Makalah PHBS

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 34

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain. Dan terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 % rakyat Indonesia tidak mampu mendapatkan jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan dibidang pemeliharaan kesehatan seperti Askes, Taspen dan Jamsostek. Kesehatan adalah nikmat yang teramat besar yang senantiasa kita jaga, kondisi fisik dan jiwa yang sehat menjamin kita semua memberikan yang terbaik untuk umat dan bangsa. Menyadari pentingnya kesehatan dalam pembangunan nasional sesuai dengan MDGs, diperlukan peran seluruh komponen kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama mahasiswa sebagai elemen intelektual muda (Bakornas LKMI PB HMI). Pentingnya kesehatan menjadi sorotan publik pada sekarang ini, apalagi oleh masyarakat Indonesia, karena masyarakat Indonesia kurang sekali perduli terhadap kesehatan, oleh karena itu perlu adanya peran aktif dari pemuda, khususnya mahasiswa didalam pembangunan kesehatan di Indonesia. B. Rumusan masalah Konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau

ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosial budaya. Seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis) atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja atau kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit seperti masuk angin, pilek tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya maka ia dianggap tidak sakit. Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika dan sebagainya. C. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah mengenai hubungan dan peran antara masyarakat dan pembangunan kesehatan adalah yang pertama untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah yaitu sosiologi. Selain itu topik ini sangat menarik karena kita dapat mengetahui mengenai bagaimana hubungan dan peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan serta mengetahui tentang pentingnya pembangunan kesehatan di masyarakat. Serta untuk mengetahui gambaran masalah kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia saat ini, untuk mengetahui strategi paradigma kesehatan, untuk mengetahui konsep baru tentang makna sehat, dan untuk mengetahui sasaran dan strategi utama pembangunan kesehatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia tahun 1948 disepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya. Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masayarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, derajat kesehatan yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan kurangnya kemandirian dalam pembangunan kesehatan. Reformasi dibidang kesehatan perlu dilakukan mengingat lima fenomena yang berpengauh terhadap pembangunan kesehatan. Pertama, perubahan pada dinamika kependudukan. Kedua, Temuan-temuan ilmu dan teknologi kedokteran. Ketiga, Tantangan global sebagai akibat dari kebijakan perdagangan bebas, revolusi informasi, telekomunikasi dan transportasi. Keempat, Perubahan lingkungan. Kelima, Demokratisasi. Perubahan pemahaman konsep akan sehat dan sakit serta semakin maju IPTEK dengan informasi tentang determinan penyebab penyakit telah menggugurkan paradigma pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu Paradigma Sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang
3

berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Dasar-Dasar pembangunan kesehatan untuk mencapai taraf kesehatan bagi semua, maka paling sedikit yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan dasar adalah: Pendidikan tentang masalah kesehatan umum, cara pencegahan dan pemberantasannya Peningkatan persediaan pangan dan kecukupan gizi Penyediaan air minum dan sanitasi dasar Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana Imunisasi Pengobatan dan pengadaan obat Oleh karena pelayanan kesehatan dasar merupakan kunci untuk mencapai derajat kesehatan yang layak bagi semua, maka perencanaan, pengorganisasian dan penyelenggaraan yang efisien mutlak diperlukan disamping harus berdasarkan : Perikemanusiaan Kesehatan sebagai hak asasi Pemberdayaan dan kemandirian masyarakat Pengutamaan upaya kesehatan promotif dan upaya kesehatan preventif Pelayanan kesehatan perorangan yang sesuai kebutuhan Dukungan sumber daya kesehatan Misi Pembangunan Kesehatan dalam mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2010, telah ditetapkan misi pembangunan kesehatan (DepKes RI, 1999) Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan Untuk dapat terwujudnya Indonesia Sehat 2010, para penanggung jawab program pembangunan harus memasukkan

pertimbangan-pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya. Oleh karena itu seluruh elemen dari Sistem Kesehatan Nasional harus berperan sebagai penggerak utama pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat Perilaku sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau. Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak hanya berada ditangan pemerintah, melainkan mengikutsertakan masyarakat dan potensi swasta. Memlihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya Untuk terselenggaranya tugas penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah bersifat promotif dan preventif yang didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif. Strategi Pembangunan Kesehatan dan strategi pembangunan nasional harus berdasarkan pada kebijakan nasional, mencakup garis besar kegiatan dimana semua sektor yang terlibat untuk mewujudkan kebijaksanaan tersebut. Beberapa hal penting yang harus diterapkan adalah, (DepKes RS, 1999): 1. Pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan Setiap program pembangunan nasional yang diselenggarakan di Indonesia harus memberikan konstribusi positif terhadap kesehatan, yaitu terbentuknya lingkungan sehat dan pembentukan perilaku sehat. 2. Profesionalisme Untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta didukung oleh penerapan nilai-nilai moral dan etika. 3. Desentralisasi Penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing daerah. Disamping itu masalah kesehatan banyak yang bersifat spesifik daerah. Desentralisasi yang pada inti pokoknya adalah pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur sistem pemerintah dan rumah tangga sendiri dipandang lebih sesuai untuk pengolahan pembangunan. Tujuan,
5

Sasaran dan Kebijakan pembangunan Kesehatan. Tujuan pembangunan kesehatan Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidp dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Indonesia. Sasaran Pembangunan Kesehatan : Kerja sama lintas sektor Kemandirian masyarakat dan kemitraan Perilaku hidup sehat Lingkungan sehat Upaya kesehatan Manajemen pembangunan kesehatan Derajat kesehatan Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, maka ditetapkan Kebijakan umum pembangunan kesehatan (DepKes RI, 2000, Soemantri S, 2001): Pemantapan kerja sama lintas sektor Peningkatan perilaku, kemandirian dan kemitraan swasta Peningkatan kesehatan lingkungan Peningkatan upaya kesehatan Peningkatan sumber daya kesehatan Peningkatan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan Peningkatan perlindungan kesehatan masyarakat terhdaap penggunaan sediaan farmasi, makanan dan alat kesehatan yang tidak absah
6

Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi Program pembangunan kesehatan Program-program pembangunan kesehatan dikelompokkan dalam pokok-pokok program yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dengan pembangunan sektor lain yang memerlukan dukungan dan peran serta masyarakat. Disusun 7 program pembangunan kesehatan yaitu, (DepKes RI, 1999) : 1. Program perilaku dan pemberdayaan masyarakat 2. Program lingkungan sehat 3. Program upaya kesehatan 4. Program pengembangan sumber daya kesehatan 5. Program pengawasan obat, makanan dan obat berbahaya 6. Program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan 7. Program pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan Untuk meningkatkan percepatan perbaikan derajat kesehatan masyarakat yang dinilai penting untuk mendukung keberhasilan program pembangunan nasional ditetapkan 10 pogram unggulan kesehatan yaitu, (DepKes RI, 1999) : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Program kebijakan kesehatan, pembiayaan kesehatan dan hukum kesehatan Program perbaikan gizi Program pencegahan penyakit menular termasuk imunisasi Program peningkatan perilaku hidup sehat dan kesehatan mental Program lingkungan pemukiman, air dan sehat Program kesehatan keluarga, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana Program keselamatan dan kesehatan kerja Program anti tembakau, alkohol dan madat Program pengawasan obat, bahan berbahaya, makanan dan minuman

