Sejarah Kebidanan
Sejarah Kebidanan
Sejarah Kebidanan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan nasional maupun internasional terjadi
begitu cepat. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan dan pendidikan
kebidanan merupakan hal yang penting untuk dipelajari dan dipahami oleh petugas kesehatan
khususnya bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik maupun bidan di pelayanan.
Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan dan pendidikan
kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin,
khususnya di negara berkembang dan di negara miskin yaitu sekitar 25-50%.
Mengingat hal diatas, maka penting bagi bidan untuk mengetahui sejarah perkembangan
pelayanan dan pendidikan kebidanan karena bidan sebagai tenaga terdepan dan utama dalam
pelayanan kesehatan ibu dan bayi diberbagai catatan pelayanan wajib mengikuti
perkembangan IPTEK dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau
non formal dan bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui
pendidikan maupun pelatihan serta meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
1.2 TUJUAN
Mempelajari dan memahami sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan
yang terjadi dalam lingkup nasional dan internasional.
2.2 Sejarah Perkembangan Pelayanan Dan Pendidikan Kebidanan Di Indonesia
Perkembangan pendidikan dan pelayanan kebidanan di Indonesia tidak terbatas dari masa
penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan pemerintah dalam pelayanan dan
pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu dan teknologi.
2.2.1 Perkembangan Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi
bidan dalam system pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
kaum perempuan khususnya ibu dan anak.
Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu dan
bayinya. Layanan kebidanan/oleh bidan dapat dibedakan meliputi :
a. Layanan kebidanan primer yaitu layanan yang diberikan sepenuhnya atas tanggung jawab
bidan.
b. Layanan kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim secara
bersama-sama dengan profesi lain dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
c. Layanan kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan tanggung jawab layanan oleh
bidan kepada system layanan yang lebih tinggi atau yang lebih kompeten ataupun pengambil
alihan tanggung jawab layanan/menerima rujukan dari penolong persalinan lainnya seperti
rujukan.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi.
Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (zaman Gubernur Jenderal
Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan, tetapi keadaan
ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan.
Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di
Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer
Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan
pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan
diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851,
dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda
(dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan
bidan.
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan
kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan
kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan
yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta
yang akhirnya dilakukan pula dikota-kota besar lain di nusantara. Seiring dengan pelatihan
tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA).
Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat
yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas
memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas
berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga
berencana.
Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan
masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun
1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok
bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan
kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk.
Pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa melaksanakan
kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan pembinaan pada
Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan
kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang
diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya dengan bidan yang bekerja
di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah
sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di
poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar
operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.
Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang
menekankan pada reproduktive health (kesehatan reproduksi), memperluas area garapan
pelayanan bidan. Area tersebut meliputi :
1. Safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
2. Family Planning.
3. Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi
4. Kesehatan reproduksi remaja
5. Kesehatan reproduksi pada orang tua.
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan
kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami
perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Permenkes tersebut dimulai
dari :
a. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan
normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
b. Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989
wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan
meklaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan dokter. Pelaksanaan dari Permenkes
ini, bidan dalam melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan dokter.
c. Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi dan praktek bidan.
Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan
tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang
tersebut mencakup :
- Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.
- Pelayanan Keluarga Berencana
- Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
d. Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan revisi dari
Permenkes No. 572/VI/1996
Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai
dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya.
Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan
untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam
menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman
serta berdasarkan standar profesi.
Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah,
karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan
akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.
2.2.2 Perkembangan Pendidikan Kebidanan
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan.
Keduanya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan/tuntutan masyarakat akan pelayanan
kebidanan. Yang dimaksud dalam pendidikan ini adalah, pendidikan formal dan non formal.
Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851 seorang
dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di
Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnyah peserta didik yang
disebabkan karena adaanya larangan atatupun pembatasan bagi wanita untuk keluaran rumah.
Pada tahunan 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di rumah sakit
militer di batavia dan pada tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita indo dibuka di Makasar.
Luluasan dari pendidikan ini harus bersedia untuk ditempatkan dimana saja tenaganya
dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang tidak/kurang mampu secara cuma-cuma.
Lulusan ini mendapat tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan.
Kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun 1922).
Tahun 1911/1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ (RSUP)
Semarang dan Batavia. Calon yang diterima dari HIS (SD 7 tahun) dengan pendidikan
keperawatan 4 tahun dan pada awalnya hanya menerima peserta didik pria. Pada tahun 1914
telah diterima juga peserta didik wanita pertama dan bagi perawat wanita yang luluas dapat
meneruskan kependidikan kebidanan selama dua tahun. Untuk perawat pria dapat
meneruskan ke pendidikan keperawatan lanjutan selama dua tahun juga.
Pada tahun 1935-1938 pemerintah Kolonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan Mulo
(Setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah bidan di beberapa kota
besar antara lain Jakarta di RSB Budi Kemuliaan, RSB Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo
di Semarang. DI tahun yang sama dikeluarkan sebuah peraturan yang membedakan lulusan
bidan berdasarkan latar belakang pendidikan. Bidan dengan dasar pendidikannya Mulo dan
pendidikan Kebidanan selama tiga tahun tersebut Bidan Kelas Satu (Vreodrouweerste Klas)
dan bidan dari lulusan perawat (mantri) di sebut Bidan Kelas Dua (Vreodrouw tweede klas).
Perbedaan ini menyangkut ketentuan gaji pokok dan tunjangan bagi bidan. Pada zaman
penjajahan Jepang, pemerintah mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan dengan nama
dan dasar yang berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan zaman penjajahan
Belanda. Peserta didik kurang berminat memasuki sekolah tersebut dan mereka mendaftar
karena terpaksa, karena tidak ada pendidikan lain.
Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal
17 tahun dan lama pendidikan tiga tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk menolong
persalinan cukup banyak, maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut Penjenjang
Kesehatan E atau Pembantu Bidan. Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan setelah
itu ditutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan dasar.
Lulusan dari PK/E sebagian besar melanjutkan pendidikan bidan selama dua tahun.
Tahun 1953 dibuka Kursus Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta, lamanya kursus antara 7
sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta. Tujuan dari KTB
ini adalah untuk memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program
KIA dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagai
bidan terutama menjadi bidan di BKIA. Pada tahun 1967 KTB ditutup (discountinued).
Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan
perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan ini berlangsung satu
tahun, kemudian menjadi dua tahun dan terakhir berkembang menjadi tiga tahun. Pada awal
tahun 1972 institusi pendidikan ini dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan
ini menerima calon dari lulusan sekolah perawat dan sekolah bidan.
Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari Sekolah
Pengatur Rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah
Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK). Pendidikan ini tidak dilaksanakan secara
merata diseluruh propinsi.
Pada tahun 1974 mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24
kategori), Departemen Kesehatan melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan
non sarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan
tujuan adanya tenaga multi purpose di lapangan dimana salah satu tugasnya adalah menolong
persalinan normal. Namun karena adanya perbedaan falsafah dan kurikulum terutama yang
berkaitan dengan kemampuan seorang bidan, maka tujuan pemerintah agar SPK dapat
menolong persalinan tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil.
Pada tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga selama 10 tahun
tidak menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara
wajar.
Tahun 1981 untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam pelayanan
kesehatan ibu dan anak termasuk kebidanan, dibuka pendidikan Diploma I Kesehatan Ibu dan
Anak. Pendidikan ini hanya berlangsung satu tahun dan tidak dilakukan oleh semua institusi.
Pada tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang disebut (PPB) yang menerima
lulusan SPR dan SPK. Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya dikembalikan kepada
institusi yang mengirim.
Tahun 1989 dibuka crash program pendidikan bidan secara nasional yang memperbolehkan
lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai
Program Pendidikan Bidan A (PPB/A). Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya
ditempatkan di desa-desa. Untuk itu pemerintah menempatkan seorang bidan di tiap desa
sebagai pegawai negeri sipil (PNS Golongan II). Mulai tahun 1996 status bidan di desa
sebagai pegawai tidak tetap (Bidan PTT) dengan kontrak selama tiga tahun dengan
pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang 2 x 3 tahun lagi.
Penempatan BDD ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah. BDD harus
dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan klinik, sebagai bidan tapi juga
kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan kemampuan untuk menggerakkan
masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan ibu dan anak. Program Pendidikan
Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar. Diharapkan pada tahun 1996
sebagian besar desa sudah memiliki minimal seorang bidan. Lulusan pendidikan ini
kenyataannya juga tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan seperti yang diharapkan
sebagai seorang bidan profesional, karena lama pendidikan yang terlalu singkat dan jumlah
peserta didik terlalu besar dalam kurun waktu satu tahun akademik, sehingga kesempatan
peserta didik untuk praktek klinik kebidanan sangat kurang, sehingga tingkat kemampuan
yang dimiliki sebagai seorang bidan juga kurang.
Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B yang peserta didiknya dari
lulusan Akademi Perawat (Akper) dengan lama pendidikan satu tahun. Tujuan program ini
adalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada Program Pendidikan Bidan A.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan klinik kebidanan dari lulusan ini tidak
menunjukkan kompetensi yang diharapkan karena lama pendidikan yang terlalu singkat yaitu
hanya setahun. Pendidikan ini hanya berlangsung selama dua angkatan (1995 dan 1996)
kemudian ditutup.
Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan Program C (PPB C), yang menerima masukan
dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 Propinsi yaitu : Aceh, Bengkulu, Lampung
dan Riau (Wilayah Sumatera), Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan
(Wilayah Kalimantan. Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya.
Pendidikan ini memerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan dalam waktu enam
semester.
Selain program pendidikan bidan di atas, sejak tahun 1994-1995 pemerintah juga
menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh (Distance learning) di tiga propinsi
yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ini dilaksanakan untuk
memperluas cakupan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan
dalam pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan ini
telah diatur dalam SK Menkes No. 1247/Menkes/SK/XII/1994
Diklat Jarak Jauh Bidan (DJJ) adalah DJJ Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan agar mampu melaksanakan tugasnya dan
diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan AKB. DJJ Bidan dilaksanakan dengan
menggunakan modul sebanyak 22 buah.
Pendidikan ini dikoordinasikan oleh Pusdiklat Depkes dan dilaksanakan oleh Bapelkes di
Propinsi. DJJ Tahap I (1995-1996) dilaksanakan di 15 Propinsi, pada tahap II (1996-1997)
dilaksanakan di 16 propinsi dan pada tahap III (1997-1998) dilaksanakan di 26 propinsi.
