Pedoman Peninjauan Kembali RTR Kaw. Perkotaan
Pedoman Peninjauan Kembali RTR Kaw. Perkotaan
Pedoman Peninjauan Kembali RTR Kaw. Perkotaan
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Ketentuan Umum.. 1.2 Latar Belakang.. 1.3 Maksud dan Tujuan.. 1.4 Ruang Lingkup.. DASAR PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN 2.1 Pengertian Peninjauan Kembali... 2.2 Kedudukan Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dalam Sistem Penataan Ruang 2.3 Perlunya Peninjauan Kembali 2.4 Proses dan Tahapan Peninjauan Kembali.. KRITERIA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN 3.1 Kriteria Kesahan RTR Kawasan Perkotaan. 3.2 Kelengkapan dan Keabsahan Data.. 3.3 Metode dan Hasil Analisis.. 3.4 Perumusan Strategi Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan.. 3.5 Kesahan Produk Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan.. 3.6 Prosedur Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan.. TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN 4.1 Tahap Evaluasi Data dan Informasi.. 4.2 Tahap Penentuan Perlu / Tidaknya Peninjauan Kembali.. 4.3 Tahap Penentuan Tipologi Peninjauan Kembali. 4.4 Tahap Kegiatan Peninjauan Kembali i 1 2 2 3
BAB II
4 4 6 7
BAB III
8 8 9 11 11 12
BAB IV
13 13 14 15
KATA PENGANTAR
Sebagaimana telah kita pahami bersama, pelaksanaan otonomi daerah telah menjadi komitmen nasional. Dalam kaitan tersebut, pemerintah pusat berkewajiban mendorong pelaksanaan otonomi daerah tersebut. Penerbitan buku pedoman ini merupakan respon positif terhadap berbagai pertanyaan dan permintaan sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Buku pedoman ini diharapkan dapat dijadikan salah satu pegangan Pemerintah Kota dan seluruh masyarakat terutama para praktisi dan para akademisi di berbagai kegiatan yang dalam tugas dan kegiatannya berkaitan dengan penataan ruang di kawasan perkotaan. Dalam proses penyusunannya telah dilibatkan berbagai kalangan masyarakat dan para akademisi dari Perguruan Tinggi terkemuka. Di samping itu kami juga telah melaksanakan sosialisasi dan temu wicara dengan Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi serta Tokoh Masyarakat. Pedoman yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah no. 327/KPTS/M/2002 tanggal 12 Agustus 2002 ini berisi ketentuan umum, dasar peninjauan kembali, kriteria peninjauan kembali, dan tata cara peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan, yang semuanya ini merupakan pedoman umum yang berlaku secara nasional. Dalam pelaksanaan ada kemungkinan ditemukan hal-hal yang perlu dipertajam dan kurang sesuai dengan kondisi setempat. Oleh karena itu pelaksanaannya tentu dapat disesuaikan dengan karakteristik setempat. Kami harapkan upaya fasilitasi pemerintah ini tidak selesai dengan adanya pedoman ini, namun dapat dilanjutkan dengan upaya penyebarluasan dan penyempurnaannya. Untuk itu segala masukan, saran maupun kritik untuk perbaikan pedoman ini sangat kami hargai. Akhirnya bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan pedoman ini, kami mengucapkan terima kasih.
