Iklim Organisasi Sekolah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

E.

Iklim Sekolah
Ada beberapa ahli yang mendefinisikan iklim sekolah. Definisi iklim sekolah tidak luput dari
pengertian iklim itu sendiri. Iklim menurut Hoy dan Miskell (1982) dalam Hadiyanto
(2004:153) merupakan kualitas dari lingkungan yang terus menerus dialami oleh guru-guru,
mempengaruhi tingkah laku dan berdasar pada persepsi kolektif tingkah laku mereka.
Hoy dan Miskell dalam Hadiyanto (2004: 153) menyebutkan bahwa iklim sekolah adalah
produk akhir dari interaksi antar kelompok peserta didik di sekolah, guru-guru dan para
pegawai tata usaha (administrator) yang bekerja untuk mencapai keseimbangan antara dimensi
organisasi (sekolah) dengan dimensi individu.
Hampir senada dengan pendapat di atas, adalah pendapat Sergiovanni dan Startt dalam
Hadiyanto (2004:153) yang menyatakan bahwa iklim sekolah merupakan karakteristik yang
ada, yang menggambarkan ciri-ciri psikologis dari suatu sekolah tertentu, yang membedakan
suatu sekolah dari sekolah yang lain, mempengaruhi tingkah laku guru dan peserta didik dan
merupakan prasaan psikologis yang dimiliki guru dan peserta didik di sekolah tertentu.
Sulistiyani dan Rosidah (2003: 77) menyatakan iklim organisasi, yakni lingkungan internal atau
psikologi organisasi. Iklim organisasi mempengaruhi praktik-praktik dan kebijakan sumber
daya manusia yang diterima oleh anggota organisasi. Semua organisasi yang memiliki iklim
yang manusiawi dan partisipatif menerima dan memerlukan praktik-praktik manajemen
sumber daya manusia yang berbeda dengan iklim yang beriklim otokratik. Apabila iklim
organisasi terbuka memacu karyawan untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan
seperti itu dapat ditangani dengan cara yang positif dan konstruktif. Iklim keterbukaan
bagaimanapun juga hanya tercipta jika pegawai mempunyai tingkat keyakinan yang tinggi dan
mempercayai keadilan tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan manajerial.

1. Dimensi dan Skala Iklim Sekolah
Dimensi iklim sekolah dikembangkan atas dasar dimensi umum yang dikemukakan oleh Moos
dan arter dalam Hadiyanto (2004: 119), yaitu dimensi hubungan, dimensi pertumbuhan atau
perkembangan pribadi, dimensi perubahan dan perbaikan sistem, dan dimensi lingkungan fisik.
1) Dimensi Hubungan
Dimensi hubungan mengukur sejauh mana keterlibatan personalia yang ada di sekolah seperti
kepala sekolah, guru dan peserta didik, saling mendukung dan membantu, dan sejauh mana
mereka dapat mengekspresikan kemampuan mereka secara bebas dan terbuka. Moos
mengatakan bahwa dimensi inimencakup aspek afektif dari interaksi antara guru dengan guru,
dan antara guru dengan personalia sekolah lainnya dengan kepala sekolah. Skala yang termasuk
dalam dimensi ini diantaranya adalah dukungan pesrta didik, afiliasi, keretakan, keintiman,
kedekatan, dan keterlibatan.
2) Dimensi Pertumbuhan atau Perkembangan Pribadi
Dimensi pertumbuhan pribadi yag disebut juga dimensi yang berorientasi pada tujuan,
membicarakan tujuan utama sekolah dalam mendukung pertumbuhan atau perkembangan
pribadi dan motivasi diri guru untuk tumbuh dan berkembang. Skala-skala iklim sekolah yang
dapat dikelompkkan ke dalam dimensi ini diantaranya adalah minat profesional, halangan,
kepercayaan, standar prestasi dan orientasi pada tugas.
3) Dimensi Perubahan dan Perbaikan Sistem
Dimensi ini membicarakan sejauh mana iklim sekolah mendukung harapan, memperbaiki
kontrol dan merespon perubahan. Skala-skala iklim sekolah yang termasuk dalam dimensi ini
antara lain adalah kebebasan staf, partisipasi dalam pembuatan keputusan, inovasi, tekanan
kerja, kejelasan dan pegawasan.
4) Dimensi Lingkungan Fisik
Dimensi ini membicarakan sejauh mana lingkungan fisik seperti fasilitas sekolah dapat
mendukung harapan pelaksanaan tugas. Skala-skala yang termasuk dalam dimensi ini
diantarnya adalah kelengkapan sumber dan kenyamanan lingkungan. Studi tentang keterkaitan
antara iklim lembaga kerja dengan tingkah laku seseorang sebenarnya telah dimulai sejak tahun
1935, diantaranya dilakukan oleh Lewin, Fisher, yang dapat dimengerti bahwa lingkungan
(sekolah) dapat menyebabkan perubahan tingkah laku anak dan juga guru yang pada gilirannya
juga akan mempengaruhi prestasi kerja atau kinerja mereka.

