Ganting Grand Mosque: Difference between revisions

Ganting Grand Mosque
Ganting Grand Mosque
Religion
Affiliation	Islam
Leadership	Waqf
Location
Location	10 Ganting Street, Ganting, Padang Timur, Padang, Indonesia
Architecture
Style	European neoclassic
Groundbreaking	1805
Completed	1810
Specifications
Direction of façade	Southeast
Length	42 metres (138 ft)
Width	39 metres (128 ft)
Minaret(s)	2
Website
	www.masjidrayagantiang.com

Browse history interactively

← Previous edit Next edit →

Content deleted Content added

VisualWikitext

Inline

Revision as of 08:04, 11 July 2012

0°57′16″S 100°22′10″E / 0.95455°S 100.36942°E / -0.95455; 100.36942

The Ganting Grand Mosque (also written and pronounced Gantiang in Minang) is a mosque located in Ganting, Padang, West Sumatra, Indonesia. Construction began in 1805, making it the oldest in Padang and one of the oldest in Indonesia. It is a Cultural Property of Indonesia.^[2]^[3]

The mosque, which involved persons from various cultural backgrounds in its construction, was the centre of an Islamic reform in the area during the 19th century. During the Indonesian National Revolution, President Sukarno spent a time of exhile at the mosque.^[4]^[5] The mosque survived the tsunami which struck Padang following the 1833 Sumatra earthquake,^[6] but was severely damaged after earthquakes in 2005 and 2009.^[7]^[8]

The one-floor mosque continues to be used as a center for prayer, as well as religious education; it also functions as a pesantren for the community. The mosque is also a tourist attraction.^[9]^[10]

Early history

According to Abdul Baqir Zein, the mosque was first built in 1700 at the foot of Mount Padang, then moved to the bank of Batan Arau, as the Dutch colonial government intended to use the previous location to build a road to Emma Haven Port. It was later moved to its present location.^[11] However, the Indonesian Department of Religion documents the mosque as having been constructed in 1790 with a wooden frame and a roof made from Sago palms. According to this documentation, a sturdier mosque was built in 1805.^[12] Another history of the mosque, from the Culture and Tourism Department of the City of the Padang, suggests that the mosque was first constructed in 1805. The small mosque had stone flooring, wood and dirt walls, and a pyramidal ceiling like the mosques in Java.^[6]

The construction of the mosque was spearheaded by three local figures, Angku Gapuak (a rich merchant), Angku Syekh Haji Uma (the village chief), and Angku Syekh Kapalo Koto (an ulama), while the funds were provided by Minang businesspeople and ulamas throughout Sumatra.^[11]^[12]^[6] It was erected on waqf land donated by locals^[12]^[6]^[11] and located in the center of the city's Minang district.^[13] Construction of the mosque finished in 1810; it measured 30 by 30 metres (98 ft × 98 ft) and had a fence 4 metres (13 ft) out from the mosque.^[12]

In 1833 the Pada tahun 1833 a large earthquake on the west coast of Sumatra struck up a tsunami which destroyed much of Padang. The mosque was one of several buildings which survived the tsunami. Its stone floor was later replaced by a mixture of clam shells and pumice.^[6]

The floor had received work beginning in 1900, when tiles from the Netherlands, ordered through Jacobson van den Berg.^[6] The tiles were installed by a company-appointed worker; installation was completed in 1910.^[1] That year, the Dutch established a cement factory in Indarung, Padang. To transport the cement to the port at Emma Haven, the Dutch built a stone road in front of Ganting Grand Mosque; this road took up roughly a third of the waqf land the mosque had been built on.^[6] As compensation, the Dutch sent the Genie Command Corps of West Sumatra (an area that includes modern day West Sumatra and Tapanuli).^[9] The corps expanded the front chamber until it was 20 metres (66 ft) in length; they also built a Portuguese- or Spanish-style façade.^[14] ^[9] The mosque's floor was replaced with cement imported from Germany.^[12] Meanwhile, ethnic Chinese under Captain Lo Chian Ko began working on an octagonal dome, resembling the top of a vihara. The mihrab for the imam to lead prayers and preach was given Chinese-style carvings.^[6]^[15]

