Kata Pengantar Mioma Uteri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji sukur saya ucapkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul Asuhan Keperawatan Klien Dengan Myioma
Uterri .Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Sistem
Reproduksi.
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini untuk menambah pengetahuan dan wawasan
kami selaku mahasiswa dalam bidang kesehatan agar dapat lebih memahami lagi tentang
berbagai macam penyakit, bagaimana terjadinya serta melakukan perawatan terhadap
penyakit tersebut.
Dalam penyusunan tugas ini kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa, kami tidak luput dari kesalahan baik dari
segi tehnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian kami berusaha sebisa
mungkin menyelesaikan tugas ini.
Demikian, semoga makalah tulisan ini dapat bermanfaat bagi kami selaku penyusun
dan pembaca umumnya. Kami mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang
bersifat membangun.












DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu hal yang penting untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
adalah dengan memperhatikan kesehatan wanita khususnya kesehatan reproduksi
karena hal tersebut dampaknya luas dan menyangkut berbagai aspek kehidupan.
Kesehatan reproduksi wanita memberikan pengaruh yang besar dan berperan penting
terhadap kelanjutan generasi penerus bagi suatu Negara. Kesehatan reproduksi
wanita juga merupakan parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Kesehatan reproduksi wanita yang menjadi
masalah adalah salah satunya mioma uteri yang insidensinya terus mengalami
peningkatan.
Kejadian mioma uteri di Indonesia sebesar 2,39%-11,70% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat. Karel Tangkudung (1977) dan Susilo Rahardjo
(1974) dari Surabaya dikutip dalam Wiknjosastro H, masing-masing menemukan
prevalensi mioma uteri 10,3% dan 11,9% dari semua penderita ginekologi yang
dirawat. Mioma uteri memiliki banyak faktor risiko. Risiko mioma uteri meningkat
seiring dengan peningkatan umur. Kasus mioma uteri terbanyak terjadi pada
kelompok umur 40-49 tahun dengan usia rata-rata 42,97 tahun sebanyak 51%. Risiko
mioma uteri meningkat pada wanita nullipara. Beberapa penelitian menemukan
hubungan antara obesitas dan menarche dini dengan peningkatan insiden mioma uteri.
Wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal, dan menarche
dini (<10 tahun) berkemungkinan lebih sering menderita mioma uteri.
Mioma umumnya ditemukan pada wanita usia reproduksi, dan belum pernah
dilaporkan terjadi sebelum menarche, pada masa menopause mioma akan mengecil
seiring dengan penurunan hormon estrogen dalam tubuh. Kejadian mioma uteri lebih
tinggi pada wanita kulit hitam dibanding dengan wanita kulit putih, karena wanita
kulit hitam memiliki lebih banyak hormon estrogen. Penelitian Marino (2004) di Italia
melaporkan 73 kasus mioma uteri dari 341 wanita terjadi pada usia 30-60 tahun
dengan prevalensi 21,4%. Penelitian Boynton (2005) di Amerika melaporkan 7.466
kasus mioma uteri dari 827.348 wanita usia 25-42 tahun dengan prevalensi 0,9%.
Penelitian Pradhan (2006) di Nepal melaporkan 137 kasus mioma uteri dari 1.712
kasus ginekologi dengan prevalensi 8%.Penelitian Okezie O (2006) di Nigeria
(Departement of Gynecology, University of Nigeria Teaching Hospital Enugu)
melaporkan mioma uteri 190 diantara 1.938 kasus ginekologi dengan prevalensi
9.8%.
Penelitian Rani Akhil Bhat (2006) di India (Departement of Obstetric and
Gynecology, Kasturba Medical College and Hospital) terdapat 150 kasus mioma uteri,
dan 77 kasus terjadi pada wanita umur 40-49 tahun dengan prevalensi 51%, dan 45
kasus terjadi pada wanita umur lebih dari 50 tahun dengan prevalensi 30%. Seleksi
uteri dilakukan dari 100 wanita yang menjalankan histerektomi ditemukan 77%
mempunyai mioma uteri termasuk yang berukuran sekecil 2mm. Para Wanita Etnik
Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri lebih tinggi
2,9 kali bila dibandingkan wanita etnik kaukasia. Pengobatan mioma uteri dengan
gejala klinik di Indonesia pada umumnya adalah tindakan operasi yaitu histerektomi
(pengangkatan rahim) atau pada wanita yang ingin mempertahankan kesuburannya,
miomektomi (pengangkatan mioma) dapat menjadi pilihan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi myioma uteri ?
2. Apa saja etiologi dari myioma uteri ?
3. Apa saja kalsifikasi dari myioma uteri ?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari myioma utery ?
5. Bagaimanakah gambaran pathway dari myioma uteri ?
6. Apa sajakah manifestasi klinis dari myioma uteri ?
7. Apa sajakah pemeriksaan diagnostik pada myioma uteri ?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan medis pada tmyioma uteri ?
9. Apa sajakah komplikasi dari myioma uteri ?
10. Bagaimanakah pengkajian pada myioma uteri ?
11. Diagnosa apa saja yang muncul pada penderita myioma uteri ?
12. Bagaimana intervensi pada pasien myioma uteri ?

C. Tujuan
Tujuan penulisan dalam makalah ini dibagi menjadi dua yaitu :
1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui gamabaran umum tentang penyakit myioma uteri.
b. Untuk memenuhi tugas sistem keperawatan reproduksi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang definisi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,
komplikasi serta penatalaksanaan pada penderita myioma uteri.
b. Untuk mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan yang sesui yang harus
diberikan pada penderita myioma uteri.
c. Menambah wawasan perawat, pasien, keluarga pasien dan masyarakat umum
mengenai penyakit myioma uteri.

























BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel sel jaringan otot
polos. Jaringan fibroid dan kolagen. Beberapa istilah untuk mioma uteri antara lain
fibromioma, miofibroma, leiomiofibroma, fibroleiomioma, fibroma dan fibroid.
Myom termasuk tumor jinak dari otot rahim. Secara kedokteran disebut juga
adenomyosis atau fibroid atau leiomyoma. Sekitar 30% operasi pengangkatan rahim
dilakukan atas indikasi adanya myom pada rahim.

B. Etiologi
Mioma uteri yang berasal sel otot polos miometrium dari penelitian mengguankan
glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan
yang uniseluler. Tranformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan
mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid
seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam
proses pertumbuhan tumor.
Faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada 2 teori yang
berpendapa
1. Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi, mengingat bahwa :
a. Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
b. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche
c. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
d. Hiperplasia endometriumsering ditemukan bersama dengan mioma uteri
e. Mioma servikalis (terletak di dekat leher rahim)
2. Teori Cellnest atau genitoblas
Terjadinya mioma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada
cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus olehestrogen. Hormon
estrogen bukan penyebab terjadinya mioma. Namun memang, tumor ini dapat
tumbuh bila terkena estrogen. Hormon progesteron juga mengaktifkan proses
perbanyakan sel tumor ini. Mengapa dan bagaimana juga belum diketahui. Pada
wanita yang sudah masuk ke dalam masa menopause, ukuran mioma akan
berkurang. Pada wanita yang sudah masuk ke dalam masa menopause, ukuran
mioma akan berkurang.Faktor-faktor lain yang juga berpengaruh adalah
ketidakseimbangan emosi misal sering stres, daya tahan tubuh rendah, gaya hidup
yang tidak seimbang, semua itu menyebabkan gangguan pada hormon dan
kemungkinan timbul miom.
Ukuran besar-kecilnya miom juga dipengaruhi oleh jumlah kalori pada tubuh
karena timbunan kalori dalam tubuh mempengaruhi pertumbuhan miom. Makin
gemuk seseorang, makin banyak timbunan kalorinya, dan membuat miom tumbuh
cepat.Miom juga dapat terjadi karena adanya faktor bakat, yang kemudian dipicu
oleh rangsangan-rangsangan hormon (karena emosi tidak stabil), makan
sembarangan dan berat badan yang berlebihan. Rangsangan-rangsangan tersebut
yang membuat pertumbuhan miom lebih cepat. Namun pertumbuhan miom paling
sedikit memerlukan waktu sekitar 8 tahun. Infeksi dan jamur di dalam rahim juga
bisa menjadi perangsang pertumbuhan miom atau memungkinkan miom tumbuh
kembali walaupun telah diangkat. Oleh karena itu kebersihan alat kelamin, berat
badan tubuh, dan keseimbangan emosi harus dijaga agar miom tidak terangsang
pertumbuhannya.