2. Cara Mengkreasikan Iklim Sekolah
Iklim organisasi sekolah itu tidak muncul dengan sendirinya. Ia perlu diciptakan dan dibina agar
dapat bertahan lama. Untuk menciptakan lingkungan belajar mengajar yang sehat dan produktif
menurut Pidarta (1988: 178) haruslah ada kesempatan dan kemauan para profesional untuk :
Saling memberi informasi, ide, persepsi, dan wawasan.
Kerja sama dalam kelompok mereka. Kerja sama itu dapat saling memberi dan menerima
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas mereka sebagai pendidik.
Membuat para personalia pendidikan khususnya para pengajar sebagai masyarakat paguyuban
di lembaga pendidikan.
Mengusahakan agar fungsi kepemimpinan dapat dilakukan secara bergantian, sehingga tiap
orang mendapat kesempatan mengalami sebagai pemimpin untuk menunjukkan
kemampuannya.
Menciptakan jaringan komunikasi yang memajukan ketergantungan para anggota satu dengan
yang lain.
Perlu diciptakan situasi-situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan yang membuat
para anggota tertarik pada kegiatan-kegiatan pengambilan keputusan untuk kepentingan
bersama.
Usahakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan menyerupai hidup dalam keluarga dan hilangkan
situasi tegang.
Kalau ada permasalahan, berilah kesempatan orang atau kelompok yang paling bertalian
dengan masalah itu menyelesaikan terlebih dahulu. Kalau mereka tidak bisa mengatasi baru
dipecahkan bersama-sama.
Para pegawai yang baru diberi penjelasan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu dan
menyelesaikan masalah.
Wujudkan tindakan dalam setiap kegiatan yang menggambarkan bahwa lembaga pendidikan
adalah milik setiap warga paguyuban.

F. Kreativitas Kepemimpinan Kepala Sekolah
Sifat kepemimpinan yang lain adalah kecerdasan yang mencakup kebijakan, pemikiran kreatif, dan
dayapikir serta kecepatan dan ketepatan dalam mengatasi masalah. Dari segi sifat, individu kreatif pada
umumnya bersifat merangsang diri sendiri, bebas, sensitif, berorientasi pada sasaran, dan mampu
mengarahkan upaya mereka sendiri. (Badawi dalam Timpe 1999: 177-178).
Pendapat lain menyebutkan bahwa untuk mengenali sifat yang berhubungan dengan kreatifitas sedikitnya
ada 3 (tiga) aspek yang paling penting, yaitu:
1. Keluwesan (Fleksibel) merupakan kemampuan untukmendekati masalah dari sudut pandang yang
sepenuhnya berbeda. Penerapan coba-coba secara tekun hingga ke titik yang menyukai intuisi
daripada logika adalah bagian dari proses kreatif.
2. Ketekunan, dapat mengatasi stagnasi dengan menggunakan berbagai strategi untuk
mengupayakan hipotesis-hipotesis baru dan aneh.
3. Kemampuan menggabungkan kembali unsur-unsur untuk mencapai wawasan baru.
Kreatifitas kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dari sifat dan kemampuannya dalam
menjalankan perannya sebagai inovator di sekolah. Kepala sekolah sebagai inovator akan tercermin dari
kemampuannya mencari, menemikan, dan melaksanakan berbagai gagasan pembaharuan di sekolah.
(Mulyasa, 2004: 118)
Kreativitas Kepala sekolah tercermin dari perilaku kepala sekolah dalam menghadapi perubahan
pengelolaan sekolah. Perilaku kreatif Kepala Sekolah yang mampu memprakarsai pemikiran baru di dalam
proses interaksi di lingkungan sekolah dengan melakukan perubahan atau penyesuaian tujuan, sasaran,
konfigurasi, prosedur, input, proses, dan output dari suatu sekolah sesuai dengan tuntutan perkembangan.
(Wahjosumidjo 2002: 84).

G. Keberhasilan Kepemimpinan Kepala Sekolah
Pertimbangan utama dalam menentukan keberhasilan kepala sekolah adalah bagaimana sebuah sekolah
melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Keberhasilan kepala sekolah tidak dapat terlepas dari
berbagai pengaruh, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tetapi keberhasilan kepala sekolah dan
keberhasilan sekolah-sekolah mereka berkaitan erat.
Stogdill dalam Wahjosumidjo (2002:493) berpendapat bahwa ciri-ciri keberhasilan kepemimpinan yang ada
pada dasarnya juga merupakan penampilan dari kepemimpinan kepala sekpolah, secara garis besarnya
dirasakan, diamati ada
tidaknya beberapa indikasi sebagai berikut :
Dorongan yang kuat untuk bertanggung jawab dan penyelesaian tugas
Penuh semangat dan tekun di dalam meyakinkan tujuan
Berani mengambil risiko dan mengambil keputusan
Berusaha untuk berlatih, berpikir ke dalam situasi masyarakat.
Percaya diri dan memiliki identitas kepribadian
Keinginan kuat untuk menerima konsekuensi keputusan dan tindakan
Tahan uji dalam menghadapi tekanan akibat hubungan antar pribadi
Kemampuan untuk bersabar dalam nenghadapi kegagalan dan penundaan
Kecakapan untuk mempengaruhi perilaku orang lain
Kemauan unutk menciptakan sistem hubungan kemasyarakatan di dalam mencapai tujuan
Seperti yang dikemukakan oleh Holpin dalam Wahjosumidjo (2002), apabila keberhasilan sebuah sekolah
harus dinilai secara tepat, maka keberhasilan tersebut harus diartikan :
Keterkaitannya dengan perubahan di dalam perilaku
Hasil perubahan perilaku dari individu atau kelompok, seperti para administrator, guru-guru,
tenaga fungsional yang lain dan para siswa.
Dengan demikian sekolah dikatakan berhasil, selalu mengacu ke dalam dua bagian yaitu :
Keberhasilan organisasi yang mencakup berbagai variabel, seperti : produktivitas, biaya
pendidikan, adopsi atau pemakaian inovasi, dan tingkat keberhasilan para siswa.
Keberhasilan organisasi yang meliputi berbgai variabel, seperti : perasaan puas dari staf, dan para
siswa, motivasi dan semangat kerja.
Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpilkan bahwa indikator utama yang dipakai di dalam
menentukan keberhasilan sebuah sekolah adalah tingkat perubahan tercapainya tujuan organisasi atau
sekolah dan pembinaan sumber daya manusia.

DAFTAR BACAAN

Anoraga, Pandji. 1998. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta
Asad, Moh. 1995. Psikologi Industri. Liberty: Yogyakarta.
Effendy, Onong Uchjana. 1977. Kepemimpinan dan Komunikasi. Jakarta: Gunung Agung.

Hasibuan, Malayu SP. 1999. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa, E. 2004. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Purwanto, M. Ngalim. 2004. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Sedarmayanti, 2000. Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Siagian, Sondang P. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta
Tilaar, H. AR. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perpektif
Abad 21.Magelang: Tera Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai