Persiapan Umum Kegawatdaruratan Obs & Neonatal
Persiapan Umum Kegawatdaruratan Obs & Neonatal
Persiapan Umum Kegawatdaruratan Obs & Neonatal
PENGERTIAN Dalam melakukan persiapan sebelum tindakan pada kegawatdaruratan obstetric dan neonatal, semua peralatan (instrument dan medikamentosa) harus sudah selalu tersedia. Bahkan uji fungsi dari masing-masing alat harus selalu dilakukan secara berkala sebelum dilakukan tindakan untuk mencegah kegagalan tindakan pertolongan. Semua instrument yang dipergunakan juga harus berada dalam keadaan steril atau minimal desinfeksi tingkat tinggi dan disimpan sesuai dengan syarat dan ketentuan batas wajtu jaminan sterilitas/DTT. Setelah digunakan, pada semua instrument (bukan sekali pakai) harus dilakukan kembali tindakan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi/DTT (bila dipersyaratkan). TUJUAN UMUM Mahasiswa mampu melaksanakan persiapan umum dan kewaspadaan universal serta pengelolaan alat/tenagakesehatan terpapar dan pembuangan sampah dalam upaya menciptakan lingkungan yang aman TUJUAN KHUSUS Untuk mencapai tujuan umum, mahasiswa akan dapat : Melakukan persiapan umum sebelum tindakan kegawat daruratan obstetric dan neonatal Melaksanakan kewaspadaan universal dalam setiap tindakan kegawat daruratan obstetric dan neonatal Mempersipkan dan melaksanakan pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar PENUNTUN BELAJAR PERSIAPAN UMUM SEBELUM TINDAKAN KEGAWATDARURATAN LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK 1. Sapa ibu dengan ramah dan sopan 2. Beritahukan pada ibu apa yang akan dikerjakan dan berikan kesempatan untuk megajukan pertanyaan 3. Dengarkan apa yang disampaikan oleh ibu 4. Berikan dukungan emosional dan jaminan pelayanan 5. Pelajari keadaan umum (kesadaran, tensi, nadi, nafas) untuk memastikan bahwa ditemukan keadaan yang merupakan indikasi dan syarat tindakan obstetrik; atasi renjatan 6. Memberitahukan suami/keluarga terdekat akan kondisi ibu dan tindakan yang akan dilakukan PERSIAPAN TINDAKAN I. PERSIAPAN 1. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun 2. Cairan infus sudah terpasang, bila diperlukan 3. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan 4. Siapkan alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah 5. Medikamentosa Oksitosin injeksi (5 ampul) Metal ergometrin maleat injeksi (2 ampul) Prokain atau lidokain injeksi (4 ampul)
Adrenalin injeksi (1 ampul) PENUNTUN BELAJAR PERSIAPAN UMUM SEBELUM TINDAKAN KEGAWATDARURATAN LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN Antibiotic: o Ampisilin o Gentasimin o Metrinidasol Larutan infuse Dexamethasone (5 ampul) MgSO4 (10 flakon) Lidokain (20 ampul) 6. Larutan antiseptik (povidon iodine 10%) 7. Oksigen dengan regulator INSTRUMEN 8. Set partus : - Gunting episiotomi (1 buah) - Klem tali pusat (2 buah) - Gunting tali pusat (1 buah) - Tali pengikat tali pusat (1 buah) - Kasa steril - Mangkok kecil - Semperit disp. 10 ml (10 buah) 9. Perlengkapan jahit : - Pemegang jarum (25 cm) - Jarum jaringan no.6 (1 buah) - Pinset anatomis (1 buah) - Gunting benang (1 buah) - Benang chromic no.0 - Kasa steril 10. Ekstraktor vakum - Mangkok logam atau silastik (kecil, medium, besar) - Selang karet (2 buah) - Penarik mangkok (1 buah) - Botol vakum dengan manometer (1 buah) - Pompa vakum (1 buah) Pilihan lain : mangkok vakum dari plastic/karet 11. Instrument lain : Ambu bag (1 set) Klem ovum (2 buah) Cunam tampon (1 buah) Alat suntik 5 ml dengan jarum suntik no.23 sekali pakai (2 buah) Spekulum Sims atau L (2 buah) Kateter karet (1 buah) Mangkok/piring tempat plasenta 12. Lembar catatan medik termasuk lembar control istimewa dan persetujuan tindakan II. PENOLONG (OPERATOR DAN ASISTEN) 1. Baju kamar tindakan, apron plastik, masker dan kacamata pelindung (3 set) 2. Sarung tangan DTT/steril (4 pasang) 3. Alas kaki/sepatu boot karet (3 pasang)