C. Klasifikasi
Berdasarkan posisi mioma uteri terdapat lapisan-lapisan uterus, dapat dibagi dalam 3
jenis :
1. Mioma Submukosa
Tumbuhnya tepat di bawah endometrium. Paling sering menyebabkan perdarahan
yang banyak, sehingga memerlukan histerektomi, wlaupun ukurannya kecil.
Adanya mioma submukosa dapat dirasakan sebagai suatu curet bump (benjolan
waktu kuret). Kemungkinan terjadinya degenerasi sarcoma juga lebih besar pada
jenis ini. Sering mempunyai tangkai yang panjang sehingga menonjol melalui
cervix atau vagina, disebut mioma submucosa bertangkai yang dapat
menimbulkan miomgeburt, sering mengalami nekrose atau ulcerasi.
2. Interstinal atau intramural
Terletak pada miometrium. Kalau lebar atau multipel dapat menyebabkan
pembesaran uterus dan berbenjol-benjol.
3. Subserosa atau subperitoneal Letaknya di bawah lapisan tunica serosa, kadang-
kadang vena yang ada di bawah permukaan pecah dan menyebabkan perdarahan
intra abdominal. Kadang-kadang mioma subserosa timbul di antara dua ligalatum,
merupakan mioma intraligamenter, yang dapat menekan uterus dan A. Iliaca. Ada
kalanya tumor ini mendapat vascularisasi yang lebih banyak dari omentum
sehingga lambat laun terlepas dari uterus, disebut sebagai parasitic mioma. Mioma
subserosa yang bertangkai dapat mengalami torsi.

D. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium dan
lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak menyusun
semacam pseudekapsula atau simpai semu yang mengelilingi tumor di dalam uterus
mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi mioma biasanya banyak. Jika ada satu
mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar
dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus, uterus mioma dapat
menonjol ke depan sehingga menekan dan mendorong kandung kencing ke atas
sehingga sering menimbulkan keluhan miksi Tetapi masalah akan timbul jika terjadi:
berkurangnya pemberian darah pada mioma uteri yang menyebabkan tumor
membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu masalah dapat
timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal pada uterus yang berlebihan sehingga
terjadi anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh lemah,
sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu dengan
perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan
volume cairan.

E. Pathway
Terlampir

F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari mioma uteri hanya terjadi pada 35 50% pasien. Gejala yang
disebabkan oleh mioma uteri tergantung pada lokasi, ukura, dan jumlah mioma.
Gejala dan tanda yang paling sering adalah :
1. Perdarahan uterus yang abnormal
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling sering
terjadi dan yang paling penting. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma
uteri. Wannita mioma uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan haid yang
teratur dan tidak teratur. Menorrhagia dan atau metrorrhagia sering terjadi pada
penderita mioma uteri. Perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan anemia
defesiensi besi. Pada suatu penelitian yang mengevalusi wanita dengan mioma
uteri dengan atau tanpa perdarahan abnormal secara bermakna menderita mioma
intramural (58% dibanding 13%) dan mioma submukosum (21% dibanding 1%)
dibanding dengan wanita penderita mioma uteri yang asimtomatik.
Patofisiologinya perdarahan uterus yang abnormal yang berhubungn dengan
mioma uteri belum deketahui dengan pasti. Beberapa penelitian menerangkan
bahwa adanya disregulasi dari beberapa faktor pertumbuhan dan reseptor
reseptor yang mempunyai efek langsung pada fungsi vaskuler dang angiogenesis.
Perubahan perubahan ini menyebabkan kelainan vaskularisasi akibat disregulasi
setruktur vaskuler dalam uterus.
2. Nyeri panggul
Mioma uteri dapat menyebabkan nyeri panggul yang disebabkan oleh degenerasi
akibat okulsi vaskuler, infeksi torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat
kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum. Tumor yang besar
dapat mengisi rongga pelvik dan menekan bagian tulang pellvik yang dapat
menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar kebagian
punggung dan ekstremitas posterior.
3. Penekanan
Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap organ
sekitar. Penekanan mioma uteri dapat meyebabkan ganggguan berkemih, defekasi
maupun dispareunia. Tumor yang besar juga dapat menekan pembuluh darah vena
pada pelvik sehingga menyebabkan kongesti dan menimbukan edema pada
ekstermitas posterior.
4. Disfungsi reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyeban inertilitas masih belum jelas.
Dilaporkan sebesar 27 40% wanita dengan mioma uteri engalami infertilitas.
Mioma yang terletak didaerah kormu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan
transportsi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri
dapat menyebabkan gangguan konstraksi ritmik uterus yang sebenarnya
diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahab bentuk kavum uteri
karna adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laporoskopi : untuk mengetahui ukuran dan lokasi tumor
2. USG abdominal dan transvaginal
3. Biopsi : untuk mengetahui adanya keganasan
4. Dilatasi serviks dan kuretase akan mendeteksi adanya fibroid subserous.

