BAB II Pulp Jeffry 2
BAB II Pulp Jeffry 2
BAB II Pulp Jeffry 2
2.1 Kayu Pohon Akasia (Acacia mangium) Tanaman akasia mangium (Acacia mangium) atau juga dikenal dengan akasia daun lebar termasuk jenis legum yang cepat tumbuh dan tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi. Akasia mangium merupakan tanaman asli yang tumbuh di Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku, selanjutnya berkembang di Malaysia Barat dan Malaysia Timur (Sabah dan Serawak), serta Philipina. Di Indonesia berkembang sejalan dengan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) tahun 1984. Tanaman akasia mangium menjadi salah satu jenis favorit tanaman di HTI, khususnya dalam memenuhi kebutuhan kayu serat terutama sebagai bahan baku industri pulp dan kertas. Persyaratan tempat tumbuh akasia mangium tidak mempersyaratkan tempat tumbuh yang khusus, dengan kata lain dapat tumbuh pada lahan miskin dan tidak subur, seperti pada lahan yang mengalami erosi, berbatu dan tanah alluvial serta tanah yang memiliki pH rendah 4,2. Secara umum dapat tumbuh pada ketinggian antara 30 - 130 meter dpl, dengan curah hujan bervariasi antara 1.000 mm - 4.500 mm setiap tahun. Seperti jenis pionir yang cepat tumbuh dan berdaun lebar, jenis ini sangat membutuhkan sinar matahari, dengan demikian apabila terdapat naungan akan tumbuh kurang sempurna dengan bentuk tinggi dan kurus. Tanaman akasia mangium setelah mencapai umur tujuh sampai delapan tahun dapat menghasilkan kayu yang baik untuk dibuat untuk papan partikel. Faktor lain yang mendorong pengembangan jenis ini adalah sifat pertumbuhannya yang cepat tumbuh (fast growing species) yang mempunyai batas lingkaran tumbuh yang jelas pada bagian terasnya dengan lebar 12 cm. Hal ini mungkin disebabkan oleh pertumbuhannya yang cepat serta adanya kayu muda (juvenile wood). Pemanfatan kayu akasia mangium saat ini telah mengalami peningkatan pemanfaatan yang semakin luas, baik untuk kayu serat (pulp dan kertas), kayu pertukangan (finir dan perabot, seperti lemari, kusen, pintu dan jendela) maupun kayu energi (bahan bakar dan arang). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjang perluasan pemanfaatan kayu akasia mangium dalam bentuk kayu utuh,
partikel, serat ataupun turunan kayu. Sejalan dengan teknologi yang terus berkembang pesat, maka esktraksi kulit akasia mangium dapat sebagai bahan perekat. 2.2 Potensi Kayu Pohon Akasia Sebagai Alternatif Bahan Baku Pembuatan Pulp Industri bubur kertas banyak menyisakan limbah yang tak terpakai, yaitu berupa kulit kayu. Selama ini kulit kayu akasia (acacia mangium) belum dimanfaatkan dengan baik. Padahal, dengan sedikit sentuhan teknologi, kulit kayu akasia yang berasal dari limbah industri pulp ini bisa dimanfaatkan untuk perekat kayu lapis. Dengan demikian, penggunaan perekat urea fomaldehida yang berbahaya bagi kesehatan dan tidak ramah lingkungan bisa ditekan. Pada perkebunan tanaman industri pulp atau bubur kertas, pohon akasia menjadi andalan. Tanaman ini memunyai keunggulan dibanding beberapa jenis tanaman lain. Selain batang pohonnya cocok dijadikan bubur kertas, tanaman ini memunyai kadar selulosa tinggi dan mampu tumbuh dengan cepat. Pada umur enam hingga delapan tahun, tanaman akasia yang ditanam pada area Hutan Tananam Industri (HTI) dengan perawatan baik sudah bisa dipanen. Saat ini di Indonesia diperkirakan terdapat 800 ribu hektare HTI untuk jenis akasia. Hampir semua kayu yang dihasilkan digunakan untuk produksi pulp (bubur kertas) sebagai bahan dasar kertas. Dengan demikian, bisa dibayangkan, begitu besar industri ini mengandalkan pohon akasia sebagai bahan baku utama. Namun, industri pulp tidak mengambil seluruh bagian dari pohon akasia untuk dijadikan bubur kertas. Hal ini karena tidak semua bagian pohon akasia layak untuk dijadikan pulp. Contoh yang tidak termanfaatkan adalah kulit kayu akasia. Kulit kayu ini pada industri kertas hanya dibiarkan menjadi limbah tak terurus. Hingga kini belum ada upaya pemanfaatan limbah kulit kayu untuk didaur ulang atau untuk keperluan lain. Padahal kulit kayu akasia masih menyimpan potensi untuk dikembangkan. Menurut Dr Subiyakto, Peneliti Laboratorium Biokomposit UPT Balai Litbang Biomaterial-LIPI, Cibinong, Bogor, saat ini satu pabrik pulp bisa menghasilkan limbah kulit kayu sekitar puluhan ton per hari. Limbahnya begitu banyak dan belum termanfaatkan.