In 1960 the mosque's 25 columns, originally constructed from brick, were covered in ceramic tiles;^[12] seven years later, this was followed seven years later by the construction of minarets on the left and right of the dome.^[7] In 1995, the walls of the main chamber were covered in tile.^[12]

Modern history

Masjid Raya Ganting turut berperan dalam perjalanan sejarah Kota Padang.^[7] Selain sebagai lokasi pengembangan Islam di pulau Sumatera, masjid ini juga berperan dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan di Padang.^[16]

Sejak awal berdirinya, masjid ini dimanfaatkan sebagai tempat bimbingan manasik calon haji.^[17] Masjid ini juga menjadi tempat embarkasi haji pertama di Sumatera Tengah melalui Pelabuhan Teluk Bayur yang dibuka pada tahun 1895.^[6]^[18] Sebelum berakhirnya perang Padri, pada tahun 1918, para ulama di Minangkabau mengadakan pertemuan di Masjid Raya Ganting untuk membahas langkah-langkah yang akan ditempuh dalam melaksanakan pemurnian ajaran agama Islam dari pemahaman mistik dan khufarat.^[6]

Pada tahun 1921, Abdul Karim Amrullah mendirikan sekolah Thawalib di dalam pekarangan masjid sebagai sarana pendidikan agama bagi masyarakat kota Padang saat itu, yang alumninya kemudian mendirikan Persatuan Muslim Indonesia (Permi) yang merupakan cikal bakal Partai Masyumi. Masjid ini juga dijadikan lokasi jambore nasional pertama gerakan kepanduan Muhammadiyah Hizbul Wathan pada tahun 1932.^[17]^[6]

Ketika Jepang mulai menduduki Indonesia pada tahun 1942, Soekarno yang ditahan Belanda di Bengkulu diungsikan ke Kutacane. Namun, sesampainya di Painan, tentara Jepang sudah lebih dahulu menduduki Bukittinggi sehingga Belanda mengubah rencana semula dengan mengungsi ke Barus dan meninggalkan Soekarno di Painan. Selanjutnya, Hizbul Wathan, yang saat itu bermarkas di Masjid Raya Ganting, menjemput Soekarno untuk dibawa ke Padang dengan menggunakan pedati. Beberapa hari kemudian, Soekarno yang telah tiba di Padang menginap sementara waktu di salah satu rumah pengurus Masjid Raya Ganting dan sempat memberikan pidato di masjid ini.^[19]^[6]

Selama pendudukan tentara Jepang di Indonesia, masjid ini dijadikan sebagai markas besar wilayah Sumatera Barat dan Tengah sekaligus tempat pembinaan prajurit Gyugun dan Heiho, yang merupakan kesatuan tentara pribumi yang dibentuk oleh Jepang. Anggota perwira militer Gyugun terdiri atas para ulama, sedangkan prajurit Heiho diambil dari para santri.^[6]^[20]

Setelah tentara Sekutu mendarat di Sumatera, banyak tentara Inggris dari kesatuan tentara Muslim India membelot dan bergabung dengan tentara rakyat setempat. Mereka mengatur strategi penyerangan dari masjid ini, termasuk penyerangan ke salah satu tangsi militer Inggris dari kesatuan Gurkha.^[20] Ketika seorang prajurit Muslim itu tewas dalam perkelahian di markas militer yang hanya berjarak 200 meter dari masjid, jenazahnya disemayamkan di Masjid Ganting.^[18]^[9]

Sejak tahun 1950, Masjid Raya Ganting mulai banyak dikunjungi oleh pejabat negara baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sejumlah pejabat negara yang pernah berkunjung ke masjid ini, antara lain, adalah Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwana IX, Wakil Ketua DPR-GR Achmad Syaichu, dan Ketua MPRS Abdul Haris Nasution. Sementara itu, tokoh luar negeri yang pernah mengunjungi masjid ini, antara lain, adalah Sekretaris Negara Malaysia serta pejabat dari Arab Saudi dan Mesir.^[6]^[20]