H. Penatalaksanaan Medis
Secara umum penatalaksaanaan mioma uteri dibagi menjadi 2 metode yaitu :
1. Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-Realeasing-Hormon (GnRH) agonis
memberikan hasil untuk memperbaiki gejala gejala klinis yang ditimbukan oleh
mioma uteri. Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma
dengan jalan mengurangi reproduksi estrogen dari ovarium. Dari suatu penelitian
multisenter didapati data pada pemberian GnRH agonis selama 6 bulan pada
pasien dengan mioma uteri dedapati adanya pengurangn volume mioma sebanyak
44%. Efek maksimal pemberian GnRH agonis baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3
bulan berikutnya tidak terjadi pengurangan volum mioma secara bermakna.
Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan
mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan
pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat
progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal namun
tidak dapat mengurangi ukuran mioma.
2. Terapi pemnadahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhaap mioma yang
menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetricians and
Ggynecologists (ACOG) dan American Sosiety Rreproductive Medicine (ASRM)
indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah :
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d. Infertilitas karna gangguan pada cavum
e. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu.
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemis akibat perdaraha
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun histerektomi.
a. Miomektomi
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerktomi. Tindakan miomektomi
dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi, maupun dengan laparoskopi.
Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapang pandang operasi yang
lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin tumbul
pada pembedahan dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi
secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan
mempengaruhi faktor fertilitas. Disamping itu masa penyembuhan pasca
operasi lebih lama 4 6 minggu. Pada miomektomi secara histeroskopi
dilakukan terhadap mioma submukosum yang terletak pada kavum uteri
dengan cairan untuk memperluas dinding uterus. Keunggulan teknik ini adalah
masa penyembuhan pasca operasi (2 hari). Komplikasi operasi jarang terjadi
namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan
elektrolit dan perdarahan. Miomektomi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai yang berada dikavum uteri
dapat diangkat dengan mudah dengan cara ini. Mioma subserosum yang
terlrtak didaerah permukaan uterus juga dapat dianggkat secara laparoskopi.
Keunggulan laparoskopi adalh masa penyembuhan pasca operasi yang lebih
cepat antara (2 7hari). Resiko yang terjadi pada pembedahan laparoskopi
termasuk, perlengketan, trauma terhadap organ sekita seperti usus ovarium,
rektum, serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi
merupakan prosedure standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih
ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.
b. Histerektomi
Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus.
Tindakan histerktomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi
bila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada
traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12 14 minggu.
Histerektomi praabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total
abdominal histerktomi (TAH) dan subtotal abdominal histerktomi (STAH).
Pemilihan jenis pembedahan ini memerlukan keahlian seorang ahli bedah
yang bertujuan untuk kepentingan keperluan pasien. Masing-masing prosedure
ini memiliki kelebihan dan kekurang masing-masing. STAH dilakukan untuk
menghindari resiko operasi resiko operasi yang lebih besr seperti perdarahan
yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih, rektum. Namun
dengan melakukan STAH, kita meninggalkan serviks dimana kemungkinan
timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan meninggalkan serviks
menurut kilkku, 1983 didapat data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih
rendah dibanding yang menjalani TAH, sehingga tetap mempertahankan
fungsi seksual. Pada TAH jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina
dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasla opersi
dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan dari vagina, dimana
tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerktomi
vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedure operasi ekstraperitoneal,
dimana peritonium yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yagn
mungkin terjadi pada usus dapat diminimalisir. Oleh karena pendekatan opersi
tidak melalui dinding abdomen, maka pada histerktomi vaginal tidak terlihat
parut bekas operasi. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan pasca
operasi juga lebih minimal. Masa penyembuhan lebih cepat dibanding yang
histerektomi abdominal.

