Isi Makalah Terbaru

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

Pengawetan Jenazah Secara Umum

Ilmu Kedokteran Forensik

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Semakin tingginya mobilitas dan penyebaran penduduk ke seluruh penjuru dunia, maka pada kematian salah seorang anggota keluarga ada kemungkinan perlunya dilakukan penundaan penguburan/kremasi untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar kota atau luar negeri. Kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya, terkadang perlu dilakukan pengangkutan jenazah dari satu tempat ke tempat lainnya. Kedua keadaan ini diperlukan pengawetan jenazah untuk mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari jenazah ke lingkungan.1 Embalming (pengawetan jenazah) adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup.2 Pengawetan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada kematian tidak wajar pengawetan jenazah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan jenazah atau autopsi selesai dilakukan.3 Seiring dengan berkembangnya zaman dan adanya pertambahan kebutuhan untuk mempertahankan keadaan jenazah tetap menyerupai keadaan sewaktu hidup maka diperlukan proses embalming. Proses embalming yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan atau kewajiban keluarga terhadap jenazah, seperti tetap mempertahankan kesegaran jenazah, jenazah tidak berbau busuk, lentur dan tidak kaku.1,2 Untuk memenuhi kebutuhan tesebut diperlukan suatu proses embalming dengan metode tertentu yang menghilangkan hal-hal yang tidak diinginkan dan memberikan keadaan jenazah yang menyerupai keadaannya sewaktu hidup, metode tersebut dapat diperoleh dari embalming modern, untuk itu perlunya pemahaman tentang Embalming Modern.

1.2. Tujuan Penulisan 1.2.1. Untuk memenuhi tugas refrat selama berada di Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kedokteran Forensik 1.2.2. Menambah pengetahuan tentang embaling, khususnya embalming modern.

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian Embalming Embalming adalah proses pengawetan mayat untuk mempertahankan penampilan mayat agar tetap dalam kondisi yang baik untuk jangka waktu lama. Beberapa hari setelah kematian, tubuh seseorang akan mulai membusuk, agar pembusukan tersebut tidak terjadi digunakan bahan pengawet kimia yang termasuk dalam proses embalming. Embalming diperlukan baik untuk tubuh normal maupun tubuh membusuk dan mayat yang akan diangkut untuk perjalanan jarak jauh.4 Orang yang melakukan tindakan embalming disebut embalmer. Embalmer adalah seorang individu yang memenuhi syarat untuk disinfeksi atau memelihara jenazah dengan suntikan atau aplikasi eksternal antiseptik, disinfektan atau cairan pengawet, mempersiapkan jenazah untuk transportasi dalam kasus dimana kematian disebabkan oleh penyakit menular atau infeksi. 5,6

2.2. Sejarah Embalming Sejarah pengawetan mayat dilakukan sejak zaman mesir kuno. Sebelum orang mesir kuno menemukan teknik pengawetan yang biasa kita sebut dengan Pengawetan Mayat Ala Mumi, mereka hanya menguburkan mayat ke dalam gurun pasir yang sangat panas, disanalah terjadi pengawetan mayat secara alamiah. Kemudian, orang mesir kuno menemukan cara yang biasa kita sebut dengan pengawetan mayat ala mumi. Pada umunya pengawetan mayat ini dilakukan bagi para raja dan bangsawan. Karena pada masa lalu, mereka meyakini mitos bahwa tubuh mereka dapat dihidupkan kembali nantinya apabila jasad mereka tidak hancur berkalang tanah. Pada tahun 1368, para ilmuan mencari cara bagaimana proses pengawetan mayat yang lebih sederhana. Mereka menemukan dengan menggunakan bahanbahan alami, seperi daun sirih, dan garam. Pada tahun 1644, tiga ilmuan Belanda yaitu, Awammerdam, Ruysch, dan Blanchard menemukan cara yang lebih modern, dengan menggunakan bahan kimia, yaitu menggunakan formalin. Hingga sampai saat ini, kita menggunakan

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

bahan kimia tersebut. Dengan cara yang telah dimodifikasi, tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan cara tradisional.

2.3. Bahan Kimia Embalming 2.3.1. Formaldehida Senyawa Kimia formaldehida (metanal), merupakan aldehida berbentuk gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia.7,8 A. Sifat Formaldehida Dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi dapat larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar 37% menggunakan merek dagang ('formalin' atau 'formol'). Formalin bersifat asam karena mengandung asam formiat akibat oksidasi formaldehida. Oleh sebab itu larutan formalin 10% harus dibuat netral atau sedikit alkalis dengan menggunakan larutan dapar fosfat dengan pH 7,2 sebagai pelarut, atau dengan menambahkan kalsium asetat. Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksanaatau polimer linier polioksimetilena. B. Produksi Beberapa larutan dapar formalin yang sering digunakan adalah seperti yang tertera dibawah ini: 1. Formal Calcium 2. Neutral Buffered Formalin 3. Buffered Formalin Sucrose C. Kegunaan Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan, formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, pembersih kapal, gudang dan pakaian.8 Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam embalming untuk mematikan bakteri serta untuk mengawetkan mayat.8

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

Formaldehida diabsorbsi di jaringan dengan baik, tetapi relatif lambat. Formalin adalah pengawet yang banyak digunakan dan tidak ada jaringan yang dirusaknya. Bau formalin yang menusuk hidung membuat formalin sangat dikenal oleh banyak pihak, sehingga harus berhati-hati dalam menggunakannya.9 D. Efek Terhadap Kesehatan Pemaparan formaldehid dapat menyebabkan efek samping, dari gejala ringan sampai yang mengancam nyawa. Pemaparan yang akut memiliki efek samping jangka pendek dan biasanya mudah untuk diantisipasi. Pada manusia beberapa efek samping akut paparan formaldehid adalah iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan. Ketika dipaparkan pada senyawa ini dengan jangka waktu yang cukup lama tenggorokan menjadi kering dan sakit. Pada beberapa penelitian ditemukan bukti bahwa paparan formaldehid yang konstan dapat meningkatkan resiko untuk menderita beberapa jenis kanker.10

