sedangkan yang dimaksud dengan jalur adalah kuadrat berbentuk empat persegi panjang, dimana
panjangnya beberapa kali lebarnya. Umumnya survey vegetasi menggunakan unit sampling
berbentuk kuadrat ini.
2. 2. Ukuran Kuadrat
Pertimbangan utama dalam penentuan ukuran kuadrat adalah kehomogenan vegetasi dan
keadaan morfologi jenis tumbuhan yang diukur. Kuadrat yang berukuran kecil adalah sering
lebih efisien dibandingkan kuadrat berukuran besar. Dalam hutan yang homogen, ketepatan
untuk intensitas sampling tertentu cenderung lebih besar, karena jumlah satuan contoh yang
bersifat bebas satu sama lain akan lebih banyak. Tetapi bila kuadrat berukuran kecil digunakan
pada hutan yang heterogen. maka koefisien variasi akan tinggi. Oleh karena itu bila hutan
heterogen sebaiknya kuadrat yang digunakan juga berukuran besar.
Ukuran kuadrat harus memenuhi tiga syarat, yaitu:
harus dapat mencakup sebanyak mungkin jenis tumbuhan dalam komunitas yang
bersangkutan.
habitat dalam kuadrat harus diusahakan sehomogen mungkin; dan
penutupan vegetasi dalam kuadrat harus diusahakan sehomogen mungkin. Sebagai
contoh, unit contoh ini sebaiknya tidak mencakup daerah terbuka yang cukup luas atau
sebatknya tidak didominasi (50% dari luas contoh) oleh satu jenis dan 50% lagi oleh jenis
yang kedua.
Berhubung ilmu ekologi hutan lebih menitikberatkan pada komposisi jenis vegetasi, maka
ukuran petak contoh yang akan dibuat harus bersifat mewakili keadaan vegetasi pada area] yang
akan diteliti, terutama kalau kita akan membuat satu petak contoh. Untuk mengetahui hal ini,
maka dalam ilmu ekologi hutan ada suatu teknik untuk menentukan luasan petak contoh terkecil
yang dianggap mencakup/mewakili keadaan habitat dari suatu tipe komunitas/tegakan, yang
disebut dengan metode species-area curve. Prosedur teknik pembuatan species-area curve ini
adalah sebagai berikut :
Pilih bentuk petak contoh berukuran minimal yang akan dibuat, kuadrat atau lingkaran,
tetapi umumnya petak contoh yang digunakan adalah berbentuk kuadrat.
Letakkan sebuah petak contoh berukuran persegi (misal 1 x 1 m2) atau lingkaran
berukuran luas 0,56 m2, kita namakan petak contoh ini sebagai P1, pada komunitas
vegetasi/tegakan hutan yang akan kita teliti. Catat jumlah jenis yang berada dalam petak
contoh (PI) tersebut.
Perluas P 1 dua kali, kita nainakan petak contoh yang baru ini dengan P2 (luas P2 = 2 x
luas P1). Catat semuajenis dalam P2 mi.
Perluasan petak contoh sebanyak dua kali lipat petak contoh sebelumnya dan pencatatan
kumulatif semua jenis dari petak-petak contoh tersebut dihentikan bila kenaikan jumlah
jenis yang diperoleh tidak berarti.
Buat sistem koordinat (x, y), dimana luas petak contoh sebagai absis(sumbu-x) dan
jumlah jenis sebagai ordinat (sumbu-y).
Menentukan kriteria dari ukuran petak contoh minimal. Dalam hal ini ada beberapa
kriteria dari para ekolog yang dapat digunakan untuk menentukan luasan petak contoh
minimal tersebut, yaitu:
(1 ) Kriteria dari Cain (1938).
3. Cain menyarankan ukuran minimal petak contoh ditentukan pada suatu luasan dimana 10% dari
luas total petak contoh menghasilkan hanya 10% jumlah species dari jumlah total species yang
tercatat. Caranya adalah: pertama, tentukan titik koordinat (x,y), dimana x = 10% x luas total
petak contoh, dan y = 10%x jumlah kumulatif jenis yang dicatat; kedua, buat sebuah garis yang
menghubungkan titik tersebut dengan titik koordinat (0,0); ketiga, buat sebuah garis sejajar
terhadap garis yang pertama tersebut yang menyinggung secara tangensial terhadap species-area
curve. Kemudian titik singgung ini diproyeksikan pada sumbu X, sehingga didapatkan ukuran
minimal petak contoh. Tetapi, untuk pendugaan ukuran minimal petak contoh yang bersifat
konservatif sebaiknya digunakan kriteria 10% peningkatan ukuran petak contoh menyebabkan
hanya peningkatan 5% jumlah jenis. Titik ini dapat dicari dengan cara membuat sebuah garis
yang melalui titik koordinat (0,0) dengan sebuah titik koordinat (x,y) dimana x = 100% dari
ukuran total petak contoh dan y = 50% dari jumlah total jenis yang tercatat. Kemudian sebuah
titik singgung antara sebuah garis sejajar dengan garis tersebut dan species-area curve
diproyeksikan pada sumbu-x untuk memperoleh ukuran minimal petak contoh.