Potensi yang bisa dimanfaatkan pada limbah ini, menurut Subiyakto, adalah polipenol alam, yaitu tanin yang terdapat pada serbuk kulit kayu akasia. Tanin ini, menurut beberapa penelitian, berguna dalam proses perekatan. Berdasarkan hasil ekstraksi kulit kayu akasia, ternyata terdapat kadar tanin sebesar 40 persen. Kadar tanin ini dalam penelitian begitu reaktifit terhadap urea formaldehida, yaitu perekat pada industri kayu lapis. Tanin sendiri merupakan komponen zat organik derivat polimer glikosida yang terdapat dalam bermacam-macam tumbuhan, terutama tumbuhan berkeping dua (dikotil). Monomer tanin atau senyawa kimia yang bisa dirangkaikan adalah digallic acid dan D-glukosa. Ekstrak tanin terdiri dari campuran senyawa polifenol yang sangat kompleks dan biasanya tergabung dengan karbohidrat rendah. Berdasarkan uji coba yang dilakukan Subiyakto, tanin formaldehida dapat digunakan sebagai bahan perekat kayu lapis eksterior maupun interior. 2.3 Proses Pembuatan Pulp Ada beberapa metode untuk pembuatan pulp yang merupakan proses pemisahan selulosa dari senyawa pengikatnya, terutama lignin yaitu secara mekanis, semikimia dan kimia. Pada proses secara kimia ada beberapa cara tergantung dari larutan pemasak yang digunakan, yaitu proses sulfit, proses sulfat, proses kraft dan lainlain. Pembuatan pulp pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu : 1. Pembuatan Pulp Mekanik Merupakan proses penyerutan kayu dimana kayu gelondong setelah dikuliti diserut dalam batu asah yang diberi semprotan air. Akibat proses ini banyak serat kayu yang rusak. 2. Pembuatan Pulp Secara Kimia Pembuatan pulp secara kimia adalah proses dimana lignin dihilangkan sama sekali hingga serat-serat kayu mudah dilepaskan pada pembongkaran dari bejana pemasak (digester) atau paling tidak setelah perlakuan mekanik lunak a. Pembuatan Pulp Sulfit Pulp sulfit rendemen tinggi dapat dihasilkan dengan proses sulfit bersifat asam, bisulfit atau sulfit bersifat basa. b. Pembuatan Pulp Sulfat (kraft)
Proses ini menggunakan natrium sulfat yang direduksi didalam tungku pemulihan menjadi natrium sulfit, yang merupakan bahan kimia kunci yang dibutuhkan untuk delignifikasi. c. Pembuatan Pulp Soda Proses soda umumnya digunakan untuk bahan baku dari limbah pertanian seperti merang, katebon, bagase serta kayu lunak. d. Organosolv Organosolv merupakan proses pulping yang menggunakan bahan yang lebih mudah didegradasi seperti pelarut organik. Pada proses ini, penguraian lignin terutama disebabkan oleh pemutusan ikatan eter. Beberapa senyawa organik yang dapat digunakan antara lain adalah asam asetat, etanol dan metanol (Artati, 2009).
2.4 Pemilihan Proses Kraft pada Pembuatan Pulp Proses kraft, yang menggunakan natrium hidroksida (NaOH) dan natrium sulfida (Na2S) untuk kayu pulp, adalah dominan proses pembuatan pulp dalam industri pulp dan kertas. Sekitar 130 juta ton/tahun pulp kraft yang diproduksi secara global, akuntansi untuk dua pertiga dari virgin pulp dunia produksi dan lebih dari 90% dari pulp kimia. Tinggi kekuatan pulp kraft, kemampuan proses untuk menangani hampir semua spesies kayu lunak dan kayu keras, dan karena pemulihan kimia tinggi yang menguntungkan ekonomi efisiensi (sekitar 97%) memberikan proses kraft keuntungan selama proses pembuatan pulp lainnya (Tran dan Vakkilainnen, 2008).
Gambar 2.1 Proses Kraft (Tran dan Vakkilainnen, 2008) Produksi Pulp menggunakan metode kraft dikembangkan oleh ahli kimia Jerman, Dahl pada tahun 1879. Dahl menemukan bahwa selama konsumsi alkali,
natrium karbonat dapat bertukar dengan natrium sulfat dan sulfat dapat mengurangi belerang untuk menggunakan soda Metode. Metode ini awalnya bernama sulfat yang metode seperti yang keliru berpikir bahwa sulfat adalah pembuatan pulp senyawa aktif padahal sebenarnya pembuatan senyawa aktif dalam metode kraft adalah Na2S dan NaOH. Kraft pulp (kraft berarti kekuatan atau kekuasaan di Jerman) diperoleh hasil yang lebih tinggi dan dengan sifat unggul pulp soda (Tutus, dkk, 2010). Proses ini juga difokuskan pada mengoptimalkan soda kondisi, menentukan tingkat urutan pertama konstan selama delignifikasi massal dan Arrhenius, aktivasi energi dan efek antrakuinon pada pulp menghasilkan bilangan kappa (Dutt, dkk, 2012). Dalam karya ini antrakuinon-soda-etanol dipilih, menghadiri efeknya didokumentasikan dalam meningkatkan derajat delignifikasi, hasil dan selektivitas proses memasak (Lopez, dkk, 2010).