2.3.2. Etil Alkohol dan Polietilen Glikol (Kryofix) Alternatif formaldehida dalam embalming dikenalkanoleh Boon dkk. Kryofix dikembangkan di Belanda, merupakan gabungan antara etil alkohol dan polietilenglikol tanpa aldehid. Efek kryofix pada fiksasi jaringan telah dibandingkan dengan formaldehid di laboratorium patologi. Waktu fiksasi kryofix lebih pendek dan lebih baik dibandingkan formaldehid. Hal ini berhasil pada uji di laboratorium. Dengan demikian, penggunaan kryofix pada jaringan yang besar diperlukan untuk menentukan keberhasilan kryofix dalam proses embalming Menurut definisi toksisitas OSHA, etil alkohol dan polietilen glikol tidak termasuk bahan kimia berbahaya.11

2.3.3. Glutaraldehid Glutaraldehid dapat digunakan sebagai alternatif formaldehid sebagai cairan untuk embalming. Produk komersial glutaraldehid adalah 25% larut dalam air, memiliki bau ringan, dan berwarna terang. Glutaraldehida menyebabkan deformasi struktur heliks-alfa protein dan mengawetkan jaringan dengan sangat cepat. Glutaraldehid kosentrasi tinggi meningkatkan fiksasi protein dalam tubuh

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

mayat. Konsentrasi optimum untuk embalming adalah 1-1,5% (cairan). Larutan glutaraldehid2% sering digunakan sebagai persiapan embalming.9,11 Ikatan protein dengan glutaraldehid lebih kuat dan menghasilkan protein aldehid yang stabil. Gabungan protein jaringan dengan glutaraldehid tidak disukai oleh bakteri. Glutaraldehid berdifusi menembus jaringan lebih merata dibandingkan formaldehid. Ketika dicampur dengan zat pewarna pada proses embalming akan menghasilkan warna yang lebih alami pada layanan pemakaman. Glutaraldehid merupakan disinfektan yang lebih efisien dan efektif dibandingkan formaldehid, namun harga glutaraldehid lebih mahal 4-5 kali lipat.12 Formaldehid dan glutaraldehid dapat mengiritasi kulit, mata dan pernapasan, tetapi iritasi kulit dan pernapasan yang disebabkan glutaraldehid lebih ringan. Glutaraldehid tidak memiliki bau seperti formaldehid. Sampai saat ini, belum ada data yang menyebutkan efek paparan kronis dari glutaraldehid pada manusia.

2.3.4. Phenoxyethanol Phenoxyethanol merupakan pengawet nontoksik untuk mengurangi paparan formaldehid. Embalming menggunakan phenoxyethanol membutuhkan jumlah yang lebih rendah dan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan formaldehid. Teknik ini mengurangi resiko terhadap paparan formaldehid saat proses embalming.11

2.4. Tujuan Embalming Embalming dilakukan untuk tujuan mencegah terjadinya pembusukan atau dekomposisi. Dekomposisi adalah perubahan terakhir yang terjadi (late postmortem periode) pada tubuh mayat setelah kematian, dimana terjadinya pemecahan protein kompleks menjadi protein yang lebih sederhana disertai timbulnya gas-gas pembusukan yang bau dan terjadinya perubahan warna. Penyebab pembusukan adalah kerja bakteri komensalis seperti Clostridium welchii, Streptococcus, Staphylicocus, Dipteroid, Proteus dan lain-lain serta binatang-binang seperti larva lalat, semut dan lainnya turut yang mampu menghancurkan tubuh mayat.13

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

Gambar 2.1. Jenazah Yang Telah Mengalami Proses Dekomposisi

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan dekomposisi adalah sebagai berikut:13 a. Temperatur: Temperatur optimum dimana bakteri mudah berkembang adalah 26-380C. b. Udara: Udara yang lembab lebih cepat terjadinya proses pembusukan. c. Ruangan dan pakaian: Mayat yang terletak dialam terbuka membusuk lebih cepat. Mayat yang memakai pakaian memperlambat pembusukan. d. Umur: Orang tua dan anak lebih lambat membusuk sebab lebih sedikit mengandung H2O. e. Keadaan tubuh: Bagian tubuh yang terluka biasanya lebih cepat membusuk. f. Penyakit: Kematian oleh karena infeksi mempercepat pembusukan.

2.5. Indikasi Embalming Beberapa keadaan yang membutuhkan pengawetan jenazah adalah seperti yang tertera di bawah ini: 2.5.1. Penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam Hal ini penting karena di Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat sudah mulai membusuk, mengeluarkan bau, dan cairan pembusukan yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya.14

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

2.5.2. Jenazah Perlu Dibawa Ke Tempat Lain Untuk dapat mengangkut jenazah dari suatu tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman, artinya tidak berbau, tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses pengangkutan. Dalam hal ini perusahaan pengangkutan, demi reputasinya dan untuk mencegah adanya gugatan di belakang hari, harus mensyaratkan bahwa jenazah akan diangkut telah diawetkan secara baik, yang dibuktikan oleh suatu sertifikat pengawetan. 14

2.5.3. Jenazah Meninggal Akibat Penyakit Menular Jenazah yang meninggal akibat penyakit menular akan lebih cepat membusuk dan berpotensi menulari petugas kamar jenazah, keluarga serta orangorang di sekitarnya. Pada kasus seperti ini, walaupun penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan, tetap dianjurkan dilakukan embalming untuk mencegah penularan kuman/ bibit penyakit kesekitarnya.14

2.6. Kontraindikasi Embalming Embalming di Indonesia tidak dapat dilakukan pada kematian tidak wajar sebelum dilakukan autopsi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan penyelidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Oleh karena itu setiap kematian tidak wajar menjadi kontra indikasi embalming.15,16 Pasal 233 Barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan termasuk kematian yang tidak wajar. Cara kematian pada kematian tidak wajar adalah pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan. Pada kasus kematian tidak wajar, kasusnya hendaknya segera dilaporkan ke penyidik, sesuai dengan pasal 108 KUHAP. Adapun yang termasuk dalam kategori kasus yang harus dilaporkan ke penyidik adalah:15,16 a. Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara b. Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati c. Adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai kematiannya tidak ada. Keadaan kematiannya menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat perbuatan melanggar hukum. d. Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematiannya mengindikasikan kematian akibat bunuh diri. e. Kematian yang disaksikan dokter tetapi ia tidak dapat memastikan penyebab kematiannya.

2.7.Teknik Embalming Terdapat beberapa teknik Embalming secara umum yaitu seperti yang tertera di bawah ini:17,18 2.7.1. Teknik Pembalseman (Ala Mumi) Pengawetan mayat ini biasa dilakukan ada Mumi yaitu melalui beberapa tahapan yaitu: a. Pengeluaran otak b. Pegeluaran oragan tubuh, kecuali jantung c. Proses pengawetan dengan menggunakan natron dan anggur d. Diamkan mayat selama 40 hari pada sebuah meja terbuat dari batu. e. Pemumian atau pembalutan f. Pemetian g. Penguburan dalam pyramid

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

Gambar 2.2. Teknik Pembalseman (Ala Mumi)

2.7.2. Teknik Pengawetan Tradisional Pengawetan mayat ini dilakukan dengan cara yang masih sangat sederhana. Caranya yaitu a. Membersihkan mayat, isi kotoran dalam perut mayat harus dibuang b. Minumkan mayat tersebut dengan larutan cuka dan garam yang telah direbus (1 gelas) c. Siram mayat dengan cairan daun sirih, tembakau dan daun teh. d. Pusar mayat ditutupi dengan cairan daun kom. e. Bungkus mayat dengan kain yang sebelumnya dibungkus dengan daun sirih.

Gambar 2.3. Jenazah yang Sudah Diawetkan Menggunakan Cara Tradisional Masyarakat Sumba

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

2.7.3 Teknik Konvensional Pengawetan yang dilakukan dengan menggunkan formalin yaitu tertera seperti yang berikut: a. Sayat mayat pada bagian arteri femoralis (pada bagian paha). b. Alirkan cairan formalin ke dalam mayat tersebut. c. Rendam mayat beberapa menit pada formalin 40% atau alkohol 90% d. Didiamkan lebih kurang selama 6 bulan

2.7.4. Teknik Kompresi Pengawetan yang dilakukan dengan menggunkan teknik kompresi yaitu tertera seperti yang berikut: a. Sayat mayat pada bagian vena saphen magna. b. Masukan jarum dan selang kecil khusus yang telah berhubungan dengan jarum. Formalin yang digunakan sebanyak 5 liter c. Alirkan cairan formalin kedalam mayat tersebut d. Masukkan mayat ke dalam kantung mayat

2.8. Klasifikasi Embalming Embalming atau proses pengawetan mayat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara alami dan buatan. Embalming alami terjadi secara mummifikasi dan adiposere, sedangkan embalming buatan dilakukan melalui proses embalming modern.

2.9. Embalming Alami 2.9.1. Adiposere Adiposere adalah fenomena yang terjadi pada mayat yang tidak mengalami proses pembusukan yang biasa, melainkan mengalami pembentukan adiposere. Adiposere merupakan substansi yang mirip seperti lilin yang lunak, licin dan warnayanya bervariasi mulai dari putih keruh sampai coklat tua. Adiposere mengandung asam lemak bebas, yang dibentuk melalui proses hidrolisa

10

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

dan hidrogenasi setelah kematian yang disebut saponifikasi. Adanya enzim bakteri dan air sangat penting untuk berlangsunya proses tersebut. Dengan demikian, maka adiposere biasanya terbentuk pada mayat yang terbenam dalam air dan rawa-rawa. Lama pembentukan adiposere ini juga bervariasi, mulai dari satu minggu sampai dua minggu. Waktu terkecil pembentukan adiposere daerah tropis adalah satu sampai tiga minggu. Untuk perubahan seluruhnya pada orang dewasa diperlukan tiga sampai enam bulan.

Perubahan yang nyata pada tubuh yang mengalami adiposere ini adalah bagian yang banyak mengandung lemak, pada wanita terutama daerah dada, pipi, gluteus, paha dan bagian tubuh yang berlemak. Organ-organ internal tidak diubah menjadi adiposere. Adiposere dapat bertahan lama sehingga mayat yang mengalami adiposere dapat dikenali sesudah kematian yang lama, juga digunakan sebagai kepetingan indentifikasi atau pemeriksaan luka-luka, oleh karena proses pengawetan alami, meskipun kematian telah lama.13

Gambar 2.4. Proses Adiposere

2.9.2. Mummifikasi Mumifikasi adalah mayat yang mengalami pengawetan akibat proses pengeringan dan penyusutan bagian-bagian tubuh. Kulit menjadi kering, keras dan menempel pada tulang kerangka. Mayat menjadi lebih tahan dari penbusukan sehingga masih jelas menunjukkan ciri-ciri seseorang. Fenomena ini terjadi pada daerah yang panas dan lembab, dimana mayat dikuburkan tidak begitu dalam dan

11

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

angin yang panas selalu bertiup sehingga mempercapat penguapan cairan tubuh. Jangka waktu yang diperlukan sehingga dapat terjadi mummifikasi biasanya lama, biasamya dalam waktu tiga bulan atau lebih, mayat relatif masih utuh, maka indentifikasi lebih mudah dilakukan. Begitu pula luka-luka pada tubuh korban masih dapat dikenal.13

2.10. Embalming Modern 2.10.1. Definisi Embalming Modern Metode modern embalming didefinisikan sebagai desinfeksi dan pelestarian tubuh yang sudah mati. Proses embalming modern dirancang untuk menghambat dekomposisi jaringan untuk periode waktu yang diperlukan sebagaimana yang diinginkan oleh keluarga agar jenazah berada dalam kondisi yang baik. Embalming modern telah terbukti mampu menjaga tubuh utuh selama beberapa dekade.19 Embalming merupakan sebuah "fiksasi" kimia protein sel. Secara prinsip formaldehida pada dasarnya bereaksi dengan albumin. Formaldehid larut dalam sel dan mengkonversinya menjadi untuk albuminoids atau gel, pada saat yang sama, bakteri dihancurkan, sehingga menghentikan atau setidaknya menunda dekomposisi pada jenazah. Setelah embalming selesai, tubuh hanya dapat diserang oleh udara yang membawa bakteri dan jamur yang pada akhirnya dapat menghancurkan tubuh dengan terpapar udara dan kelembaban yang cukup untuk mendukung hadirnya pertumbuhan bakteri dan jamur.19 Embalming modern dilakukan dengan menggunakan cairan embalming yang bersifat disinfektan dan pengawet. Cairan embalming disuntikkan ke dalam sistem peredaran darah tubuh dengan pompa listrik, sementara darah dikeluarkan dari tubuh dan dibuang. Sehingga posisi darah di tubuh diganti dengan disinfektan dan cairan pengawet.19

2.10.2. Tujuan Embalming Modern Terdapat beberapa tujuan dilakukannya embalming modern, yakni adalah sebagai berikut:19

12

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

a. Desinfeksi Saat seseorang meninggal, beberapa patogen akan ikut mati, namun sebagian besar masih dapat bertahan hidup karena memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam jangka waktu lama dalam jaringan mati. Seseorang yang datang dan berkontak langsung dengan tubuh jenazah yang tidak mengalami proses embalming dapat terinfeksi serta ada kemungkinan menjadikan lalat atau agen lain dalam mentransfer patogen untuk manusia dan menginfeksi mereka. b. Pelestarian Pelestarian, yaitu upaya pencegahan pembusukan dan dekomposisi jenazah, sehingga jenazah dikuburkan, dikremasikan tanpa bau atau hal-hal yang tidak menyenangkan lainnya. c. Restorasi Restorasi, yaitu upaya untuk mengembalikan keadaan tubuh jenazah kembali seperti masih hidup

2.10.3. Proses Embalming Modern Proses embalming dimulai dengan mencuci tubuh mayat secara menyeluruh dan disinfeksi tubuh. Dilakukan penjahitan pada luka terbuka yang ada. Daerah mulut, hidung, serta lubang lainnya dibersihkan dan ditutup untuk mencegah ekskresi yang dapat menjadi sumber penyakit atau infeksi. Bahan pengawet kimia kemudian disuntikkan ke dalam tubuh melalui satu atau lebih arteri, sementara cairan tubuh dikeluarkan melalui pembuluh darah yang sesuai (Arterial dan Cavity Embalming). Bahan pengawet kimia dapat membunuh bakteri dan mengawetkan mayat dengan mengubah struktur fisik dari protein tubuh, sehingga tidak dapat lagi berfungsi sebagai host untuk pertumbuhan bakteri. Dengan demikian proses dekomposisi dapat dihambat dan jenazah dapat diawetkan.3

A. Arterial Embalming Arterial embalming melibatkan injeksi bahan kimia ke dalam pembuluh darah, biasanya melalui arteri karotis dextra dan darah dikeluarkan dari vena

13

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

jugularis. Bahan kimia disuntikkan melalui pompa mekanis atau dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Pijatan embalmer pada mayat untuk memastikan distribusi yang tepat dari cairan embalming. Dalam kasus sirkulasi yang buruk, titik injeksi lain dapat digunakan, yaitu arteri iliaka atau arteri femoralis, pembuluh darah subklavia atau aksila.

Gambar 2.5. Arterial Embalming

B. Cavity Embalming Cairan di dalam rongga tubuh mayat diaspirasi dan bahan kimia diinjeksikan ke dalam rongga tubuh dengan menggunakan aspirator dan trocar. Tocar yang berbentuk panjang, runcing, dan adanya tabung logam yang melekat pada selang pengaspirasi disisipkan dekat dengan pusar. Embalmer menggunakan itu untuk menusuk perut, kandung kemih, usus besar, dan paru. Gas dan cairan tubuh diaspirasi yang kemudian rongga tubuh diisi dengan bahan kimia yang mengandung formaldehid terkonsentrasi. 4

14

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

Gambar 2.6. Cavity Embalming

C. Hypodermic Embalming Hypodermic Embalming merupakan metode tambahan dimana injeksi bahan kimia pengawet ke dalam jaringan dengan menggunakan jarum dan suntik hipodermik yang biasanya digunakan pada kasus dimana area yang tidak memiliki aliran arterial yang baik setelah dilakukan injeksi arteri.4

D. Surface Embalming Surface Embalming merupakan metode tambahan yang menggunakan bahan kimia pengawet untuk mengawetkan area langsung pada permukaan kulit dan area superfisial lainnya dan juga area yang rusak, seperti pada kecelakaan lalu lintas, penbusukan, pertumbuhan kanker, atau donor kulit.2

2.10.4. Kelebihan Embalming Modern a. Jenazah Menjadi Lebih Wangi Untuk menghindari bau yang tidak menyenangkan pada jenazah dan juga untuk mendapatkan aroma yang wangi, maka dibutuhkan campuran beberapa zat kimia, seperti campuran formaldehid dengan deodorant dan juga pemberian aroma terapi.20,21 b. Tidak Ditemukan Rigor Mortis Pada Jenazah Rigor mortis terjadi karena serabut otot mengandung Actin dan Myosin yang mempunyai sifat untuk berkontraksi dan relaksi dengan adanya suatu konsentrasi dari ATP dan kalium chlorida. Kelenturan dapat dipertahankan karena

15

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

adanya metabolisme sel yang menghasilkan energi. Energi ini untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama ATP masih ada serabut aktin dan miosin berkontraksi. Bila cadangan glikogen habis maka energi tidak terbentuk sehingga aktin dan miosin otot berubah menjadi massa seperti jeli yang kaku sehingga terjadi suatu rigiditas. Perubahan- perubahan kimia juga terjadi di dalam otot-otot pada waktu yang sama seperti meningkatnya asam laktat akibat proses glikogenolisis secara anaerob, perubahan pH jaringan dan lain-lain.21 Rigor mortis biasanya terjadi 2-4 jam sesudah kematian dan berlangsung selama 36-72 jam. Rigor mortis akan mempengaruhi proses embalming. Oleh karena itu, rigor mortis harus dihilangkan terlebih dahulu dengan menetralkan pH atau merubah keadaannya menjadi alkali. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan senyawa berupa amonia. Dengan pemberian amonia, asam laktat akan ternetralisir sehingga serat otot akan kembali dapat berkontraksi dan proses pembusukan segera dimulai. Pada kondisi seperti inilah proses embalming dapat dilakukan.2,22 c. Hiperemis Atau Tidak Pucat Untuk mendapatkan jenazah yang tidak pucat, maka dibutuhkan campuran formaldehid dengan lanolin atau humektan.19

2.11. Lamanya Embalming Dapat Bertahan Embalming tidak melindungi tubuh manusia selamanya, namun hanya menunda konsekuensi yang tak terelakkan dan proses kematian alami. Terdapat beberapa variasi dalam tingkat dekomposisi, tergantung pada kekuatan bahan kimia dan metode embalming yang digunakan serta suhu dan kelembapan udara pada lokasi akhir dimana mayat dipreservasi.23 Setelah mayat diawetkan, pemeliharaan rutin diperlukan untuk menjaga mayat agar tampak sebagai manusia yang hidup. Mayat ditempatkan dalam kotak kaca steril, dimonitor untuk menjaga suhu dan kelembaban. Sebagai contoh, para ilmuwan telah mempertahankan tubuh Lenin dan dipamerkan di Lapangan Merah Moskow sejak segera setelah kematiannya pada tahun 1924. Dikatakan bahwa untuk untuk menjaga penampilannya, maka larutan

16

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

embalming yang berwarna merah muda di oleskan pada tangan dan wajah dua kali seminggu Proses Embalming juga harus dilakukan kembali setiap 18 bulan, sebuah proses mengisi ulang cairan embalming diperlukan untuk melestarikan mayat. Tubuh Lenin dilaporkan memiliki pompa khusus dipasang di rongga dada untuk mempertahankan kelembaban udara yang tepat.24

Gambar 2.7. Mayat Vladimir Lenin Yang Diawetkan

2.12. Kewenangan dan Kompetensi dalam Pengawetan Jenazah Kewenangan dan kompetensi (knowledge and skill) proses pengawetan jenazah diberikan kepada seorang dokter ahli forensik. Hal ini disebabkan karena diperlukan pengetahuan kedokteran untuk menentukan terlebih dahulu kematian yang terjadi, apakah termasuk pada kematian yang wajar atau tidak wajar sebelum dilakukan proses pengawetan jenazah, serta teknik dan formula pengawetan yang hanya dimiliki oleh seorang pengawet jenazah (embalmer) bersertifikasi atau seorang ahli kedokteran forensik.

2.13. Embalming Ditinjau Dari Berbagai Aspek 2.13.1. Sudut Medikolegal Dalam praktek sehari-hari seorang dokter mungkin diminta untuk melakukan embalming. Embalming pada umumnya dilakukan untuk menghambat pembusukan, membunuh kuman, serta mempertahankan bentuk mayat. Pada prinsipnya embalming hanya boleh dilakukan oleh dokter pada mayat yang

17

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

meninggal secara wajar (natural death), sedangkan pada mayat yang meninggal tidak wajar (akibat pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan) embalming baru boleh dilakukan setelah proses pemeriksaan forensik selesai dilakukan. Embalming sebelum otopsi dapat menyebabkan perubahan serta hilangnya atau berubahnya beberapa fakta forensik. Dokter yang melakukan hal tersebut dapat diancam hukuman karena melakukan tindak pidana menghilangkan barang bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Bunyi pasal 233 KUHP adalah Barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau

membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. 15,16,19 Di Negara Inggris pengawetan jenazah dilakukan oleh orang yang mempunya isertifikat sebagai embalmer setelah yang bersangkutan mengikuti pendidikan selama 3 tahun. Di Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi pendidikan yang khusus mendidik seorang untuk menjadi embalmer. Dalam pendidikan S2, spesialisasi kedokteran forensik adalah satu-satunya program pendidikan yang mencantumkan pelajaran mengenai pengawetan jenazah dalam kurikulumnya. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian dan kewenangan yaitu dokter spesialis forensik. Adapun alasannya adalah sebagai beriku:14 A. Indonesia tidak menganut sistim koroner atau medical examiner yang bertugas memilah kasus kematian wajar dan tidak wajar. B. Embalmer di Indonesia, yang secara sengaja maupun tidak sengaja melakukan embalming pada kasus kematian tidak wajar sebelum dilakukan otopsi, dapat menyebabkan terjadinya kesulitan penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Jika pada kasus ini dilakukan juga gugatan perdata, maka pihak rumah duka pun dapat saja ikut dilibatkan sebagai pihak tergugat

18

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

Dalam hal telah dilakukan embalming tanpa sertifikat dan hasilnya buruk dan merugikan keluarga, maka pihak rumah duka sebagai pihak yang turut memfasilitasi embalming tersebut dapat turut digugat secara perdata berdasarkan pasal 1365KUHPer. Pasal 1365 KUHPer berbunyi Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.25

2.13.2. Pendidikan Anatomi Pengawetan yang dilakukan untuk pendidikan kedokteran sedikit berbeda dengan pengawetan jenazah untuk keperluan lain. Prioritas pertama adalah untuk pelestarian jangka panjang bukan untuk presentasi atau tampilan. Pengawetan medis menggunakan cairan yang mengandung formaldehid pengawetan dengan terkonsentrasi (37-40%, yang dikenal sebagai formalin) atau gluteraldehyde sertafenol dan dibuat tanpa pewarna atau parfum. Banyak perusahaan kimia pengawetan membuat cairan khusus pengawetan anatomi. 26 Anatomi pengawetan dilakukan ke dalam sistem peredaran darah tertutup. Cairan biasanya disuntikkan dengan mesin pengawetan ke arteri di bawah tekanan tinggi untuk menjenuhkan jaringan. Setelah jenazah dibiarkan selama beberapa jam, sistem vena umumnya dibuka dan cairan diperbolehkan untuk mengalir keluar, meskipun pengawetan anatomi banyak yang tidak menggunakan teknik drainase. Pengawetan anatomis dapat menggunakan gravitasi-pakan pengawetan, di mana wadah untuk mengeluarkan cairan pengawetan yang ditinggikan di atas permukaan tubuh dan cairan dimasukkan secara perlahan selama beberapa jam, kadang-kadang selama beberapa hari. Berbeda dengan pengawetan arteri standar, drainase tidak terjadi dan tubuh mengalami distensi ekstensif dengan cairan. Akhirnya untuk mengurangi distensi, seringkali dilakukan sampai enam bulan pendinginan, sehingga didapatkan penampilan cukup normal. Tidak ada rongga perawatan terpisah dari organ internal. Mayat anatomis diawetkan memiliki pewarnaan abu-abu, akibat konsentrasi formaldehida yang tinggi bercampur dengan darah dan kurangnya agen pewarnaan merah biasanya ditambahkan ke

19

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

standar, non-medis, cairan pengawetan. Formaldehida dicampur dengan darah menyebabkan perubahan warna abu-abu juga dikenal sebagai "abu-abu formaldehida" atau "embalmer abu-abu".26

2.13.3. Sudut Pandang Agama Terdapat banyak perbedaan pendapat antara agama yang berbeda mengenai kebolehan pengawetan jenazah: A. Sudut Pandang Agama Islam Di masyarakat yang mayoritas penduduknya beragama Islam adalah larangan dilakukannya pengawetan karena agama Islam mewajibkan jenazah untuk dikuburkan dalam waktu 24 jam dari kematian. Seorang muslim percaya bahwa roh akan tetap berada di tubuhnya dari mulai kematian sampai setelah pemakaman. Tetapi untuk kasus tertentu seperti pendidikan, hukum embalming ini dapat menjadi mubah, dengan syarat segera dikuburkan setelah urusan terhadap jenazah selesai.27 B. Sudut Pandang Agama Kristen Sebagian besar tokoh agama Kristen mengatakan bahwa pengawetan dapat dilakukan. Beberapa badan organisasi dalam Ortodoksi Timur mengatakan untuk dilakukan pengawetan kecuali jika diwajibkan oleh hukum atau keharusan lainnya, sedangkan yang lain mungkin mencegah, tetapi tidak melarang juga untuk dilakukan untuk dilakukan pengawetan. Secara umum keputusan untuk dilakukan pengawetan adalah salah satu yangditentukan oleh keluarga jenazah dan kebijakan gereja tertentu.28 C. Sudut Pandang Agama Buddha Pengawetan jenazah tidak dilarang dalam ajaran agama Buddha. Sehubungan jenazah akan dikremasikan maka pengawetan jenajah tidak wajib untuk dilakukan. 29 D. Sudut Pandang Agama Hindu Banyak pihak berwenang berpendapat bahwa Hinduisme tidak menerima pengawetan. Dalam prakteknya, agama hindu tidak melarang keras untuk dilakukan pengawetan, seperti pengawetan yang pernah terjadi pada tokoh agama

