Sejak Krisis Moneter Yang Melanda Pada Pertengahan Tahun 1997

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

Sejak krisis moneter yang melanda pada pertengahan tahun 1997, perusahaan perusahaan swasta

mengalami kerugian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi
kewajibannya untuk membayar gaji pekerjanya.
Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan
mengalami kerugian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan
para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak
perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK.
Tuntutan reformasi menghendaki adanya perubahan dan perbaikan di segala aspek
kehidupan yang lebih baik. Praktiknya tuntutan reformasi telah disalah gunakan para petualang
politik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Pada awal reformasi, di beberapa wilayah
sering terjadi pertentangan, di antaranya :
Kalimantan Barat, yang melibatkan etnis Melayu, Dayak, dan Madura;
Kalimantan Tengah, yang melibatkan etnis Madura dengan etnis dayak;
Sulawesi Selatan tepatnya di Poso, semula konflik sosial kemudian berkembang ke konflik
antar agama;
Maluku, konflik sosial juga berkembang ke konflik agama.
Kalimantan Barat adalah daerah yang kerap mengalami konflik antar etnis. Konflik sosial yang terjadi
di Kalimantan Barat melibatkan etnik Melayu, Dayak, dan Madura. Kejadian bermula dari
tertangkapnya seorang pencuri di Desa Parisetia, Kecamatan Jawai, Sambas, Kalimantan Barat yang
kemudian dihakimi hingga tewas pada tanggal 19 Januari 1999. Kebetulan pencuri tersebut beretnis
Madura, sedangkan penduduk Parisetia beretnis Dayak dan Melayu. Entah isu apa yang beredar di
masyarakat menyebabkan penduduk Desa Sarimakmur yang kebanyakan dihuni etnis Madura
melakukan aksi balas dendam dengan menyerang dan merusak segala sesuatu di Desa Parisetia.
Akibatnya, terjadi aksi saling balas dendam antaretnis tersebut dan menjalar ke berbagai daerah di
Kalimantan Barat. Pemerintah berusaha mendamaikan konflik tersebut dengan mengajak tokoh
masyarakat dari masing-masing etnis yang ada untuk membentuk Forum Komunikasi Masyarakat
Kalimantan Barat. Dengan wadah tersebut segala permasalahan dicoba diselesaikan secara damai.
Konflik sosial di Kalimantan Barat ternyata terjadi juga di Kalimantan Tengah. Konflik ini terjadi
antara suku Dayak asli dan warga migran Madura dari pulau Madura. Konflik tersebut pecah pada 18
Februari 2001 ketika dua warga Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak. Konflik tersebut
mengakibatkan lebih dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan
tempat tinggal. Banyak warga Madura yang juga ditemukan dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.
Sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak selama konflik ini. Ada sejumlah
cerita yang menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi mengklaim bahwa ini disebabkan
oleh serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Rumor mengatakan bahwa kebakaran ini
disebabkan oleh warga Madura dan kemudian sekelompok anggota suku Dayak mulai membakar
rumah-rumah di permukiman Madura. Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim
bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan demi mempertahankan diri setelah beberapa
anggota mereka diserang.
konflik sosial yang terjadi di poso adalah bagian dari konflik individu yang dalam masyarakat
yang secara dinamis tidak dapat dipisahkan dan bertalian satu sama lain. Pendapat mengenai akar
dari masalah yang bertumpu pada subsistem budaya dalam hal ini menyangkut soal suku dan agama.
Argumen yang mengemuka bahwa adanya unsur suku dan agama yang mendasari konflik sosial itu
adalah sesuai dengan fakta yaitu bahwa asal mula kerusuhan poso 1 berawal dari :
a) Pembacokan Ahmad yahya oleh Roy tuntuh bisalembah di dekat masjid pesantren Darusalam
pada bulan ramadhan;
b) Pemusnahan dan pengusiran terhadap suku suku pendatang seperti bugis, jawa, dan gorontalo,
serta kaili pada kerusuhan ke III;
c) Pemaksaan agama kristen kepada masyarakat muslim di daerah pedalaman;
d) Penyerangan kelompok merah dengan bersandikan simbolsimbol perjuangan ke agamaan
kristiani pada kerusuhan ke III;
e) Pembakaran rumah rumah penduduk muslim oleh kelompok merah pada kerusuhan III. Pada
kerusuhan ke I dan II terjadi aksi saling bakar ruamh penduduk antara pihak kristen dan islam;

f) Terjadi pembakaran rumah ibadah gereja dan masjid, sarana pendidikan ke dua belah pihak,
pembakaran rumah penduduk asli poso di lombogia, sayo, kasintuvu;
h) Adanya pelatihan militer kristen di desa kelei yang berlangsung 1 tahun 6 bulan sebelum
meledak kerusuhan III.
sebelum meledak kerusuhan III. pada intinya budaya pada masyarakat poso mempunyai fungsi
untuk mempertahankan pola atas nilai nilai sintuvu maroso yang selama ini menjadi panutan
masyrakat poso itu sendiri. adanya Pembacokan Ahmad yahya oleh Roy tuntuh bisalembah di dekat
masjid pesantren Darusalam pada bulan ramadhan merupakan bentuk pelanggaran terhadap nilai
nilai yang selama ini manjadi landasan hidup bersama. Pada satu sisi muslim terusik ketentramannya
dalam menjalankan ibadah di bulan ramadhan kemudian menimbulkan reaksi balik untuk melakukan
tindakan pembalasan terhadap pelaku pelanggaran nilai nilai tersebut.
Disisi lain bagi masyarakat kristiani hal ini menimbulkan masalah baru mengingat saksi mata tidak di
tujukan terhadap pelaku melainkan pada pengrusakan hotel dan sarana maksiat serta operasi miras,
yang di anggap telah menggangu kehikmatan masyrakat kristiani merayakan natal, karena harapan
mereka operasioperasi tersebut di laksanakan setelah hari natal. Pandangan kedua tehadap akar
masalah konflik sosial yang terjadi di poso adalah dalam hal ini adanya perkelahian antar pemuda
yang di akibatkan oleh minuman keras. Tidak di terapkan hukum secara adil maka ada kelompok
yang merasa tidak mendapat keadilan misalnya adanya keterpihakan, menginjak hak asasi manusia
dan lain- lain. kerusuhan yang terjadi di poso menimbulkan dampak sosial yang cukup besar jika di
liat dari kerugian yang di akibatkan konflik tersebut. Selain kehilangan nyawa dan harta benda,
secara psikologis bendampak besar bagi mereka yang mengalami kerusuhan itu, Dampak psikologis
tidak akan hilang dalam waktu singkat. Jika dilihat dari keseluruhan, kerusuhan poso bukan suatu
kerusuhan biasa, melainkan merupakan suatu tragedi kemanusiaan sebagai buah hasil perang sipil.
Satu kerusuhan yang dilancarkan secara sepihak oleh kelompok merah, terhadap penduduk muslim
kota poso dan minoritas penduduk muslim di pedalaman kabupaten poso yang tidak mengerti sama
sekali dengan permasalahan yang muncul di kota poso.
Konflik sosial yang dipicu oleh konflik agama juga terjadi di Maluku. Kejadian diawali dengan
bentrokan antara warga Batumerah, Ambon, dan sopir angkutan kota pada tanggal 19 Januari 1999.
Namun, seperti konflik yang terjadi di wilayah Indonesia lainnya, tanpa tahu isu apa yang beredar di
masyarakat, terjadi ketegangan antarwarga. Puncaknya terjadi kerusuhan massa dengan disertai
pembakaran Masjid Al-Falah. Warga Islam yang tidak terima segera membalas dengan pembakaran
dan perusakan gereja. Konflik meluas menjadi antaragama. Namun, anehnya konflik yang semula
antaragama berkembang menjadi gerakan separatis. Sebagian warga Maluku pada tanggal 25 April
2002 membentuk Front Kedaulatan Maluku dan mengibarkan bendera Republik Maluku Selatan
(RMS) di beberapa tempat. Upaya menurunkan bendera tersebut menimbulkan korban. Mereka
gigih mempertahankannya. Sampai sekarang konflik Maluku itu belum dapat diatasi dengan tuntas.