PENUNTUN BELAJAR PERSIAPAN UMUM SEBELUM TINDAKAN KEGAWATDARURATAN LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN 4. Instrumen Lampu sorot (1 buah) Stetoskop Leanec (1 buah) atau Fetalphone/Doppler Stetoskop dan tensimeter (1 buah) III. BAYI 1. Instrument Penghisap lendir (manual/elektrik) Sudip/penekan lidah (1 buah) Kain/handuk kering dan bersih penyeka muka dan badan (2 buah) Incubator, bila ada (1 buah) Pemotong dan pengikat tali pusat (1 buah) Alat suntik 10 ml dan jarum suntik no.23 (2 buah) Kateter intravena no 24G dan jarum kupu-kupu (1 buah) Selang nasogastrik (nasogastric feeding tube) neonatal untuk kateterisasi umbilical Popok dan selimut Ambu bag atau sungkup corong (perinasia) 2. Medikamentosa : Larutan injeksi Bicarbonas natrikus 7.5% atau 8.4% Nalokson (Narkan) injeksi Epinefrin 0.01% Antibiotika Akuabidestilata dan Dekstrose 10% 3. Oksigen dengan regulator 4. Lembar catatan medik
KEWASPADAAN UNIVERSAL
Dewasa ini Indonesia telah memasuki epidemic HIV/AIDS gelombang kelima yang ditandai dengan munculnya kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga/para istri, bahkan ibu dengan janin yang sedang dikandungnya. Data sampai 2001 tercatat 2000 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Indonesia dan sepertiga diantaranya adalah wanita. Ternyata kasus infeksi HIV bertambah lebih cepat diantara wanita dan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan menyusul jumlah infeksi pada laki-laki. Kasus HIV (+) tidak menampilkan gejala dan tanda klinik yang spesifik, tetapi dapat menularkan penyakit sebagaimana kasus hepatitis B (+). Sementara itu dalam melakukan pengelolahan kasus HIV/AIDS, petugas kesehatan dapat terinfeksi bila terjadi kontak dengan cairan tubuh/darah pasien. Dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil, bersalin, dan nifas ataupun diluar masa itu, petugas kesehatan selalu memiliki risiko terinfeksi oleh mikroorganisme melalui darah/cairan tubuh. Maka setiap petugas pelaksana pelayanan kesehatan perlu memegang prinsip-prinsip pencegahan infeksi, khususnya prinsip Kewaspadaan Universal (KU). Bagian ini membahas prinsip kewaspadaan universal mulai dari pengertian pelaksanaan hingga upaya yang perlu dilakukan bila petugas terpapar darah/cairan tubuh dalam melaksanakan tugasnya. DEFINISI Kewaspadaan universal adalah pedoman yang ditetapkan untuk mencegah penyebaran berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh di lingkungan rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya. Konsep yang dianut adalah bahwa semua darah/cairan tubuh harus dikelola sebagai sumber yang dapat menularkan HIV Hepatitis B dan berbagai penyakit lain yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh. PELAKSANAAN KEWASPADAAN UNIVERSAL Petugas kesehatan harus secara rutin memakai sarana yang dapat dipakai untuk mencegah kontak kulit/selaput lendir dengan darah/cairan tubuh lainnya dari pasien yang dilayaninya Setiap petugas kesehatan harus : - Menggunakan sarung tangan bila : Menyentuh darah/cairan tubuh, selaput lendir atau kulit yang tidak utuh - Mengelola peralatan dan sarana kesehatan yang tercemar darah/cairan tubuh - Mengerjakan fungsi vena atau prosedur lain yang menyangkut