20

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

Hindu yang sangat dihormati, umumnya pengawetan ini dilakukan untuk pemulangan ke India untuk dilakukan ritual keagamaan dan keagamaan di rumah keluarganya sebelum kremasi akhir. Secara tradisional, tubuh yang mati harus dikremasi sebelum matahari terbenam, sehingga pengawetan bukanlah sesuatu yang umum atau luas untuk dilakukan.26 2.14. Embalming Di Beberapa Fakultas Kedokteran Cara pengawetan mayat yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yaitu melalui arteri fermoralis yang disebut cara yang ikonvensional. Cara ini juga dilakukan pada Universitas Gajah Mada dan Universitas Brawijaya di Jawa. Manakala di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) telah menggunakan peralatan yang modern yang berprinsip sistem kompressi untuk memasukan formaralin ke dalam tubuh cadaver dengan alat yang sederhana. Disini fornalin dimasukkan kedalam tuluh cadaver melalui vena saphena magna. Vena saphena magna letaknya lebih superfisial daripada formaralis sehingga dengan demikian untuk mencapai vena saphena magna adalah jauh lebih gampang. Kemudian cadaver di simpan di dalam kantong plastik dan bukan diremdam didalam formalin.17 2.15. Pengawetan Jenazah Paling Bersejarah di Dunia3 Berikut adalah nama-nama jenazah yang telah diawetkan yang paling bersejarah di dunia: I. II. III. IV. V. VI. VII. VIII. IX. X. Elmer McCurdy (Januari 1880- 7 Oktober 1911 Vladimir Ilyich Lenin (10 April 1870 21 Januari 1924) Santa Bernadette ( 7 Januari 1844-16 April 1879) Junita (The Ice Maiden) Otzi (The Ice Man) Ginger Tollund Man Rosalia Lombardo ( 1918- 6 Desember 1920) Raja Tutankhamun (1341SM-1323 SM) Lady Dai (Xin Zhui)

21

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

Elmer McCurdy (Januari 1880- 7 Oktober 1911) Seorang penjahat yang tewas

tertembak di Oklahoma Diawetkan selama 66 tahun Dimakamkan pada 22 April 1977

Vladimir Ilyich Lenin (10 April 1870 21 Januari 1924) Tokoh politik terkemuka dan para inteligen serta arsitek pada abad ke20 Mengalami serangan stroke untuk ke tiga kalinya Diawetkan sampai sekarang di

Lenin Mausoleum, Moskow Santa Bernadette ( 7 Januari 1844-16 April 1879) Diawetkan hingga sekarang di

Kapel St Bernadette di Nevers

22

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

Junita (The Ice Maiden) Jasad beku seorang gadis Inca. Perkirakan berumur sekitar 12-14 tahun Meninggal 1450. Jasad ini dipamerkan di kantor pusat National Geographic Society di Washington D.C., antara 1440 sampai

Otzi (The Ice Man) Terawet Secara Alamiah 3300 SM (53 abad lalu) Ditemukan September pada 1991 tanggal di 19

gletser

Schnalstal di tztal Alps Umurnya diperkirakan telah lebih dari 5000 tahun Dipajang di Museum Arkeologi Tyrol Selatan di Bolzano, Italia. Ginger Terawet Secara Alami Meninggal lebih dari 5000 tahun lalu Saat ini mumi Ginger dapat dilihat di British Museum.

23

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

Tollund Man Terawetkan secara alami Meninggal 1500 tahun yang lalu Ditemukan pada 1950 Tewas karena digantung Dipajang di Silkeborg Museum di Denmark

Rosalia Lombardo ( 1918- 6 Desember 1920) Anak asal Palermo Italia, yang lahir pada tahun 1918. Ia meninggal dunia akibat pneumonia pada usia 2 tahun. Disebut sebagai "Sleeping Beauty" Dipajangkan d Capuchin catacombs of Palermo di Sicily (Italia Selatan)

Raja Tutankhamun (1341SM-1323 SM) Seorang firaun Mesir Penyebab kematian masih menjadi perdebatan Pada tanggal 4 November 2007, 85 tahun setelah penemuan Carter, makam firaun 19 tahun ini

dipamerkan di makam bawah tanah di Luxor.

24

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

Lady Dai (Xin Zhui) Meninggal antara 178-145 SM Meninggal karena penyakit jantung Disimpan di Museum Provinsi

Hunan, Cina.

25

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


3.1. Kesimpulan Embalming adalah proses pengawetan mayat untuk mempertahankan penampilan mayat agar tetap dalam kondisi yang baik untuk jangka waktu yang lama. Embalming hanya boleh dilakukan oleh dokter pada mayat yang meninggal secara wajar (natural death), sedangkan pada mayat yang meninggal tidak wajar (akibat pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan) embalming baru boleh dilakukan setelah proses pemeriksaan forensik selesai dilakukan. Modern embalming didefinisikan sebagai desinfeksi,pelestarian tubuh dan mengembalikan keadaan jenazah menyerupai keadaannya sewaktu hidup. Embalming terdiri dari Embalming Alami (Adiposere dan Mumifikasi) dan Embalming Buatan (Arterial Embalming, Cavity Embalming, Hypodermic Embalming (jika dibutuhkan) dan Surface Embalming.). Masing-masing Embalming mempunyai proses dan teknik pengawetan yang tersendiri namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk mengawetkan mayat. Namun embalming tidak melindungi tubuh manusia selamanya, namun hanya menunda konsekuensi yang tak terelakkan dan proses kematian alami

3.2. Saran Di Negara Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi pendidikan yang khususmmendidik seseorang untuk menjadi embalmer. Dalam pendidikan S2, spesialisasi kedokteran forensik adalah satu-satunya program pendidikan yang mencantumkan pelajaran khusus mengenai embalming dalam kurikulumnya. Atas dasar itulah, maka dalam konteks hukum di Indonesia, embalming sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, yaitu dokter spesialis forensik.