Secara kumulatif pada tahap I-III telah diikuti oleh 6.306 orang bidan dan sejumlah 3.439
(55%) dinyatakan lulus. Pada tahap IV (1998-1999) DJJ dilaksanakan di 26 propinsi dengan
jumlah tiap propinsinya adalah 60 orang, kecuali Propinsi Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi
Tengah masing-masing hanya 40 orang dan Propinsi Jambi 50 orang. Dari 1490 peserta
belum diketahui berapa jumlah yang lulus karena laporan belum masuk.
Selain pelatihan DJJ tersebut pada tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan
kegawat daruratan maternal dan neonatal (LSS = Life Saving Skill) dengan materi
pembelajaran berbentuk 10 modul. Koordinatornya adalah Direktorat Kesehatan Keluarga
Ditjen Binkesmas
Sedang pelaksanaannya adalah Rumah sakit propinsi/kabupaten. Penyelenggaraan ini dinilai
tidak efektif ditinjau dari proses.
Pada tahun 1996, IBI bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan American College of
Nurse Midwive (ACNM) dan rumah sakit swasta mengadakan Training of Trainer kepada
anggota IBI sebanyak 8 orang untuk LSS, yang kemudian menjadi tim pelatih LSS inti di
PPIBI. Tim pelatih LSS ini mengadakan TOT dan pelatihan baik untuk bidan di desa maupun
bidan praktek swasta. Pelatihan praktek dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih
bidan praktek swasta secara swadaya, begitu juga guru/dosen dari D3 Kebidanan.
1995-1998, IBI bekerja sama langsung dengan Mother Care melakukan pelatihan dan peer
review bagi bidan rumah sakit, bidan Puskesmas dan bidan di desa di Propinsi Kalimantan
Selatan.
Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang
dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal health (MNH) yang sampai saat ini telah melatih
APN di beberapa propinsi/kabupaten. Pelatihan LSS dan APN tidak hanya untuk pelatihan
pelayanan tetapi juga guru, dosen-dosen dari Akademi Kebidanan.
Selain melalui pendidikan formal dan pelatihan, utnuk meningkatkan kualitas pelayanan juga
diadakan seminar dan Lokakarya organisasi. Lokakarya organisasi dengan materi
pengembangan organisasi (Organization Development = OD) dilaksanakan setiap tahun
sebanyak dua kali mulai tahun 1996 sampai 2000 dengan biaya dari UNICEP.
2.3 Sejarah Perkembangan Pendidikan Dan Pelayanan Pendidikan Kebidanan Internasional
2.3.1 Sejarah Perkembangan Kehidupan di dunia
2.3.1.1 Sebelum abad 20(1700 1900)
William Smellie dari Scotlandia (1677-1763) mengembangkan forceps dengan kurva pelvik
seperti kurva shepalik. Dia memperkenalkan cara pengukuran konjungata diagonalis dalam
pelvi metri. Menggambarkan metodnya tentang persalinan lahirnya kepala pada presentasi
bokong dan penganangan resusitasi bayi aspiksi dengan pemompaan paru-paru melalui
sebuah metal kateler.
Ignoz Phillip semmelweis, seorang dokter dari Hungaria (1818 1865) pengenalan
Semmelweiss tentang cuci tangan yang bersih mengacu pada pengendalian sepsis
puerperium.
James Young simpson dair Edenburgh, scotlandia (1811-1870) memperkenalkan dan
menggunakan arastesi umum, tahun 1807, Ergot sejenis cendawan yang tumbuh pada sejenis
gandung hitam, diketahui efektif dalam mengatasi pendarahan postpartum. Hal ini merupakan
permulaan pengguguran.
Tahun 1824 James Blundell dari Inggris yang menjadi orang pertama yang berhasil
menangani perdarahan postpartum dengan menggunakan transfusi darah.
Jean lubumean dari Perancis (orang kepercayaan Rene Laenec, penemu Stetoskop pada tahun
1819) pertama kali mendengar bunyi jantung janin dengan stetoskop pada tahun 1920.
Jhon Charles Weaven dari Inggris (1811 1859) adalah. Pada tahun 1843, pertama yang
yang melakukan test urine pada wanita hamil untuk pemeriksaan dan menghubungkan
kehadirannya dengan eklamsia.
Adolf Pinard dari Prancis (1844-1934) pada tahun 1878, mengumumkan kerjanya pada
palpasi abdominal
Carl Crede dari Jerman (1819 1892) menggambarkan metodanya stimulasi urine yang
lembut dan lentur untuk mengeluarkan placenta
Juduig Bandl, dokter aobstertri dari Jerman (1842 1992), pada thaun 1875, menggambarkan
lingkaran retraksi yang pasti muncul pada pertemuan segment atas rahim dan segmen bawah
rahim dalam persalinan macet/sulit.
Daunce dari Bordeauz. Pada tahun 1857, memperkenalkan pengguran inkubator dalam
perawatan bayi prematur.
2.3.1.2 Abad 20
Postnatal care sejak munculnya hospitalisasi untuk persalinan telah berubah dari
perpanjangan masa rawatan sampai 10 hari, ke trend Modern ambulasi diri. Yang pada
kenyataannya, suatu pengembalian pada cara yang lebih alami.
Selama beberapa tahun, pemisahan ibu dan bayi merupakan praktek yang dapat diterima di
banyak rumah sakit, dan alat menyusui bayi buatan menjadi dapat diterima, dan bahkan oleh
norma! Bagaimanapun, alami sekali lagi membuktikan dirinya rooing-in dipraktekan dan
menyusui dipromosikan menyusui disemua rumah sakit yang sudah mendapat penerangan
Perkembangan teknologi yang cepat telah monitoring anthepartum dan intrapartum yang
tepat menjadi mungkin dengan pengguraan ultrasonografi dan cardiotocografi, dan telah
merubah prognosis bagi bayi prematur secara dramatis ketika dirawat di neonatal intersive
acara urits, hal ini juga memungkinkan perkembangan yang menakjubkan
2.3.2 Afrika Selatan
Perusakan Hindia Belanda timur yang membentuk tempat makanan dan minuman di
semenanjung. Mempunyai prakiran-prakiraan yang menyakir praktek para bidan yang dapat
diterpkan di semenannjung tersebut. Tapi mereka tidak menunjuk bidan pemerintah atau
bidany ang sudah diangkat sumpah selama beberapa tahun peraturan-peraturan tersebut
menetapkan bahwa para bidan harus diuji dan diberi lisensi/izin, dan mereka harus
memanggil pertolongan medis bila ada indikasi
Saat penempatan dipeluas, wanita di desa khususnya harus ditolong oleh wanita yang lebih
tua belum dilathi dari masyarakat. Bidan pemerintah memperoleh penghargaan yang tinggi
salah satu dari mereka. Alkta Kaisters, ditunjuk pada tahun 1687 sebagai kepala keperawatan
di rumah sakit persahaan, dan menjadi bidan pertama yang melaksanakan tugas-tugas
perawatan umum sebagaimana tugas-tugas kebidanan.
Pelayanan kebidanan pertama diberikan sekaligus oleh pagawi pemerintah dan bidan swasta
dilebih banyak wilayah berkembang, sementara masyarakat pedesaan dilayani oleh wanita
penuh baya yang belum terlatih dengan pengalaman kebidanan outansi yang seringkali
melaksanakan perawatan umum dan bahkan pelayanan untuk hewan peliharaan juga dalam
beberapa hal/keadaan. Situasi itu masih berlaku.
Terlihat dimana terdapat sedikit perkembangan dalam pelayanan dan pelatihan kebidanan
sampai awal abad ke 19 dibawah pemerintahan Batavia yang mengambil alih semenanjung
dari perusahan Hindia-Belanda timur yang bubar, seorang dokter bedah bernama Dr Leishing
mereka mendasikan dimana telah didirikan sebuah sekolah kebidanan ini untuk mengganikan
sistem magang perusahaan dan terjadi sebelum pendudukan British kedua di semenanjung
tersebut. Komite Medis tertinggi meninjau kembali lisensi dokter, bidan dan apoteker dan
menemukan bahwa enam bidan yang sudah mempunyai lisensi tidak memenuhi kriteria
mereka.
Ide pendirian sekolah kebidanan baru terlaksana pada tahun 1808, saat seirang dokter bedah
dari pemerintah batavia terdahulu. Dr Johann Hunrich frederich carel leopold wehr,
mengajukan permohonan oada guberbur semenanjung untuk mendirikan sekolah seperti itu.
Dr Wehr sangat tertarik pada kebidanan, dan dia mengungkapkan perhatian yang besar pada
kurangnya bidan yang berkualitas bagi Cape town dan daerah-daerahnya, dan standart asuhan
kebidanan yang jelek yang di berikan oleh orang-orang yang tidak mempunyai lisensi/izin.
Dia ditunjuk sebagai Accoucher kolonial dengan wewenang untuk melatih sejumlah besar
bidan untuk melayani masyarakat. Dia akan membantu para bidan yang bekerja diantara
orang miskin, tanpa bayaran, tapi dia meminta gaji yang sesuai untuk mengimbangi
pelayanannya disana.
Gubernur Earl of caledon menyetujuai pendirian sekolah tersebut pada tanggal 1 November
1810, dan Dr Wehr ditunjuk sebagai instruktur kolonial kebidanan. Dengan demikian,
lahirlah sekolah profesional pertama dari jurusannya di Afrika selatan, dan pelatihan para
bidan di mulai pada tahun 1811. Tujuh kandidat yang menyelesaikan pelatihan tersbeut dan
terkualifikasi pada tahun 1813 merupakan profesional pertama yang terlatih dan terkualifikasi
di Afrika Selatan. Kode etik yang diikrarkan dipegang rteguh saat mereka melakukan
Sumpah Jabatan yang mencakup banyak elemen yang terwujud dalam kode etik/sikap saat
ini. Kode ini meliputi persyaratan untuk ; prilaku pribadi/perorangan, hubungan dengan bidan
yang lain, dengan dokter dan utusan agama ; rahasia profesi; dan meminta bantuan medis jika
diperlukan.
Dua awal penting dalam sejarah kebidanan di Afrika Selatan terjkadi selama periode ini.