pembuluh darah. Sarung tangan harus selalu diganti setiap selesai kontak dengan seorang pasien. - Memakai masker/pelindung mata/pelindung wajah bila mengerjakan prosedur yang memungkinkan terjadinya cipratan darah/cairan tubuh guna mencegah terpaparnya selaput lendir pada mulut, hidung dan mata - Memakai pakaian kerja khusus selama melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan cipratan darah/cairan tubuh Tangan dan bagian tubuh lainnya harus segera dicuci dengan sabun dan air mengalir sebersih mungkin bila terpapar darah/cairan tubuh. Cuci tangan juga harus dilakukan setiap kali melepas sarung tangan. Petugas kesehatan harus selalu waspada terhadap kemungkinan tertusuk jarum pisau dan benda/alat tajam lainnya selama membersihkan/mencuci peralatan membuang sampah atau membenahi peralatan setelah berlangsungnya prosedur/tindakan Untuk mencapai tujuan ini, maka jangan menutup kembali jarum suntik setelah dipakai, jangan sengaja membengkokkan jarum suntik dengan tangan, jangan melepas jarum suntik dari tabungnya atau melakukan apapun pada jarum suntik dengan menggunakan tangan terbuka. Setelah semua benda tajam selesai dipergunakan, maka harus ditaruh
dalam wadah khusus yang tahan/anti tusukan. Kemudian wadah kumpulan benda tajam harus terjamin aman untuk dibawa ke tempat pemrosesan alat atau dalam proses pengenyahannya Walaupun air liur belum terbukti menularkan HIV, tindakan resusitasi dari mulut ke mulut harus dihindari. Jadi disetiap tempat dimana terdapat kemungkinan resusitasi, perlu tersedia alat resusitasi Petugas kesehatan yang mengalami luka atau lesi yang mengeluarkan cairan, misalnya dermatitis basah, harus menghindari tugas yang bersifat kontak langsung dengan peralatan bekas pakai pasien Petugas kesehatan yang hamil tidak mempunyai resiko lebih besar untuk tertular HIV. Namun demikian, bila terjadi infeksi HIV selama kehamilan, janin yang dikandungnya beresiko untuk mengalami transmisi perinatal. Karena itu, petugas kesehatan yang sedang hamil harus lebih memperhatikan segala prosedur yang dapat menghindari penularan HIV
Dengan menerapkan KU, setiap petugas kesehatan akan terlindung secara maksimal dari kemungkinan terkena infeksi penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh, baik dari kasus yang terdiagnosis maupun yang tidak terdiagnosis. BEBERAPA PETUNJUK DALAM PELAKSANAAN KEWASPADAAN UNIVERSAL Disadari bahwa diagnosis dini adanya infeksi oleh miroorganisme pada pasien penting peranannya dalam keberhasilan penanganan kasus. Akan tetapi berdasarkan berbagai pertimbangan saat ini, penapisan terhadap berbagai infeksi virus tidak mungkin dilakukan secara rutin. Bahkan pada infeksi HIV terdapat window period dimana pada masa tersebut darah/cairan tubuh sudah dapat menularkan infeksi, walaupun adanya HIV belum dapat terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Karena itu prinsip KU dalam pencegahan infeksi merupakan kunci utama keberhasilan memutuskan rantai transmisi penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh lainnya. Dibawah ini disampaikan langkah yang perlu sebagai pencegahan infeksi, walaupun perlu diingat bahwa langkah ini tidak mengabaikan pentingnya prosedur standar dalam pemrosesan alat/instrument secara tepat, pembuangan sampah/limbah secara aman dan menjamin kebersihan ruangan serta lingkungan sekitarnya. Kewaspadaan dalam tindakan medik Semua prosedur pembedahan yang membuka jaringan organ, pembuluh Darah dan pertolongan persalinan atau tindaka abortus, termasuk tindakan medic invasive