10. Program pencegahan kecelakaan, rudapaksa dan keselamatan lalu lintas Peran tenaga kesehatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan Tenaga kesehatan masyarakat (Kesmas) merupakan bagian dari sumber daya manusia yang sangat penting perannya dalam pembangunan kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Pembangunan kesehatan dengan paradigma sehat merupakan upaya meningkatkan kemandirian masyarakat dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Pelayanan promotif, untuk meningkatkan kemandirian dan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan diperlukan program penyuluhan dan pendidikan masyarakat yang berjenjang dan berkesinambungan sehingga dicapai tingkatan kemandirian masyarkat dalam pembangunan kesehatan. Dalam program promotif membutuhkan tenaga-tenaga kesmas yang handal terutama yang mempunyai spesialisasi dalam penyuluhan dan pendidikan. Pelayanan preventif, untuk menjamin terselenggaranya pelayanan ini diperlukan paran tenaga kesmas yang memahami epidemiologi penyakit, cara-cara dan metode pencegahan serta pengendalian penyakit. Program preventif ini merupakan salah satu lahan bagi tenaga kesmas dalam pembangunan kesehatan. Keterlibatan kesmas dibidang preventif di bidang pengendalian memerlukan penguasaan teknik-teknik lingkungan dan pemberantasan penyakit. Tenaga kesmas juga dapat berperan dibidang kuratif dan rehabilitatif kalau yang bersangkutan mau dan mampu belajar dan meningkatkan kemampuannya dibidang tersebut. Peran tenaga kesehatan masyarakat dalam merubah perilaku masyarakat menuju hidup bersih dan sehat program promosi perilaku hidup bersih dan sehat yang biasa dikenal PHBS/Promosi Higiene merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit menular yang lain melaui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat luas. Program ini dimulai dengan apa yang diketahui, diinginkan dan dilakukan masyarakat setempat dan mengembangkan program berdasarkan informasi tersebut (Curtis V dkk, 1997; UNICEF, WHO. Bersih, Sehat dan Sejahtera). Program promosi PHBS harus dilakukan secara profesional oleh individu dan kelompok yang mempunyai kemampuan dan komitmen terhadap kesehatan masyarakat serta memahami tentang lingkungan dan mampu melaksanakan komunikasi, edukasi dan menyampaikan informasi secara tepat dan benar yang sekarang disebut dengan promosi kesehatan. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu mengambil bagian dalam promosi PHBS sehingga dapat melakukan perubahan
8

perilaku masyarakat untuk hidup berdasarkan PHBS. Tenaga kesehatan masyarakat telah mempunyai bekal yang cukup untuk dikembangkan dan pada waktunya disumbangkan kepada masyarakat dimana mereka bekerja. Dalam mewujudkan PHBS secara terencana, tepat berdasarkan situasi daerah maka diperlukan pemahaman dan tahapan sebagai berikut : a. Memperkenalkan kepada masyarakat gagasan dan teknik perilaku Program promosi Hygiene Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yang merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit diare melalui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat secara meluas. Program ini dimulai dari apa yang diketahui, diinginkan, dan dilakukan masyarakat. Perencanaan suatu program promosi hygiene untuk masyarakat dilakukan berdasarkan jawaban atau pertanyaan diatas atau bekerjasama dengan pihak yang terlibat, untuk itu diperlukan pesan-pesan sederhana, positif, menarik yang dirancang untuk dikomunikasikan lewat sarana lokal seperti poster, leaflet. b. Mengidentifikasikan perubahan perilaku masyarakat, dalam tahap ini akan dilakukan identifikasi perilaku beresiko melalui pengamatan terstruktur. Sehingga dapat ditentukan cara pendekatan baru terhadap perbaikan hygiene sehingga diharapkan anak-anak terhindar dari lingkungan yang terkontaminasi. Memotivasi perubahan perilaku masyarakat, langkahlangkah untuk memotivikasi orang untuk mengadopsi perilaku hygiene termasuk ; Memilih beberapa perubaha perilaku yang diharapkan dapat diterapkan Mencari tahu apa yang dirasakan oleh kelompok sasaran mengenai perilaku tersebut melalui diskusi terfokus, wawancara dan melalui uji coba perilaku Membuat pesan yang tepat sehingga sasaran mau melakukan perubahan perilaku Menciptakan sebuah pesan sederhana, positif, menarik berdasarkan apa yang disukai kelompok sasaran Merancang paket komunikasi. Merancang program komunikasi, pada tahap ini telah dapat menentukan perubahan perilaku dan menempatkan pesan dengan tepat dengan memadukan semua informasi yang telah dikumpulkan, selanjutnya dikomunikasikan dengan dukungan seperti audio visual (video, film), oral (radio), cetak (poster, leaflet), visual (flip charts).

Sasaran PHBS tidak hanya terbatas tentang hygiene, namun harus lebih komprehensif dan luas, mencakup perubahan lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosialbudaya masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang berwawasan kesehatan dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan fisik seperti sanitasi dan hygiene perorangan, keluarga dan masyarakat, tersedianya air bersih, lingkungan perumahan, fasilitas mandi, cuci dan kakus (MCK) dan pembuangan sampah serta limbah. Lingkungan biologi adalah flora dan fauna. Lingkungan sosial-budaya seperti pengetahuan, sikap perilaku dan budaya setempat yang berhubungan dengan PHBS. Perubahan terhadap lingkungan memerlukan intervensi dari tenaga kesehatan terutama Tenaga Kesehatan Masyarakat yang mempunyai kompetensi sehingga terciptanya lingkungan yang kondusif dalam Program Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan menuju masyarakat sejahtera. Kondisi umum kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan manajemen kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang diperkuat dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling, telah didirikan di hampir seluruh wilayah Indonesia.