Kiira-kira pada tahun 1809. Seorang utusan medis dari Misionary Society London, Dr. Van
der kemp, menulis sebuah buku saku tentang kebidanan bagi pembantunya. Tampaknya ini
merupakan buku kebidanan pertama yang ditulis di Afrika Selatan. Pada tahun 1816, operasi
seksio caesarea pertama dilakukan pada isteri Mr. Thomas Munnik oleh Dr. James Barry.
Anak tersebut diberi nama James Barry Munnik
Permulaan dan Pelatihan Modern
Saudari Henrietha Stockdale
Tahap penting berikutnya dalam perkembangan peltihan kebidanan digembor-gemborkan
oleh kedatangan saudari Henrichtta stockdate di Afrika selatan, yang pada tahun 1867 dikirim
oleh komunitasnya ke rumah sakit Carnarvon di Kimberly. Disini Dr James Prince, seorang
dokter kanada, memutuskan untuk menyusun pelayanan kebidanan daerah dengan bantuan
bidan Ella Ruth terdaftar sebagai perawat umum pada tahun 1919 dan sebagai seorang bidan
pada tahun 1920, sehingga menjadi wanita kulit berwarna pertama yang memiliki kulaifikasi
ganda.
Pelatihan kebidanan bagi orang kulit hitam dimulai sesudahnya, dan pada tahun 1927.
dirumah sakit Mc card zulu di Duban, Beatrice Msimang menjadi wanita kulit hitam pertama
yang menjadi perawat dan bidan yang terdaftar.
Perkembangan-perkembangan pada tahun 20
Usia Yang Diizinkan Masuk
Sebelum ada peraturan-peraturan dewan Medis Afrika Selatan, tidak ada penentuan batas
usia. Beberapa sekolah menetapkan bahwa para siswa harus berusia 24-50 tahun, sekolah
yang lain menetapkan 21-45 tahun. Semua sekolah mewajibkan orang yang sudah dewasa.
Kebidanan bulan merupakan profesi yang diinginkan bagi gadis-gadis yang belum menikah.
Kemudian, siswa perawat dan siswa bidan tidak diizinkan untuk menikah dan siapapun yang
memnutuskan untuk menikah harus berhenti dari pelatihan. Pada tahun 1960-an, peraturan-
peraturan tersebut diperlonggar, dan wanita yang sudah menikah diizinkan untuk melanjutkan
pelatihan keperawatan dan kebidanan.
Standar Pendidikan
Pada tahun 1923, sertifikat standar enam telah dapat diterima, kemudian muncul standart
tujuh pada tahun 1929, kemudian standart delapan pada tahun 1949 dan pada tahun 1960,
standart sepuluh merupakan standart pendidikan minimal yang diwajibkan.
Silabus dan lamanya pelatihan.
Pelatihan kebidanan ditetapkan oleh empat Dewan Medis (Neogara bagain Cape, natal,
transual dan orange free) setelah dimulai di Cape pada tahun 1892, dan siswa harus menolong
minimal 12 persalinan dan merawat 12 wanita pada masa puerperium. Pelatihan dilakukan
dilapangan dan diruang perawatan rumah sakit kalau tersedia/ada.
Sebagian besar pusat pelatihan merasa bahwa masa pelatihan terlalu pendek, dan pada tahun
1917, Asosiasi Perawat terlatih Afrika Selatan juga mengungkapkan ketidakpuasannya
dengan kurangnya fasilitas. Sekolah pelatihan terlalu sedikit, dan kurangnya bed yang
tersedia bagi pasien kebidanan. Asosiasi ini merekomendasikan : ketentuan rumah sakit
kebidanan yang disubsidi oleh pemerintah yang lebih banyak untuk digunakan sebagai
sekolah pelatihan; dimana pelatihan harus diperpenjang sampai minimal selama 6 bulan; dan
dimana ketentuan tersebut harus meliputi pelatihan teorituis dan praktek di lapangan dan
diruang perawatan.
Pada tahun 1919, sekolah perawatan kebidanan didirikan di bekas rumah Pal Kruger, dimana
masa pelatihan 12 bulan jika siswanya belum menjadi perawat yang terdaftar.
Dewan perawatan Afrika Selatan mengambil kembali pelatihan kebidanan pada tahun 1945,
dan pada tahun 1949, masa pengajaran lebih lanjut meningkat menjadi 18 bulan bagi perawat
yang belum terdaftar, dan 9 bulan bagi perawat uang sudah terdaftar. Pada tahun 1960, masa
tersebut menjadi 24 bulan dan 12 bulan berturut-turut. Diwajibkan menolong persalinan
sebanyak 30 persalinan dan 30 asuhan postnatal. Perawat yang belum terdaftar mengikuti
ujian awal umum dengan siswa keperawatan umum.
Sekarang ini, dan kadang-kadang secara kontroversi, pengajaran kebidanan termasuk dalam
pengajaran selama 4 tahun, yang menuntun pada registrasi bagi seorang perawat (umum,
psikiatrik dan komunitas) dan sebagai seorang bidan.
Pada tahun 1977, laki-laki diizinkan mengikuti pengajaran kebidanan untuk pertama kalinya
di Afrika Selatan.
Bidan yang sudah terdaftar juga bisa melanjutkan ke Diploma dalam kebidanan dan /atau ke
ilmu perawatan neonatal intensive, Pelatihan ADM diadakan di Rumah Sakit Mowbray pada
tahun 1976, dan peraturan-p-eraturan bagi pelatihan diumumkan oleh Dewan perawatan
Afrika Selatan pada bulan Agustus 1979. Kebidanan sebagai jurusan Kuliah di tingkat
Universitas dapat diperoleh pada tingkat Doktor.
2.3.3 Amerika
Di Amerika, para bidan berperan seperti dojkter, berpengalaman tanpa pendidikan yang
spesifik, standart-standart, atau peraturan-peraturan sampai pada awal abad ke 20.
Kebidanan, sementara itu dianggap menjadi tidak diakui dalam sebagian besar yuridiksi
(hukum-hukum) dengan istiklah nenek tua kebidanan akhirnya padam, profesi bidan
hampir mati.
Sekitar tahun 1700, para ahli sejarah memprediksikan bahwa angka kematian ibu di AS
sebanyak 95%. Salah satu alasan kenapa dokter banyak terlibat dalam persalinan adalah
untuk menghilangkan praktek sihir yang mash ada pada saat itu. Dokter memegang kendali
dan banyak memberikan obat-obatan tetapi tidak mengindahkan aspek spiritual. Sehingga
wnaita yang menjalani persalinan selalu dihinggapi perasaan takut terhadap kematian.
Walaupun statistik terperinci tidak menunjukkan bahwa pasien-pasien bidan mungkin tidak
sebanyak dari pada pasien dokter untuk kematian demam nifas atau infeksi puerperalis,
sebagian besar penting karena kesakitan maternal dan kematian saat itu.
Tahun 1765 pendidikan formal untuk bidan mulai dibuka pada akhir abad ke 18 banyak
kalangan medis yang berpendapat bahwa secara emosi dan intelektual wanita tidak dapat
belajar dan menerapkan metode obstetric. Pendapat ini digunakan untuk menjatuhkan profesi
bidan, sehingga bidan tidak mempunyai pendukung, uang tidak terorganisir dan tidak
dianggap profesional.
Pada pertengahan abad antara tahun 1770 dan 1820, para wanita golongan atas di kota-kota di
Amerika, mulai meminta bantuan para bidan pria atau para dokter. Sejak awal 1990
setengah persalinan di AS ditangani oleh dokter, bidan hanya menangani persalinan wanita
yang tidak mampu membayar dokter. Dengan berubahnya kondisi kehidupan di kora,
persepsi-persepsi bartu para wanita dan kemajuan dalam ilmu kedokteran, kelahiran menjadi
semakin meningkat di pandang sebagai satu masalah medis sehingga di kelola oleh dokter.
Tahun 1915 dokter Joseph de lee mengatakan bahwa kelahiran bayi adalah proses patologis
dan bidan tidak mempunyai peran di dalamnya, dan diberlakukannya protap pertolongan
persalinan di AS yaitu : memberikan sedatif pada awal inpartu, membiarkan serviks
berdilatasi memberikan ether pada kala dua, melakukan episiotomi, melahirkan bayi dengan
forcep elstraksi plasenta, memberikan uteronika serta menjahit episiotomi. Akibat protap
tersebut kematian ibu mencapai angka 600-700 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 1900-1930, dan sebanyak 30-50% wanita melahirkan di rumah sakit. Dokter Grantly
Dicke meluncurkan buku tentang persalinan alamiah. Hal ini membuat para spesialis obstetric
berusaha meningkatkan peran tenaga diluar medis, termasuk bidan.
Pada waktu yang sama karena pelatihan para medis yang terbatas bagi para pria, para wanita
kehilangan posisinya sebagai pembantu pada persalinan, dan suatu peristiwa yang
dilaksanakan secara tradisional oleh suatu komunitas wanita menjadi sebuah pengalaman
utama oleh seorang wanita dan dokternya.
Tahun 1955 American College of Nurse Midwives (ACNM) dibuka. Pada tahun 1971
seorang bidan di Tennesse mulai menolong persalinan secara mandiri di institusi kesehatan.
Pada tahun 1979 badan pengawasan obat Amerika mengatakan bahwa ibu bersalin yang
menerima anasthesi dalam dosisi tinggi telah melahirkan anak-anak melahirkan anak-anak
yang mengalami kemunduran perkembangan psikomotor. Pernyataan ini membuat
masyarakat tertarik pada proses persalinan alamiah, persalinan di rumah dan memacu peran
bidan. Pada era 1980-an ACNM membuat pedoman alternatif lain dalam homebirth. Pada
tahun yang sama dibuat legalisasi tentang opraktek profesional bidan, sehingga membuat
bidan menjadi sebuah profesi dengan lahan praktek yang spesifik dan membutuhkan
organisasi yang mengatur profesi tersebut.
Pada tahun 1982 MANA (Midwive Alliance Of North America) di bentuk untuk
meningkatkan komunikiasi antar bidan serta membuat peraturan sebagai dasar kompetensi
untuk melindungi bidan. DI beberapa negara seperti Arizona, bidan mempunyai tugas khusus
yuaitu melahirkan bayi untuk perawatan selanjutnya seperti merawat bayi, memberi injeksi
bukan lagi tugas bidan, dia hanya melakukan jika diperlukan namun jarang terjadi.
