Oksigen Terlarut (Dissolved Oksigen)
Oksigen Terlarut (Dissolved Oksigen)
Oksigen Terlarut (Dissolved Oksigen)
dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas matakuliah oseanografi. Dalam makalah ini, penulis membahas tentang oksigen terlarut DO (dissolved oksigen). Adapun garis besar pembahasannya berupa pengertian DO (dissolved oksigeun), kebutuhan oksigen biologi (BOD), analisis oksigen terlarut berupa metode winkler dan metode elektrokimia, serta kelebihan dan kelemahan metode winkler, gangguan- gangguan pada metode winkler, penanggulangan kelebihan / kekurangan kadar oksigen terlarut, cara meningkatkan DO (dissolved terlarut) dan analisis data oksigen terlarut dalam air. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Akhirnya, semoga karya sederhana ini dapat menjadi bahan bacaan dan bahan acuan adanya. Serta semoga apa yang penulis berikan ini dapat berguna bagi pembaca sekalian. Wabillahi taufik wal hidayah Wassalamu alaikum Wr.Wb
Penulis
BAB I PENDAHULUAN I. Latar belakang Air merupakan suatu zat pelarut yang sangat berguna bagi semua mahluk hidup. Dan bahkan hampir 90% tanaman dan mikrobia terdiri dari air. Kandungan yang terlarut dalam suatu perairan tentunya mempengaruhi aktivitas hidup suatu organisme yang ada di dalamnya seperti kelimpahan kandungan oksigen (O2) dalam perairan yang memudahkan organisme di dalamnya dapat melakukan proses respirasi. Kandungan oksigen (O2) dalam suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia dalam menentukan kualitas air yang tingkat kebutuhannya dari tiap-tiap perairan, berbeda antara perairan satu dengan lainnya. Hal ini karena dipengaruhi oleh faktor suhu dan cuaca serta jenis organisme yang menempati perairan tersebut. Menurut Kordi (2004), Oksigen (O2) merupakan salah satu faktor pembatas sehingga apabila ketersediaannya dalam perairan tidak mencukupi kebutuhan organisme yang ada, maka segala aktivitas organisme tersebut akan terhambat. Kadar oksigen yang terlarut dalam perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan semakin kecil atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin sedikit. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah. Oksigen terlarut dalam air merupakan parameter kualitas air yang paling kritis pada budidaya ikan. Konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan selalu mengalami perubahan dalam sehari semalam. Sehingga apabila kadar oksigen terlarut berkurang dalam air, maka perlu dilakukan cara-cara yaitu menggunakan aerator atau alat sirkulasi air yang mampu memutar oksigen dari udara kedalam air sacara cepat dan dalam jumlah besar. Oleh karena itu, pengelolaan dalam perairan harus selalu diperhatikan kadar dan perubahan konsentrasi oksigen terlarutnya (Sitanggang, 2002).
BAB II PEMBAHASAN II.1. Pengertian Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) adalah jumlah mg/L gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Umtuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti aksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen ) maka kualitas air semakin baik.jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik (Salmin, 2005).
II.2. Oksigen terlarut (do) Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untukpernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan.Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untukoksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobic (Salmin, 2005). Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa faktor seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti gelombang, pasang surut dan lain-lain. ODUM menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antar air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan
untuk pernapasan dan oksidasi bahan bahan organik dan anorganik. Keadaan oksigen terlarut berlawanan dengan keadaan BOD, semakin tinggi BOD semakin rendah oksigen terlarut. Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun. Idealnya, kandungan oksigen terlarut dan tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % . KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut (Salmin, 2005) . Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan biologik yang dilakukan oleh organisme aerobik dan anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang ada pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga (Salmin, 2005).
II.3. Kebutuhan oksigen biologi (BOD) Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organism sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD,1973). Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organic yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini
untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar 9 ppm pada suhu 20C. Penguraian bahan organik secara biologis di alam, melibatkan bermacam-macam organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi CO2 dan H2O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis dengan kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada 20C yang merupakan suhu yang umum di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan organik terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya dilaboratoriurn, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu persentase reaksi cukup besar dari total BOD. Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total. Penentuan waktu inkubasi adalah 5 hari, dapat mengurangi kemungkinan hasil oksidasi ammonia (NH3) yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat mempengaruhi hasil penentuan BOD. Reaksi kimia yang dapat terjadi adalah (Maria, 2010): 2NO2- + 2H+ +2 H2O 2 NO3-
2NH3 +3 O2 2 NO2 + O2
Oksidasi nitrogen anorganik ini memerlukan oksigen terlarut, sehingga perlu diperhitungkan. Dalam praktek untuk penentuan BOD yang berdasarkan pada pemeriksaan oksigen terlarut (DO), biasanya dilakukan secara langsung atau dengan cara pengenceran. Prosedur secara umum adalah menyesuaikan sampel pada suhu 20C dan mengalirkan oksigen atau udara kedalam air untuk memperbesar kadar oksigen terlarut dan mengurangi gas yang terlarut, sehingga sampel mendekati kejenuhan oksigen terlarut. Dengan cara pengenceran pengukuran BOD didasarkan atas kecepatan degradasi biokimia bahan organik yang berbanding langsung dengan banyaknya zat yang tidak teroksidasi pada saat tertentu. Kecepatan dimana oksigen yang digunakan dalam pengenceran sampel berbanding lurus dengan persentase sampel
yang ada dalam pengenceran dengan anggaapan faktor lainnya adalah konstan Sebagai contoh adalah 10 % pengenceran akan menggunakan sepersepuluh dari kecepatan penggunaan sampel 100% (Maria, 2010).