10

BAB III HASIL TINJAUAN LAPANGAN

Kota Bekasi terkenal dengan kesemrawutan lalu lintas dan kemacetan yang terjadi setiap hari. Juga padatnya lahan perumahan dan pertokoan. Bantargebang yang bermasalah sebagai TPA sampah warga DKI Jakarta, padahal Bantar Gebang bisa dibilang menjadi urat nadi perekonomian kota. Kota Bekasi menjadi kota yang super sibuk karena selain harus melayani warga dari daerah sendiri juga dari wilayah-wilayah yang mengelilinginya seperti DKI Jakarta, kabupaten Bogor, dan kabupaten Bekasi. Usianya sebagai kota otonom memang belum lama, baru lima tahun pada 10 Maret 2002. Sebelumnya Kota Bekasi berstatus sebagai Kecamatan Bekasi yang kemudian menjadi kota administratif (Kotif) tahun 1982 di bawah Kabupaten Bekasi. Perkembangan Kota Bekasi sudah terlihat sewaktu masih berstatus sebagai kecamatan dan kota administratif. Jumlah penduduk Bekasi kian membengkak karena migrasi penduduk dari luar. Misalnya pada tahun 2000 laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi yang 5,18 persen, sebanyak 3,68 persennya adalah laju pertumbuhan migrasi. Sayangnya penyebaran penduduk tidak merata di seluruh wilayah. Lahan permukiman di wilayah seluas 21.049 hektar ini terkonsentrasi di beberapa kecamatan bekas kotif seperti Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Bekasi Barat dan Bekasi Timur. Di kecamatan-kecamatan tersebut hampir tidak ada lahan kosong. Total tanah Bekasi yang sudah terbangun seluas 10.773 hektar dengan 90 % berupa permukiman. Sisanya untuk industri dan perdagangan dan jasa masing-masing 4 dan 3 %. Lahan untuk pendidikan dan pemerintahan dan bangunan umum masing-masing 2 dan 1 %. Dan kecamatan Bantar Gebang dilupakan sebagai pusat industri di wilayah ini. Selama ini Kota Bekasi memang lebih menonjol dengan sektor properti khususnya perumahan. Sejak tahun 2001 wilayah administrasi Kota Bekasi terbagi menjadi 10 kecamatan yang terdiri dari 52 kelurahan. Jumlah dan pertumbuhan penduduk sejak awal tahun 2000-an pertumbuhan penduduk Kota Bekasi mengalami sedikit penurunan dibandingkan periode tahun 1990-an. Pada awal tahun 1990-an laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi masih sekitar 6,29% sedangkan pada awal tahun 2000 menjadi 5,19% dan pada tahun 2003 sebesar 4,79%, namun demikian
11

persebaran penduduk di Kota Bekasi masih belum merata. Dengan jumlah penduduk Kota Bekasi pada tahun 2003 mencapai 1.845.005 jiwa yang terdiri dari 930.143 jiwa penduduk laki-laki dan 914.862 jiwa penduduk perempuan, sebagian besar adalah penduduk di kecamatan Bekasi Utara. Padahal kecamatan yang terluas wilayahnya adalah kecamatan Bantar Gebang. Jumlah penduduk dikecamatan Bekasi Utara sebesar 236.303 jiwa kemudian kecamatan Pondok Gede sebesar 232.110 jiwa. Sementara Kecamatan Jati Sampurna memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu 103.952 jiwa. Sumber air bersih untuk daerah pelayanan Kota Bekasi berasal dari sumber air permukaan. Ada lima unit Instalasi Pengolahan Air di lima kecamatan di Kota Bekasi. Kapasitas produksi dari kelima unit IPA yang ada sebesar 1.065 liter/detik. Layanan sanitasi yang saat ini diberikan kepada masyarakat baru berupa layanan penyedotan lumpur tinja di septik tank milik masyarakat yang dilakukan melalui truk tinja milik Pemda serta truk tinja milik swasta. Tingkat pelayanan yang saat ini sudah dicapai dengan bantuan swasta telah mencapai rata-rata 40%. Lumpur tinja yang berasal dari septik tank masyarakat disedot dan diangkut menggunakan truk tinja (Vacuum) milik Sub Dinas Kebersihan, DPU Kota Bekasi serta truk tinja milik swasta. Di Kota Bekasi terdapat 11 unit truk tinja milik Subdin Kebersihan DPU Kota Bekasi, serta 21 unit truk tinja milik swasta. Pengolahan akhir tinja di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang berlokasi di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang. Kapasitas IPLT 115 m3/hari. Secara fisik kondisi prasarana masih belum lengkap, antara lain : pompa lumpur, bar screen dan screen chamber, dan pagar pengaman. IPLT belum beroperasi penuh karena masih dalam penyelesaian. Wilayah Kota Bekasi dialiri 5 (lima) sungai utama yaitu Kali Cakung, Kali Bekasi, Kali Sunter, Kali Cikeas, Kali Cileungsi beserta anak-anak sungainya. Sungai-sungai tersebut berfungsi sebagai drainase utama/primer (drainase makro). Kelima sungai tersebut mempunyai daerah tangkapan air yang cukup luas dengan muara ke arah utara dan berakhir di Laut Jawa. Sistem drainase Kota Bekasi saat ini mencakup wilayah seluas kurang lebih 9.035 hektar atau 43% dari luas wilayah kota. Terdapat saluran penerus/sekunder dari pusat daerah tangkapan dalam kota ke badan air penerima dengan lebar dan kedalaman saluran bervariasi. Kondisi sistem drainase yang ada telah banyak yang rusak dan kurang terpelihara. Akibat dari kondisi yang ada, maka genangan menjadi masalah utama di Kota Bekasi dengan

12

luas genangan sekitar 58,5 hektar yang tersebar di 27 lokasi. Genangan yang terjadi di Kota Bekasi disebabkan oleh: 1. Adanya hambatan saluran air dari arah selatan ke utara oleh: Jalan tol Kalimalang Jalan Kereta Api Selokan/gorong-gorong yang ada saat ini kapasitasnya sudah tidak memenuhi lagi. 2. Faktor alamiah saluran itu sendiri karena terjadi penggerusan dan terbawanya material saluran oleh aliran air, sehingga terjadi pedangkalan dan sedimentasi yang mengakibatkan terjadinya penyempitan dimensi saluran drainase. 3. Faktor pola perilaku masyarakat yang membuang sampah ke dalam saluran drainase dan pembangunan fisik yang tidak memperhatikan garis sempadan saluran menyebabkan penyumbatan dan kerusakan saluran drainase. 4. Adanya pengembangan wilayah kota yang mengubah tata guna lahan mengakibatkan bertambahnya debit air di saluran. Luapan/genangan terjadi karena pertambahan debit tersebut tidak disertai dengan perencanaan ulang saluran drainase eksisting. DAMPAK TPST BAGI MASYARAKAT SEKITARNYA Pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan Bantar Gebang merupakan daya tarik tersendiri bagi penduduk daerah lain. Hal ini terutama disebabkan oleh banyaknya perusahaaan perusahaan yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. Jumlah penduduk Kecamatan Bantar Gebang pada tahun 1997 adalah 68.255 jiwa dan pada tahun 1998 meningkat menjadi 70.559 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak adalah desa Bantar Gebang, Mustika Jaya, dan Pedurenan sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 terjadi peningkatan urbanisasi yang cukup signifikan. Gejala ini juga diikuti oleh terdapatnya peningkatan jumlah pendatang yang mendirikan perumahan liar di sekitar TPST. Kondisi lingkungan yang buruk berpengaruh pada kesehatan penduduk khususnya anak-anak yang diperlihatkan dengan penampilan yang tidak sehat. Hal ini diperburuk lagi dengan keikut sertaan anak-anak membantu orang tuanya memilah sampah berupa plastik, botol, kaca, kain,