(2) Kriteria dari Rice dan Kelting (1955).
Pada dasarnya dalam kriteria ini terdapat suatu standar dari jumlah jenis yang diharapkan
dicakup oleh petak contoh misalnya, kita mengharapkan petak contoh yang akan digunakan
mencakup 95% dari maksimum jumlah species. yang tercatat dalam petak contoh terbesar yang
telah digunakaii untuk pembuatan species-area curve. Caranya adalah: per[ama, tentukan d
species sebanyak jumlah total species yang dicatat dikurangi 5% dari jumlah total species
tersebut, misalnya kita mendapatkan nilai n species; kedua, buat sebuah garis sejajar sumbu-y,
sehingga garis tersebut memotong species-area curve pada sebuah titik. Kemudian titik
perpotongan ini diproyeksikan pada sumbu-x untuk mendapatkan ukuran minimal petak contoh.
Untuk memperjelas keterangan di atas, di bawah ini disajikan suatu contoh penentuan suatu
ukuran minimal petak contoh dalam suatu survey vegetasi seperti di bawah ini.
Misalnya suatu pembuatan petak contoh secara nested sampling memberikan data seperti tertera
pada Tabel 6.1.
Tabel 1. Data jenis tumbuhan pada setiap petak contoh
No. Petak contoh Ukuran (m2) Jenis d kumulatif jenis
A
B
C
D
1 1 8
E
F
G
H
I
2 2 J 12
K
3 4 M 15
4. N
O
P
4 8 Q 18
R
S
5 16 20
T
6 32 U 21
Petak-petak contoh tersebut didesain secara nested plot sampling seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Peletakan petak contoh secara nested plot sampling dalam suatu proses pembuatan
species-area curve
Untuk menentukan luasan petak contoh terkecil yang dapat mewakili keadaan komunitas
tumbuhan dibuat species-area curve seperti pada Gambar 2.
5. Gambar 2. Illustrasi suatu species-area curve
Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_penarikan_unit_contoh.html
JUMLAH UNIT CONTOH DALAM KOMUNITAS TUMBUHAN
Ada suatu aturan umum dalam menentukan jumlah unit sampling yaitu "semakin banyak
semakin bagus". Aturan ini bisa diterima kalau biaya dan tenaga tidak merupakan faktor
pembatas dalam penelitian. Karena semua proyek dibatasi oleh sejumlah biaya tertentu, maka
kita harus menentukan jumlah dan ukuran unit sampling yang cukup mewakili keadaan populasi.
Dalam ilmu ekologi hutan, suatu altematif untuk menentukan jumlah unit sampling berukuran
tetap tertentu bisa diperoleh dengan memplotkan running mean atau varian (keragaman antar
kuadrat) sebagai ordinat dan jumlah kuadrat sebagai absis. Kemudian jumlah kuadrat minimal
diperkirakan pada suatu titik dimana fluktuasi varian atau running mean relatif stabil.
Gambar. Penentuan jumlah kuadrat berdasarkan running mean
Altematif lain jumlah kuadrat dapat ditentukan berdasarkan dasar perhitungan perseniase,
dengan asumsi bahwa ukuran optimal kuadrat sudah ditentukan, maka jumlah kuadrat optimal
dapat diperoleh berdasarkan intensitas sampling yang diinginkan. Bahkan berdasarkan
pengalaman para peneliti senior, jumlah kuadrat minimal yang harus diambil adalah sekitar 30
buah dengan anggapan pada jumlah ≥ 30 kuadrat nilai keragaman relatif stabil. Petunjuk lain
yang cukup berguna adalah keragaman dalam kuadrat hams lebih kecil dibandingkan dengan
keragaman antar kuadrat. Bagaimanapun tidak ada jumlah kuadrat yang mutlak yang dapat
direkomendasikan, karena kisaran heterogen di lapangan bervariasi dan setiap survey
memerlukan ketelitian yang berbeda.
6. Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_jumlah_unit_contoh.html
PARAMETER KUANTITATIF DALAM DESKRIPSI VEGETASI
Untuk kepentingan deskripsi vegetasi ada tiga macam parameter kuantitatif vegetasi yang sangat
penting yang umumnya diukur dari suatu tipe komunitas tumbuhan yaitu:
1. Kerapatan (density)
Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu, misalnya
100 individu/ha.