II.4. Kadar Oksigen (O2) Dalam perairan, khususnya perairan tawar memiliki kadar oksigen (O2) terlarut berkisar antara 15 mg/l pada suhu 0oC dan 8 mg/l pada suhu 25oC. Kadar oksigen (O2) terlarut dalam perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l (Arifin, 2010). Menurut Boyd (1990) dalam Caca dan Polong (2009), besarnya oksigen yang diperlukan oleh suatu organisme perairan tergantung spesies, ukuran, jumlah pakan yang dimakan, aktivitas, suhu, dan sebagainya. Lebih lanjut dikatakan oleh Hanafiah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar oksigen (O2) dalam perairan secara umum merupakan konsekuensi terhambatnya aktivitas akar tumbuhan dan mikrobia, serta difusi yang menyebabkan naiknya kadar CO2 dan turunnya kadar O2 (Arifin, 2010). Oksigen terlarut dapat dianalisis dengan 2 macam cara, yaitu (Arifin, 2010): a. Metoda titrasi dengan cara WINKLER b. Metoda elektrokimia
II.5. Analisis Oksigen Terlarut Analisis oksigen terlarut dapat ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu (Arifin, 2010): A. Metoda titrasi dengan cara WINKLER Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis te rlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 dan Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan : MnCI2 + NaOH ==> Mn(OH)2 + 2 NaCI 2 Mn(OH)2 + O2 ==> 2 MnO2 + 2 H20 MnO2 + 2 KI + 2 H2O ==> Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH I2 + 2 Na2S2O3 ==> Na2S4O6 + 2 NaI
B. Metoda elektrokimia Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah: Katoda : O2 + 2 H2O + 4e ==> 4 HOAnoda : Pb + 2 HO- ==> PbO + H20 + 2e Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada katoda.Difusi oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen
terlarut.Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan pembuatan larutan standar kaliumbikromat yang tepat. Dengan mengikuti prosedur penimbangan kaliumbikromat dan standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan H+ 24 cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran.
II.6. Kelebihan dan Kelemahan Metode Winkler Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis, teliti dan akurat apabila
dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tio dan penambahan indikator
amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran (Arifin, 2010). Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan cara WINKLER penambahan indikator amilum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap. Dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan (Arifin, 2010). II.7. Gangguan-gangguan pada metode winkler Penentuan kadar oksigen dalam air laut dengan metode WINKLER ternyata banyak mendapat gangguan analisis, baik gangguan yang bersifat positif maupun ne-gatif. Gangguan negatif dapat disebabkan oleh adanya zat yang bersifat reduktor dalam larutan contoh, misalnya garam-ga- ram Fe . Reduktor-reduktor ini akan di-oksidasi oleh oksigen yang terdapat dalam larutan contoh, sehingga kadar oksigen yang diperoleh akan lebih rendah dari kadar yang sebenarnya. Adanya aktivitas mikro-organis-me yang membutuhkan oksigen untuk menguraikan zat organik, juga akan mem berikan gangguan negatif. Fitoplankton yang terdapat dalam larutan contoh, dengan ban-tuan sinar matahari akan berfotosintesis menghasilkan oksigen, sehingga adanya fito-plankton dan sinar matahari akan membe-rikan gangguan positif (kadar oksigen yang diperoleh lebih tinggi dari kadar yang sebenarnya) (Arifin, 2010). Adanya gangguan-gangguan tersebut mengakibatkan data yang diperoleh kurang tepat. Data yang kurang tepat akan menyebabkan kesimpulan yang diambil dari suatu penelitian, kurang menggambarkan ke- adaan yang sebenarnya dari perairan yang diteliti. Oleh karena itu para ahli berusaha menyempurnakan/memodifikasi metode WINKLER untuk menghilangkan gangguan-gangguan analisis yang ada. Beberapa modifi-kasi telah berhasil dibuat, yaitu
2+
modifikasi asida (untuk menghilangkan gangguan nitrit); permanganat (menghilangkan gangguan ferro); flokulasi alum (menghi-langkan gangguan fitoplankton dan mikroorganisme).Dari berbagai modifikasi tersebut, modifikasi yang paling sering dipakai adalah modifikasi asida. Hal ini disebabkan gangguan yang paling umum ditemukan pada penentuan kadar oksigen dalam air laut adalah gangguan dari garam-garam nitrit. Garam-garam nitrit dapat memberikan gangguan positif dan negatif pada penentuan kadar oksigen. Hal ini di-sebabkan garam nitrit akan mengoksidasi garam yodida (NaJ) dan mengikat oksigen yang terdapat dalam larutan contoh, sesuai dengan persamaan reaksi (Arifin, 2010).