13

dan benda-benda lain yang memiliki nilai tukar yang cukup berarti. Berdasarkan harian Republika 5 Oktober 1999 penyakit yang diderita oleh penduduk di sekitar TPST Bantar Gebang adalah Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), penyakit gigi, infeksi kulit, anemia, diare, disentri, pneumonia, dan infeksi telinga. DAMPAK TPST BAGI LANGKUNGAN SEKITARNYA Gunung sampah itu semakin hari semakin meninggi. Mobil-mobil pengangkut sampah tak henti hentinya berlalu-lalang keluar masuk lokasi pembangunan sampah di Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi. Semenjak puluhan tahun silam, sampah bagi masyarakat di sekitar TPST Bantar Gebang telah menjadikan segalanya berubah. Dari sudut ekonomi, tak sedikit juga masyarakat yang diuntungkan dari beroperasinya TPST Bantar Gebang. Sebaliknya, tak sedikit warga yang merasa dirugikan. Bahkan, jika dilihat dari sudut kesehatan, sudah barang tentu tidak ada yang merasa diuntungkan. Warga Ciketing Udik RW. 05 salah satu contohnya. Kampung yang jaraknya hanya kurang lebih 150 meter dari lokasi TPST ini sejak beberapa bulan terakhir mengeluhkan air dari sumur rumahnya tidak bersih lagi. Menurut warga setempat, hal ini diakibatkan rembesan air yang berasal dari gunung sampah di TPST. Rembesan itu mengkontaminasi air tanah, yang juga banyak digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masih dari Desa Ciketing Udik, sejak bertahun-tahun lalu warga sudah merasa was-was akan bahaya sampah terhadap kesehatan masyarakat. Menurut masyarakat setempat, banyak diantara warga Ciketing Udik menderita batuk-batuk, gatal-gatal, penyakit kulit, dan muntaber. Lain halnya permasalahan yang dihadapi masyarakat RT. 02 dari kelurahan yang sama. Masyarakat yang didominasi petani padi ini selama tiga tahun terakhir mengeluhkan menurunnya hasil padinya setiap kali panen. Kami nyaris gagal panen karena adanya lalat dan hama yang ditimbulkan sampah tersebut, kata Tacin Ketua RT 02 Kelurahan Ciketing Udik. Tacin mengaku mulai menyadari imbas dari keberadaan TPST Bantar gebang di wilayahnya. Ia mencontohkan, air yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga, mulai berbeda dari biasanya. Kalau pagi menuangkan air ke dalam gelas ada kotoran yang berasal dari airnya, kami khawatir itu akan menjadi sebuah dampak yang tidak baik, kemungkinan bisa menimbulkan penyakit, imbuh Tacin.

14

Hal senada dilontarkan salah seorang tokoh masyarakat Ciketing Udik yang menyatakan masyarakat di kampungnya mulai tidak tenang dengan situasi seperti ini. Masyarakat menuntut kebijakan pemerintah agar TPST Bantar gebang ditutup secara total. Adapun dana kompensasi sebesar Rp 50.000 per bulan, direalisasikan dalam bentuk bangunan fisik, seperti masjid. Kalau enggak begitu pasti akan timbul benturan. Karena jangankan warga yang dekat dengan TPST, yang jauh juga ingin menikmatinya, katanya. permasalahan yang dihadapi masyarakat di sekitar TPST Bantar Gebang tidak hanya berhenti sampai disini. Tatkala musim hujan datang, warga semakin was-was akan bahaya longsor. Pasalnya, tanah yang menjadi medan tumpukan sampah tak mampu lagi menahan air hujan. Tatkala musim kemarau, sampah akan terbakar dengan sendirinya karena sampah yang berbentuk plastik dan bahan kimia mudah terbakar bila terkena sorotan matahari, tutur Sukara warga Sumur Batu, Bantar Gebang salah seorang pemulung yang berasal dari Indramayu. Kalau tidak ditutup dengan tanah pasti akan terjadi kebakaran karena kebakaran ini sering terjadi, walau pun demikian itu tidak akan aman karena kalau musim hujan saya khawatir akan longsor, tidak ada kekuatan yang menahan sampah-sampah tersebut, lanjut pemulung yang sudah beraktifitas selama tiga tahun di TPST Bantar Gebang ini. Di tempat terpisah, pihak kelurahan Ciketing Udik, Anen Samsudin menyatakan, keluhan warga Kelurahan Ciketing Udik merupakan hal yang wajar. Namun, ia meminta semua pihak untuk duduk bersama agar hal tersebut dapat dimusyawarahkan, sehingga aspirasi masyarakat dapat tertampung, dan kedepannya pengelolaan sampah di TPST tidak merugikan siapapun, Masalah dana kompensasi juga perlu dikedepankan untuk mencapai kesepakatan apakah nantinya dana itu fifty-fifty untuk dibagikan langsung berupa dana kompensasi dan pembangunan fisik? itu perlu dimusyawarahkan karena itu merupakan hak warga, agar semua pihak merasa diuntungkan, komentar Anen Samsudin, Sementara, pemerintah kota Bekasi menekankan perlunya orang-orang yang ahli untuk menangani pengelolaan sampah di TPST Bantar Gebang secara profesional. Karena, tak mudah untuk mengatasi masalah sampah yang sudah menggunung itu tanpa teknologi yang canggih.

15

Bagaiman caranya dengan teknologi canggih bisa mengatasi masalah tumpukan sampah yang sudah menggunung? Tapi masalahnya, tumpukan sampah di TPST Bantar Gebang sudah sulit dipisahkan antara jenis organik dan non organik, seperti di Bali, agar bisa dikelola dengan baik, dan tidak terjadi penumpukan seperti di TPST Bantar Gebang.

16

BAB IV PEMBAHASAN

A. Masalah Kesehatan Masyarakat di Indonesia Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak antara lain: anemia pada ibu hamil, kekurangan kalori dan protein pada bayi dan anak-anak, GAKY terutama didaerah endemic, kekurangan vitamin A pada anak, anemia pada kelompok mahasisiwa, anak-anak usia sekolah, masih tingginya angka BBLR, serta bagaimana mempertahankan dan meningkatkan cakupan imunisasi. Permasalahan tersebut harus ditangani secara sungguhsungguh karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang. Perubahan masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai macam transisi kesehatan berupa transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi perilaku. Transisi kesehatan ini pada dasarnya telah menciptakan sebab ganda (double burden) masalah kesehatan. 1. Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia harapan hidup yang meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut sermentara masalah bayi dan BALITA tetap menggantung. 2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit menular yang belum pupus ditambah dengan penyakit tidak menular yang meningkat dengan drastis. 3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi lebih. 4. Tansisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional menjadi modern yang cenderung membawa risiko. Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi gangguan kesehatan yang ditandai dengan adanya perasaaan terganggu fisik, mental dan spiritual. Gangguan pada lingkungan juga merupakan masalah kesehatan karena dapat memberikan gangguan kesehatan atau sakit. Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit

17

diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran, peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang perlu mendapatkan upaya promosi kesehatan. Dengan adanya tantangan seperti tersebut di atas maka diperlukan suatu perubahan paradigma dan konsep pembagunan kesehatan. Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan antara lain: a. Masih tingginya disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi. b. Status kesehatan penduduk miskin masih rendah. c. Beban ganda penyakit. Dimana pola penyakit yang diderita oleh masyarakat adalah penyakit infeksi menular dan pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular, sehingga Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burden) d. Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih rendah. e. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya tidak merata. f. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat. g. Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah. h. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya kondisi kesehatan lingkungan juga berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Kesehatan lingkungan merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan. i. Lemahnya dukungan peraturan perundang-undangan, kemampuan sumber daya manusia, standarisasi, penilaian hasil penelitian produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik, produk terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan sistem informasi. B. Strategi Paradigma Kesehatan Paradigma berkembang sebagai hasil sintesa dalam kesadaran manusia terhadap informasi-informasi yang diperoleh baik dari pengalaman ataupun dari penelitian. Dalam
18

perkembangan kebijaksanaan pembangunan kesehatan maka memasuki era reformasi untuk Indonesia baru telah terjadi perubahan pola pikir dan konsep dasar strategis pembangunan kesehatan dal;am bentuk paradigma sehat. Sebelumnya pembangunan kesehatan cenderung menggunakan paradigma sakit dengan menekankan upaya-upaya pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat Indonesia. Perubahan paradigma kesehatan dan pengalaman kita dalam menangani masalah kesehatan di waktu yang lalu, memaksa kita untuk melihat kembali prioritas dan penekanan program dalam upaya meningkatkan kesehatan penduduk yang akan menjadi pelaku utama dan mempertahankan kesinambungan pembangunan. Untuk membentuk manusia Indonesia menjadi sumber daya manusia sehat-produktifkreatif, kita harus berfikir dan agak berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang. Kita perlu re-orientasi dalam strategi dan pendekatan. Pembangunan penduduk yang sehat tidak bisa dilakukan melalui pengobatan yang sedikit saja. Perubahan paradigma dan re-orientasi mendasar yang perlu dilakukan adalah paradigma atau konsep yang semula menekankan pada penyembuhan penyakit berupa pengobatan dan meringankan beban penyakit diubah ke arah upaya peningkatan kesehatan dari sebagian besar masyarakat yang belum jatuh sakit agar bias lebih berkontribusi dalam pembangunan. C. Konsep Baru Tentang Makna Sehat Konsep sakit-sehat senantiasa berubah sejalan dengan pengalaman kita tentang nilai, peran penghargaan dan pemahaman kita terhadap kesehatan. Dimulai pada zaman keemasan yunani bahwa sehat itu sebagai virtue, sesuatu yang dibanggakan sedang sakit sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat. Filosofi yang berkembang pada saat ini adalah filosofi Cartesian yang verorientasi pada kesehatan fisik semata-mata yang menyatakan bahwa seseorang disebut sehat bila tidak ditemukan disfungsi alat tubuh. Mental dan roh bukan urusan dokter-dokter melainkan urusan agama. Setelah ditemukan kuman penyebab penyakit batasan sehat juga berubah. Seseorang disebut sehat apabila setelah diadakan pemeriksaan secara seksama tidak ditemukan penyebab penyakit. Tahun lima puluhan kemudian definisi sehat WHO mengalami perubahan seperti yang tertera dalam UU kesehatan RI No.23 tahun 1992 telah dimasukkan unsure hidup produktif social dan ekonomi. Definisi terkini yang dianut di beberapa negara maju
19

seperti Canada yang mengutamakan konsep sehat produktif. Sehat adalah sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara produktif. 1. Paradigma Baru Kesehatan setelah tahun 1974 terjadi penemuan bermakna dalam konsep sehat serta memiliki makna tersendiri bagi para ahli kesehatan masyarakat di dunia tahun 1994 dianggap sebagai pertanda dimulainya era kebangkitan kesehatan masyarakat baru, karena sejak tahun 1974 terjadi diskusi intensif yang berskala nasional dan internasional tentang karakteristik, konsep dan metode untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Setelah deklarasi Alma Ata HFA-Year 2000 (1976), pertemuan Mexico (1990) dan Saitama (1991) para ahli kesehatan dan pembuat kebijakan secara bertahap beralih dari orientasi sakit ke orientasi sehat. Perubahan tersebut antara lain disebabkan oleh: a. Transisi epidemiology pergeseran angka kesakitan dan kematian yang semula disebabkan oleh penyakit infeksi ke penyakit kronis, degeneratif dan kecelakaan. b. Perubahan konsep dari Cartesian ke holistic filosofi. c. Batasan tentang sehat dari keadaan atau kondisi ke alat/sarana. Makin jelasnya pemahaman kita tentang factor-faktor yang mempengaruhi kesehatan penduduk. Balonde (1974) dan diperkuat oleh Hendrik L. Blum (1974) dalam tulisannya secara jelas mengatakan bahwa status kesehatan penduduk bukanlah hasil pelayanan medis semata-mata. Akan tetapi factor-faktor lain seperti lingkungan, perilaku dan genetika justru lebih menentukan terhadap status kesehatan penduduk, dimana perubahan pemahaman dan pengetahuan tentang determinan kesehatan tersebut, tidak diikuti dengan perubahan kebijakan dalam upaya pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti membuat peraturan perundang-undangan yang penting dalam Undang-undang kesehatan No.23 tahun 1992 terutama yang berkaitan dengan upaya promotif dan preventif sebagaimana tujuan program kesehatan dalam GBHN. 2. Upaya Kesehatan Program kesehatan yang mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dalam jangka panjang dapat menjadi bumerang terhadap program kesehatan itu sendiri, maka untuk menyongsong PJP-II program kesehatan yang diperlukan adalah program kesehatan yang lebih efektif yaitu program kesehatan yang mempunyai model-model pembinaan kesehatan (Health Developmenn Model) sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang
20

diharapkan mampu menjawab tantangan sekaligus memenuhi PJP-II. Model ini menekankan pada upaya kesehatan dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Mempersiapkan bahan baku sumber daya manusia yang berkualitas untuk 20-25 tahun mendatang. b. Meningkatkan produktivitas sumber daya manusia yang ada. c. Melindungi masyarakat luas dari pencemaran melalui upaya promotif-preventif-protektif dengan pendekatan pro-aktif. d. Memberi pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit. e. Promosi kesehatan yang memungkinkan penduduk mencapai potensi kesehatannya secara penuh (Peningkatan vitalitas). Penduduk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit. f. Pencegahan penyakit melalui imunisasi: bumil, bayi, anak, dan juga melindungi masyarakat dari pencemaran. g. Pencegahan, pengendalian, penanggulangan pencemaran lingkungan serta perlindungn masyarakat terhadap pengaruh lingkungan buruk (melalui perubahan perilaku) h. Penggerakan peran serta masyarakat. i. Penciptaan lingkungn yang memungkinkan masyarakat dapat hidup dan bekerja secara sehat. j. Pendekatan multi sector dan inter disipliner. k. Pengembangan kebijakan yang dapat memberi perlindungan pada kepentingan kesehatan masyarakat luas (tidak merokok di tempat umum). l. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan desar bagi yang sakit. Upaya kesehatan seperti tersebut diatas tidak lain merupakan bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya pencegahan. 3. Kebijakan kesehatan baru perubahan paradigma kesehatan yang kini lebih menekankan pada upaya promotif-preventif dbandingkan dengan upaya kuratif dan rehabilitatif diharapkan merupakan titik balik kebijakan Depkes dalam menangani kesehatan penduduk yang berarti program kesehatan yang menitik beratkan pada pembinaan kesehatan bangsa bukan sekedar
21

penyembuhan penyakit. Thomas Kuha menyatakan bahwa hampir setiap terobosan baru perlu didahului dengan perubahan paradigma untuk merubah kebiasaan dan cara berpikir yang lama. Upaya kesehatan di masa daaing harus mampu menciptakan dan menghasilkan SDM Indonesia yang sehat produktif sehingga obsesi upaya kesehatan harus dapat mengantarkan setiap penduduk memiliki status kesehatan yang cukup. 4. Konsekuensi implikasi dari perubahan paradigma perubahan paradigma kesehatan apabila dilaksanakan dapat membawa dampak yang cukup luas. Hal itu disebabkan karena pengorganisasian upaya kesehaan yang ada, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, adalah merupakan wahana dan sarana pendukung dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya penyembuhan penyakit, maka untuk mendukung terselenggaranya paradigma sehat yang berorientasi pada upaya promotif-preventif proaktif, community centered, partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat, maka semua wahana tenaga dan sarana yang ada sekarang perlu dilakukan penyesuaian atau bahkan reformasi termasuk reformasi kegiatan dan program di pusat penyuluhan kesehatan. 5. Indikator Kesehatan Indicator-indikator kesehatan yang digunakan dewasa ini yaitu IMR, CDR, One Expectancy, masih cocok disebut sebagai indicator kesehatan penduduk. Untuk mengukur status kesehatan penduduk yang tepat digunakan adalah indicator positif, bukan hanya indicator negatif (sakit,mati) yang dewasa ini masih dipakai. WHO menyarankan agar sebagai indicator kesehatan penduduk harus mengacu pada empat hal sebagai berikut: a. Melihat ada tidaknya kelainan patosiologis pada seseorang. b. Mengukur kemampuan fisik. c. Penilaian atas kesehatan sendiri. d. Indeks massa tubuh. 6. Tenaga kesehatan peranan dokter, dokter gigi, perawat dan bidan dalam upaya kesehatan yang menekankan penyembuhan penyakit adalah sangat penting. Pengelolaan upaya kesehatan dan pembinaan bangsa yang sehat memerlukan pendekatan holistic yang lebih luas, menyeluruh, dan dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif dan tidak individual. Tenaga kesehatan harus mampu mengajak, memotifasi dan memberdayakan masyarakat, mampu melibatkan kerjasama lintas sektoral, mampu mengelola system pelayanan kesehatan

22

yang efisien dan efektif, mampu menjadi pemimpin, pelopor, pembinan dan teladan hidup sehat. 7. Pemberdayaan masyarakat, dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat yang sangat penting adalah bagaimana mengajak dan menggairahkan masyarakat untuk dapat tertarik dan bertanggungjawab atas kesehatan mereka sendiri dengan memobilisasi sumber dana yang ada pada mereka. 8. Kesehatan dan Komitmen Politik. Masalah kesehatan pada dasarnya adalah masalah politik oleh karena itu untuk memecahkan masalah kesehatan diperlukan komitmen politik. Dewasa ini masih terasa adanya anggapan bahwa unsur kesehatan penduduk tidak banyak berperan terhadap pembangunan social ekonomi. Para penentu kebijakan banyak beranggapan sector kesehatan lebih merupakan sector konsumtif ketimbang sektor produktif sebagai penyedia sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga apabila ada kegoncangan dalam keadaan ekonomi negara alokasi terhadap sector ini tidak akan meningkat. D. Strategi dan Sasaran Utama Pembangunan Kesehatan Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah. Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan di tengah beban dan permasalahan kesehatan yang semakin pelik, dibutuhkan strategi jitu untuk menghadapinya. Dalam mengatasi masalah kesehatan dapat digunakan beberapa strategi utama, antara lain: 1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat. Sasaran utama strategi ini adalah seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat serta seluruh keluarga sadar gizi. 2. Meningkatkan akses masyarakat tehadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sasaran utama strategi ini adalah, setiap orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, setiap bayi, anak, dan kelompok masyarakat risiko tinggi terlindungi dari penyakit, di setiap desa tersedia SDM kesehatan yang kompeten, di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar, setiap Puskesmas dan jaringannya dapat menjangkau dan dijangkau seluruh masyarakat di wilayah kerjanya, pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar mutu. 3. Meningkatkan sistem surveillans, monitoring dan informasi kesehatan.
23

Sasaran utama dari strategi ini adalah setiap kejadian penyakit terlaporkan secara cepat kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat, setiap kejadian luar biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan masyarakat, semua ketersediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat, terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar kesehatan, dan berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh Indonesia. 4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan. Sasaran utama dari strategi ini adalah pembangunan kesehatan memperoleh prioritas penganggaran pemerintah pusat dan daerah, anggaran kesehatan pemerintah diutamakan untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan, dan terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama bagi rakyat miskin. Strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah : 1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atau akan diselenggarakan harus memiliki wawasan kesehatan. Artinya program pembangunan nasional tersebut harus memberikan kontribusi yang positif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap dua hal. Pertama, terhadap pembentukkan lingkungan sehat. Kedua, terhadap pembentukkan peilaku sehat. Adalah amat diharapkan setiap program pembangunan yang diselenggarakan di Indonesia dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap terbentuknya lingkungan dan perilaku sehat tersebut. Sedangkan secara mikro, semua kebijakan pembangunan kesehatan yang sedang dan atau akan diselenggarakan harus dapat makin mendorong meningkatnya derajat kesehatan seluruh anggota masyarakat. Jika diketahui pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tersebut akan lebih efektif dan efisien jika dilaksanakn melalui upaya promotif dan preventif, bukan upaya kuratif dan rehabilitatif, maka seyogyanyalah kedua pelayanan yang pertaama tersebut dapat lebih diutamakan. Untuk terselengggaranya pembangunan berwawasan kesehatan perlu dilaksanankan kegiatan sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan sehingga semua pihak yang terkait (stakeholders) memahami dan mampu melaksanakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Selain itu, perlu pula dilakukan kegiatan penjabaran lebih lanjut dari konsep tersebut sehingga benar benar menjadi operasional serta terukur segala pencapaian dan dampak yang dihasilkan.
24