beresiko tinggi menularkan HIV bagi tenaga kesehatan. Untuk memutus rantai penularan, perlu pembatasan berupa: Kacamata pelindung untuk menghindari percikan cairan tubuh ke mata Masker pelindung hidung/mulut untuk mencegah percikan pada mukosa hidung/mulut Plastic penutup badan (apron) untuk mencegah kontak dengan darah/cairan tubuh pasien Sarung tangn yang sesuai untuk pelindung tangan yang aktif melakukan tindakan medic yang infasif Penutup kaki untuk pelindung kaki dari cairan yang infektiv Kegiatan di gawat darurat unit gawat darurat yang pada umumnya melayani kasus gawat darurat awal disuatu rumah sakit, harus menyediakan peralatan yang berkaitan dengan pelaksanaan KU. Sarana seperti sarung tangan, masker dan gaun khusus harus selalu ada, mudah di capai dan mudan di
pakai. Alat resusitasi harus tersedia dan harus ada petugas terlatih yang siap menggunakannya. Disetiap tempat pelyanan gawat darurat harus tersedia wadah khusus untuk mengelola peralatan tajam Kegiatan dikamar operasi Dalam Prosedur Operasi Selain kontak langsung dengan darah, tertusuknya bagian tubuh oleh benda tajam merupakan kejadian yang harus dicegah. Oleh karena itu bagian instrument yang tajam jangan diberikan ked an dari operator oleh asisten atau ahli instrument. Untuk memudahkan hal ini dipakai nampan guna menyerahkan instrument tajam atau mengembalikannya. Operator bertanggung jawab menempatkan benda tajam secara aman. Pada Saat Menjahit Pada saat menjahit lakukan prosedur sedemikian rupa sehingga jari atau tangan terhindar dari tusukan. Memisahkan Jaringan Jangan gunakan tangan untuk memisahkan jaringan karena hal itu akan menambah resiko pemaparan infeksi melalui tangan operator. Operasi Sulit Untuk operasi yang membutuhkan waktu lebih dari 60 menit dan ruang kerjanya sempit, dianjurkan untuk menggunakan sarung tangan ganda. Melepaskan baju operasi harus dilakukan sebelum membuka sarung tangan agar tidak terpapar darah/ cairan tubuh dari baju operasi. Pencucian instrument bekas pakai sebaiknya secara mekanis. Bila mencuci instrument secara manual, petugas harus menggunakan sarung tangan rumah tangga dan instrument sebelumnya telah didekomentasi dengan merendam dalam lrutan klorin 0,5 % slama 10 menit. Seorang dokter yang melakukan prosedur pembedahan sebaiknya telah diuji kelayakannya untuk melakukan pembedahan secara khusus tersebut.
Kegiatan di Kamar Bersal Selain memperhatikan kebutuhan pembatas yang telah disebutkan di atas, perlu diingatkan bahwa : Kegiatan di kamar bersalin yang membutuhkan lengan/ tangan untuk manipulasi intrauterine harus menggunakan apron dan sarung tangan yang mencapai siku Menolong bayi baru lahir harus menggunakan sarung tangan Cara penghisapan lendir bayi dengan mulut harus ditinggalkan Potong tali pusat diantara dua klem setelah diurut kea rah ibu untuk menghindari percikan darah ASI dari ibu yang terinfeksi HIV beresiko untuk bayi baru lahir, tetapi tidak beresiko untuk tenaga kesehatan Prosedur Anastesi Prosedur anastesi merupakan aktifitas yang dapat memaparkan infeksi virus pada tenaga kesehatan. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah : Perlu disediakan nampan/ troli untuk alat yang telah selesai digunakan Jarum harus dibuang segera setelah pemakaian ke wadah yang aman Pakailah obat sedapat-dapatnya untuk dosis satu kali pemberian Menutup spuit adalah prosedur resiko tinggi
Sangat dianjurkan bahwa petugas anastesi melalui uji kelayakan terlebih dahulu untuk meminimalkan resiko terluka oleh jarum suntik/ alat tajam lain yang tercemar darah/ cairan darah Lokasi kegiatan lain yang harus diperhatikan adalah mobil ambulan, laboratorium dan kamar jenazah MANAJEMEN UNTUK TENAGA KESEHATAN YANG TERPAPAR DARAH/ CAIRAN TUBUH
Paparan secara parenteral melalui tusukan jarum, kena potong dll Keluarkan darah sebanyak mungkin, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir Paparan pada selaput lender melalui percikan pada: Mata- cucilah mata dalam keadaan terbuka menggunakan air atu cairan NaCl Mulut- keluarkan cairan mengandung infeksi dengan cara berludah kemudian kumur dengan air beberapa kali Kulit yang utuh, kulit yang sedang luka, lecet atau dermatitis cuci sebersih mungkin dengan sabun dan air mengalir
Selanjutnya, mereka yang terpapar ini perlu mendapatkan pemantauan HIV yang sesuai dan perhatian terhadap kondisi kesehatannya. Selama pemantauan tenaga kesehatan yang terpapar memerlukan konseling mengenai risiko infeksi dan pencegahan transmisi selanjutnya. Harus diingatkan untuk tidak menjadi donor darah atau jaringan, selalu melakukan hubungan seksual yang aman dan mencegah terjadinya kehamilan. Dibeberapa Negara seperti Australia, diberikan Zidovudine (AZT) profilaksis 200 mg oral 5 kali sehari selama 6 minggu. PENANGANAN ALAT- ALAT YANG TERKONTAMINASI Proses dasar pencegahan infeksi yang harus digunakan untuk mengurangi trasmisi penyakit dai peralatan, sarung tangan dan bahan-bahan lain yang terkontaminasi adalah: Pembuangan sampah dan dekontaminasi Pencucian dan pembilasan Sterilisasi, atau Desinfeksi Tingkt Tinggi Tanpa memperhatikan tindakan pelayanan kesehatan atau prosedur pembedahan yang dilakukan, apakah minilaparotomi atau pemeriksaan panggul, proses pencegahan infeksi yang digunakan adalh sama (tabel 6.1) Gambar 6.1: Pemrosesan sterilisasi dan desinfeksi peralatan bekas pakai
DEKONTAMINASI Rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit CUCI DAN BILAS Gunakan deterjen + sikat Gunakan sarung tangan tebal (mencegah terluka karena benda tajam) Metode pilihan STERILISASI TINGGI Autoklaf 106 kPa 120C 30 dibungkus 20 tdk dibungkus Pemanasan 170C 60 metode alternatif DESINFEKSI TINGKAT Rebus Panci tertutup 100C 20 Kimia Rendam 20
DINGINKAN SIAP PAKAI Peralatan steril yang terbungkus dapat disimpan selama satu minggu. Peralatan yg tidak terbungkus dapat disimpan di dalam wadah steril atau DTT yg tertutup atau langsung dipakai
Sumber: JHPIEGO IP Manual, Chapter 4: 29-31, 1992. Spaulding EH. Studies on Chemical Sterilization of Surgical Instruments. Surg Gyne Obstet 69: 738-744, 1939. Setelah prosedur selesai dikerjakan, dengan masih memakai sarung tangan dokter atau asistennya membuang benda-benda yang terkontaminasi (kasa, kapas, pembalut dll) kedalam kantong/tas plastic yang tidak tembus air. Jangan membiarkan benda-benda/bahan yang terkontaminasi tersebut menyentuh bagian luar dari kantong. Setelah itu, peralatn yang telah digunakan termasuk jarum suntik dan sarung tangan yang akan digunakan lagi, yang telah kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya, harus didekontaminasi dengan cara merendan selama 10 menit didalam larutan desinfektan (cairan kloron 0,5%, langkah ini akan membunuh Virus Hepatitis B dan AIDS). Permukaan meja operasi atau permukaan meja periksa yang mungkin terkontaminasi dengan cairan tubuh juga harus didekontaminasi sebelum digunakan kembali. Kemudian, peralatan dan sarung tangan yang akan digunakan kembali dicuci menggunakan deterjen dan air dan dibilas dengan air bersih sebelum diproses lebih lanjut. Akhirnya, peralatan dan benda-benda