Pada awal 1997 tidak banyak pihak (termasuk di Indonesia) yang memperkirakan Indonesia
termasuk salah satu negara Asia yang secara ekonomi rentan terhadap serangan para spekulan mata
uang. Meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi Indonesia dan menurunnya angka kemiskinan
rata-rata sejak periode 1970-an memperkuat optimisme bahwa Indonesia bakal kuat menghadapi
ancaman krisis moneter yang melanda kawasan Asia tersebut. Dengan menunjuk pada indikator-
indikator makro ekonomi Indonesia, Bank Dunia (1997) bahkan mengatakan bahwa perekonomian
Indonesia berada di dalam kondisi siap menghadapi krisis moneter.
Optimisme serupa masih diperlihatkan pemerintah Indonesia ketika pada minggu kedua Mei 1997
mata uang Thailand Baht mulai menjadi sasaran para spekulan. Optimisme menjadi berbalik ketika
Juli 1997 efek menular cepat dirasakan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara. Kuatnya tekanan
yang diduga dilakukan oleh para spekulan mata uang asing memaksa Bank Sentral Thailand pada 2
Juli 1997 mengambangkan nilai tukar Baht. Krisis negara-negara ASEAN berlanjut dengan turunnya
nilai mata uang Filipina (Peso), Malaysia (Ringgit), dan Indonesia (Rupiah). Krisis moneter di
Indonesia kemudian berlanjut menjadi krisis ekonomi. Karena tidak bisa mengatasi krisis ekonomi
tersebut dan desakan dari rakyat akhirnya pemerintahan orde baru jatuh, ditandai dengan
lengsernya presiden Soeharto.
Masa reformasi yang bertekad untuk memperbarui kehidupan dalam segala bidang.
Berkaitan dengan perkembangan ekonomi masa reformasi, dapat berpijak pada TAP MPR
No.XVI/MPR/1998, yang mengatur tentang tanah (land), tenaga kerja (labor), dan modal (capital)
sebagai tiga faktor produksi utama dalam perekonomian. Dalam pelaksanaan Demokrasi Ekonomi
tidak boleh dan harus ditiadakan terjadinya penumpukan aset dan pemusatan ekonomi pada
seseorang, sekelompok orang, atau perusahaan, yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan
pemerataan. Dengan TAP MPR No.XVI/MPR/1998 tersebut, pemerintah ingin merombak sistem
ekonomi dari versi ekonomi kapitalis menjadi ekonomi indonesia yang berdasar pancasila dan
khususnya sila keempat pancasila yakni demokrasi ekonomi atau kerakyatan. Oleh karena itu,
sistemnya disebut sistem ekonomi kerakyatan.
Selama tiga bulan kekuasaan B.J. Habibie, ekonomi indonesia belum mengalami perubahan
yang berarti. Nilai rupiah terhadap mata uang asing masih lemah diatas Rp10.000,00 per dolar
Amerika Serikat. Persediaan sembilan bahan pokok di pasaran juga makin berkurang dan harganya
meningkat cepat. Akibatnya antrian panjang masyarakat membeli beras dan minyak goreng mulai
terlihat di berbagai tempat. Karena keadaan ekonomi yang sangat parah menyebabkan masyarakat
indonesia melakukan segala tindakan untuk sekedar mencukupi kebutuhan. Salah satunya dengan
melakukan penjarahan. Penjarahan merupakan pemandangan yang biasa dijumpai pada awal-awal
pemerintahan B.J. Habibie. Pemerintah indonesia berusaha keras untuk memulihkan perekonomian
indonesia dengan menjalin kerja sama dengan bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter
Internasional (IMF). Namun kebijaksanaan ekonomi pemerintah atas saran dua lembaga keuangan
dunia malah memperburuk situasi ekonomi nasional. Dua lembaga keuangan dunia itu menyarankan
agar subsidi pemerintah untuk listrik, BBM, dan telepon dicabut. Akibatnya terjadi kenaikan biaya
pada tiga sektor tersebut sehingga rakyat semakin terjepit.

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat lima sektor
kebijakan yang harus digarap, yaitu :
a. perluasan lapangan kerja secara terus menrus melalui investasi dalam dan luar negeri se-
efisien mungkin.
b. Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari hari untuk memenuhi permintaan pada harga
yang terjangkau.
c. Penyediaan fasilitas umum seperti rumah, air minum, listrik, bahan baker, komunikasi,
angkutan dengan harga terjangkau.
d. Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan harga
terjangkau.
e. Penyediaan klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga yang
terjangkau pula.
Pihak pemerintah telah berusaha untuk membawa Indonesia keluar dari krisis.Tetapi tidak mungkin
dapat dilakukan dalam waktu yang singkat.Oleh karena itu, pemerintah membuat skala prioritas
yang artinya hal mana yang hendaknya dilakukan agar Indonesia keluar dari krisis. Terpilihnya
presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarno Putri yang naik menggantikan Gus
Dur bertugas untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat dengan meningkatkan kehidupan
ekonomi masyarakat. Namun dengan kondisi perekonomian Negara yang ditinggalkan oleh
pemerintahan Soeharto, tidak mungkin dapat diatasi oleh seorang Presiden dalam waktu
singkat.Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis, presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan
Republik Indonesia, memerlukan penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas.

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan PGPR
    Laporan PGPR
    Dokumen16 halaman
    Laporan PGPR
    Kadek Leni
    100% (3)
  • Jaringan Usaha
    Jaringan Usaha
    Dokumen3 halaman
    Jaringan Usaha
    Kadek Leni
    Belum ada peringkat
  • Contoh RKPP
    Contoh RKPP
    Dokumen2 halaman
    Contoh RKPP
    Kadek Leni
    Belum ada peringkat
  • Dwifungsi Abri
    Dwifungsi Abri
    Dokumen14 halaman
    Dwifungsi Abri
    Kadek Leni
    Belum ada peringkat
  • Metamorphosis
    Metamorphosis
    Dokumen1 halaman
    Metamorphosis
    Kadek Leni
    Belum ada peringkat
  • Orti Bali
    Orti Bali
    Dokumen1 halaman
    Orti Bali
    Kadek Leni
    75% (4)