2. Profesionalisme Profesionalisme dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika. Untuk terselenggaranya pelayanan yang bermutu, perlu didukung oleh penerapan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran. Untuk terwujudnya pelayanan kesehatan yang seperti ini, jelaslah pengembangan sumber daya manusia kesehatan dipandang mempunyai peranan yang amat penting. Pelayanan kesehatan profesional tidak akan terwujud apabila tidak didukung oleh tenaga pelaksana, yakni sumber daya manusia kesehatan yang mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi. Lebih dari itu, untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, perlu pula didukung oleh penerapan nilau-nilai moral dan etika profesi yang tinggi. Untuk terwujudnya pelayanan kesehatan yang seperti ini, semua tenaga kesehatan dituntut untuk selalu menjunjung tinggi sumpah dan kode etik profesi. Pelaksanaan perilaku yang dituntut dari tenaga kesehatan seperti diatas perlu dipantau secara berkala melalui kerjasama dengan berbagai organisasi profesi. Untuk terselenggaranya strategi profesionalisme akan dilaksanakan penentuan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasarkan kompetensi, akreditasi dan legislasi tenaga kesehatan, serta kegiatan peningkatan kualitas lainnya. 3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Untuk memantapkan kemandirian masyarakat dalam pola hidup sehat, perlu digalang peran serta masyarakat yang seluas-luasnya, termasuk peran serta dalam pembiayaan. JPKM yang pada dasarnya merupakan penataan sub sistem pembiayaan kesehatan dalam bentuk mobilisasi sumber dana masyarakat, adalah wujud nyata dari peran serta masyarakat tersebut, yang apabila berhasil dilaksanakan akan mempunyai peranan yang besar pula dalam turut mempercepat pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan. Dalam konteks penataan sub sistem pelayanan kesehatan, strategi JPKM akan lebih mengutamakan pelayanan promotif dan preventif, yang apabila berhasil dilaksanakan, dinilai lebih efektif dan efisien dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan di samping berpengaruh positif pula dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Untuk terselenggaranya strategi tersebut akan dilaksanakan sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan untuk semua pihak yang terkait sehingga mereka memahami konsep dan program JKPM. Selain itu, akan dikembangkan pula peraturan perundang-undangan, pelatihan Badan Pelaksana JPKM, dan pengembangan unit pembina JPKM agar strategi JPKM dapat terlaksana dengan baik. 4. Desentralisasi
25

Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing daerah. Desentralisasi yang inti pokoknya adalah pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur sistem pemerintahan dan rumah tangga sendiri memang dipandang lebih sesuai untuk pengelolaan berbagai pembangunan nasional pada masa mendatang. Tentu saja untuk keberhasilan desentralisasi ini berbagai persiapan perlu dilakukan, termasuk yang terpenting adalah persiapan perangkat organisasi serta sumber daya manusianya. Untuk terselenggarnya desentralisasi akan dilakukan kegiatan analisa dan penentuan peran pemerintah pusat dan daerah dalam bidang kesehatan, penentuan kegiatan upaya kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, analisa kemampuan daerah, pengembangan sumber daya manusia daerah, pelatihan, penempatan kembali tenaga dan lain-lain kegiatan sehingga strategi desentralisasi dapat terlaksana secara nyata. Adapun sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2007 diarahkan untuk mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat, terutama penduduk miskin, terhadap pelayanan kesehatan yang antara lain tercermin pada beberapa indikator sebagai berikut: a. Meningkatnya proporsi keluarga yang berperilaku hidup bersih dan sehat b. Meningkatnya proporsi keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih c. Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih d. Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal e. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke Puskesmas f. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke rumah sakit g. Meningkatnya cakupan imunisasi h. Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria, demam berdarah dengue (DBD), tuberkulosis paru, diare, dan HIV/AIDS i. Menurunnya prevalensi kurang gizi pada balita j. Meningkatnya pemerataan tenaga kesehatan k. Meningkatnya ketersediaan obat esensial nasional
26

l. Meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga, produk komplemen dan produk pangan m. Meningkatnya penelitian dan pengembangan tanaman obat asli Indonesia n. Meningkatnya jumlah peraturan dan perundang-undangan di bidang pembangunan kesehatan yang ditetapkan o. Meningkatnya jumlah penelitian dan pengembangan di bidang pembangunan kesehatan. Berdasarkan Peraturan Presiden No.7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, telah ditetapkan bahwa sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2009 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pencapaian sasaran tersebut tercermin dari indikator dampak pembangunan kesehatan, yaitu : 1. Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun 2. Menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup 3. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup 4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak anak balita dari 25,8 % menjadi 20%.

Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan telah bertekad untuk menjunjung tinggi nilai-nilai sebagai berikut: 1. Berpihak pada Rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan akan selalu berpihak pada rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap

27

orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan agama, dan status sosial ekonomi. 2. Bertindak cepat dan tepat. Dalam mengatasi masalah kesehatan, apalagi yang bersifat darurat harus dilakukan secara cepat. Tindakan yang cepat juga harus diikuti dengan pertimbangan yang cermat, sehingga dapat mengenai sasaran dengan intervensi yang tepat. 3. Kerjasama tim Dalam mengemban tugas-tugas pembangunan kesehatan, harus dibina kerja tim yang utuh dan kompak, dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisme 4. Integritas tinggi. Dalam melakasanakan tugas, semua anggota Departemen Kesehatan harus memiliki ketulusan hati, kejujuran, berkepribadian yang teguh, dan bermroral tinggi. 5. Transparan dan akuntabilitas Semua kegiatan pembangunan kesehatan yang diselenggarakaan oleh Departemen Kesehatan, harus dilaksanakan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan dan depertanggungugatkan kepada publik.

28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Paradigma sehat merupakan suatu strategi baru pembangunan kesehatan yang memandang masalah kesehatan sebagai suatu variable kontinyu, direncanakan dalam suatu system desentralisasi, dengan kegiatan pelayanan yang senantiasa bersifat promotif untuk mengentaskan kesehatan masyarkat, oleh tenaga kesehatan professional bersama masyarakat yang partisipatif. Selain itu, dalam paradigma sehat ini pengukuran derajat kesehatan masyarakat tidak semata-mata dilihat dari penurunan kesakitan/kematian (dengan memakai indicator negatif), tetapi lebih ditekankan pada pencapaian hasil peningkatan pada angka kesehatan (indicator Positif). Nilai indicator positif ini diperoleh sebagai dampak dari upaya kesehatan promotif yang telah dilaksanakan oleh tenaga kesehatan professional dan didukung besarnya penempatan biaya upaya promotif yang sesuai. Paradigma sehat mempunyai orientasi dimana upaya peningkatan kesehatan masyarakat dititik beratkan pada: 1. Promosi kesehatan, peningkatan vatalitas penduduk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit melalui olah raga, fitness dan vitamin. 2. Pencegahan penyakit melalui imunisasi pada ibu hamil, bayi dan anak. 3. Pencegahan pengendalian penanggulangan, pencemaran lingkungan serta perlindungan masyarakat terhadap pengaruh buruk (melalui perubahan perilaku). 4. Memberi pengobatan bagi penduduk yang sakit, (15%) melalui pelayanan medis. Paradigma sehat merupakan strategi pembangunan kesehatan untuk semua sehat di tahun 2010, diamana mengarah kepada mempertahankan kondisi sehat dan tidak sakit dan produktif yang dikenal dengan upaya promotif dan preventif daripada upaya kuratif yang hanya menekankan pada upaya penanganan orang-orang sakit.

29

B. SARAN 1. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 2. Komitmen dan kerjasama antara Negara berkembang dengan Negara maju untuk mencapai MDG. 3. Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan karenan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk dalam upaya pembangunan kesehatan khususnya di indonesia. 4. Peningkatan pemberdayakan masyarakat, kerjasama dengan semua pelaku pembangunan kesehatan, khususnya dengan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) di semua jenjang administrasi pemerintahan dalam pembangunan kesehatan. 5. Kebijaksanaan pembangunan kesehatan pada tahap sekarang ini harus diarahkan pada upaya bagaimana membina bangsa yang sehat dan bukan bagaimana menyembuhkan mereka yang sakit.

30

BAB VI PENUTUP

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia tahun 1948 disepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya. Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masayarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah san hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, derajat kesehatan yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan kurangnya kemandirian dalam pembangunan kesehatan. Peran tenaga kesehatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan Tenaga kesehatan masyarakat (Kesmas) merupakan bagian dari sumber daya manusia yang sangat penting perannya dalam pembangunan kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Pembangunan kesehatan dengan paradigma sehat merupakan upaya meningkatkan kemandirian masyarakat dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Peran Tenaga Kesehatan masyarakat dalam merubah perilaku masyarakat menuju hidup bersih dan sehat program promosi perilaku hidup bersih dan sehat yang biasa dikenal PHBS/Promosi Higiene merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit menular yang lain melaui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat luas. Program ini dimulai dengan apa yang diketahui, diinginkan dan dilakukan masyarakat setempat dan mengembangkan program berdasarkan informasi tersebut (Curtis V dkk, 1997; UNICEF, WHO. Bersih, Sehat dan Sejahtera). Program promosi PHBS harus dilakukan secara profesional oleh individu dan kelompok yang mempunyai kemampuan dan komitmen terhadap kesehatan masyarakat serta memahami tentang lingkungan dan mampu melaksanakan komunikasi, edukasi dan menyampaikan informasi secara tepat dan benar yang sekarang disebut dengan promosi kesehatan. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan
31

mampu mengambil bagian dalam promosi PHBS sehingga dapat melakukan perubahan perilaku masyarakat untuk hidup berdasarkan PHBS. Tenaga kesehatan masyarakat telah mempunyai bekal yang cukup untuk dikembangkan dan pada waktunya disumbangkan kepada masyarakat dimana mereka bekerja. Sasaran PHBS tid ak hanya terbatas tentang hygiene, namun harus lebih

komprehensif dan luas, mencakup perubahan lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial-budaya masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang berwawasan kesehatan dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan fisik seperti sanitasi dan hygiene perorangan, keluarga dan masyarakat, tersedianya air bersih, lingkungan perumahan, fasilitas mandi, cuci dan kakus (MCK) dan pembuangan sampah serta limbah. Lingkungan biologi adalah flora dan fauna. Lingkungan sosial-budaya seperti pengetahuan, sikap perilaku dan budaya setempat yang berhubungan dengan PHBS. Perubahan terhadap lingkungan memerlukan intervensi dari tenaga kesehatan terutama Tenaga Kesehatan Masyarakat yang mempunyai kompetensi sehingga terciptanya lingkungan yang kondusif dalam Program Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan menuju masyarakat sejahtera. Setelah menentukan visi pembangunan kesehatan yang ditunjang oleh misi pembangunan kesehatan, untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, maka diperlukan juga suatu strategi khusus dalam mencapai tujuan tersebut. Strategi umum yang dipergunakan dalam rangka menyelenggarakan misi pembangunan kesehatan tersebut, dalam upaya mencapai Visi Indonesia 2010 adalah sebagai berikut: 1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan Secara makro setiap program pembangunan nasional yang diselenggarakan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap terbentuknya lingkungan dan perilaku sehat tersebut. Secara mikro, semua kebijakan pembangunan kesehatan yang sedang dan atau akan diselenggarakan harus dapat makin mendorong meningkatnya derajat kesehatan seluruh anggota masyarakat. Didalam kerangka strategi ini perlu dilakukan kegiatan sosialisasi, orientasi, kampanye, dan advokasi serta pelatihan sehingga semua sektor pembangunan berwawasan kesehatan. 2. Profesionalisme

32

Profesionalisme dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika. Secara terus menerus ditingkatkan profesionalisme para petugas kesehatan serta profesionalisme di bidang manajemen pelayanan kesehatan. Didalam kerangka profesionalisme di bidang kesehatan, dilaksanakan penentuan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasarkan kompetensi, akreditasi dan legislasi tenaga kesehatan, serta peningkatan kualitas lainnya. 3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Untuk memantapkan kemandirian masyarakat dalam pola hidup sehari-hari digalang peran serta masyarakat yang seluas-luasnya termasuk peran serta dalam pembiayaan. JPKM pada dasarnya merupakan penataan sub sistem pembiayaan kesehatan dalam bentuk mobilisasi sumber dana masyarakat, sebagai wujud nyata peran serta masyarakat dalam mempercepat pemerataan dan keterjangkaunan pelayanan kesehatan. Dalam kontek penataan subsistem pelayanan kesehatan, strategi JPKM akan lebih mengutamakan pelayanan promotif dan preventif. 4. Desentralisasi Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing daerah. Untuk keberhasilan desentralisasi ini berbagai persiapan perlu dilakukan termasuk yang terpenting adalah persiapan perangkat organisasi serta sumber daya manusia. Perlu dilakukan analisis dan penentuan peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah bidang kesehatan, penentuan kegiatan upaya kesehatan yang wajib dilakukan oleh daerah, pengembangan sumber daya manusia, pelatihan, penempatan kembali tenaga kesehatan.

33

DAFTAR PUSTAKA

Waskitho. Pengembangan Sistem Kesehatan Masyarakat Indonesia Berbasis Partisipasi Seluruh Masyarakat menghadapi Era Glibalisasi.

http://crackbone.wordpress.com/2010/01/27/pengembangan-sistem-kesehatan masyarakatindonesia-berbasis-partisipasi-seluruh-masyarakat-menghadapi-era globalisasi/. Rabu, 13 Oktober 2010

http://zipoer7.wordpress.com/2009/09/05/upacara-adat-sunda/ http://datastudi.wordpress.com/2009/10/26/konsep-sehat-sakit-dan-penyakit dalam-kontekssosial-budaya/

http://www.dinkesjatengprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=59%3 Aaki&catid=1%3Alatest-ne Sumber : Media Litbang Kesehatan DepKes RI No.2/Vol.XIII/2003

34

Anda mungkin juga menyukai