II.8. Penanggulangan kelebihan/kekurangan kadar oksigen terlarut A. Cara untuk menanggulangi jika kelebihan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara (Arifin, 2010): 1. Menaikkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur naik maka kadar oksigen terlarut
akan menurun. 2. Menambah kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar oksigen
terlarut akan menurun karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan bahan organik dan anorganik. B. Cara untuk menanggulangi jika kekurangan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara (Arifin, 2010) : 1. Menurunkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur turun maka kadar oksigen
terlarut akan naik. 2. Mengurangi kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar Mengurangi bahan bahan organik dalam air, karena jika banyak terdapat bahan organik
dalam air maka kadar oksigen terlarutnya rendah. 4. Diusahakan agar air tersebut mengalir. Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2008). Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam
(stagnant) atau terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun (Arifin, 2010). Kadar oksigen terlarut (DO) di ketiga lokasi penelitian berkisar antara 5,4 5,8 mg/l. Secara umum kadar oksigen terlarut di kedua lokasi ini tergolong baik. Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/l pada suhu 0 0C dan 8 mg/l pada suhu 25 0C, sedangkan di perairan laut berkisar antara 11 mg/l pada suhu 0 0C dan 7 mg/l pada suhu 25 0C (McNeely et al., 1979 dalam Effendi, 2008). Kadar oksigen terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l (Arifin, 2010). Menurut Effendi (2008), kadar oksigen yang terlarut dalam perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kadar oksigen juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air (Arifin, 2010). Mukhtasor (2007) mengatakan bahwa oksigen terlarut akan menurun apabila banyak limbah, terutama limbah organik, yang masuk ke perairan. Hal ini dikarenakan oksigen tersebut digunakan oleh bakteri-bakteri aerobik dalam proses pemecahan bahan-bahan organik yang berasal dari limbah yang mencemari perairan tersebut (Arifin, 2010).
II.9. Cara meningkatkan DO (Dissolved Oxygen) Beberapa cara meningkatkan DO (Dissolved Oxygen) (Anonim, 2011). a. membuat aerasi melalui mesin aerator di kolam dan chamber filter. b. membuat system venturi di saluran akhir sirkulasi. c. membuat air terjun atau system bakki shower. Intinya adalah bagaimana menciptakan sebanyak mungkin kontak antara permukaan air dengan udara.
II.10. Perhitungan / Analisa Data oksigen terlarut dalam air Kadar oksigen (O2) terlarut dalam air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Anonim, 2011) :
Keterangan : 8 = jumlah mg/l O2 setara 0,025 N Na2S2O3 V N P = jumlah air sampel yang dititrasi = Normalitas Na2S2O3 (0,025 N) = volume titran (Na2S2O3) yang digunakan
BAB III PENUTUP III.1. Kesimpulan Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Dalam perairan, apabila terjadi penurunan oksigen dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrien yang sangat dibutuhkan organisme perairan. Oksigen terlarut ini diperlukan untuk menjaga kelestarian kehidupan tumbuhan dan hewan dalam air. Kehilangan oksigen karena proses biologis ini diganti dari melarutkan udara di dalam air dan dari proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan biologik yang dilakukan oleh organisme aerobik dan anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang ada pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan.
III.2. Saran Dalam pembelajaran Oceonografi sebaiknya dosen yang bersangkutan memberikan arahan tentang materi yang akan di diskusikan dalam kelas. Dan memberikan pokok bahasan atau point point tertentu yang akan di jelaskan oleh pemateri
DAFTAR PUSTAKA Arifin. 2010. Oksigen Terlarut (DO) dan Temperatur. http://117-analisis-kualitas-air-parameterkimia.html, diakses 11 februari 2013. Maria, Christina. 2010. Petunjuk Praktikum INSKIM Oksigen Terlarut. Yogyakarta: STTNBATAN. Anonim. 2011. Oksigen Terlarut. http://id.wikipedia.org/wiki/Oksigen_Terlarut, diakses 11 februari 2013. Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. http:// laporan-praktikum-oksigenterlarut- do.html, diakses 20 Januari 2011.
Maretrin H31112005 Salmawati H31112011 Rabiatul Adawiah H331112017 Baso Agung H31112020 20
07 11 17
Djamaan Noer H H31112022 Imelda Ponglabba H31112026 Anshar Kenna H31112102 Aryanugrah Wibawa H31112257 Egi Heury P.R H31112266 Yafyet H31112270 Suharlina Tahir H31112275 Mirnawati M H31112282 Nur Aqlia H31112287 Yenni Octaviana H31112293 Resky K. Tanduk H31111020 Zulfahnur H31112277 Achmad Budiawan P H31112292 Nurul Mutmainnah N H31112258
22 26 30 35 39 43 48 52 56 60 01 70 72 68