Bidan menangani 1,1% persalinan di tahun 1980 : 5,5% di tahun 1994. Angka sectio caesaria
menurun dari 25% (1988) menjadi 21% (1995). Penggunaan forcep menurun dari 5,5%
(1989) menjadi 3,8% (1994).
Dunia kebidanan berkembang saat ini sesuai peningkatan permintaan untuk itu profesi
kebidanan tidak mempunyai latihan formal, sehingga ada beberapa tingkatan kemampuan,
walaupun begitu mereka berusaha agar menjadi lebih dipercaya, banyak membaca dan
pendekatan tradisional dan mengurangi teknik invasif untuk pertolongan seperti
penyembuhan tradisional.
Hambatan-hambatan yang dirasakan oleh bidan Amerika saat ini antara lain :
- Walaupun ada banyak undang-undang baru, direct entry midwives masihdianggap iolegal
dibeberapa negara bagian.
- Lisensi praktek berbeda tiap negara bagian, tidak ada standart nasional sehingga tidak ada
definisi yang jelas tentang bidan sebagai seseorang yang telah terdidik dan memiliki standart
kompetensi yang sama.
Sedikit sekali data yang akurat tentang direct entry midwives dan jumlah data persalinan
yang mereka tangani.
- Kritik tajam dari profesi medis kepada diret entry midwives ditambah dengan isolasi dari
system pelayanan kesehatan pokok telah mempersulit sebagian besar dari mereka untuk
memperoleh dukungan medis yang adekuat bila terjadi keadaan gawat darurat.
Pendidikan kebidanan biasanya berbentuk praktek lapangan, sampai saat ini mereka bisa
menangani persalinan dengan pengalaman sebagai bidan. Bidan adalah seseorang yang telah
menyelesaikan pendidikan selam 4 tahun dan praktek lapangan selama 2 tahun, yang mana
biaya yang sangat mahal. Kebidanan memiliki sebuah organisasi untuk membentuk standart,
menyediakan sertifikat dan membuat ijin praktek.
Saat ini AS merupakan negara yang menyediakan perawatan maternitas termahal di dunia,
tetapi sekaligus merupakan negara industri yang paling buruk dalam hasil perawatan natal di
negara-negara industri lainnya.
2.3.4 Australia
Florence Nightingale adalah pelopor kebidanan dan keperawatan yang dimulai dengan tradisi
dan latihan-latihan pada abad 19. Tahun 1824 kebidanan masih belum di kenal sebagai
bagian dari pendidikan medis di Inggris dan Australia, kebidanan masih didominasi oelh
profesi dokter.
Pendidikan bidan pertama kali di Australia dimulai pada tahun 1862. Lulusan itu dibekali
dengan pengetahuan teori dan praktek. Pendidikan Diploma Kebidanan dimulai tahun 1893,
dan sejak tahun 1899 hanya bidan sekalig7us perawat yang telah terlatih yang boleh bekerja
di rumah sakit.
Sebagian besar wanita yang melahirkan tidak di rawat dengan selayaknya oleh masyarakat.
Ketidakseimbangan seksual dan moral di Australia telah membuat prostitusi berkembang
dengan cepat. Hal ini menyebabkan banyak wanita hamil di luar nikah dan jarang mereka
dapat memperoleh pelayanan dari bidan atau dokter karena pengaruh social mereka atau pada
komunitas tyang terbatas, meskipun demikian di Australi bidan tidak bekerja sebagai
perawat, mereka bekerja sebagaimana layaknya seorang bidan. Pendapat bahwa seseorang
bidan haru reflek menjadi seorang perawat dan program pendidikan serta prakteknya banyak
di buka di beberapa tempat dan umumnya di buka atau disediakan oleh Non Bidan.
Pendidikan Kebidanan
Kebidanan di Australia telah mengalami perkembangan yang mengalami pesat sejak 10 tahun
terakhir. Dasar pendidikan telah berubah dari traditional hospital base programme menjadi
tertiary course of studies menyesuaikan kebutuhan pel;ayanan dari masyarakat. Tidak semua
institusi pendidikan kebidanan di Australi telah melaksanakan perubahan ini, beberapa masih
menggunakan proram pendidikan yang berorientasi pada rumah sakit. Kurikulum pendidikan
disusun oleh staf akademik berdasarkan pada keahlian dan pengalaman mereka di lapangan
kebidanan.
Kekurangan yang dapat dilihat dari pendidikan kebidanan di Australia hampir sama dengan
pelaksanaan pendidikan bidan di Indonesia. Belum ada persamaan persepsi mengenai
pengimplementasian kurikulum pada masing-masing institusi, sehingga lulusan bidan
mempunyai kompetensi klinik yang berbeda tergantung pada institusi pendidikannya. Hal ini
ditambah dengan kurangnya kebijaksanaan formal dan tidak adanya standar nasional menurut
National Review of Nurse Education 1994, tidak ada direct entry.
Pada tahun 1913 sebanayak 30% persalinan ditolong ileh Bidan. Meskipun ada peningkatan
jumlah dokter yang menangani persalinan antara tahun 1900 sampai 1940, tidak ada
penurunan yang berarti pada angka kematian ibu dan bidanlah yang selalu disalahkan akan
hal itu. Kenyataannya wanita jelas menengah ke atas yang ditangani oleh dokter dalam
persalinannya mempunyai resiko infeksi yang lebih besar daripada wanita miskin yang
ditangani oleh Bidan.
Masalah Profesional
Tugas pertama yang sulit adalah meneliti kembali nama bidan itu sendiri, itu tidak sama
dengan ketika latihan dalam praktek kebidanan. Bidan sangat penting di pelayanan kesehatan
sejak Perang Dunia II dan proporsi yang besar di rumah sakit sebagai pusat pelayanan
kesehatan utnuk daerah sekitar rumah sakit tersebut. Peningkatan rumah sakit dan persatuan
perawat dan peningkatan ahli kebidanan yang lebih menekankan pada teknologi
menyebabkan mundurnya kebidanan. Tapi situasi itu berakhir pada saat Amerika Utara
menilai kepemimpinan perawat dan kepemimpinan bidan yang memutuskan bahwa bidan
berhak mendapat penghargaan pertama dan penghargaan kedua diberikan kepada
keperawatan. Penghargaan itu sanga penting untuk peningkatan profesi kebidanan.
Kita tahu di beberapa negara mengkombinasikan keperawatan dan kebidanan dalam seorang
tenaga kesehatan, hal itu terjadi di pulau kecil dan pelatihan klinik sekarang semakin baik
menuju standar internasional sedikit lebih baik daripada masa yang lalu.
Pengembangan Profesi Bidan
Pemerintah melihat adanya peningkatan kebidanan dengan pemberian asuhan yang
bermanfaat. Shearman Report (NSWI, 1989) telah menemukan cara awal untuk mengatur
strategi perawatan yang berkesinambungan. Having a baby in Victoria (Depkes Viktoria,
1990) melaporkan sebuah revie pelayanan kesehatan di Viktoria yang dibutuhkan pada
orientasi pelayanan kesehatan pada wanita dan keluarga. Maksudnya pemeliharaan kesehatan
yang lebih baiki. Perawatan efektif pada kelahiran CNH dan MRC, 1996 menyimpulkan
bahwa perawatan yang berkesinambungan akan menjadi tujuan perawatan kesehatan ibu.
Masalah Regional
Negara tetangga Australia yaitu Papua Nugini, Pulau Solomon memiliki angka kematian
yang sangat tinggi. Rosaline Lapar, seorang pemenang piagam Maria Gibran pada ICM di
Oslo yang sekarang sedang berada di Universitas Teknologi Sidney menunjukkan sebuah
video yang digunakan untuk melatih asisten bidan di desa dengan cara ibu berbaring setelah
melahirkan kepala dan bahu, dan melahirkan plasenta dengan menarik tali pusat secara
terkendali. Cara ini banyak diakui oleh negara bagian Barat yang mengatakan hal ini tidak
hanya berbeda dari biasanya untuk pendidikan bidan di Australia. Mahasiswa kebidanan
harus menjadi perawat dahulu sebelum mengikuti pendidikan bidan, Sebab di Australia,
kebidanan masih menjadi sub spesialisasi dalam keperawatan (maternal and child helath).
Didalamnya termasuk pendidikan tentang keluarga berencanam, kesehatan wanita, perawatan
ginekologi, perawatan anak, kesehatan anak dan keluarga, serta kesehatan neonatus dan
remaja. Adanya peraturan ini semakin mempersempit peran dan ruang kerja bidan.
Literatur yang tersedia bagi mahasiswa kebidanan masih kurang. Kurikulum yang ada
dirasakan hanya sesuai untuk mahasiswa pemula atau menengah saja, sehingga kadang-
kadang mahasiswa yang telah terlatih di keperawatan kebidanan diberikan porsi yang sama
seperti pemula atau sebaliknya. Mahasiswa yang sebelumnya telah mendapatkan pendidikan
kebidanan di keperawatan akan membawa konsep sakit. Transisi dari filosofi sakit ke
filosofi sehat dalam kebidanan sedikit banyak menyulitkan mahasiswa.
Beberapa tahun setelah Australia mengadakan pelatihan kebidanan, datang para pendidik
yang membuka universitas yang memiliki cara tersendiri untuk menghasilkan tenaga yang
berkualitas. Pada waktu yang sama pemerintah mendukung bidan dalam memperluas peran
mereka. Luasnya pengalaman klinik cukup diterima masyarakat dibeberapa tempat tetapi
juga mengurangi resiko yang akan terjadi. Satu hal lagiyang perlu diketahui bahwa persalinan
di desa tersebut ibu berbaring di daun pisang yang bersih atau sprei.
Di negara Barat terdapat peraturan dimana wanita melahirkan tidak boleh ditemani oleh
keluarganya, tetapi ada beberapa negara yang menganggap peraturan ini tidak efektif dan
mengatakan bahwa ibu bersalin perlu ditemani oleh suami atau anggota keluarganya.
Penerapan Penelitian Kedalam Praktek
Akhir dari masalah bidan di kawasan ini adalah penerapan penelitian ke dalam praktek,
misalnya pada video yang digunakan di Papua Nugini yang berisi anjuran kepada bidan untuk
meninggalkan tradisi mereka dan memandang pada fakta-fakta yang ada.