KATA PENGANTAR
Sebagaimana telah kita pahami bersama, pelaksanaan otonomi daerah telah menjadi komitmen nasional. Dalam kaitan tersebut, pemerintah pusat berkewajiban mendorong pelaksanaan otonomi daerah tersebut. Penerbitan buku pedoman ini merupakan respon positif terhadap berbagai pertanyaan dan permintaan sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Buku pedoman ini diharapkan dapat dijadikan salah satu pegangan Pemerintah Kota dan seluruh masyarakat terutama para praktisi dan para akademisi di berbagai kegiatan yang dalam tugas dan kegiatannya berkaitan dengan penataan ruang di kawasan perkotaan. Dalam proses penyusunannya telah dilibatkan berbagai kalangan masyarakat dan para akademisi dari Perguruan Tinggi terkemuka. Di samping itu kami juga telah melaksanakan sosialisasi dan temu wicara dengan Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi serta Tokoh Masyarakat. Pedoman ini berisi ketentuan umum, dasar peninjauan kembali, kriteria peninjauan kembali, dan tata cara peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan, yang semuanya ini merupakan pedoman umum yang berlaku secara nasional. Dalam pelaksanaan ada kemungkinan ditemukan hal-hal yang perlu dipertajam dan kurang sesuai dengan kondisi setempat. Oleh karena itu pelaksanaannya tentu dapat disesuaikan dengan karakteristik setempat. Kami harapkan upaya fasilitasi pemerintah ini tidak selesai dengan adanya pedoman ini, namun dapat dilanjutkan dengan upaya penyebarluasan dan penyempurnaannya. Untuk itu segala masukan, saran maupun kritik untuk perbaikan pedoman ini sangat kami hargai. Akhirnya bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan pedoman ini, kami mengucapkan terima kasih.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Ketentuan Umum Ruang adalah wadah secara keseluruhan yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, dengan interaksi sistem sosial (yang meliputi manusia dengan seluruh kegiatan sosial, ekonomi dan budaya) dengan ekosistem (sumber daya alam dan sumber daya buatan) berlangsung. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak. Penataan Ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang. Yang dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang; diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan seperti pusat kota, lingkungan; prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, lokal dan sebagainya. Sementara pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam; diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja, industri, dan pertanian, serta pola penggunaan tanah perdesaan dan perkotaan. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kawasan perkotaan dibedakan atas: a. Kawasan Perkotaan yang berstatus administratif Daerah Kota; b. Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari Daerah Kabupaten; c. Kawasan Perkotaan Baru yang merupakan hasil pembangunan yang mengubah Kawasan Perdesaan menjadi Kawasan Perkotaan;
d.
Kawasan Perkotaan yang mempunyai bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi dan fisik perkotaan.
1.2.
Latar Belakang Sebagaimana ditetapkan dalam Undang Undang No. 22 Tahun 1999, pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dititikberatkan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Karena itu, Pemerintah Daerah adalah pelaksana utama pembangunan, termasuk melaksanakan penataan ruang Kabupaten/Kota. Untuk mengarahkan perkembangan suatu kota sesuai dengan fungsinya, telah disusun suatu Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan sebagai dasar rujukan teknis pengaturan berbagai kebutuhan ruang dalam Wilayah Perkotaan. Di samping itu diperlukan pula suatu Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan. Rencana tata ruang disusun dengan perspektif menuju keadaan pada masa depan yang diharapkan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dipakai, serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan tiap sektor. Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara dinamis; ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu, agar rencana tata ruang yang telah disusun itu tetap sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan keadaan, rencana tata ruang dapat ditinjau kembali atau disempurnakan secara berkala. Peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dilakukan sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan kawasan perkotaan dan dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan. Peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan meliputi kegiatan pemantauan, penelaahan, dan diselenggarakan dengan menghormati hak perorangan atau lembaga berdasarkan peraturan perundang-undangan, hukum adat atau kebiasaan yang berlaku.
1.3.
Maksud dan Tujuan Maksud dari pekerjaan peninjauan kembali rencana tata ruang kawasan perkotaan adalah merupakan kegiatan pemantauan, penelaahan dan penyempurnaan rencana tata ruang kawasan perkotaan.
Tujuan dari pekerjaan penyusunan pedoman peninjauan kembali rencana tata ruang kawasan perkotaan adalah sebagai upaya untuk menjaga kesesuaian antara pelaksanaan pembangunan atau pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruangnya, dan terkait dengan pengendalian pemanfaatan ruang. 1.4. Ruang Lingkup Materi yang diatur dalam Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan meliputi : a. Kriteria untuk menentukan bahwa Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan perlu ditinjau kembali; b. Kajian kinerja Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan; c. Evaluasi Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dalam mengakomodasi perubahan kebijaksanaan, tujuan dan sasaran pembangunan, dinamika perkembangan dan sebagai alat perencanaan; d. Analisis hubungan faktor-faktor eksternal dengan kebijaksanaan permbangunan serta struktur pemanfaatan ruang; e. Tata cara untuk peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan; f. Tata cara pengesahan rencana; g. Kelembagaan peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan.