Pada 10 April 2005, terjadi gempa bumi di pantai barat Sumatera dengan kekuatan 6,7 skala Richter setelah terjadinya gempa bumi lebih besar di sekitar Pulau Nias dua minggu sebelumnya. Sejumlah tiang penyangga utama kuda-kuda atap Masjid Raya Ganting retak dan patah akibat gempa ini.^[7]^[21]^[14]

Selanjutnya, masjid ini merupakan salah satu dari 608 unit tempat ibadah di Sumatera Barat yang rusak berat akibat gempa bumi 30 September 2009.^[22]^[8] Selain meruntuhkan sebagian fasad masjid, gempa tersebut juga meretakkan tiang-tiang ruang utama sehingga bangunan ini dikhawatirkan roboh.^[23]^[24] Sebelum dilakukan renovasi pada tahun 2010, kerusakan yang dialami masjid ini menyebabkan aktivitas ibadah terganggu sehingga, selama sementara waktu, aktivitas ibadah harus dilakukan di halaman masjid.^[25]^[26]

Pada tahun 2011, masjid ini dimasukkan dalam daftar masjid terindah di Indonesia yang diterbitkan dalam buku 100 Masjid Terindah Indonesia oleh PT Andalan Media. Selain Masjid Raya Ganting, masjid lain dari Sumatera Barat yang dimuat dalam buku tersebut ialah Masjid Raya Bayur.^[27]

Architecture

Masjid ini berdiri di atas tanah seluas 102 × 95,6 meter persegi dengan bangunan berbentuk persegi panjang berukuran 42 × 39 meter persegi.^[12] Bangunan terdiri dari serambi muka, serambi samping (kiri dan kanan), mihrab, dan ruang utama. Luas bangunan yang kurang dari seperlima luas lahan menyisakan halaman yang luas yang dapat menampung banyaknya jamaah pada saat pelaksanaan salat Ied pada hari Idul Fitri dan Idul Adha. Halaman tersebut dipagari besi dan berbatasan langsung dengan jalan raya di sebelah timur dan utara.^[18] Di sebelah selatan dan belakang masjid terdapat beberapa makam, salah satunya adalah makam Angku Syekh Haji Uma, satu dari tiga orang pemrakarsa pembangunan masjid ini.^[15]

Perpaduan arsitektur dari berbagai corak terlihat jelas pada bangunan masjid ini karena pengerjaannya melibatkan beragam bangsa seperti Eropa, Timur Tengah, Cina, dan Minangkabau.^[4]^[7] Masjid ini memiliki tatanan atap berupa atap susun berundak-undak sebanyak lima tingkat dengan puncak berkubah berhiaskan mustaka.^[1] Ada celah di tiap bagian atap untuk pencahayaan. Tingkat pertama berbentuk persegi, sedangkan tingkat dua sampai empat berbentuk segidelapan.

Serambi atau bilik

Bangunan masjid ini memiliki dua serambi utama, yaitu serambi samping dan serambi muka. Kedua serambi samping masing-masing berukuran 30 × 4,5 meter persegi dan memiliki dua pintu masuk, yang salah satu pintunya menuju ke tempat wudu yang terdapat di sisi utara dan selatan.^[15] Pada bagian barat terdapat sekatan yang membentuk kamar atau ribath (tempat tinggal pengurus masjid) berukuran 4,5 × 3 m². Ribath tersebut memiliki pintu dari arah timur berukuran 225 cm × 90 cm dan jendela berukuran 90 cm × 90 cm. Serambi muka berbentuk persegi panjang berukuran 12 × 39 m² serta memiliki enam pintu dari arah timur dan dua pintu dari arah utara dan selatan, yang masing-masing berdaun pintu dari jeruji besi. Terdapat hiasan tiang ganda semu pada enam pintu dari arah timur, kecuali pada bagian tengah yang merupakan bangunan mimbar yang menjorok ke depan dengan daun pintu dari jeruji pula. Mimbar berukuran 220 cm × 120 cm × 275 cm tersebut hanya digunakan pada pelaksanaan salat Ied. Selain pintu, juga terdapat masing-masing satu jendela dengan terali besi di sisi utara dan selatan.^[15]