26

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

DAFTAR PUSTAKA
1. Mayer RG. An Introduction To The American Society Of Embalmers. Available from: http://www.amsocembalmers.org/html/intro.html. [Accessed: 20 September 2013] 2. Kathy Hawkins. What Is Embalming? 2011. Available from : http://www. wisegeek.com/what-is-embalming.htm. [Accessed: 20 September 2013] 3. Atmadja DS. Pengawetan Jenazah Dan Aspek Medikolegalnya. Majalah Kedokteran Indonesia. 2002; 52(8): 293-7. Diunduh dari:http://isjd.pdii.lipi.go.id. [Diakses pada: 19 September 2013] 4. Ezugworie J, Anibeze C, Ozoemena F. Trends In The Development Of Embalming Methods. The Internet Journal Of Alternative Medicine. 2009; 7(2). Available from: http://www.ispub.com/journal/the_internet_journal_of_ alternative_medicine/volume_7_number_2_21/article/trends-in-the development-of-embalming-methods.html. [Accessed: 20 September 2013] 5. Employment Development Department. California Occupational Guide :Embalmers. 2005. Available from: http://www.calmis.ca.gov/file/occguide /embalmer.pdf. [Accessed: 20 September 2013] 6. Edmund G, Brown JR. Information And Instructions For Embalmer Licensure. 2011. Available from: http://www.cfb.ca.gov. [Accessed: 20 September 2013] 7. Bedino JH. Embalming Chemistry: Glutaraldehyde Versus Formaldehyde. Expanding Encyclopedia Of Mortuary Practices. 2003; 649. Available from: http://www.champion-newera.com/CHAMP.PDFS/encyclo649.pdf.[Accessed: 18 September 2013] 8. Departement Of Health And Ageing NICNAS. Formaldehyde. Australia: Common Wealth of Australia. 2006. Available from: http://www.nicnas.gov.au/publication/car/pec/pec28/pec_28_full_report_pdf.p df . [Accessed: 18 September 2013] 9. Zulham. Penuntun Praktikum Histoteknik. 2009. Departemen Histologi FKUSU. Medan 10. Tatum M. What Are The Effect Of Formaldehyde Exposure. 2001. Available from: http://www.wisegeek.com/what-are-the-effects-of-formaldehydeexposure.htm. [Accessed: 20 September 2013]

27

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

11. Mao C, Woskie S. Formaldehyde Use Reduction In Mortuaries. University of Massachusetts Lowell. 1994. Available from: http://www.turi.org. [Accessed: 20 September 2013] 12. Paak Funeral. Shipment & Embalming. 2011. Available from: https://paakfuneral.com/body-shipping. [Accessed: 20 September 2013] 13. Singh S. Ilmu Kedokteran Forensik. Untuk Kalangan Sendiri. 14. Atmadja DS. Tatacara Dan Pelayanan Pemeriksaan Serta Pengawetan Jenazah Pada Kematian Wajar. 2002. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI / RSUPN Cipto Mangunkosumo. Diunduh dari: http://www.tatacaraembalming.com. [Diakses: 20 September 2013] 15. Atmadja DS. Pengawetan Jenazah Dan Aspek Medikolegalnya. Majalah Kedokteran Indonesia. 2002; 52(8): 293-7. Diunduh dari: http://isjd.pdii.lipi.go.id. [Diakses: 20 September 2013] 16. Tim Permata Press. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana. 2008. Jakarta: Permata Press. 17. Tarigan J. 2004. Efek Toxicosis Formalin Terhadap Tenaga Kerja Pada Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2059/1/anatomidjakobus2.pdf [Diakses: 17 September 2013] 18. Devi P. 2011. Mengenal Lebih Jauh Tentang Pengawetan Mayat. Diunduh dari: http://www.scribd.com/doc/112853443/halaman-judul. [Diakses: 17 September 2013] 19. Wyoming Funeral Directors Association. Embalming history. Available from: http://www.wyfda.org/basics_3.html. [Accessed: 20 September 2013] 20. Chew JA and Laframboise R. Applied Embalming. Available from:http://www.embalmers.com/applied.html [Accessed: 20 September 2013] 21. Bedino JH, Chemist. A Failure To Evolve: Formaldehyde-Driven Archaism Andobsolescence In Embalming. Availbale from: http://www.themodernembalmer.com/archaicformaldehyde.html. {Accessed: 20 September 2013] 22. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta :Bagian Kedokteran Forensik FKUI.

28

Pengawetan Jenazah Secara Umum


Ilmu Kedokteran Forensik

23. Funeral Consumers Alliance. 2007. Embalming: What You Should Know. Availbale from: http://www.funerals.org/frequently-asked-questions/48-whatyou-should-know-about-embalming. [Accessed: 20 September 2013] 24. Vandelle I. 2011. National Post: Embalming. Availlable http://news.nationalpost.com/2011/12/29/way-to-go-if-kim-jong-il-isembalmed-heres-how-theyd-do-it/. [Accessed: 20 September 2013] from:

25. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Buku Kesatu.. Diunduh dari:http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kolonial_kuh_perdata.pdf . [Diakses pada 21 September 2013] 26. Wikipedia. 2011. Embalming. Available from: http://www.wikipedia.com. [Accessed: 20 September 2013] 27. Rumililawati. 2002. Pegawetan Mayat Guna Penelitian Ilmiah Menurut Hukum Islam. Badan Pengembangan dan Penelitian Daerah Provinsi Jambi. ISBN979-9203-28-7. 28. Lawler P. 2011 Is Embalming A Big, Anti Cristian Deal?.. Available from: http://www.firstthings.com/postmodernconservative/2011/01/15/isembalminga- big-anti-christian-deal/. [Accessed: 20 September 2013] 29. Funeral Consumer Alliance. 2010. Embalming. Available from: http://www.funerals.org/publications-and-resources/doc_view/30-what-youshould-know-about-embalming. [Accessed: 20 September 2013] 30. Wordpress. 2010. Sepuluh Mumi yang Paling Bersejarah. Diunduh dari: http://riangold.wordpress.com/2012/05/26/10-mumi-paling-bersejarah-didunia/

29

Anda mungkin juga menyukai