Keberadaan bidan di negara ini masih dipertanyakan karena adanya pengaruh medicalisasi.
Perawat kebidanan tidak boleh meniolong persalinan.
Pendidikan kebidanan di Australia setingkat Universitas, mahasiswanya berasal dari lulusan
degree perawat dan 2 tahun bidan, sedangkan pada tingkat direct entry, masih sering
dipertanyakan oleh perawat. Pada tahun 2000, di University Of Technology Of Sidney, telah
terbentuk S2 Kebidanan (Doctor of Midwifery).
2.3.5 Selandia Baru
Selandia Baru telah mempunyai peraturan tentang cara kerja kebidanan sejak tahun 1904,
tetapi lebih dari 100 tahun yang lalu, lingkup praktik bidan telah berubah secara berarti
sebagai hasil dari meningkatnya sistem perumahsakitan dan pengobatan atau pertolongan
dalam kelahiran. Karena danya otonomi bagi pekerja yang bergerak dalam porakteknya
dengan lingkup praktek yang penuh di awal tahun 1900, secara perlahan bidan menjadi
asisten dokter. Bidan bekerja di masyarakat di mulai dengan bekerja di rumah sakit dalam
area tertentu, seperti klinik antenatal, ruang bersalin dan ruang nifas, kehamilan dan
persalinan menjadi terpisah menjadi khusu dan tersendiri secara keseluruhan. Dalam proses
ini, bidan kehilangan pandangan bahwa persalinan adalah suatu peristiwa yang normal dan
dengan peran mereka sendiripun sebagai pendamping pada peristiwa normal tersebut. Di
samping itu bidan menjadi berpengalaman memberikan intervensi dan asuhan maternitas
yang penuh dengan pengaruh medis, dimana seharusnya para dokter dan rumah sakit secara
langsung yang lebih tepat untuk memberikannya.
Model di atas ditujukan untuk memberikan pelayanan pada maternal dan utnuk mengurangi
angka kematian dan kesakitan ibu dan janin hal ini berlangsung pada tahun 1920 sampai
dengan tahun 1980 dimana yang memberlakukan model tersebut adalah negara-negara barat
seperti Selandia Baru, Australia, Inggris dan Amerika. Tetapi strategi seperti itu tidak
mencapai kesuksesan.
Di Selandia Baru, para wanitalah yang melawan model asuh persalinan tersebut dan
menginginkan kembalinya bidan tradisional yaitu seseorang yang berpengalaman dari
mulainya kehamilan sampai dengan enam minggu setelah persalinan. Mereka menginginkan
bidan yang berkerja dipercaya kemampuannya untuk menolong persalinan tanpa intervensi
dan memberikan dukungan bahwa persalinan adalah peristiwa yang normal .
Wanita-wanita Selandia Baru menginginkan untuk mengambil alih kembali kontrol dalam
persalinan mereka dan menempatkan diri emreka di tempat yang tepat sebagai pusat kontrol
di dalam memilih apa yang berkenaan dengan diri mereka.
Pada era 80-an, bidan bekerjasama dengan para wanita untuk menegaskan kembali otonomi
bidan dan bersama-sama sebagai partner mereka telah membawa kebijakan politik yang
diperkuat dengan legalisasi tentang prfoesionalisme praktek bidan. Sebagian besar bidan di
Selandia Baru mulai memilih untuk bekerja secara mandiri dengan tanggungjawab penuh
kepada klien dan asuhannya dalam lingkup yang normal. Lebih dari 10 tahun yang lalu,
pelayanan mmaternitas telah berubah secara dramatis. Saat ini, 86% wanita mendapatkan
pelayanan dari bidan selama kehamilan sampai nifas, dan asuhan berkelanjutan pada
persalinan dapat dilakukan di rumah ibu. Sekarang, di samping dokter, 63% wanita memilih
bidan sebagai satu-satunya perawat maternitas, dalam hal ini terus meningkat. Ada suatu
keinginan dari para wanita agar dirinya menjadi pusat pelayanan maternitas. Di rumah sakit
pun memberikan pelayanan bagi yang menginginkan tenaga kesehatan profesional yaitu pusat
pelayanan maternitas.
Model kebidanan yang digunakan di Selandia Baru adalah partnership antara bidan dan
wanita. Bidan dengan pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya, dan wanita dengan
pengetahuan tentang kebutuhan diri dan keluarganya, serta harapan-harapan terhadap
kehamilan dan persalinan. Pada awal kehamilan, anatara bidan dan wanita harus saling
mengenal dan menumbuhkan rasa saling percaya di antara keduanya. Dasar dari model
partnership adalah komunikasi dan negosiasi.
Di Selandia Baru, bidan harus dapat membangun hubungan partnership dengan wanita yang
menjadi kliennya, disamping bidan harus mempunyai kemampuan yang profesional.
2.3.6 Ontario, Kanada
Ontario adalah provinsi pertama di Kanada yang menerbitkan peraturan tentang kebidanan,
setelah sejarah panjang tentang kebidanan yang ilegal dan berakibat meningkatnya praktek
bidan yang tidak berijin. Seperti Selandia Baru, wanitalah yang menginginkan perubahan,
mereka membuat pililhan asuhan dan keputusan yang sesuai dengan pengalaman untuk
dijadikan model kebidanan terbaru.
Model kebidanan yang dipakai di Ontario berdasarkan pada definisi ICM tentang bidan yaitu
seorang tenaga yang mempunyai otonomi praktek terbatas pada persalinan normal. Sasaran
dari praktek kebidanan adalah masyarakat. Bidan memiliki akses kepada rumah sakit
maternitas dan wanita mempunyai pilihan atas persalinan di rumah atau rumah sakit.
Ontario tidak menganut konsep partnership sebagai pusat praktek kebidanan walaupun
terbagi atas dua model. Untuk contoh di Selandia Baru dan Ontorio Kanada sama-sama
menerapkan model partnership dalam asuhan kebidanan. Beberapa aspek didalamnya antara
lain hubungan antar wanita, asuhan berkesinambungan, kebebasan memilih dan menyetujui,
otonomi praktek kebidanan terfokus pada kehamilan dan persalinan normal.
Dalam membangun dunia profesi kebidanan yang baru di Selandia Baru dan Kanada
membuat system baru dalam mempersiapkan bidan-bidan untuk registrasi. Keduanya
memulai dengan suatu keputusan bahwa bidanlah yang dibutuhkan dalam pelayanan
maternitas dan menetapkan ruang lingkup praktek kebidanan. Ruang lingkup praktek
kebidanan di kedua negara tersebut tidak keluar jalur yang telah ditetapkan ICM yaitu bidan
bekerja dengan otonomi penuh dalam lingkup persalinan normal atau pelayanan maternitas
primer. Bidan bekerja dan berkonsultasi dengan ahli obstetric bila terjadi komplikasi dan ibu
serta bayi memerlukan bantuan dan pelayanan maternitas sekunder. Bidan di kedua negara
tersebut mempunyai akses fasilitas rumah sakit tampa harus bekerja di rumah sakit. Mereka
bekerja di rumah atau di rumah sakit maternitas dan dapat mengakses fasilitas.
Selandia Baru dan Kanada menerapkan program direct entry (pendidikan kebidanan selama 3
tahun tanpa melalui pendidikan keperawatan), sebelumnya di Selandia Baru ada perawat
kebidanan dimana perawat dapat menambah pendidikannya utnuk menjadi seorang bidan
sedangkan d Kanada tidak ada. Bagaimanapun kedua negara tersebut yakin bahwa untuk
mempersiapkan bidan yang dapat bekerja secara otonom dan dapat memberi dukungan
kepada wanita agar dapat menentukan sendiri persalinannya. Penting untuk mendidik wanita
yang sebelumnya belum pernah berkecimpung dalam system kesehatan menempuh program
pendidikan kebidanan, tetapi program direct entry lebih diutamakan. Perawat yang ingin
menjadi bidan sepenuhnya harus melewati program pendidikan kebidanan terlebih dahulu,
walaupun mereka harus memnuhi beberapa aspek program.
Kedua negara tersebut menggunakan dua model pendidikan yaitu pembelajaran teoiri dan
magang. Pembelajaran teori di kelas difokuskan pada teori dasar yang akan melahirkan
bidan-bidan yang dapat mengartikulasikan filosofinya sendiri dalam praktek, memanfaatkan
penelitian dalam praktek mereka dan berfikir kritis tentang praktek. Dilengkapi dengan
belajar magang dimana mahasiswa bekerja dengan bimbingan dan pengawasan bidan yang
berpraktek dalam waktu yang cukup lama. Tidak seperti model magang tradisional dimana
mahasiswa bekerja dengan lebih dari seorang bidan dengan berbagai macam model praktek.
Mahasiswa tidak hanya mempelajari hal yang positif tetapi juga harus mengetahui hal-hal
yang negatif untuk itu dilakukan di masa mendatang. Satu mahasiswa akan bekerja dengan
satu bidan sehingga mereka tidak dikacaukan dengan bermacam-macam model praktek dan
ini dalam jangka waktu yang lama. Bidan tersebut memberikan role model yang penting
untuk proses pembelajaran. Mahasiswa bidan juga akan mulai belajar tentang model
partnership. Model ini terdiri dari hubungan antara wanita dengan mahasiswa bidan,
mahasiswa bidan dengan bidan, mahasiswa bidan dengan guru bidan, guru bidan dengan
bidan, hubungan antara program kebidanan dengan profesi kebidanan serta program
kebidanan dengan wanita.
Dari sini dapat kita lihat bahwa model pendidikan kebidanan yang digunakan oleh Selandia
Baru dan Kanada saling terkait satu sama lain sebagai bagian dari pelayanan maternitas.
Setiap bagian dari lingkaran tersebut mewakili bermacam-macam partnership yang saling
berintegrasi. Partnership ini menjaga agar program pendidikan tetap pada tujuan utamanya,
yaitu mencetak bidan-bidan yang dapat bekerja secara mandiri sebagai pemberi asuhan
maternitas primer. Selandia Baru dan Kanada telah sukses dalam menghidupkan kembali
status bidan dan status wanita. Kesesuaian antara pendidikan bidan dan ruang lingkup praktek
kebidanan adalah bagian terpenting dari sukses tersebut.