Di dinding timur serambi muka, terdapat hiasan ukiran geometri berupa panil-panil yang berbentuk persegi panjang dan bujur sangkar.^[1] Terdapat pula hiasan lengkung yang ditutupi tembok dengan motif cincin dan mata kapak. Tebal dinding sekitar 34 cm dengan tinggi 320 cm. Di dalam ruangan terdapat tujuh tiang ganda berbentuk silinder dari beton dengan garis tengah 45 cm. Tiang-tiang tersebut berdiri di atas umpak beton dengan lebar 113 cm, tinggi 70 cm, dan tebal 67 cm. Selain itu, terdapat pula dua tiang berbentuk segi empat yang terletak di sisi utara dan selatan, dekat dengan ruangan berbentuk segi delapan yang memiliki satu pintu dari arah timur dan satu jendela.^[15]

Main chamber

Ruang utama masjid berbentuk persegi berukuran 30 × 30 meter persegi dengan empat pintu masuk di sisi timur dan masing-masing dua pintu di sisi utara dan selatan. Pintu berukuran 160 cm × 264 cm tersebut memiliki dua daun pintu dari kayu dengan hiasan lengkung kipas pada ambang atas. Terdapat pula dua jendela yang terbuat dari kayu di sisi timur mengapit pintu masuk, dan masing-masing tiga jendela di sisi utara dan selatan, serta enam jendela di sisi barat. Jendela-jendela tersebut memiliki panjang 160 cm dan tinggi 2 m. Seperti pada pintu, bagian ambang atas jendela juga berbentuk lengkung kipas. Dinding pada ruang utama terbuat dari beton berlapis keramik, sedangkan lantainya dari tegel putih berhiaskan bunga.^[12]

Di ruang utama juga, terdapat soko guru atau tiang utama berjumlah 25 yang berbentuk segi enam dengan diameter 40 sampai 50 cm dan tinggi mencapai 420 cm.^[1] Tiang-tiang yang terbuat dari bata merah dengan bahan perekat kapur dicampur putih telur ini sama sekali tidak menggunakan tulang besi.^[7] Jumlah 25 tiang berjajar 5 melambangkan 25 nabi, dan masing-masing tiang dilapisi marmer putih berhiaskan kaligrafi yang memuat nama 25 nabi mulai dari Adam sampai Muhammad.^[17] Tiang-tiang tersebut berfungsi sebagai penopang utama konstruksi atap masjid yang berbentuk segi delapan.^[15]

Pada sisi barat ruang utama terdapat mihrab yang diapit oleh dua kamar di sisi utara dan selatan. Mihrab tersebut berukuran 2 m × 1,5 m dengan tinggi pada sisi timur 320 cm dan sisi barat 210 cm.^[15]

Other buildings

Masjid ini memiliki tempat wudu berukuran 10 m × 3 m yang terletak di sebelah utara dan selatan serambi samping. Tempat wudu ini dibangun pada tahun 1967 serta dibuat permanen dan tertutup. Selain itu, perpustakaan masjid menempati sebuah ruangan di sisi utara masjid dan masih menyatu dengan bangunan masjid.^[15] Di sekitar masjid juga terdapat tiga gedung tempat bimbingan teori manasik calon haji. Salah satu dari tiga gedung tersebut dulunya ditempati sekolah Thawalib.^[17]

References

Footnotes

^ ^a ^b ^c ^d ^e Naldi 2009.
^ Gayo 2008, p. 178.
^ Permenbudpar PM.54/PW.007/MKP/2010.
^ ^a ^b Hanifah 2012.
^ Mandiri Donates.
^ ^a ^b ^c ^d ^e ^f ^g ^h ⁱ ^j ^k ^l ^m ⁿ Dinbudpar Kota Padang 2012.
^ ^a ^b ^c ^d ^e ^f Sisko 2008.
^ ^a ^b Sharpe 2010.
^ ^a ^b ^c ^d Akbar 2008.
^ Suriyanto 2010.
^ ^a ^b ^c Zein 1999, pp. 70.
^ ^a ^b ^c ^d ^e ^f ^g ^h ⁱ Kementerian Agama, pp. 1.
^ Evers 1993, p. 85.
^ ^a ^b Risman & Kusnadi 2005.
^ ^a ^b ^c ^d ^e ^f ^g ^h Kementerian Agama, pp. 2.
^ Masjid Ganting Tertua di Padang.
^ ^a ^b ^c ^d Zein 1999, pp. 71. Cite error: The named reference "FOOTNOTEZein199971" was defined multiple times with different content (see the help page).
^ ^a ^b ^c Ariefyanto 2012.
^ Soekarno 1990.
^ ^a ^b ^c Zein 1999, pp. 72.
^ Slamet 2008.
^ 608 Unit.
^ Patrizki 2009.
^ Sharpe 2009.
^ Rp1,3 Miliar.
^ Susanto 2009.
^ Sidik 2011.

Bibliography

"608 Unit Tempat Ibadah Rusak Berat Dihoyak Gempa". Antara (in Indonesian). 6 October 2009. Retrieved 7 June 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
Akbar, R. (4 September 2008). "Masjid Raya Ganting Bertonggak 25 Nabi". Okezone.com (in Indonesian). Retrieved 30 May 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
Ariefyanto, M.I. (15 March 2012). "Masjid Raya Ganting, Simbol Agung di Kota Modern". Republika (in Indonesian). Retrieved 30 May 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
Culture and Tourism Ministry of Padang. "Masjid Raya Gantiang" (in Indonesian). Retrieved 30 May 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
Evers, H.-D. (1993). "Images of a Sumatran Town: Padang and the Rise of Urban Symbolism in Indonesia". In Nas, P.J.M. (ed.). Urban Symbolism. Studies in Human Society. Vol. 8. Leiden: E.J. Brill. {{cite book}}: Invalid |ref=harv (help)
Gayo, H.M.I., ed. (2008). "Masjid Bersejarah di Indonesia". Buku Pintar Seri Senior (in Indonesian). Jakarta: Grasindo. {{cite book}}: Invalid |ref=harv (help); Unknown parameter |trans_chapter= ignored (|trans-chapter= suggested) (help); Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
Hanifah, M. (16 May 2012). "Legenda Unik Jadi Objek Wisata Bumi Minangkabau (II-Habis)". Okezone.com (in Indonesian). Retrieved 30 May 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
"Mesjid Raya Ganting" (PDF) (in Indonesian). Ministry of Religion of Indonesia. Retrieved 30 May 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
"Mandiri Donates Rp 8.5 Billion to Rehabilitate Padang". The Jakarta Post. 22 February 2010. Retrieved 8 April 2012.
"Masjid Ganting Tertua di Padang" (in Indonesian). Indosiar. Retrieved 30 May 2012. {{cite news}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
Naldi, E. (25 August 2009). "Mengintip Masjid Tua & Bersejarah di Padang". Viva News (in Indonesian). Retrieved 30 May 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
Patrizki, I. (2 October 2009). "Gempa Sumbar". Antara (in Indonesian). Retrieved 13 June 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)CS1 maint: ref duplicates default (link)
Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.54/PW.007/MKP/2010 Tahun 2010, 22 June 2010 {{citation}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
Risman, D.; Kusnadi, A. (4 November 2005). "Syiar Islam dari Masjid Raya Ganting". Liputan 6. Retrieved 31 May 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)CS1 maint: ref duplicates default (link)
"Rp1,3 Miliar untuk Renovasi Masjid Raya Ganting". Antara (in Indonesian). 17 February 2010. Retrieved 7 June 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
Sharpe, E. (3 November 2009). "First Reports from Sumatra Earthquake". The Art Newspaper. Retrieved 30 May 2012.{{cite web}}: CS1 maint: ref duplicates default (link)
Sharpe, E. (14 April 2010). "Six Months on: Rebuilding West Sumatra's Capital". The Art Newspaper. Retrieved 8 April 2012.{{cite web}}: CS1 maint: ref duplicates default (link)
Sidik, J.M. (22 April 2011). "Masjid Ganting Masuk 100 Masjid Terindah". Antara (in Indonesian). Retrieved 30 May 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
Sisko, Y. (17 September 2008). "Aneka Budaya di Wajah Masjid Raya Ganting". Detik.com (in Indonesian). Retrieved 30 May 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
Slamet (2008). "Taspen Padang Serahkan Hibah ke Masjid Raya Ganting" (in Indonesian). Taspen. Retrieved 11 June 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)CS1 maint: ref duplicates default (link)
Soekarno (1990). Bung Karno dan Islam: Kumpulan Pidato Tentang Islam, 1953–1966. Jakarta: Haji Masagung. ISBN 979-412-167-3. {{cite book}}: Invalid |ref=harv (help); Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)
Suriyanto (25 December 2010). "Padang Aims to Lure 2.5 Mln Tourists Next Year". Antara. Retrieved 7 June 2012.{{cite news}}: CS1 maint: ref duplicates default (link)
Susanto, A. (9 October 2009). "Masjid Rusak Akibat Gempa". Kompas (in Indonesian). Retrieved 13 June 2012. {{cite web}}: Unknown parameter |trans_title= ignored (|trans-title= suggested) (help)CS1 maint: ref duplicates default (link)
Zein, A.B. (1999). Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia. Jakarta: Gema Insani. ISBN 979-561-567-X. {{cite book}}: Invalid |ref=harv (help)