Dalam mengukur kerapatan biasanya muncul suatu masalah sehubungan dengan efek tepi (side
effect) dan life form (bentuk tumbuhan). Untuk mengukur kerapatan pohon atau bentuk vegetasi
lainnya yang mempunyai batang yang mudah dibedakan antara satu dengan lainnya umumnya
tidak menimbulkan kesukaran yang berarti. Tetapi, bagi tumbuhan yang menjalar dengan tunas
pada buku-bukunya dan berrhizoma (berakar rimpang) akan timbul suatu kesukaran dalam
penghitungan individunya. Untuk mengatasi hal ini, maka kita harus membuat suatu kriteria
tersendiri tentang pengertian individu dari tipe tumbuhan tersebut.
Masalah lain yang harus diatasi adalah efek tepi dari kuadrat sehubungan dengan keberadaan
sebagian suatu jenis tumbuhan yang berada di tepi kuadrat, sehingga kita harus memutuskan
apakah jenis tumbuhan tersebut dianggap berada dalam kuadrat atau di luar kuadrat. Untuk
mengatasi hal ini biasanya digunakan perjanjian bahwa bila > 50% dari bagian tumbuhan
tersebut berada dalam kuadrat, maka dianggap tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat dan
tentunya barns dihitung pengukuran kerapatannya.
2. Frekwensi
Frekwensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana ditemukannya jenis tersebut
dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekwensi dinyatakan dalam besaran
persentase. Misalnya jenis Avicennia marina (api-api) ditemukan dalam 50 petak contoh dari
100 petak contoh yang dibuat, sehingga frekwensi jenis api-api tersebut adalah 50/100 x 100% =
50%. Jadi dalam penentuan frekwensi ini tidak ada counting, tetapi hanya suatu perisalahan
mengenai keberadaan suatu jenis saja.
3. Cover (Kelindungan)
7. Kelindungan adalah proporsi permukaan tanah yang ditutupi oleh proyeksi tajuk tumbuhan. Oleh
karena itu, kelindungan selalu dinyatakan dalam satuan persen. Misalnya, jenis Rhizophora
apiculata (bakau) mempunyai proyeksi tajuk seluas 10 mZ dalam suatu petak contoh seluas 100
m-, maka kelindungan jenis bakau tersebut adalah 10/100 x 100% = 10%. Jumlah total
kelindungan semua jenis tumbuhan dalam suatu komunitas tumbuhan mungkin lebih dari 100%,
karena sering proyeksi tajuk dari satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya bertumpang tindih
(overlapping). Sebagai pengganti dari luasan areal tajuk, kelindungan bisa juga
mengimplikasikan proyeksi basal area pada suatu luasan permukaan tanah. Untuk
mengukur/menduga luasan tajuk dari vegetasi lapisan pohon, biasanya dilakukan dengan
menggunakan proyeksi tajuk dari pohon tersebut terhadap permukaan tanah dan luasannya
diukur dengan planimeter atau sistem dotgrid dengan kertas grafik. Cara lain adalah dihitung
dengan rumus :
Basal area ini merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah yang dikuasai oleh
tumbuhan. Untuk pohon, basal area diduga dengan mengukur diameter batang. Dalam hal ini,
pengukuran diameter umumnya dilakukaii pada ketinggian 1.30 m dari permukaan tanah
(diameter setinggi data atau diameter at breast height, DBf). Dalam pengukuran diameter pohon
setinggi dada terdapat beberapa ketentuan yang umumnya ditaati oleh para peneliti, yaitu:
Bila pohon berada di lereng, diameter diukur pada ketinggian 4,5 kaki dari permukaan
tanah atau 1,3 m di atas permukaan tanah lereng sebelah atas pohon;
Bila pohon membentuk cabang tepat pada ketinggian 1,3 m dari tanah, maka diameter
diukur sedikit (di atas percabangan tersebut dan pohon tersebut dianggap sebagai satu
individu seperti halnya kalau percabangan terjadi di atas ketinggian 1,3 m di alas tanah).
Tetapi bila percabangan terjadi dibawah 1,3 m dari atas tanah, maka masing-masing
batang diukur diametemya setinggi dada serta batang-batang tersebut dianggap sebagai
individu masing-masing;
Bila pohon berakar papan atau berbentuk tidak normal tepat pada atau melebihi setinggi
dada, maka pengukuran diameter dilakukan di atas batas batang dari bentuk tidak normal;
dan
Sesuai dengan informasi yang diinginkan, diameter pohon yang diukur bisa merupakan
diameter di luar kulit pohon atau diameter dekat kulit pohon.