Partnership Dalam Pendidikan Kebidanan
Kelompok Maternity
Bidan
Profesi Kebidanan
Wanita
Siswa Bidan
Guru Bidan
Hydro Theraphy, Water Birth, Aroma theraphy, music theraphy. Refleksi dan Acupuntur
dalam proses persalinan (Natural Child Birth).
Pendidikan kebidanan di Inggris, terdiri dar dua jalur yaitu Direct Entry yang berasal dari
lulusan SMU ditambah 3 tahun pendidikan, dan dari perawat ditambah 18 bulan pendidikan,
lulusannya Diploma dan Advanced Diploma. Setelah tahun 1995, telah dibentuk pendidikan
kebidanan setingkat universitas, (Degree-Bachelor), yang berasal dari SMU ditambah 3-4
tahun. Lulusan ini dapat melanjutkan ke S2 kebidanan. Sistem yang dianut ialah APEL
(Accreditation of Prior Experiental Learning) yaitu untuk akreditasi 5x study day dalam 3
tahun yang terdiri dari sertifikat, critical analisis, reflection, evaluation dan find evidence.
2.3.7 Belanda
Perkembangan Kebidanan di Belanda
Seiring dengan meningkatnya perhatian pemerintah Belanda terhadap kelahiran dan
kematian, pemerintah mengambil tindakan terhadap masalah tersebut. Wanita berhak
memilih apakah ia mau melahirkan di rumah atau di Rumah Sakit, hidup atau mati. Belanda
memiliki angka kelahiran yang sangat tinggi sedangkan kematian prenatal relatif rendah. Satu
dari tiga persalinan lahir di rumah dan ditolong oleh bidan dan perawat sedang yang lain di
rumah sakit, tetapi juga ditolong oleh bidan. Dalam kenyataannya ketiga kelahiran tersebut.
Prof. Geerit Van Kloosterman pada konferensinya di Toronto tahun 1984 menyatakan bahwa
setiap kehamilan adalah normal dan harus selalu di pantau dan mereka bebas memilih untuk
tinggal di rumah atau di rumah sakit dimana bidan yang sama akan memantau kehamilannya.
Yang utama dan penting, kebidanan di Belanda melihat suatu perbedaan yang nyata antara
kebidanan keperawatan. Astrid Limburg mengatakan : Seorang perawat yang baik tidak akan
menjadi seorang bidan yang baik karena perawat dididik untuk merawat orang yang sakit,
sedangkan bidan untuk kesehatan wanita. Tidak berbeda dengan ucapan Maria De Broer yang
mengatakan bahwa kbiedanan tidak memiliki hubungan dengan keperawatan, kebidanan
adalah profesi yang mandiri.
Pendidikan kebidanan di Amsterdam memiliki prinsip yakni sebagaimana memberi anastesi
dan sedatif pada pasien begitulah kita harus mengadakan pendekatan dan memberi dorongan
pada ibu saat persalinan. Jadi padaprakteknya bidan harus memandang ibu secara
keseluruhan dan mendorong ibu untuk menolong dirinya sendiri.
Pada kasus resiko rendah dokter tidak ikut menangani, mulai dari prenatal, natal, dan post
natal, pada resiko menengah mereka selalu memberi job tersebut pada bidan dan pada kasus
resiko tinggi dokter dan bidan saling bekerjasama.
Bidan di Belanda 75% bekerja secara mandiri, karena kebidanan adalah profesi yang mandiri
dan aktif. Sehubungan dengan hal tersebut bidan harus menjadi role model di masyarakat dan
harus menganggap kehamilan adalah sesuatu yang normal sehingga apabila seorang wanita
merasa dirinya hamil dia dapat langsung memeriksakan diri ke bidan atau dianjurkan oleh
keluarga atau teman atau siapa saja.
Pendidikan Kebdianan di Belanda
Pendidikan Kebidananh di Belanda terpisah dari pendidikan keperawatan dan berkembang
menjadi profesi yang berbeda. DI Belanda ada 3 institusi kebidanan dan menerima 66
mahasiswa setiap tahunnya. Hampir tahun 800 calon mahasiswa (95% wanita, 4% pria) yang
mengikuti tes syarat masuk mengikuti pendidikan usia minimum 19 tahun, telah menamatkan
Secondary Education atau yang sederajat dari jurusan kimia dan biologi. Mahasiswa
kbidanan tidak menerima gaji dan tidak membayar biaya pendidikan.
Selama pendidikan di ketiga institusi tersebut menekankan bahwa kehamilan, persalinan, dan
nifas sebagai proses fisiologis. Ini diterapkan dengan menempatkan mahasiswa untuk praktek
di kamar bersalin dimana wanita dengan resiko rendah melahirkan. Persalinan, walaupun di
rumah sakit, seperti di rumah, tidak ada dokter yang siap menolong dan tidak terdapat
Cardiograph. Mahasiswa akan teruju keterampilan kebidanan yang telah terpelajari. Bila ada
masalah, mahasiswa baru akan berkonsultasi dengan Ahli kebidanan dan seperti di rumah,
wanita di kirim ke ruang bersalin patologi. Mahasiswa diwajibkan mempunyai pengalaman
minimal 40 persalinan selama pendidikan. Ketika mereka lulus ujian akhir akan menerima
ijazah yang didalamnya tercanbtum nilai ujian.
Pelayanan Antenatal
Bidan menurut peraturan Belanda lebih berhak praktek mandiri daripada perawat. Bidan
mempunyai ijin resmi untuk praktek dan menyediakan layanan kepada wanita dengan resiko
rendah, meliputi antenatal, intrapartum dan postnatal tanpa Ahli Kandungan yang menyertai
mereka bekerja di bawah Lembaga Audit Kesehatan. Bidan harus merujuk wanita
denganresiko tinggi atau kasus patologi ke Ahli Kebidanan untuk di rawat dengan baik.
Untuk memperbaiki pelayanan kebidanan dan ahli kebidanan dan untuk meningkatakan
kerjasama antar bidan dan ahli kebidanan dibentuklah dafatar indikasi oleh kelompok kecil
yang berhubungan dengan pelayanan maternal di Belanda. Daftar itu berisi riwayat sebelum
dan sesudah pengobatan, riwayat kebidanan yang akan berguna dalam pelayanan kebidanan.
Penelitian Woremever menghasilkan data tentang mortalitas dan morbilitas yang menjamin
kesimpulan :dengan suystem pelayanan kebidanan yang diterapkan di Belanda
memungkinkan mendapatkan hasil yang memuaskan melalui seleksi wanita. Suksesnya
penggunaan daftar indikasi merupakan dasar yang penting mengapa persalinan di rumah
disediakandan menjadi alternatif karena wanita dengan resiko tinggi dapat diidentifikasi dan
kemudaian di rujuk ke ahli Kebidanan.
Selama kehamilan bidan menjumpai wanita hamil 10-14 kali di Klinik bidan. Sasaran utama
praktek bidan adalah pelayanan komunitas. Jika tidak ada masalah, wanita diberi pilihan
untuk melahirkan dirumah atau di rumah sakit. Karena pelayanan antenatal yang hati8-hati
sehingga kelahiran di rumah sama amannya dengan kelahiran di rumah sakit. Tahun 1969
pemerintah pemerintah Belanda menetapkan bahwa melahirkan di rumah harus dipromosikan
sebagai alternatif persalinan. Di Amsterdam 43% kelahiran (Catatan bidan dan Ahli
Kebidanan) terjadi di rumah. Di Holland diakui bahwa rumah adlaah tempat yang aman
untuk melahirkan selama semuanya normal.
Pelayanan Intrapartum
Pelayanan intrapartum dimulai dari waktu bidan dipanggil sampai satu jam setelah lahirnya
plasenta dan membrannya. Bidan mempunyai kemampuan untuk melakukan episiotomi tapi
tidak diijinkan menggunakan alat kedokteran. Biasanya bidan menjahit luka perineum atau
episiotomi, untuk luka yang parah dirujuk ke Ahli Kebidanan. Syntometrin dan Ergometrin
diberikan jika ada indikasi. Kebanyakan Kala III dibiarkan sesuai fisiologinya. Analgesik
tidak digunakan dalam persalinan.
Pelayanan Postpartum
Di Kebidanan Belanda, pelayanan post natal dimulai setelah.
Pada tahun 1988, persalinan di negara Belanda 80% telah ditolong oleh bidan, hanya 20%
persalinan di RS. Pelayanan kebidanan dilakukan pada community normal, bidan sudah
mempunyai indefendensi yuang jelas. Kondisi kesehatan ibu dan anak pun semakin baik,
bidan mempunyai tanggung jawab yakni melindungi dan memfasilitasi proses alami,
menyeleksi kapan wanitya perlu intervensi, yang menghindari teknologi dan pertolongan
dokter yang tidak penting.
Pendidikan bidan digunakan sistem Direct Entry dengan lama pendidikan 3 tahun.
2.3.8 Inggris
Buku tentang praktek kebidanan diterbitkan pada 1902 di inggris dan dirancang unuk
melindungi masyarakat dari praktisi yang tidak mempunyai kualifikasi pada saat itu sebagian
besar penolong persalinan buta huruf bekerja sendiri, menerima bayaran untuk pelayanan
yang mereka berikan pada wanita meskipun promosi praktek bidan yang mempunyai
kualifikasi meningkat dari 30 % pada 1905 menjadi 74 % pada 1915, banyak wanita yang
menyukai paraji. Hal ini karena paraji lebih murah, mengikuti tradisi lokal dan memberikan
dukungan domestik.
Selama tahun 1920an, hanya 50-60 % wanita ditolong oleh seorang bidan dalam
persalinannya, tetapi dalam kegawatdaruratan bidan harus memanggil dokter. Pelayanan
dipusatkan pada persalinan dan nifas sedangkan pelayanan antenatal mulai dipromosikan
tahun 1935.
Bidan mandiri terancam oleh klinik lokal dan peningkatan persalinan di rumah sakit. Pada
tahun 1930 perawat yang juga terdaftar memasuki kebidanan karena dari 1916 mereka dapat
mengikuti kursus kilat kebidanan. Hal ini mengakibatkan penurunan status dan kekuatan
bidan karena perawat disosialisasikan untuk menangani keadaan patologis daripada keadaan
fisiologis.