2.5 Aplikasi Proses Pembuatan Pulp Aplikasi Dalam Industri Pembuatan Pulp Pluff dari Serat Abaka dengan Proses Soda dan SodaAntrakinon Pisang abaka merupakan sumber serat panjang terbaik yang berasal dari keluarga Musaceae (pisang-pisangan). Daerah penyebaran untuk tanaman pisang abaka cukup luas terutama di wilayah yang memiliki iklim tropis seperti Indoneisa. Pisang abaka dapat tumbuh pada ketinggian 30-1000 m dari permukaan laut.
Kadar Air Tinggi Abaka dimanfaatkan upihnya yang memiliki kadar air sangat tinggi, yaitu dapat mencapai 90 persen dari bobot basah. Pemanfaatan abaka memerlukan teknik pascapanen tertentu untuk mendapat serat dengan kualitas maksimal, untuk selanjutnya diolah menjadi bahan baku pulp atau bubur kertas. Kandungan kadar air abaka yang tinggi dapat menimbulkan tiga masalah, yaitu bahan menjadi cepat busuk, perolehan serat per hektar lahan rendah dan transportasi pengangkutan bahan dari tempat panen ke tempat pengolahan menjadi lebih mahal. Serat abaka tergolong panjang. Apabila
diolah menjadi bahan baku pulp, dan kertas, abaka menghasilkan kertas dengan diameter sedang. Berdasarkan nilai koefisien kelenturan, serat tersebut tergolong dalam kelas II dan III, serta menghasilkan kertas yang kasar, kecuali bila diberi perlakuan penggilingan secukupnya.
Pemanenan Serat Pemanenan batang abaka dilakukan dengan menebang batang pisang tersebut, kemudian sekitar 10 sampai 15 upihnya diambil. Bagian tengah batang umumya ditinggal karena kadar seratnya rendah. Di Filipina pemanenan dilakukan dengan proses dekortikasi yaitu menggunakan pisau bergerigi (dekortikator). Bagian terluar upih dikuliti lalu dijepit di antara dekortikator, hasilnya berupa serat memanjang kemudian dijemur. Dalam bentuk serat, komoditas ini dapat diolah menjadi pulp. Cara lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh serat abaka yaitu dengan menggunakan bahan kimia. Lapisan terluar dari setiap upih dikelupas kemudian dididihkan dalam larutan natrium hidroksida (NaOH) dengan konsentrasi satu persen selama 30 menit. Selanjutnya serat dicuci bersih hingga diperoleh filamen berwarna kuning keemasan dan dijemur sampai kering. Rata-rata serat abaka memiliki panjang berkisar antara dua hingga 4,4 milimeter (mm). Serat yang panjang umumnya menghasilkan kertas dengan keteguhan sobek tinggi karena ikatan antar-serat lebih banyak, namun kelemahannya permukaan kertas yang dihasilkan cenderung kasar. Pembuatan pulp dari serat abaka dapat dilakukan dengan proses semikimia sulfit netral (NSSC), yaitu menggunakan campuran natrium sulfit (Na2S2O3) ataupun proses soda menggunakan larutan alkali NaOH dengan suhu pemasakan tidak berbeda yaitu sekitar 160 derajat celsius. Setelah semua bahan disiapkan, serat dimasukkan ke dalam ketel pemasak (digester).
Penggilingan Pulp hasil pemasakan umumnya perlu digiling agar seratnya menjadi lebih gepeng, tipis dan membuat efek fibrilasi untuk menghasilkan sifat mekanik pulp yang lebih baik, yaitu indeks retak, indeks tarik dan ketahanan lipat terbaik. Untuk memperoleh indeks sobek yang tinggi diperlukan waktu penggilingan seminimal mungkin, sedangkan untuk mendapatkan indeks retak, indeks tarik dan
ketahanan lipat yang baik waktu giling lebih lama, jadi harus hati-hati agar kualitas kertas yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan. Lama waktu penggilingan juga dapat mempengaruhi nilai opasitas kertas, yaitu banyak tidaknya jumlah sinar yang dapat menembus selembar kertas, yang dinyatakan dalam persen. (Mulyati, 2004).
2.6 Flowsheet Proses Pembuatan Pulp Pembuatan Pulp Pluff dari Serat Abaka dengan Proses Soda dan SodaAntrakinon
BAHAN BAKU
DRYER 1
CHIPPER
DIGESTER 1
POMPA
DIGESTER 2
V-2
WASHER TANK
Gambar 2.1 flowsheet Pembuatan Pulp Pluff dari Serat Abaka dengan Proses Soda dan Soda-Antrakinon (Mulyani, 2004)