Dengan asumsi bahwa penampang melintang batang suatu pohon berbentuk lingkaran, basal area
dari pohon tersebut dihitung dengan rumus:
BA :
= π.R2
= ¼ π. D2
8. dimana:
BA : Basal area
R : jari-jari lingkaran dari penampang lintang batang
D : diameter batang pohon
Konsep basal area juga kadang-kadang diterapkan terhadap tumbuhan penutup tanah seperti
rumput, herba dan semak. Dalam hal ini basal area diukur dad luasan areal pucuk dari tumbuhan
tersebut dalam suatu luasan petak contoh tertentu yang dibuat.
Selain kerapatan, frekwensi dan kelindungan (termasuk pengukuran diameter), parameter
kuantitatif lainnya yang biasa diukur adalah: tinggi potion, dan biomassa. Dalam hal ini
pengukuran tinggi pohon dalam penelitian ekologi hutan biasanya dilakukan terhadap tinggi total
dan tinggi bebas cabang. Tinggi total pohon adalah suatu jarak linier antara permukaan tanah
dengan titik tajuk (suatu titik tempat cabang pertama berada). Pengukuran tinggi pohon di
lapangan dapat dilakukan dengan Hypsometer, Abney level, Haga altimeter, Blume-Leigg
Altimeter, dan Suunto Clinometer. Sedangkan biomassa dapat diukur dalam bentuk volume kayu
seperti halnya dalam kegiatan inventarisasi hutan atau bisa juga melalui pemanenan individu
vegetasi, besarnsa dinyatakan dalam berat basah, berat kering atau gram kalori (ash free dry
weight) per satuan luas areal tertentu. Beberapa kriteria struktural berbentuk pertumbuhan juga
dapat diukur yaitu ukuran daun, tebal kulit, dan lain-lain. Begitu pula halnya dengan parameter
produktivitas seperti produksi serasah, produksi biji, riap tahunan diameter batang, dan seperti
produksi serasah, produksi biji, riap tahunan diameter batang, dan lain-lain, dan parameter yang
menggunakan tumbuhan secara fungsional seperti ketahanan daun, reproduksi vegetasi, dan
toleransi naungan. Parameter vegetasi lain yang juga cukup penting diketahui adalah parameter
fisiologi seperti kecepatan transpirasi, kecepatan asimilasi bersih, keseimbangan air dalam
tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain. Selain itu ada saw parameter vegetasi yang sangat periling
dalam kaitannya dengan kelindungan dan produktivitas yaitu leaf area index (indeks luasan
daun). Indeks luasan daun ini merupakan perbandingan antara total luasan daun dari suatu jenis
pohon atau suatu tegakan dalam satuan luas tertentu, dengan luasan permukaan tanah tertentu,
misalnya LAI (leaf area index) dari jenis bakau dalam zona Bruguiera adalah 0,2 ha/ha atau
misalnya LAI dari tegakan hutan mangrove di Karawang adalah 3,9 ha/ha. Dalam hal ini hanya
salah satu permukaan daun yang diukur untuk mendapatkan LAI.
Dalam penelitian ekologi hutan, biasanya para peneliti ingin mengetahui jenis vegetasi dominan
yang memberikan ciri utama terhadap fisiognomi suatu komunitas hutan. Secara kuantitatif, jenis
vegetasi yang dominan dalam suatu komunitas ini dapat diketahui dengan mengukur dominansi
dari vegetasi tersebut. Ukuran dominansi ini dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu:
Biomassa dan volume dimana jenis tumbuhan yang dominan akan mempunyai biomassa
dan volume lebih besar dibandingkan dengan jenisjenis lainnya;
Kelindungan (cover) dan luas basal area;
Indeks Nilai Penting (INP). Biasanya indeks ini dihitung dengan menjumlahkan nilai
Frekwensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), dan Dominansi Relatif (DR). Tetapi,
untuk vegetasi yang besaran, parameter dominancinya tidak diukur (misal, dalam kasus
9. pengukuran tingkat semai), maka INP bisa diperoleh dengan menjumlahkan KR dan FR
saja; dan
SDR (Summed Dominance Ratio) atau perbandingan nilai penting. Besaran ini diperoleh
dengan cara membagi indeks nilai penting dengan jumlah macam parameter yang
digunakan.
Dalam ilmu ekologi kuantitatif, pengukuran/pendugaan parameter - parameter vegetasi tersebut
di atas biasa dilakukan oleh para peneliti. Tetapi, untuk tujuan deskripsi vegetasi biasanya hanya
nilai kerapatan. Sedangkan dalam bidang.inventarisasi hutan, ada satu parameter vegetasi lagi
yang lazim diduga yaitu volume pohon berdiri per satuan unit luas tertentu.
Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_parameter_kuantitatif.html
TEKNIK ANALISIS VEGETASI METODE DENGAN PETAK
1. Metode dengan Petak
1.1. Teknik Sampling Kuadrat (Quadrat Sampling Technique)
Teknik sampling kuadrat ini merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering digunakan
dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Petak contoh yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa
berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak tunggal mungkin akan memberikan infoanasi
yang baik bila komunitas vegetasi yang diteliti bersifat homogen. Adapun petakpetak contoh
yang dibuat dapat diletakkan secara random atau beraturan sesuai dengan prinsip-prinsip teknik
sampling yang telah dikemukakan di Bab terdahulu.
Bentuk petak contoh yang dibuat tergantung pada bentuk morfologis vegetasi dan efisiensi
sampling pola penyebarannya. Misalnya, untuk vegetasi rendah, petak contoh berbentuk
lingkaran lebih menguntungkan karena pembuatan petaknya dapat dilakukan secara mudah
dengan mengaitkan seutas tali pada titik pusat petak. Selain itu, petak contoh berbentuk
lingkaran akan mcmberikan kesalahan sampling yang lebih kecil daripada bentuk petak lainnya,
karena perbandingan panjang tepi dengan luasnya lebih kecil. Tetapi dari segi pola distribusi
vegetasi, petak berbentuk lingkaran ini kurang efisien dibanding bentuk segiempat. Sehubungan
dengan efisiensi sampling banyak studi yang dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk
segiempat memberikan data komposisi vegetasi yang lebih akurat dibanding petak berbentuk
10. bujur sangkar yang berukuran sama, terutama bila sumbu panjang dari petak tersebut sejajar
dengan arah perobahan keadaan lingkungan/habitat.
Untuk memudahkan perisalahan vegetasi dan pengukuran parametemya, petak contoh biasanya
dibagi-bagi ke dalam kuadrat-kuadrat berukuran lebih kecil. Ukuran kuadrat-kuadrat tersebut
disesuaikan dengan bentuk morfologis jenis dan lapisan distribusi vegetasi secara vertikal
(stratifikasi). Dalam hal ini Oosting (1956) menyarankan penggunaan kuadrat berukuran 10 x 10
m untuk lapisan pohon, 4 x 4 m untuk lapisan vegetasi berkayu tingkat bawah (undergrowth)
sampai tinggi 3 m, dan 1 x 1 m untuk vegetasi bawah/lapisan herba. Tetapi, umtmmya para
peneliti di bidang ekologi hutan membedakan potion ke dalam beberapa tingkat pertumbuhan,
yaitu: semai (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m), pancang (permudaan
dengan > 1,5 m sampai pohon muda yang berdiame[er < 10 cm), tiang (pohon muda berdiameter
10 s/d 20 cm), dan pohon dewasa (diameter > 20 cm). Untuk memudahkan pelaksanaannya
ukuran kuadrat disesuaikan dengan tingkat perttunbuhan tersebut, yaitu umumnya 20 x 20 m
(pohon dewasa), 10 x 10 m (tiang), 5 x 5 m (pancang), dan lxl m atau 2 x 2 m (semai dan
tumbuhan bawah).
Dalam metode kuadrat ini, parameter-parameter vegetasi dapat dihitung dengan rumus-rumus
berikut ini:
Kerapatan (K) =
Jumlah individu
Luas petak ukur
Kerapatan relatif (KR) =
Kerapatan satu jenis x 100%
Kerapatan seluruh jenis
Frekwensi (F) =
Jumlah petak penemuan suatu jenis
Jumlah seluruh petak
Frekwensi relatif (FR) =
Frekwensi suatu jenis x 100%
Frekwensi seluruh jenis
Dominansi (D) =
Luas Bidang Dasar suatu jenis
Luas petak ukur
Dominansi relatif (DR) =
Dominansi suatu jenis x 100%
Dominansi seluruh jenis
11. (a). Petak Tunggal
Di dalam metode ini dibuat satu petak sampling dengan ukuran tertentu yang mewakili suatu
tegakan hutan. Ukuran petak ini dapat ditentukan dengan kurva spesies-area. Untuk lebih
jelasnya suatu contoh petak tunggal dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Suatu petak tunggal dalam analisis vegetasi
Agar data vegetasi hasil survei lebih bersifat informatif, sebaiknya bila waktu dan dana survey
memungkinkan, setiap lokasi pohon beserta tajuknya (termasuk pancang, semai, dan tiang)
begitu pula pohon yang masih berdiri atau pohon yang roboh dalam petak contoh, dipetakan. Hal
ini akan sangat berguna untuk mengetahui pola distribusi setiap jenis vegetasi, proporsi gap,
menduga luasan tajuk dari diameter, dan lain-lain.