I. Komplikasi
1. Pertumbuhan Leiomiosarkoma
Yaitu tumor yang tumbuh dari miometrium, dan merupakan 50 70 % dari semua
sarkoma uteri. Ini timbul apabila suatu mioma uteri yang selama beberapa tahun
tidak membesar, sekonyong-konyong menjadi besar, apalagi jika hal itu terjadi
sesudah menopause.
2. Torsi (putaran tungkai)
Ada kalanya tungkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau
proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut
dengan nekrosis jaringan, dan akan nampak gambaran klinik dari abdomen akut.
3. Nekrosis dan Infeksi
Pada mioma submukosum, yang menjadi polip, ujung tumor kadang-kadang dapat
melalui kanalis servikalis dan dilahirkan di vagina. Dalam hal ini ada
kemungkinan gangguan sirkulasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.

Miom juga membuat sulit untuk hamil karena mengganggu kemampuan sel telur yang
telah terbuahi untuk menyusuk (implantasi) pada dinding rahim. Kadangkala miom
juga menyumbat saluran untuk melahirkan sehingga menimbulkan komplikasi pada
saat kehamilan dan melahirkan. Pada kasus-kasus yang jarang terjadi, miom dapat
tumbuh keluar dari rahim pada stalklike-projection. Jika miom memilin pada stalk ini,
maka akan terasa nyeri berat di bagian bawah perut yang tajam dan tiba-tiba. Jika hal
ini terjadi, segera berobat ke rumah sakit karena mungkin perlu dilakukan
pembedahan.






















BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Gambaran kasus
Ny. Z (51 tahun) dirawat di RS X dengan diagnosa medis mioma uteri. Saat dilakukan
pengkajian ibu mengeluh nyeri perut bagaian bawah sebelah kanan, merasakan nyeri
saat haid, masa haid yang lama dan banyak, sulit BAK dan BAB, perut semakin
membesar sejak 5 bulan yang lalu sehingga sesak nafas saat berbaring terlentang dan
sulit tidur. Saat dilakukan pengkajian diperoleh data: Td 120/70 mmHg, nafas 18
kali/menit, nadi 92 kali/menit, suhu 36,5C, Hb 8,1 gr%. Pada pemeriksaan USG
terdapat mioma ukuran 3,7 x 3,4 x 4 cm.

B. Analisa data
No Data Fokus Etiologi
Masalah
keperawatan
1. Ds :
Klien mengatakan sesak napas saat
berbaring
Do :
- RR = 18x/mnt
- Perut klien terlihat membesar
Penekanan
diafragma oleh
abdomen
Pola nafas tidak
efektif
2. Ds :
Klien mengatakan masa menstruasi
memanjang
Do :
Hb klien 8,1 gr%
Klien terlihat pucat dan lemah
Crt > 3
Perdarahan
pervagina
Gangguan
perfusi jaringan
perifer
3. Ds :
Klien mengatakan masa menstruasi
memanjang dari biasanya dan darah
yang keluar lebih banyak
Do :
- Masa menstruasi memanjang
- Darah keluar lebih banyak
dari biasanya
- TTV :TD = 120/70,
RR = 18x/mnt
Nadi 92x/mmnt
- Hb : 8,1 gr%

Perdarahan
pervagina

Resiko
kekurangan
volume cairan

4. Ds :
Klien mengatakan susah BAB
Do :
- Perut klien tampak membesar
- Bising usus klien 8x/mnt
- Klien sudah 4 hari tidak BAB
Penekanan rectum
oleh abdomen
Konstipasi
5. Ds :
Klien mengatakan sering berkemih
tapi sulit untuk keluar
Do :
- Terjadi distensi kandung
kemih
- Intake : 1500 cc
- Output : 800 cc