[FOOTNOTENaldi2009-1] Naldi 2009.

[FOOTNOTEGayo2008178-2] Gayo 2008, p. 178.

[FOOTNOTEPermenbudpar_PM.54/PW.007/MKP/2010-3] Permenbudpar PM.54/PW.007/MKP/2010.

[FOOTNOTEHanifah2012-4] Hanifah 2012.

[FOOTNOTEMandiri_Donates-5] Mandiri Donates.

[FOOTNOTEDinbudpar_Kota_Padang2012-6] ^ ^a ^b ^c ^d ^e ^f ^g ^h ⁱ ^j ^k ^l ^m ⁿ Dinbudpar Kota Padang 2012.

[FOOTNOTESisko2008-7] ^ ^a ^b ^c ^d ^e ^f Sisko 2008.

[FOOTNOTESharpe2010-8] Sharpe 2010.

[FOOTNOTEAkbar2008-9] Akbar 2008.

[FOOTNOTESuriyanto2010-10] Suriyanto 2010.

[FOOTNOTEZein199970-11] Zein 1999, pp. 70.

[FOOTNOTEKementerian_Agama1-12] ^ ^a ^b ^c ^d ^e ^f ^g ^h ⁱ Kementerian Agama, pp. 1.

[FOOTNOTEEvers199385-13] Evers 1993, p. 85.

[FOOTNOTERismanKusnadi2005-14] Risman & Kusnadi 2005.

[FOOTNOTEKementerian_Agama2-15] ^ ^a ^b ^c ^d ^e ^f ^g ^h Kementerian Agama, pp. 2.

[FOOTNOTEMasjid_Ganting_Tertua_di_Padang-16] Masjid Ganting Tertua di Padang.

[FOOTNOTEZein199971-17] Zein 1999, pp. 71. Cite error: The named reference "FOOTNOTEZein199971" was defined multiple times with different content (see the help page).

[FOOTNOTEAriefyanto2012-18] Ariefyanto 2012.

[FOOTNOTESoekarno1990-19] Soekarno 1990.

[FOOTNOTEZein199972-20] Zein 1999, pp. 72.

[FOOTNOTESlamet2008-21] Slamet 2008.

[FOOTNOTE608_Unit-22] 608 Unit.

[FOOTNOTEPatrizki2009-23] Patrizki 2009.

[FOOTNOTESharpe2009-24] Sharpe 2009.

[FOOTNOTERp1,3_Miliar-25] Rp1,3 Miliar.

[FOOTNOTESusanto2009-26] Susanto 2009.

[FOOTNOTESidik2011-27] Sidik 2011.

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[8]

[9]

[10]

[11]

[12]

[13]

[14]

[15]

[16]

[17]

[18]

[19]

[20]

[21]

[22]

[23]

[24]

[25]

[26]

[27]