(b). Petak Ganda
Di dalam metode ini pengambilan contoh vegetasi dilakukan dengan menggunakan banyak petak
contoh yang letaknya tersebar merata. Peletakan petak contoh sebaiknya secara sistematis. Untuk
menentukan banyaknya petak contoh dapat digunakan kurva species-area. Sebagai illustrasi pada
Gambar 6.5 disajikan cara peletakan petak contoh pada metode petak ganda.
12. Gambar 5. Desain petak ganda di lapangan
Cara menghitung besamya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak
tunggal.
1.2. Metode Jalur
Metode ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah,
topografi dan elevasi. Jalur - jalur contoh ini harus dibuat memotong garis-garis topografi, misal
tegak lurus garis pantai, memotong sungai, dan menaik atau menurun lereng gunung. Untuk
lebih jelasnya, contoh petak sampling berbentuk jalur ini dapat dilihat pada Gambar 6
Gambar 6. Desain jalur contoh di lapangan
Perhitungan besamya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal.
1.3. Metode Garis Berpetak
Metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi metode petak ganda atau metode jalur, yakni
dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur sehingga sepanjang garis rintis
terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Gambar 7 memperlihatkan pelaksanaan
metode garis berpetak di lapangan.
Gambar 7. Desain metode garis berpetak
Perhitungan besamya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal.
13. 1.4. Metode Kombinasi antara Metode Jalur dengan Metode Garis Berpetak
Dalam metode ini risalah pohon dilakukan dengan metode jalur dan permudaan dengan metode
garis berpetak. Untuk lebih jelasnya desain metodc ini dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Desain Kombinasi Metode Jalur dengan Metode Garis Berpetak
Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_Analisis_Vegetasi.html
14. TEKNIK ANALISIS VEGETASI METODE BERPASANGAN ACAK
Dalam analisis vegetasi masalah yang
dihadapi adalah pembuatan kuadrat
(petak contoh) di lapangan, ada metode
sampling yang disebut teknik sampling
tanpa petak contoh (plotless sampling
technique). Metode ini pada dasamya
memanfaatkan pengukuran jarak antar
individu tumbuhan atau jarak dari pohon
yang dipilih secara acak terhadap
individu-individu tumbuhan yang
terdekat dengan asumsi individu
tumbuhan menyebar secara acak. Dengan
demikian disamping metode ini akan
menghemat waktu karena tidak
memerlukan pembuatan petak contoh di
lapangan, kesalahan sampling dalam
proses pembuatan petak contoh dan
penentuan individu tumbuhan berada di
dalam atau di luar kuadrat dapat
dikurangi. Paling sedikit terdapat empat
macam metode tanpa petak contoh yang
berdasarkan satuan contoh berupa titik
yang penempatannya di lapangan bisa
secara acak atau sistematik.
Metode Berpasangan Acak (Random Pair Method)
Prosedur pelaksanaan teknik ini adalah sebagai berikut :
Meletakan titik-titik contoh secara acak atau beraturan (pada jarak tertentu sepanjang
garis rintisan);
15. Pemilihan satu individu (tumbuhan) pohon yang terdekat dengan titik contoh. Kemudian
tarik suatu garis khayalan yang melalui titik contoh dan individu pohon yang terpilih dan
satu garis khayalan lagi yang tegak lurus terhadap garis khayalan pertama tadi. Tahap
selanjutnya pilih satu individu tumbuhan yang terdekat dengan individu tumbuhan
pertama, tetapi letaknya berada di sektor lain (di luar sektor 180° tempat pohon pertama
berada yang dibatasi oleh garis khayalan pertama). Untuk lebih jelasnya lihat Gambar.
Gambar 1. Metode berpasangan acak
Pengukuran jarak antar pohon (individu tumbuhan) pertama dan kedua. Selain itu
parameter-parameter vegetasi yang diinginkan dapat diukur pada kedua individu
tumbuhan tersebut di atas. Untuk memudahkan analisis data lapangan sebaiknya dibuat
tally sheet seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Form isian data lapangan pada random point technique
No Titik Diameter Tinggi Jarak ind 1 &
Jenis Ket
Contoh Ind.1 Ind.2 Ind.1 Ind.2 Ind 2
Dilakukan analisis data lapangan dengan rumus-rumus berikut ini:
Kerapatan (K) suatu spesies =
Kerapatan suatu spesies x Kerapatan seluruh spesies
16. 100
Kerapatan relatif suatu spesies (KR) =
Σ individu suatu spesies x 100 %
Σ individu seluruh spesies
Kerapatan seluruh spesies =
. Luasan areal .
0,8 x jarak rata-rata antar pohon
Dominasi suatu spesies = Kerapatan x rata-rata nilai dominasi
dari spesies
Dominasi relatif =
Dominasi suatu spesies x 100 %
Σ Dominasi seluruh jenis
Frekwensi suatu jenis (F) =
Σ titik yang ditemukan suatu spesies x 100 %
Σ total dominansi seluruh spesies
Frekwensi relatif (FR) =
Nilai frekwensi suatu spesies x 100 %
Σ total frekwensi seluruh jenis
INP = KR + FR + DR
Pembuatan rekapitulasi hasil analisis data yang diperoleh dengan teknik sampling ini
adalah seperti tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi hasil analisis data dalam metode berpasangan acak
Σ Rata-rata
No Spesies K KR D DR F FR INP
Individu Dominansi
17. Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_Analisis_tanpa_petak.html
METODE TITIK PUSAT KUADRAN
2. Metode Titik Pusat Kuadran (Point Centered Quartered Method)
Berdasarkan hasil penelitian Cottam dan Curtis (1956), metode ini merupakan metode sampling
tanpa petak contoh yang paling efisien karena pelaksanaannya di lapangan memerlukan waktu
yang lebih sedikit, mudah, dan tidak memerlukan faktor koreksi dalam menduga kerapatan
individu tumbuhan. Tetapi, dalam pelaksanaanya metode ini mempunyai dua macam
keterbatasan, yaitu (I) setiap kuadran harus terdapat paling sedikit satu individu tumbuhan dan
(2) setiap individu (seperti halnya pada random pair method) tidak boleh terhitung lebih dari satu
kali. Prosedur metode ini dalam pelaksanaan di lapangan adalah:
Peletakan sejumlah titik contoh secara acak dalam komunitas tumbuhan. Berdasarkan
pengalaman di lapangan, sebaiknya dibuat suatu seri garis arah kompas (garis rintis)
dalam komunitas tumbuhan yang akan diteliti, kemudian sejumlah titik contoh dipilih
secara acak atau secara teratur sepanjang garis rintis tersebut. Cottam dan Curtis (1956)
menyarankan paling sedikit 20 titik contoh harus dipilih untuk meningkatkan ketelitian
sampling dengan teknik ini.
Pembagian areal sekitar titik contoh menjadi empat kuadran yang berukuran sama
(Gambar 6.10). Hal ini dapat dilakukan dengan kompas atau bila suatu seri garis rintis
digunakan kuadran-kuadran tersebut dapat dibentuk dengan menggunakan garis rintis itu
sendiri dan suatu garis yang tegak lurus terhadap gads rintis tersebut melatui titik contoh.
Di dalam metode ini di setiap titik pengukuran dibuat garis absis dan ordinat khayalan, sehingga
di setiap titik pengukuran terdapat empat buah quadran. Pilih saw pohon di setiap quadran yang
letaknya paling dekat dengan titik pengukuran dan ukurjarak dari masing-masing pohon tersebut
18. ke titik pengukuran. Pengukuran dimensi pohon hanya dilakukan terhadap keempat pohon yang
terpilih.
Gambar. Desain point centered quarter method di lapangan
Perhitungan besaran nilai kuantitatif parameter vegetasi adalah sebagai berikut:
a. Jarak rata-rata individu pohon ke titik pengukuran
d = d1 + d2 + ..........+ dn
n
dimana:
d = jarak individu potion ke titik pengukuran di setiap
quadran
n = banyaknya pohon
d = rata-rata unit area/ind., yaitu rata-rata luasan
permukaan
tanah yang diokupasi oleh satu individu
tumbuhan.
b. Kerapatan total semua jenis (K)
K =
Unit Area
(d)2
c. Kerapatan realtif suatu jenis (KR)
KR =
Jumlah individu suatu jenis x 100 %
19. Jumlah individu semua jenis
d. Kerapatan suatu jenis (KA)
KA =
KR x K
100
e. Dominasi suatu jenis (D)
D = KA x Dominansi rata-rata per jenis
f. Dominasi realtif suatu jenis (DR)
DR =
. D . x 100 %
Dominasi seluruh jenis
g. Frekwensi suatu jenis (F) =
Jumlah titik ditemukannya suatu jenis
Jumlah semua titik pengukuran
h. Frekwensi relatif (FR) =
. F .
Frekwensi semua jenis
i. INP = KR + FR + DR
Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
20. http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_titik_kwadran.html
TEKNIK ANALISIS VEGETASI METODE TANPA PETAK CONTOH, METODE TITIK
SENTUH DAN GARIS SENTUH
1. Metode Titik Sentuh (Point Intercept Method)
Untuk komunitas tumbuhan bawah seperti rumput, herba dan semak, metode yang dapat dipakai
adalah Metode Titik Sentuh (Point Intercept Method). Dalam pelaksanaannya di lapangan dapat
digunakan alat bantu seperti gambar dibawah ini..
Tumbuhan yang menyentuh pin yang terbuat dari kawat, akan dicatat jenisnya sehingga
dominansi dari jenis tersebut dapat dihitung dengan rumus:
Dominasi suatu jenis (D)
Σ sentuhan suatu jenis x 100 %
Σ seluruh sentuhan
Dominansi relatif suatu jenis
. D x 100 %
Dominansi seluruh jenis
Rumus rumus lainnya sama dengan metode dengan petak .
Hal yang sama dapat dilakukan dengan alat b dengan cara memindahkan lat tersebut pada plot
contoh tiap 10 cm, sehingga didapatkan dominansi dari jenis-jenis yang tersentuh.
21. Gambar. Alat kisi kawat (alat a) dan kayu berlobang (alat b)
yang digunakan dalam point intercept method
2. Metode Garis Sentuh (Line Intercept Method)
Metode Garis Sentuh digunakan untuk komunitas padang rumput dan semak /belukar.
Prosedur pelaksanaan metode ini di lapangan adalah sebagai berikut:
Salah satu sisi areal dibuat garis dasar yang akan menjadi tempat titik tolak garis intersep:
dan
Garis-garis intersep diletakkan secara acak atau sistematik pada areal yang akan diteliti.
Garis tersebut sebaiknya berupa :
1 Pita ukur dengan panjang 50 - 100 kaki (1 kaki = 30,48 cm)
2 Tambang/tali
Alat bantuan berupa pita ukur atau tambang/tali tersebut dibagi ke dalam interval-interval jarak
tertentu. Hanya tumbuh-tumbuhan yang tersentuh, di atas atau di bawah garis intersep yang
diinventarisir
Jenis data yang diinventarisir adalah :
Panjang garis yang tersentuh oleh setiap individu tumbuhan
Panjang segmen garis yang berupa tanah kosong
Jumlah interval yang diisi oleh setiap species
Lebar maksimum tumbuhan yang disentuh garis intersep
Sebaiknya, kalau komunitas tumbuhan terdiri atas beberapa strata, penarikan contoh
dilaksanakan secara terpisalrpisah untuk setiap strata. Besaran atau parameter vegetasi yang
dihitung adalah :
Jumlah individu setiap jenis (N)
Total panjang intersep setiap jenis (I)
Jumlah interval transek/garis ditemukannya suatu jenis (G)
Total dari kebalikan dari lebar tumbuhan maksimum (Σ l/m)
Kerapatan suatu jenis
(Σ l/m = . Unit area .
Total panjang garis intersep
22. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)
Kerapatan suatu jenis x 100 %
Kerapatan seluruh jenis
Dominansi suatu jenis
Total panjang garis intersep suatu jenis x 100 %
Total panjang garis intersep
Dominansi relaltif suatu jenis
Total panjang garis intersep suatu jenis x 100 %
Total panjang garis intersep semua jenis
Frekwensi suatu jenis
Σ interval ditemukannya suatu jenis
Σ semua interval transek
Frekwensi realtif suatu jenis
Frekwensi yang dipertimbangkan untuk suatu jenis x 100 %
Total frekwensi yang dipertimbangkan untuk semua jenis
Frekwensi yang dipertimbangkan adalah
F = (Σ l/m)
N
INP = KR + FR + DR
Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_titik_garis_sentuh.html
TEKNIK ANALISIS VEGETASI METODE BITTERLICH
23. Metode Bitterlich
Di dalam metode ini pengukuran dilakukan dengan Tongkat Bitterlich (tongkat sepanjang 66 cm
yang ujungnya dipasangi alat seng berbentuk bujur sangkar berukuran 2 x 2 cm). Dengan
mengangkat tongkat setinggi mata, plat seng diarahkan ke pohon-pohon yang ada
disekelilingnya.
Pohon yang tampak berdiameter lebih besar dan sama dengan plat seng didaftar namanya dan
diukur. Sedangkan pohon yang tampak berdiamater lebih kecil dan sisi plat seng tidak masuk
hitungan.
Untuk setiap jenis ditentukan luas bidang dasarnya dengan rumus :
dimana :
N = banyaknya pohon dari jenis yang bersangkutan
n = banyaknya titik-titik pengamatan dimana jenis itu ditemukan
2,3 = faktor bidang dasar untuk alat
Metode Bitterlich PDF >>>
Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_Metode_Bitterlich.html