Penekanan kandung
kemih oleh abdomen
Gangguan
eliminasi urine


C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan diafragma oleh abdomen
2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan pervagina
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervagina
4. Konstipasi berhubungan dengan penekanan rektum oleh abdomen
5. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penekanan kandung kemih oleh
abdomen

D. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan diafragma oleh
abdomen
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan pola
napas kembali efektif
Kriteria hasil : - RR normal
- Pengembangan ekspansi paru sempurna
No Intervensi keperawatan Rasional
1. Kaji TTV klien Pemantauan tanda vital yang teratur
dapat menentukan perkembangan
pasien
2. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan Kecepatan biasanya meningkat,
dan ekspansi dada.

dispnea, dan terjadi peningkatan kerja
nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi
dada terbatas.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah
posisi.

Duduk tinggi memungkinkan
ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
4. Kolaborasi pemberian oksigen
tambahan.

Memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas.


2. Dx 2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan
pervagina
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak
terjadi gangguan perfusi jaringan perifer
Kriteri hasil : - TTV dalam batas normal
- CRT < 3 detik
- konjungtiva merah muda
No Intervensi Rasional
1. Kaji TTV klien Pemantauan tanda vital yang
teratur dapat menentukan
perkembangan pasien
2. Monitor perubahan tiba-tiba atau
gangguan mental kontinu (camas, bingung,
letargi, pinsan).
Perfusi serebral secara langsung
berhubungan dengan curah
jantung, dipengaruhi oleh
elektrolit/variasi asam basa,
hipoksia atau emboli sistemik.
3. Observasi adanya pucat, sianosis, belang,
kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi
perifer.
Vasokonstriksi sistemik
diakibatkan oleh penurunan
curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan nadi
4. Pantau masukan dan perubahan keluaran Penurunan pemasukan/mual
urine.

terus-menerus dapat
mengakibatkan penurunan
volume sirkulasi, yang
berdampak negatif pada perfusi
dan organ
5. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan
bising usus, mual/muntah, distensi
abdomen, konstipasi.

Penurunan aliran darah ke
mesentrika dapat mengakibatkan
disfungsi GI, contoh kehilangan
peristaltic


3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervagina
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak
terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria hasil : - Ttv dalam batas normal
-Haluaran urine adekuat
- Membrane mukosa lembab
- Turgor kulit baik
No Intervensi Keperawatan Rasional
1. Awasi tanda vital, pengisian kapiler,
status membran mukosa, turgor kulit.
Indikasi keadekuatan volume
sirkulasi. Hipotensi ortostatik dapat
terjadi dengan resiko jatuh/vedera
segera setelah perubahan posisi
2. Awasi jumlah dan tipe masukan
cairan. Ukur haluaran urine dengan
akurat
Pasien tidak mengkonsumsi cairan
sama sekali mengakibatkan
dehidrasi atau mengganti cairan
untuk masukan kalori yang
berdampak pada keseimbangan
elektrolit.
3. Identifikasi rencana untuk
meningkatkan/mempertahankan
keseimbangan cairan optimal mis
jadwal masukan cairan
Melibatkan pasien dalam rencana
untuk memperbaiki
ketidakseimbangan memperbaiki
kesempatan untuk berhasil.
4. Kaji hasil test fungsi elektrolit
(kolaborasi)
Perpindahan cairan elektrolit,
penurunan fungsi ginjal dapat
meluas mempengaruhi
penyembuhan pasien/prognosis dan
memerlukan intervensi tambahan.
5. Kolaborasi pemberian cairan
tambahan
Tindakan untuk memperbaiki
ketidakseimbangan cairan/elektrolit.