Selama tahun 1980 bidan di Inggris memulai berusaha mendapatkan otonomi yang lebih dan
meningkatkan sistem melalui penelitian tentang alternatif pola perawatan. Dengan persalinan
alternatif bidan mulai mengembangkan praktek secara mandiri. Selama pertengahan 1980
kira-kira ada 10 bidan praktek secara mandiri di Inggris.
Pada 1990 ada 32 bidan mandiri dan pada 1994 angka perkiraan dari bidan mandiri adalah
100 orang dengan 80 orang diantaranya terdaftar dalam asosiasi bidan mandiri (Independen
midwives assosiation).
Karena pengaruh terjadinya medikalisasi, maka wanita mulai menuntut hak pada proses
persalinan yang normal (natural child birth). Kebutuhan bidan semakin meningkat, dan
mereka bangkit untuk menuntut hak-haknya. Pelayanan yang diberikan bersifat women
oriented (berpusat pada wanita). Inilah awal terbentuknya otonomi bidan atau bidan yang
mandiri tanoa ada pengaruh dari obstetrician dan perawat.
Pelayanan kebidanan di Inggris berkembang pesat, sejak ditemukannya berbagai penemuan-
penemuan baru dalam pelayanan kebidanan midalnya :
2.3.9 Moskow, Uni Soviet
Pendidikan
Pendidikan bidan di Moskow dilakukan selama 3 tahun dibawah pengawasan ahli kandungan.
Perkuliahan termasuk anatomi fisiologi dan patologi dari kehamilan dan sebagainya.
Nampaknya tidak ada ruangan untuk kegiatan organisasi siswa dan nampaknya tidak
dianggap penting, dan dapat terlihat bahwa mereka lebih difokuskan pada aspek ilmu fisik
dan biologis daripana ilmu social dan psikologis.
Pelayanan Antenatal
Pada awalnya, pelayanan antenatal di Moskos dilakukan oleh dokter dengan beberapa
perawat atau bidan yang melakukan tugas rutin yang cukup berat, pemeriksaan urine dan
sebagai asisten dokter. Di beberapa area pedesaan bidan lebih terlibat dalam pelayanan
antenatal. Angka kematian ibu bervariasi, tetapi biasanya lebih tinggi di area pedesaan
dimana akses untuk mendapatkan pelayanan suilit. Pengelolaan masalah seperti kehamilan
yang menyebabkan hipertensi dan pre eklampsi sering terjadi. Terdapat kekurangan pada
perlengkapan monitore dan fasilitas untuk pemeriksaan yang akan menghasilkan bentuk
manajemen yang kuno. Ibu mengunjungi klinik secara rutin setiap bulan pada umur
kehamilan 12-20 minggu pada kehamilan 32-40 minggu. Pemeriksaan urine rutin, tekanan
darah dan berat badan dilakukan pada setiap kunjungan
Pelayanan Intrapartum
Di Moskow, beberapa persalinan terjadi di rumah, namun menurut laporan rumah sakit ada
sekitar 51 bayi yang lahir di rumah sebelum ambulan datang. Pada saat masuk ke rumah sakit
diikuti dengan berbagai peraturan, seorang ibu yang akan bersalin tidak dianamnesa lagi
tentang statusnya dan apa yang terjadi pada dirinya. Suami tidak diperkenankan untuk
menemani isterinya sampai 7 hari setelah kelahiran bayi. Di beberapa daerah Baltic hal ini
tidak dilakukan, di daerah ini justru beranggapan bahwa ibu harus di support selama
persalinan oleh suami. Banyak dokter yang tidak yakin akan hal ini, namun sebagian lagi
sudah mau mendiskusikannya dan perubahan pola asuhan kebidanan lainnya.
Kegiatan rtutin pada saat masuk rumah sait adalah dengan cara mengoleskan jari tangan dan
kaki dengan iodine 2% dan juga putting susu dengan Gentian Violet. Hal ini dilakukan untuk
pencegahan infeksi di unit tertentu, yang juga merupakan salah satu enema dilakukan karena
keharusan. Ruang bersalinnya juga sangat tidak ranmah dan dingin, menghadap koridor
sehingga dapat dilihat oleh orang yang berlalulalang, toiletnya terbuka dan sangat tidak
provacy.
Persalinan dilakukan di meja persalinan dengan sikap litotomi. Nampaknya tidak ada upaya
untuk memberikan penjelasan kepada ibu mengenai apa yang sedang terjadi. Bayi diberikan
tetesan Prophylatic Albusid pada matanya sebelum diamati secara singkat dan berlangsung di
bungkus, kemudaian dibawa ke ruangan khusus yang jauh dari ibunya. Sementara itu ibu
diberi kompres es diperutnya untuk mencegah perdarahan postpartum dan menunggu di
koridor selama 2 jam sebelkum dipindahkan ke ruangan postpartum.
Bidan adalah asisten pertama dokter dan bertanggung jawab untuk melakukan observasi
rutin. Bidan lebih banyak bekerja pada rumah sakit yang menitikberatkan pada asuhan dan
persalinan normal. Persalinan di
2.3.10 Jepang
Pendidikan kebidanan di Jepang diawali dengan terbentuknya sekolah bidan pada tahun 1912.
Dan baru mendapatkan lisensi pada tahun 1974. Kemudian pada tahun 1899 lisensi dan
peraturan-peraturan untuk seleksi baru terbentuk. Pelayanan kebidanan setelah Perang Dunia
II, lebih banyak terkontaminasi oleh medikalisasi. Dan pelayanan kepada masyarakat masih
bersifat hospitalisasi. Bidan berasal dari perawat jurusan kebidanan dan perawat kesehatan
masyarakat dan bidan hanya berperan sebagai asisten dokter. Pertolongan persalinan lebih
banyak dilakukan oleh dokter dan perawat.
Pada tahun 1987, pendidikan bidan mulai berkembang dan berada di bawah pengawasan
obstetrician. Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan bidan terdiri dari, ilmu fisika,
biologi, ilmu sosial dan psikologi. Ternyata hasil yang diharapkan dari pendidikan bidan
tidak sesuai dengan kjeinginan. Bidan-bidan tersebut banyak yang bersifat tidak ramah dan
tidak banyak menoilong dalam pelayanan kebidanan. Mereka mulai memasang strategi untuk
pemecahan masalah ini dan didorong pula oleh rasa iri, melihat kondisi kebidanan di United
Kingdom yang sudah sangat maju dan berkembang. Kemudian mereka mulai mengadakan
peningkatan pelayanan dan pendidikan kebidanan serta mulai berusaa merubah situasi yang
ada.
Yang mengikuti pendidikan bidan, yaitu para perawat, dan minimal usia saat masuk minimal
20 tahun. Dan pendidikan dilaksanakan selama 3 tahun. Tingkat Degree di Universitas terdiri
dari 8-16 kredit yaitu 15 jam teori, 30 jam lab. Dan 45 jam [praktek. Pendidikan kebidanan
tersebut bertujuan untuk meningkatkan pelayanan obstetri dan neonatal, serta meningkatkan
kebutuhan masyarakat karena masih tingginya angka aborsi di Jepang.
Masalah-masalah yang masih terdapat di Jepang antara lain, masih kurangnya tenaga bidan,
dan kualitas bidan yang masih belum memuaskan.
2.3.11 Jerman
Ante Natal Care (ANC) dan pertolongan persalinan di negara ini masih diklakuakan oleh
ginekologi dan bersifat hospitalisasi. Dengan demikian, perawatan yang berkelanjutan
continuity of care) dari pelayanan yang diberikan hampir tidak ada.
Kegiatan ANC yang dilakukan oleh ginekolog berupa USG dan periksa dalam, sementara
dalam hal palpasi dan pendidikian kesehatan dokter ginekolog masih tidak kompeten. Dan
persalinan yang dilaakukan oleh ginekolog di klinik untuk operasi harus dihadiri oleh bidan.
Bidan hanya bekerja sebagai perawat obstetri dan obstetrician yang melakukan segalanya.
Karena hal tersebutlah, bidan-bidan di negara tersebut mulai melihat perkembangan di
negara-negara Eropa, kemudian terbentuklah program Direct Entry di negara tersebut.
2.3.12
2.3.13
2.3.14
Diposkan oleh MAMAH ALVITO di 17.44
sejarah berdirinya IBI
Dalam sejarah Bidan Indonesia menyebutkan bahwa 24 Juni 1951 dipandang sebagai hari
lahir IBI. Pengukuhan hari lahirnya IBI tersebut didasarkan atas hasil konferensi bidan
pertama yang diselenggarakan di Jakarta 24 Juni 1951, yang merupakan prakarsa bidan-bidan
senior yang berdomisili di Jakarta. Konferensi bidan pertama tersebut telah berhasil
meletakkan landasan yang kuat serta arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya,
yaitu: mendirikan sebuah organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI) berbentuk
kesatuan, bersifat Nasional, berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
IBI yang seluruh anggotanya terdiri dari wanita telah diterima menjadi anggota Kongres
Wanita Indonesia (KOWANI) pada tahun 1951, hingga saat ini IBI tetap aktif mendukung
program-program KOWANI bersama organisasi wanita lainnya dalam meningkatkan derajat
kaum wanita Indonesia. Selain itu sesuai dengan Undang-undang RI No.8 tahun 1985 tentang
organisasi kemasyarakatan, maka IBI dengan nomor 133 terdaftar sebagai salah satu
Lembaga Sosial Masyarakat di Indonesia.
Pada tahun 1985, untuk pertama kalinya IBI melangsungkan Kongres di luar pulau Jawa,
yaitu di kota Medan (Sumatera Utara) dan dalam kongres ini juga didahului dengan
pertemuan ICM Regional Meeting for Western Pacific yang dihadiri oleh anggota ICM dari
Jepang, Australia, New Zealand, Phillipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 1986 IBI secara organisatoris mendukung pelaksanaan pelayanan
Keluarga Berencana oleh Bidan Praktek Swasta melalui BKKBN.