yang akan digunakan lagi, seperti sarung tangan yang kontak dengan darah tau jaringan dalam tubuh dibawah kulit, harus disterilkan untuk membunuh mikroorganisme (termasuk bakteri endospora). Jika sterilisasi tidak memungkinkan atau alat sterilisasi tidak ada, desinfeksi tingkat tinggi dengan perebusan atau perendaman dalam desinfektan tingkat tinggi adalah alternative terbaik. Karena perebusan biarpun dengan memperpanjang waktu (misalnya selama 90 menit) atau perendaman selama 20 menit dalam desinfektan tingkat tinggi tidak dapat membunuh bakteri endospora, petugas kesehatan harus megetahui keretbatasan desinfeksi tingkat tinggi (DTT) ini. PEMBUANGAN SAMPAH SECARA AMAN Tujuan pembuangan sampah klinik secara benar adalah: Mencegah penyebaran infeksi kepada petugas klinik yang menangani sampah dan kepada masyarakat Melindungi orang-orang yang menangani sampah dari luka karena kecelakaan Sampah yang tidak terkontaminasi tidak memberikan resiko infeksi kepada orang yang menangani sampah tersebut. Contoh sampah yang tidak terkontaminasi termasuk kertas, kardus, botol dan wadah-wadah plastic yang merupakan produk rumah-tangga biasa yang digunakan dalam klinik. Biar bagaimanapun, kebanyakan sampah suatu fasilitas kesehatan adalah sampah terkontaminasi. Sampah terkontaminasi dapat membawa mikroorganisme dalam jumlah besar yang mempunyai potensi menularkan infeksi kepada orang yang kontak atau menangani sampah tersebut dan juga kepada masyarakat jika sampah tersebut tidak ditangani dengan benar. Sampah terkontaminasi termasuk darah, nanah, air seni, tinja dan cairan tubuh lainnya dan juga termasuk bahan-bahan habis pakai yang terkena/ kontak dengan darah, nanah dan sebagainya. Sampah yang berasal dari ruang operasi harus dikategorikan sebagai sampah terkontaminasi. Sebagai tambahan sampah terkontaminasi, juga termasuk barang-barang yang mungkin dapat menyebabkan luka (mis. Jarum suntik, scalpel) atau dapat menyebarkan penyakit melalui darah (blood-borne disease) seperti Hepatitis B dan AIDS. Penanganan yang benar tehadap sampah akan mengurangi penyebaran infeksi kepada petugas klinik dan kepada masyarakat setempat. Jika memungkinkan, sampah yang tidak terkontaminasi harus di transportasikan ke tempat pembuangan sampah dalam wadah tertutup. Petugas yang menangani sampah harus menggunakan sarung tangan tebal.
Sampah terkontaminasi harus dibakar dalam incinerator atau dikubur. Incinerator memberikan suhu yang tinggi dan membunuh mikroorganisme, karena itu merupakan pilihan utama untuk menangani sampah terkontaminasi. Incinerator juga mengurangi volume sampah yang perlu dikubur. Jika tidak terdapat incinerator, semua sampah terkontaminasi harus dikubur untuk mencegah sampah tersebut berhamburan. (sumber: JHPIEGO IP Manual, Chapter 9: 97, 1992) PEMELIHARAAN LINGKUNGAN YANG AMAN Pemeliharaan lingkungan yang aman, dalam hal ini bebas dari infeksi, merupakan proses yang berlangsung terus menerus dan memerlukan pelatihan dan supervisi yang ketat, yang diulang secara berkala bagi staf klinik. Bila praktek pencegahan infeksi diterapkan sebaikbaiknya, sesuai apa yang dianjurkan, infeksi yang mungkin terjadi penyakit seperti Hepatitis B (HBV) dan HIV/AIDS dapat dihindari. Namun demikian seluruh praktek pencegahan infeksi sesuai anjuran yang telah dijelaskan diatas harus diterapkan secara tepat sebelum, selama dan sesudah tiap prosedur dilakukan. Keteledoran pada setiap langkah dalam pelayanan rutin dapat mengakibatkan hasil yang buruk bagi tingkat keamanan prosedur selanjutnya.