GAMBAR 1.1. KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI RTRWP MENURUT SISTEM PENATAAN RUANG UU No. 24 TAHUN 1992
Gambar 1.1 Kedudukan Peninjauan Kembali Menurut Sistem Penataan Ruang UU No. 24 Tahun 1992
PP Kawasan
Proses dan prosedur penyusunan dan penetapan RTR sesuai dengan UUPR Pasal 13 (1)
Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Tata Guna Tanah Tata Guna Air Tata Guna Udara Tata Guna SD Lainnya HAN KAM
Peraturan Perundangan Tata Cara Penyusunan Tata Ruang Fungsi Hankam Pasal 14 (3)
PP mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali dan atau penyempurnaan RTR Pasal 13 (4) (1)
Pola
Tata Guna Tanah Tata Guna Air Tata Guna Udara Tata Guna SD Lainnya
Penertiban
Perdata Pida na
Mekanisme
Penjela san Pasal 17
Pasal 18 (1)
2.3
Perlunya Peninjauan Kembali Faktor yang menentukan dan menjadikan kegiatan peninjauan kembali rencana tata ruang menjadi suatu aktivitas yang penting untuk dilakukan secara berkala dalam proses penataan ruang adalah karena adanya perubahan atau ketidaksesuaian atau adanya penyimpangan yang mendasar antara rencana dengan kenyataan yang terjadi di lapangan, baik karena faktor internal, maupun faktor eksternal. a. Faktor Eksternal i. Adanya perubahan dan/atau penyempurnaan peraturan dan/atau rujukan sistem penataan ruang; ii. Adanya perubahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang dan/atau sektoral kawasan perkotaan yang berdampak pada pengalokasian kegiatan pembangunan yang memerlukan ruang berskala besar; iii. Adanya ratifikasi kebijaksanaan global yang mengubah paradigma sistem pembangunan dan pemerintahan serta paradigma perencanaan tata ruang; iv. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat dan seringkali radikal dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam meminimalkan kerusakan lingkungan; v. Adanya bencana alam yang cukup besar sehingga mengubah struktur dan pola pemanfaatan ruang, dan memerlukan relokasi kegiatan budidaya maupun lindung yang ada demi pembangunan pasca bencana. b. Faktor Internal Beberapa faktor internal yang mempengaruhi perlunya peninjauan kembali adalah : i. Rendahnya kualitas Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang dipergunakan sebagai acuan untuk penertiban perizinan lokasi pembangunan, sehingga kurang dapat mengoptimalisasi perkembangan dan pertumbuhan aktivitas sosial ekonomi yang cepat dan dinamis; ii. Rendahnya kualitas ini dapat disebabkan karena tidak diikutinya proses teknis dan prosedur kelembagaan perencanaan tata ruang; iii. Terbatasnya pengertian dan komitmen aparat yang terkait dengan tugas penataan ruang, mengenai fungsi dan kegunaan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dalam pelaksanaan pembangunan; iv. Adanya perubahan atau pergeseran nilai/norma dan tuntutan hidup yang berlaku di dalam masyarakat; v. Lemahnya aparatur yang berwenang dalam bidang pengendalian pemanfaatan ruang.
2.4
Proses dan Tahapan Peninjauan Kembali Proses peninjauan kembali merupakan suatu bagian dari keseluruhan mekanisme dari rangkaian penataan ruang, dan dilakukan secara konsisten terhadap proses pemanfaatan ruang dan faktor eksternal. Peninjauan kembali dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : i. Evaluasi data dan informasi dari hasil kegiatan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; ii. Penentuan perlu atau tidaknya peninjauan kembali; iii. Kegiatan peninjauan berupa analisis, kajian dan evaluasi/penilaian; iv. Kegiatan penyempurnaan RTRW; v. Pemantapan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan RencanaTata Ruang; vi. Menyiapkan hal-hal yang berkaitan dengan legitimasi hukum pada materi Rencana Tata Ruang hasil peninjauan kembali.
BAB III KRITERIA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN
3.1 Kriteria Kesahan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dikatakan sah jika memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut : a. Data dan informasi lengkap dan sah; b. Metode dan analisis yang digunakan relevan; c. Perumusan konsep dan strategi pemanfaatan ruang kawasan sesuai dengan petunjuk penyusunannya; d. Muatan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan sesuai dengan ketentuan dalam UU Penataan Ruang dan peraturan pelaksanaannya; e. Penyusunannya telah melalui prosedur dan komitmen yang lengkap. 3.2 3.2.1 Kelengkapan dan Keabsahan Data Data dinyatakan lengkap bila minimal terdapat: a. Data Kebijaksanaan Pembangunan Daerah: Arahan Pola Dasar Pembangunan Daerah dan Propeda Kota; Kebijaksanaan pembangunan sektor lainnya yang berpengaruh; Informasi atau arahan RTRWN, Rencana Tata Ruang Pulau atau Perwilayahan, terhadap Kota/Perkotaan; b. Data karakteristik ekonomi wilayah dan perkembangannya, yang meliputi: PDRB Kota/Perkotaan minimal 5 tahun; Mobilitas orang dan barang; Sistem jaringan transportasi jalan; Produksi per sektor pembangunan; Produksi per sektor pembangunan dirinci per kecamatan; APBD Kota (minimal 5 tahun); Realisasi penerimaan dan pengeluaran rutin; Realisasi penerimaan dan pengeluaran pembangunan; Investasi pembangunan per sektor yang terkait dengan penataan ruang. c. Data dan kondisi perkembangan kependudukan/demografi, yang meliputi : Jumlah penduduk kota/perkotaan;
Kepadatan penduduk kota/perkotaan; Tingkat pertumbuhan penduduk kota/perkotaan; Lapangan pekerjaan penduduk kota/perkotaan. d. Data sumber daya buatan, meliputi : Sarana ekonomi tiap kecamatan di kota/perkotaan; Sarana sosial tiap kecamatan di kota/perkotaan; Peta sarana dan prasarana transportasi; Peta prasarana pengairan; Peta sumber air baku; Peta sistem jaringan listrik; Peta sistem telekomunikasi. e. Data sumber daya alam, meliputi : Peta penggunaan lahan/tanah; Peta hidrologi/sumberdaya air; Peta topografi dan morfologi; Peta geologi dan jenis tanah; Peta sumberdaya mineral; Peta iklim/meteorologi; Peta kehutanan; Peta kawasan rawan bencana. Peta dibuat dengan kedalaman skala 1 : 20.000 sampai dengan 1 : 50.000. 3.2.2 Data dinyatakan sah bila: Untuk peminjaman kembali RTRW Kota tahun n, data yang dipakai untuk analisa sebaiknya direkam/disurvey tahun n-2 atau lebih mutakhir, supaya hasil analisanya tepat; Sumber data harus jelas dan merupakan produk legal dari instansi yang bertanggung jawab; Skala peta harus sesuai dengan ketentuan yang ada, bila perlu dibuat petanya. Metode dan Hasil Analisis Dinyatakan lengkap jika minimal terdapat: a. Analisis untuk melihat kedudukan Kota dalam sistem perwilayahan nasional, sistem tata ruang pulau, sistem perwilayahan propinsi, dan kota-kota lainnya. Analisis ini dinyatakan lengkap jika minimal memiliki: Jaringan transportasi nasional, pulau, propinsi; Arahan kebijakan RTRWN, Rencana Tata Ruang Pulau, Perwilayahan, RTRWP, dan kebijaksanaan sektoral; Sistem perkotaan regional yang berpengaruh;
3.3
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Fungsi dan peranan kota dalam lingkup nasional, pulau, propinsi dilihat dari aspek ekonomi, transportasi dan pencapaian pembangunan nasional/regional secara umum; Sektor-sektor unggulan yang menjadi prime mover di kabupaten, propinsi, pulau maupun nasional. Analisis Demografi, meliputi: Tingkat perkembangan penduduk; Pergerakan/mobilitas penduduk kota; Distribusi kepadatan penduduk kota/perkotaan; Struktur pekerjaan penduduk kota/perkotaan; Struktur umur dan tingkat partisipasi angkatan kerja kota/perkotaan. Analisis Sosial Kemasyarakatan, meliputi: Adat-istiadat yang menghambat dan mendukung pembangunan; Tingkat partisipasi/peran serta masyarakat dalam pembangunan; Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan; Pergeseran nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat setempat; Kinerja tingkat pelayanan fasilitas dan utilitas sosial, Analisis Ekonomi, meliputi: Kondisi ekonomi dasar; Struktur ekonomi kawasan kota/perkotaan; Peluang pertumbuhan ekonomi; Pergerakan barang dan jasa intra dan inter kawasan; Pola persebaran ekonomi kawasan; Potensi investasi. Analisis Fisik dan Daya Dukung Lingkungan, meliputi: Kendala fisik pengembangan kawasan budidaya (rawan gempa, banjir, longsor, dll); Lokasi dan kapasitas sumber daya alam; Kesesuaian lahan untuk kawasan lindung maupun budidaya. Analisis Sarana dan Prasarana, meliputi: Kondisi, jenis dan jumlah sarana sosial dan ekonomi; Sarana dan prasarana transportasi; Sarana dan prasarana pengairan, listrik dan telekomunikasi. Analisis struktur dan pola ruang yang ada dan kecenderungan perkembangannya. Analisis ini dinyatakan lengkap apabila dapat dirangkum faktor-faktor pembentuk struktur dan pola pemanfaatan ruang dari kesimpulan analisis pola sebaran penduduk, pola sebaran kegiatan pembangunan (kegiatan budidaya), dan pola sebaran jaringan sarana dan prasarana. Analisis potensi dan kondisi sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia, meliputi:
10
i.
Potensi sumber daya alam yang ada, kemungkinan dan keterbatasan pengembangannya; Potensi pengembangan sumber daya buatan; Kemampuan sumber daya manusia yang ada untuk mengelola sumber-sumber di atas. Analisis Keuangan dan Kemampuan Pembiayaan Pembangunan Daerah, meliputi: Analisis mengenai jumlah dan proporsi pembiayaan pembangunan; Analisis PAD, subsidi pemerintah pusat; Analisis sumber-sumber pembiayaan lainnya (swasta, BLN, dsb).
3.4
Perumusan Strategi Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan a. b. c. d. Perumusan tujuan pemanfaatan ruang; Perumusan masalah pembangunan perkotaan dan keterkaitannya dengan masalah pemanfaatan ruang; Perumusan strategi pengembangan tata ruang kawasan perkotaan; Penjabaran strategi pengembangan tata ruang kawasan perkotaan ke dalam langkah-langkah berikut: Strategi pengelolaan kawasan lindung dan budidaya; Strategi pengembangan sistem kegiatan pembangunan serta sistem permukiman; Strategi pengembangan sarana dan prasarana kawasan perkotaan wilayah; Strategi pengembangan kawasan prioritas; Strategi pemanfaatan ruang; Strategi pengendalian pemanfaatan ruang.
3.5
Kesahan Produk Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dinyatakan sah sesuai UUPR, apabila memiliki: Tujuan pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan serta strategi pengembangan untuk mencapai tujuan tersebut di atas. Rencana struktur pemanfaatan ruang: a. Rencana sistem kegiatan pembangunan; b. Rencana sistem permukiman perkotaan dan perdesaan; c. Rencana sistem prasarana wilayah yang terdiri dari: i) Rencana sistem prasarana transportasi; ii) Rencana sistem prasarana energi / listrik; iii) Rencana sistem prasarana pengelolaan;
11
3.6
iv) Rencana sistem prasarana lingkungan; v) Rencana sistem prasarana lainnya. Rencana pola pemanfaatan ruang.
Prosedur Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Disusun berdasarkan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan; Melibatkan seluruh Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) Kota serta masyarakat dan pakar termasuk swasta; Melalui suatu proses konsensus dan musyawarah dari semua pihak dan mengalokasikan ruang sesuai dengan arahan dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan.
12
BAB IV TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN
4.1 Tahap Evaluasi Data dan Informasi Pada tahap ini dikumpulkan data mengenai pemanfaatan ruang perkotaan yang sudah berlangsung dan dibandingkan dengan strategi dan rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kota; Data mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan eksternal, dan evaluasi adanya perubahan terhadap asumsi faktor-faktor eksternal yang ada, serta kajian mengenai pengaruhnya terhadap strategi, struktur dan pola pemanfaatan ruang kota; Melakukan kajian terhadap keabsahan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dengan memperhatikan perubahan pemanfaatan dan adanya perubahan faktor-faktor eksternal.
Kegiatan pada tahap ini akan menghasilkan: Profil, kualitas dan kesahan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan; Tingkat permasalahan pemanfaatan ruang, berupa simpangansimpangan pemanfaatan ruang dan lokasi pembangunan; Perubahan-perubahan kebijaksanaan diluar sistem penataan ruang. 4.2 Tahap Penentuan Perlu/Tidaknya Peninjauan Kembali Terjadi perubahan kebijaksanaan pemerintah/sektor untuk pembangunan berskala besar atau kegiatan penting yang tidak dapat ditampung oleh struktur dan pola pemanfaatan ruang dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang ada; Terjadi perubahan faktor-faktor internal dalam pembangunan daerah karena adanya perubahan prioritas, perkembangan kawasan atau sektor yang tidak dipertimbangkan sebelumnya; Terjadinya simpangan-simpangan besar dalam struktur dan pola pemanfaatan ruang.
Jika sekurang-kurangnya salah satu dari kriteria tersebut dipenuhi, maka diperlukan proses peninjauan kembali atau penyempurnaan terhadap seluruh proses penataan ruang yang ada.
13
4.3
Tahap Penentuan Tipologi Peninjauan Kembali Setelah adanya ketentuan perlunya dilakukan peninjauan kembali, selanjutnya ditentukan tipologi peninjauan kembali, yaitu : I. RTR sah, simpangan kecil, faktor eksternal tetap; II. RTR sah, simpangan kecil, faktor eksternal berubah; III. RTR sah, simpangan besar, faktor eksternal berubah; IV. RTR sah, simpangan besar, faktor eksternal tetap; V. RTR tidak sah, simpangan kecil, faktor eksternal berubah; VI. RTR tidak sah, simpangan kecil, faktor eksternal tetap; VII. RTR tidak sah, simpangan besar, faktor eksternal berubah; VIII. RTR tidak sah, simpangan besar, faktor eksternal tetap.
tipologi I II III IV V VI VII VIII sah RTR tdk sah simpangan kecil besar faktor eksternal tetap berubah
Ciri-ciri masing-masing tipologi adalah: Tipologi I: RTR berlaku untuk digunakan sebagai acuan pembangunan dan memenuhi ketentuan prosedur dan proses penyusunan rencana dan terpenuhi substansi RTR. Simpangan yang terjadi pada prinsipnya tidak merubah mempengaruhi perubahan tujuan, strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang. Tipologi II: Terjadi perubahan signifikan pada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja RTR sehingga tidak dapat sepenuhnya dijadikan acuan pembangunan karena tidak dapat mengakomodasi perkembangan yang ada. Secara mendasar, RTR ini memerlukan perubahan dalam tujuan, sasaran, strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang. Tipologi III: Terjadi simpangan-simpangan yang menyalahi ketentuan yang diinginkan dalam RTR yang disebabkan oleh pengaruh faktor-faktor eksternal secara
14
signifikan. Dalam hal ini perlu dilakukan perubahan tujuan, sasaran, strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang. Tipologi IV: Terjadi simpangan dalam pemanfaatan dan pengendalian yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam RTR, walaupun kondisi RTR sendiri telah memenuhi prosedur dan ketentuan penyusunannya. Tipologi V, VI, VI, dan VIII: Keempat tipologi ini pada dasarnya memiliki kondisi yang sama, yaitu RTR yang bersangkutan tidak sah. Oleh karena itu, pada keempat tipologi ini perlu dilakukan penyempurnaan RTR atau perubahan tujuan, sasaran, strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam pedoman penyusunan rencana, dan sesuai dengan perubahan yang diakibatkan oleh faktor eksternal. 4.4 Tahap Kegiatan Peninjauan Kembali a. Kajian/penilaian dan/atau evaluasi Rencana Tata Ruang Kegiatan ini berupa : Kajian/penilaian terhadap kelengkapan materi dan proses penyusunan, dengan pedoman pada UU Penataan Ruang serta standar dan pedoman teknis penyusunan Rencana Tata Ruang; Evaluasi kemampuan Rencana Tata Ruang sebagai alat perencanaan, khususnya dalam identifikasi pelaksanaan program dan proyek pembangunan yang terkait dengan penataan ruang; Penyesuaian materi Rencana Tata Ruang dalam mengakomodasi perubahan kebijaksanaan, tujuan, sasaran, strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang; Evaluasi kemampuan Rencana Tata Ruang untuk mengakomodasi dinamika perkembangan pemanfaatan ruang serta sekaligus melakukan penyesuaian rencana; Evaluasi kesesuaian antara perwujudan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang ditetapkan pada Rencana Tata Ruang yang dituju, dan mencari tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk menanggulangi penyimpangan yang terjadi. Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Tergantung pada tipologinya, yaitu berupa: i. Pembakuan materi Rencana Tata Ruang jika berdasarkan hasil peninjauan ditemukan bahwa materi yang ditinjau tidak memenuhi persyaratan minimal sebagai Rencana Tata Ruang yang baku;
b.
15
ii.
Penyesuaian terhadap materi Rencana Tata Ruang agar mampu mengakomodasi perubahan kebijaksanaan, tujuan, sasaran, dan dinamika pembangunan, serta untuk mengkoreksi struktur dan pola pemanfaatan ruang.
Bentuk dari kegiatan ini adalah: Penambahan komponen-komponen rencana; Perbaikan sebagai komponen rencana; Perumusan kembali kebijaksanaan dan strategi pengembangan wilayah serta tujuan dan sasaran pembangunan; Revisi total seluruh komponen rencana atau penyusunan kembali rencana. c. Pemantapan Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Rencana Tata Ruang Kegiatan ini berupa diseminasi Rencana Tata Ruang ke setiap sektor, pemanfaatan Rencana Tata Ruang sebagai alat koordinasi, sebagai acuan pembangunan, penyempurnaan kegiatan pemantauan dan pelaporan evaluasi dan sebagainya.
Proses peninjauan kembali untuk masing-masing tipologi di atas, adalah: Tipologi I Tidak perlu dilakukan tindakan tertentu karena RTR-nya masih sah, tidak perlu dilakukan penyempurnaan, dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembangunan daerah Kabupaten. Tipologi II Perlu dilakukan peninjauan kembali yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang menyebabkan RTR tidak berlaku lagi. Tatacara yang harus dilakukan adalah: Identifikasi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja RTR; Analisis hubungan faktor eksternal terhadap kebijaksanaan pembangunan daerah; Analisis hubungan faktor eksternal terhadap rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang; Apabila faktor eksternal tidak lagi sejalan dengan strategi pengelolaan, rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang, dilanjutkan dengan: 1) Pemutakhiran tujuan dan sasaran pembangunan daerah; 2) Perumusan permasalahan pembangunan dan pemanfaatan ruang; 3) Perumusan kembali strategi pengembangan wilayah. Produk : Rumusan strategi pengembangan wilayah baru;
16
Tipologi III (A) Penyesuaian terhadap faktor eksternal Identifikasi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja RTR: Analisis hubungan faktor eksternal terhadap kebijaksanaan pembangunan daerah; Analisis hubungan faktor eksternal terhadap rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang; Apabila faktor eksternal tidak lagi sejalan dengan strategi pengelolaan, rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang, dilanjutkan dengan: 1) Pemutakhiran tujuan dan sasaran pembangunan daerah; 2) Perumusan permasalahan pembangunan dan pemanfaatan ruang; 3) Perumusan kembali strategi pengembangan wilayah. Produk: Rumusan strategi pengembangan wilayah baru; Rumusan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang baru. (B) Pemantapan pemanfaatan dan pengendalian Penyempurnaan/peningkatan pemanfaatan RTRWK sebagai acuan pembangunan; Peningkatan diseminasi RTRWK ke setiap sektor dan menyepakati RTRWK sebagai acuan pembangunan; Peningkatan pemanfaatan RTRWK sebagai dokumen acuan dalam forum Rapat Koordinasi Pembangunan; Penyempurnaan kegiatan pemantauan dan pelaporan secara kontinyu terhadap program-program pembangunan dan implementasi ruang; Penyempurnaan kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan program implementasi ruang dan perizinan. Tipologi IV Pada tipologi ini, tidak perlu dilakukan pemutakhiran RTR karena rencana masih sah dan tidak terjadi perubahan eksternal seperti halnya pada tipologi I, namun karena permasalahannya adalah terjadinya simpangan pada pemanfaatannya dan pengendalian, maka aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peninjauan kembali adalah sebagaimana dilakukan pemantapan pada tipologi III. Pemanfaatan dan pengendalian yang perlu dilakukan adalah: a. Penyempurnaan/peningkatan pemanfaatan RTR sebagai acuan pembangunan;
17
b. c. d. e.
Peningkatan diseminasi RTR ke setiap sektor dan menyepakati sebagai acuan pembangunan; Peningkatan pemanfaatan RTR sebagai dokumen acuan dalam forum Rapat Koordinasi Pembangunan; Penyempurnaan kegiatan pemantauan dan pelaporan secara kontinyu terhadap program pembangunan dan implementasi ruang; Penyempurnaan kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan program implementasi ruang dan perizinan.
Tipologi V Dilakukan peninjauan kembali karena ketidaksahan rencana ditinjau dari aspek substansi yang tidak memenuhi ketentuan prosedur dan proses penyusunan rencana, dan adanya perubahan faktor eksternal yang perlu terakomodasi. Dengan demikian, diperlukan langkah-langkah menyeluruh terhadap perbaikan substansi rencana dan penyesuaian terhadap aspekaspek eksternal. Tatacara yang dilakukan: Identifikasi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja RTRWK; Identifikasi kinerja RTRWK; Identifikasi pemanfaatan yang sedang berjalan; Analisis hubungan faktor eksternal terhadap kebijaksanaan pembangunan daerah; Analisis hubungan faktor eksternal terhadap struktur dan pola pemanfaatan ruang; Pemutakhiran data, analisis dan produk rencana disesuaikan dengan faktor-faktor eksternal yang mengalami perubahan; Perumusan permasalahan pembangunan dan pemanfaatan ruang wilayah; Perumusan kembali strategi pengembangan wilayah. Produk: Rumusan RTRWK yang disempurnakan; Rumusan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang baru. Tipologi VI Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah revisi atau peninjauan kembali secara menyeluruh dengan melakukan pemutakhiran data, analisis dan rencana. Tatacara yang perlu dilakukan: Identifikasi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja RTR; Identifikasi pemanfaatan ruang yang sedang berjalan; Pemutakhiran data, analisis dan produk rencana disesuaikan dengan pemanfaatan ruang yang sedang berjalan yang mengalami perubahan; Perumusan permasalahan pembangunan dan pemanfaatan ruang; Perumusan kembali konsep dan strategi pengembangan wilayah;
18
Produk: RTR yang baru. Tipologi VII Melakukan revisi secara menyeluruh kinerja produk RTRWK yang berupa pemutakhiran data, analisis dan rencana dengan menyesuaikannya pada faktor-faktor eksternal yang mengalami perubahan. Tatacara yang dilakukan: (A) Pemutakhiran Rencana dan Penyesuaian terhadap faktor-faktor eksternal Identifikasi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja RTRWK; Identifikasi kinerja RTRWK; Identifikasi pemanfaatan yang sedang berjalan; Analisis hubungan faktor eksternal terhadap kebijaksanaan pembangunan daerah; Analisis hubungan faktor eksternal terhadap struktur dan pola pemanfaatan ruang; Pemutakhiran data, analisis dan produk rencana disesuaikan dengan faktor-faktor eksternal yang mengalami perubahan; Perumusan permasalahan pembangunan dan pemanfaatan ruang wilayah; Perumusan kembali konsep strategi pengembangan wilayah. Produk: RTRWK yang baru (B) Pemantapan Pemanfaatan dan Pengendalian Penyempurnaan/peningkatan pemanfaatan RTRW sebagai acuan pembangunan; Peningkatan diseminasi RTRWK ke setiap sektor dan menyepakati RTRWK sebagai acuan pembangunan; Peningkatan pemanfaatan RTRWK sebagai dokumen acuan dalam forum Rapat Koordinasi Pembangunan; Penyempurnaan kegiatan pemantauan dan pelaporan secara kontinyu terhadap program-program pembangunan dan implementasi ruang; Penyempurnaan kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan program implementasi ruang dan perizinan. Tipologi VIII Yang perlu dilakukan adalah peninjauan kembali secara menyeluruh dengan melakukan pemutakhiran data, analisis dan rencana, baik dalam proses penyusunan maupun substansi yang ada dalam produk RTR, serta pemantapan pemanfaatan dan pengendalian.
19
Tatacara yang dilakukan: (A) Pemutakhiran Rencana Identifikasi kinerja RTRWK; Identifikasi pemanfaatan yang sedang berjalan; Pemutakhiran data, analisis dan produk rencana disesuaikan dengan faktor-faktor eksternal yang mengalami perubahan; Perumusan permasalahan pembangunan dan pemanfaatan ruang wilayah; Perumusan kembali konsep strategi pengembangan wilayah; Penyusunan kembali RTRWK. Produk: RTR yang baru. (B) Pemantapan Pemanfaatan dan Pengendalian Penyempurnaan/peningkatan pemanfaatan RTRW sebagai acuan pembangunan; Peningkatan diseminasi RTRWK ke setiap sektor dan menyepakati RTRWK sebagai acuan pembangunan; Peningkatan pemanfaatan RTRWK sebagai dokumen acuan dalam forum Rapat Koordinasi Pembangunan; Penyempurnaan kegiatan pemantauan dan pelaporan secara kontinyu terhadap program-program pembangunan dan implementasi ruang. Penyempurnaan kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan program implementasi ruang dan perizinan.
4.6
Pengesahan Rencana Masing-masing tipologi mempunyai tingkat kedalaman aspek yang perlu di tinjau kembali dan secara prinsip menentukan tata cara pengesahan dari hasil peninjauan kembali tersebut. Penjelasan untuk masing-masing jenis pengesahan adalah: a. Tanpa Pengesahan Apabila peninjauan kembali mempunyai kondisi tidak mempengaruhi isi kesahan suatu Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan. Tipologi yang sesuai dalam kategori ini adalah tipologi I, dan IV. b. Pengesahan dengan SK Walikota Apabila RTR masih sah dan faktor eksternal berubah, tetapi tidak merubah tujuan, strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang. Dalam hal dapat dilakukan peninjauan kembali dengan menyampaikan aturan tambahan dalam rangka penyesuaian rencana. Tipologi yang sesuai dalam kategori ini adalah tipologi II, dan III.
20
Pengesahan Rencana Tata Ruang hasil peninjauan kembali perlu disesuaikan dengan bentuk legal rencana yang ditinjau kembali. Bila rencana yang ditinjau kembali ditetapkan dengan Perda (RTRW Kota), maka hasil penyempurnaannya juga ditetapkan dengan Perda sebagai amandemen dari Perda sebelumnya.
21