Gerak dan langkah IBI di semua tingkatan dapat dikatakan semakin maju dan berkembang
dengan baik. Sampai dengan tahun 2003, IBI telah memiliki 30 pengurus daerah, 342 cabang
IBI (di tingkat Kabupaten / Kodya) dan 1,703 ranting IBI (di tingkat kecamatan) dengan
jumlah anggota sebanyak 68,772 orang. Jumlah anggota ini meningkat dengan pesat setelah
dilaksanakannya kebijakan Pemerintah tentang Crash Program Pendidikan Bidan dalam
kurun waktu medio Pelita IV sampai dengan medio Pelita VI
Diposkan oleh nurse hambali di 09.56
NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN (Bag.1)
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
369/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN (Bag.1)
Sep 28, 2010 3 Comments by lusa
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007
TENTANG
STANDAR PROFESI BIDAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,dipandang perlu menetapkan Standar Profesi bagi
Bidan dengan Keputusan Menteri Kesehatan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara
Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional (Lembaran
Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor
41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi
Dan Praktik Bidan;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PROFESI
BIDAN.
Kedua : Standar Profesi Bidan dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Standar Profesi Bidan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua agar digunakan
sebagai pedoman bagi Bidan dalam menjalankan tugas profesinya.
Keempat : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dengan mengikutsertakan
organisasi profesi terkait, sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Maret 2007
MENTERI KESEHATAN,
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP (K)
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR : 369/MENKES/SK/III/2007
TANGGAL : 27 Maret 2007
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, menyangkut fisik, mental, maupun sosial
budaya dan ekonomi. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dilakukan berbagai
upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terarah dan berkesinambungan.
Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi. Pertama: yang laten yaitu
kematian ibu dan kematian bayi yang masih tinggi akibat bebagai faktor termasuk pelayanan
kesehatan yang relatif kurang baik.
Kedua ialah timbulnya penyakit degeneratif yaitu menopause dan kanker. Dalam globalisasi
ekonomi kita diperhadapkan pada persaingan global yang semakin ketat yang menuntut kita
semua untuk menyiapkan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi sebagai generasi penerus
bangsa yang harus disiapkan sebaik mungkin secara terencana, terpadu dan
berkesinambungan. Upaya tersebut haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yakni sejak
janin dalam kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga dewasa bahkan sampai
usia lanjut. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan
strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kesakitan dan
kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan
paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan
pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa
siap melayani siapa saja yang membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Untuk
menjamin kualitas tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk melakukan
segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya
kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik dari aspek input, proses dan output.
2. Tujuan
a. Menjamin pelayanan yang aman dan berkualitas.
b. Sebagai landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi.
3. Pengertian
a. Definisi bidan
Ikatan Bidan Indonesia telah menjadi anggota ICM sejak tahun 1956, dengan demikian
seluruh kebijakan dan pengembangan profesi kebidanan di Indonesia merujuk dan
mempertimbangkan kebijakan ICM.
Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan
diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation
of International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara berkala di review
dalam pertemuan Internasional / Kongres ICM. Definisi terakhir disusun melalui konggres
ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut:
Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di
negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar
(register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang
bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama
masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab
sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup
upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan
akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan
kegawatdaruratan. Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan
kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.
Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta
dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan
asuhan anak. Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah,
masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
b. Pengertian Bidan Indonesia
Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan
Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah: seorang perempuan yang
lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara
Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan
atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai
tenaga professional yang bertanggung-awab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra
perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa
persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan
memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya
pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses
bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan.
c. Kebidanan/Midwifery
Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang
mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan
pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi
fungsi reproduksi manusia serta memberikan bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga
dan komunitasnya.
d. Pelayanan Kebidanan (Midwifery Service)
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi
atau rujukan.
e. Praktik Kebidanan
Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat
otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya, didasari etika dan kode etik bidan.
f. Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari
pengumpulan data, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
g. Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh
bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat
kebidanan Adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam
memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang
kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.
4. Paradigma Kebidanan
Bidan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma,
berupa pandangan terhadap manusia / perempuan, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan
/ kebidanan dan keturunan.
a. Perempuan
Perempuan sebagimana halnya manusia adalah mahluk bio-psikososio- kultural yang utuh
dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang unik, dan bermacam-macam sesuai dengan
tingkat perkembangan. Perempuan sebagai penerus generasi, sehingga keberadaan
perempuan yang sehat jasmani, rohani, dan sosial sangat diperlukan. Perempuan sebagai
sumber daya insani merupakan pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas
manusia sangat ditentukan oleh keberadaan/kondisi perempuan/Ibu dalam keluarga. Para
perempuan di masyarakat adalah penggerak dan pelopor peningkatan
kesejahteraan keluarga.
b. Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang terlibat dalam interaksi individu pada waktu
melaksanakan aktifitasnya, baik lingkungan fisik, psikososial, biologis maupun budaya.
Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakat. Ibu selalu
terlibat dalam interaksi keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat.
Masyarakat merupakan kelompok paling penting dan kompleks yang telah dibentuk oleh
manusia sebagai lingkungan sosial yang terdiri dari individu, keluarga dan komunitas yang
mempunyai tujuan dan sistem nilai.
Perempuan merupakan bagian dari anggota keluarga dari unit komunitas. Keluarga yang
dalam fungsinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan di mana dia berada.
Keluarga dapat menunjang kebutuhan sehari-hari dan memberikan dukungan emosional
kepada ibu sepanjang siklus kehidupannya. Keadaan sosial ekonomi, pendidikan, kebudayaan
dan lokasi tempat tinggal keluarga sangat menentukan derajat kesehatan reproduksi
perempuan.
c. Perilaku
Perilaku merupakan hasil seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya,
yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.
d. Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi
atau rujukan.
Pelayanan Kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang diarahkan
untuk mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan kewenangan dalam rangka tercapainya
keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya
peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan pelayanan kebidanan dapat
dibedakan menjadi :
1. Layanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
2. Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota
timyang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah
proses kegiatan pelayanan kesehatan.
3. Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke
sistem layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh
bidan dalam menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan
yang dilakukan oleh bidan ke tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara
horizontal maupun vertikal atau meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta
bayinya.
e. Keturunan
Keturunan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas manusia. Manusia yang
sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat.
5. Falsafah Kebidanan
Dalam menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan dalam
memberikan asuhan. Keyakinan tersebut meliputi :
a. Keyakinan tentang kehamilan dan persalinan. Hamil dan bersalin merupakan suatu proses
alamiah dan bukan penyakit.
b. Keyakinan tentang Perempuan. Setiap perempuan adalah pribadi yang unik mempunyai
hak, kebutuhan, keinginan masing-masing. Oleh sebab itu perempuan harus berpartisipasi
aktif dalam setiap asuhan yang diterimanya.
c. Keyakinan fungsi Profesi dan manfaatnya. Fungsi utama profesi bidan adalah
mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya, proses fisiologis harus dihargai, didukung dan
dipertahankan. Bila timbul penyulit, dapat menggunakan teknologi tepat guna dan rujukan
yang efektif, untuk memastikan kesejahteraan perempuan dan janin/bayinya.
d. Keyakinan tentang pemberdayaan perempuan dan membuat keputusan. Perempuan harus
diberdayakan untuk mengambil keputusan tentang kesehatan diri dan keluarganya melalui
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dan konseling. Pengambilan keputusan merupakan
tanggung jawab bersama antara perempuan, keluarga dan pemberi asuhan.
e. Keyakinan tentang tujuan Asuhan. Tujuan utama asuhan kebidanan untuk menyelamatkan
ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian). Asuhan kebidanan berfokus pada:
pencegahan, promosi kesehatan yang bersifat holistik, diberikan dengan cara yang kreatif dan
fleksibel, suportif, peduli; bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan;
asuhan berkesinambungan, sesuai keinginan dan tidak otoriter serta menghormati pilihan
perempuan.
f. Keyakinan tentang Kolaborasi dan Kemitraan. Praktik kebidanan dilakukan dengan
menempatkan perempuan sebagai partner dengan pemahaman holistik terhadap perempuan,
sebagai satu kesatuan fisik, psikis,
emosional, sosial, budaya, spiritual serta pengalaman reproduksinya. Bidan memiliki otonomi
penuh dalam praktiknya yang berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
g. Sebagai Profesi bidan mempunyai pandangan hidup Pancasila, seorang bidan menganut
filosofis yang mempunyai keyakinan didalam dirinya bahwa semua manusia adalah mahluk
bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani
yang utuh dan tidak ada individu yang sama.
h. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan dan perbedaan kebudayaan. Setiap individu
berhak menentukan nasib sendiri dan mendapatkan informasi yang cukup dan untuk berperan
disegala aspek pemeliharaan kesehatannya.
i. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap wanita usia
subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapat pelayanan yang berkualitas.
j. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, yang
membutuhkan persiapan sampai anak menginjak masa masa remaja.
k. Keluarga-keluarga yang berada di suatu wilayah/daerah membentuk masyarakat kumpulan
dan masyarakat Indonesia terhimpun didalam satu kesatuan bangsa Indonesia. Manusia
terbentuk karena adanya interaksi antara manusia dan budaya dalam lingkungan yang bersifat
dinamis mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang terorganisir.
6. Ruang Lingkup Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan
persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan
sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta melaksanakan tindakan
kegawat daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya
kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus
mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada
kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah
Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
7. Kualifikasi Pendidikan
a. Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan, merupakan
bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi
pelayanan maupun praktik perorangan.
b. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV / S1 merupakan bidan professional, yang
memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun
praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, dan
pendidik.
c. Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan profesional, yang
memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun
praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, pendidik,
peneliti, pengembang dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun sistem/ ketatalaksanaan
pelayanan kesehatan secara universal.
Kata Kunci
hukum kesehatan, pelayanan kebidanan, keluarga berencana, kepmenkes no 369 tahun 2007,
kepmenkes 900 tahun 2002, kepmenkes 369, kepmenkes 900, standar kompetensi bidan, UU
hukum kesehatan, kepmenkes ri no 369/menkes/sk/iii/2007, hukum dan undang-undang
kesehatan, permenkes 900, permenkes no 900 tahun 2002, pelayanan kebidanan adalah,
pengertian kesehatan kerja dalam dinas kesehatan, standar pelayanan kebidanan di indonesia,
standar praktek kebidanan, kepmenkes no 369, standar profesi bidan, hukum dan uu
kesehatan, kepmenkes RI no 369/menkes/sk/III/2007 tentang standa