4. Konstipasi berhubungan dengan penekanan rektum oleh abdomen
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan konstipasi
teratasi.
Kriteria hasil : - bising usung dalam nilai normal
-klien mengatakan BAB lancar sesui kebiasaan
- Tidak ada nyedi tekan pada abdomen
- Tidak terjadi perasaan perut penuh
No Intervensi keperawatan Rasional
1. Kaji pola kebiasaan BAB klien Mengetahui pengeluaran klien
2. Kaji dan catat bising usus

Deteksi dini penyebab konstipasi

3. Kolaborasi dengan dokter, untuk
pemberian obat pencahar

Meningkatkan eliminasi

4. Berikan cairan yang adekuat

Membantu feses lebih lunak

5. Bantu klien melakukan aktivitas pasif
dan aktiv

Meningkatkan pergerakan usus

6. Berikan pendidikan kesehatan tentang :
Aktivitas, cairan, dan kebutuhan BAB
Mengurangi inkontinensia maupun
konstipasi.

5. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penekanan kandung kemih oleh
abdomen
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam tidak terjadi
gangguan eliminasi urine
Kriteria hasil : - ibumemahami terjadinya retensi urine,
-bersedia melakukan tindakan untuk mengurangi atau
menghilangkan retensi urine
No Intervensi Rasional
1. Catat pola miksi dan monitor
pengeluaran urine
Melihat perubahan pola eliminasi
klien
2. Lakukan palpasi pada kandung kemih,
observasi adanya ketidaknyamanandan
rasa nyeri
Menentukan tingkat nyeri yang
dirasakan oleh klien
3. Anjurkan klien untuk merangsang
miksi dengan pemberian air
hangat,mengatur posisi, mengalirkan
air keran.
Mencegah terjadinya retensi urine


E. Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa Implementasi Evaluasi
Dx 1. Pola napas
tidak efektif
berhubungan
dengan
penekanan
diafragma oleh
abdomen
- Mengkaji TTV klien
- Mengkaji frekuensi, kedalaman
pernafasan dan ekspansi dada
- Meninggikan kepala dan bantu
mengubah posisi.
- Memberikan terapi oksigenasi bila
diperlukan
S : klen mengatakan
masih sesak napas
O : perut klien membesar
Napas dangkal
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
Dx 2. Gangguan
perfusi jaringan
perifer
berhubungan
dengan
- Mengkaji TTV klien
- Memonitor perubahan tiba-tiba
atau gangguan mental kontinu
(camas, bingung, letargi, pinsan).
- Observasi adanya pucat, sianosis,
S : klien mengatakan
masa menstruasi
memanjang
O : CRT > 3dtk
A : masalah belum
perdarahan
pervagina
belang, kulit dingin/lembab, catat
kekuatan nadi perifer.
- Memantau masukan dan perubahan
keluaran urine.
teratasi
P : lanjutkan intervensi
Dx 3. Resiko
kekurangan
volume cairan
berhubungan
dengan
perdarahan
pervagina
- Mangawasi tanda vital, pengisian
kapiler, status membran mukosa,
turgor kulit
- Mengawasi jumlah dan tipe
masukan cairan. Ukur haluaran
urine dengan akurat
- Kolaborasi pemberian cairan
tambahan sesuai indikasi
S : klien mengatakan
masa menstruasi
memanjang dari biasanya
O : masa haid klien
memanjang dan darah
yang keluar lebih banyak
dari biasanya
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
Dx 4. Konstipasi
berhubungan
dengan
penekanan
rektum oleh
abdomen
- Mengkaji pola kebiasaan BAB
klien
- Mengkaji dan catat bising usus
- Membrikan cairan yang adekuat
- Memberikan makanan yang tinggi
serat
- Memberikan laxatif
S : klien mengatakan
susah BAB
O : klien sudah 4 hari
tidak BAB
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
Dx 5. Gangguan
eliminasi urine
berhubungan
dengan
penekanan
kandung kemih
oleh abdomen
- Mencatat pola miksi dan
memonitor pengeluaran urine
- Melakukan palpasi pada kandung
kemih, mengobservasi adanya
ketidaknyamanandan rasa nyeri
- menganjurkan klien untuk
merangsang miksi dengan
pemberian air hangat
S : klien mengatakan
sering BAK tapi sulit
keluar
O : intake 1500 cc, output
800 cc
A : masalah belum
teratasi
P : Lnjutkan intervensi




BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel sel jaringan otot
polos. Faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada 2 teori yang
berpendapa yaitu teori Stimulasi dan Teori Cellnest atau genitoblas


B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. BandungCarpenito,
Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. JakartaGalle, Danielle.
Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai