Vaksinasi Aktif Dan Pasif

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Vaksinasi

Vaksinasi atau Immunisasi adalah salah satu cara untuk mencegah


terkenanya berbagai macam penyakit infeksi. Vaksinasi bisa di
bedakan menjadi dua, yaitu vaksinasi secara aktif dan
pasif. Vaksinasi secara aktif artinya kita di berikan vaksin yang berisi
virus/bakteri yang sudah di matikan atau di lemahkan atau hanya
bagian tertertentu dari virus/ bakteri itu sendiri atau bahkan hanya
toksinnya saja. (toksin adalah zat racun yang di produksi bakteri
tertentu, sepeti pada tetanus,dll). Tujuan pemberian vaksin secara
aktif adalah untuk memacu tubuh kita mengenali virus/bakteri
tersebut sehingga tubuh membentuk antibody melawannya dan ketika
suatu saat kita terinfeksi dgn bakteri/virus tersebut, tubuh kita bisa
dengan cepat mengenali dan mengeliminasi/mengancurkan benda
asing yg masuk tadi. antibody yang di bentuk tubuh kita sifatnya
spesifis, artinya satu jenis antibody hanya mengenal satu macam
bakteri/virus
tertentu
yang
kita
perkenalkan
melalui
vaksinasisehingga jumlah antibody dalam tubuh byk sekali untuk
melawan berbagai macam penyakit yang mungkin terjadi. Berbeda
dengan vaksinasi secara aktif, vaksinasi secara pasif dilakukan dengan
cara memasukkan serum yang sudah mengandung antibody tuk
melawan jenis penyakit tertentu atau toksinnya dalam konsentrasi
tinggi. Dalam hal ini tubuh kita tidak di pacu secara aktif
menghasilkan/membentuk antibody sendiri tetapi hanya menerima
antibody yg sudah ada, mengingat proses pembentukan antibody bisa
berminggu-minggu lamanya.
Sejarah Immunisasi
Sampai pada abad ke 19 , dokter-dokter eropa tidak berdaya melawan
penyakit infeksi yang tersebar luas dan berulang kali menginfeksi
penduduk yang menyebabkan wabah dan epidemi besar. Salah satu
penyakit infeksi yang meluas saat itu adalah cacar, dimana sekitar
30% orang yang tertular meninggal dunia. Penderita yang berhasil
sembuh ditandai dengan luka2 kulit. Satu hal yang di ketahui saat itu
adalah bahwa orang akan menjadi imun/kebal dengan penyakit yang
sama jika sudah satu kali tertular dan terkena cacar. Karena itu, cacar
merupakan penyakit infeksi pertama yang dilakukan percobaan

dengan cara menulari orang secara sengaja supaya menjadi imun


terhadap virus lainnya. Di perkirakan bahwa teknik seperti ini sudah
mulai di lakukan orang2 india atau china 200 tahun sebelum Masehi.
Dokter-dokter china di zaman itu melakukannya dengan memilih
orang2 yang terkena cacar ringan dan mengumpulkan bagian kulit
yang terkena cacar yang sudah mengering. Hasil kumpulannya
kemudian di tumbuk menjadi bubuk dan di masukkan ke dalam
hidung orang yang ingin di immunisasi. Lady Mary Wortley Montagu
memberitakan pada tahun 1718 bahwa orang-orang turki juga
melakukan hal yang serupa yaitu cairan tubuh orang yang terinfeksi di
ambil kemudian di berikan ke anaknya sendiri.
Juga di percaya bahwa dengan terinfeksi dengan cacar sapi ( berbeda
dgn cacar yang berbahaya pada manusia, cacar sapi juga
menyebabkan cacar tetapi hanya berlangsung ringan) menyebakan
tubuh menjadi imun dengan cacar. Dokter inggris saat itu Edward
Jenner ( 1749-1823) melakukan experimen dengan hal ini dan
menginfeksi secara sengaja seorang anak pada tahun 1796 dengan
cacar sapi tsb. Hasil experimen ini akhirnya berhasil, dan anak tsb
memang menjadi imun dengan cacar. Karena itu Jenner menamai
bahan imunisasinya Vaccine ( berasal dari bahasa latin Vacca berarti
sapi) dan teknik pemberin vaksin seperti itu di namakan Vaccination
(bahasa latinnya vaccinus, berarti dari sapi). Teknik ini akhirnya
menjadi teknik modern pertama dalam dunia imunisasi dan mulai
tersebar luas di eropa saat itu, tetapi penyebab berbagai macam
penyakit infeksi masih tetap belum di ketahui.
Kronik perkembangan Vaksinasi dunia
Nama penyakit

Penyebab

Cacar

Virus Variola

Rabies

Virus Rabies

Demam tifoid
Difteri

Bakteri
Bakteri

Batuk rejan
Tuberkulosis (TBC)

Bakteri
Bakteri

Tetanus
Demam kuning yellow fever

Bakteri
Virus

Influenza/flu

Virus

Polio

Virus

Beguk

Virus

Campak

Virus

Rubella

Virus

Tick borne meningoencephalitis


Cacar air
Radang paru2

Virus
Virus
Bakteri

Hepatitis B

Virus

Meningitis

Bakteri

Haemophilus Influenzae Tipe B

Bakteri

Hepatitis A

Virus

Diare hebat

Virus

Jenis Vaksinasi
Bergantung pada jenis vaksin dan jenis immunisasi yang di lakukan (
pasif ataupun aktif), penerapan imunisasi dilakukan dengan
bermacam metode. Immunisasi secara aktif misalnya dilakukan secara
parenteral( artinya tidak melalui usus) yaitu dengan cara
menyuntikkan jenis vaksin menggunakan jarum suntik. Inipun bisa di
bedakan dalam berbagai cara yaitu secara intra dermal ( di dalam

kulit) subkutan ( di bawah kulit ) atau di suntikkan ke dalam otot


tertentu. Selain dengan metode ini, beberapa vaksinasi di diberikan
melalui oral ( masuk melalui mulut dan di telan) atau bahkan melalui
hidung. Walaupun demikian, jenis pemberian yang paling banyak di
lakukukan adalah melalui suntikan ke otot lengan bagian atas (
musculos deltoideus). Untuk anak2 suntikan di bagian paha bagian
luar ( musculus vastus lateralis) lazim di terapkan. Penyuntikan
immunisasi aktif ke otot pantat ( musculus gluteus maximus) masih
perdebatkan dan dinilai kurang membawa hasil mengingat lebih
seringnya efek samping yang timbul pada jenis suntikan ini (di jerman
misalnya, metode penyuntikan vaksin ke pantat tidak di anjurkan)
. Bertolak belakang dengan itu, immunisasi secara pasif, justru lebih
sering di lakukan dibagian tubuh ini.
Immunisasi secara aktif
Immunisasi secara aktif adalah jenis immunisasi yang paling sering di
lakukan. Pada immunisasi jenis ini bisa di bedakan antara bahan
vaksin hidup dan vaksin mati, Vaksin Hidup mengandung kuman
(Bakteri/Virus) yang sudah di lemahkan tetapi masih mampu
berkembang biak di dalam tubuh, tetapi tidak lagi menimbulkan
penyakit itu sendiri. Sebaliknya pada bahan vaksin mati,
mengantung kuman yang sudah di matikan sehingga tidak lagi
berkembang biak atau bahkan hanya mengandung bagian tertentu saja
dari kuman tsb ( antigen). Selain itu, terdapat juga bahan vaksin yang
hanya mengandung bagian toksin( seperti zat racun yang di
produksi bakteri tertentu) yang secara biologis tidak lagi aktif (
contohnya pada vaksin tetanus, mengandung toksin dari baktreri
Clostridium tetani yang tidak lagi aktif).
Berbagai macam vaksin hidup, bisa di berikan secara bersamaan, jika
pelaksanaannya tidak bisa berbarengan maka jarak antara satu jenis
vaksin dengan vaksin lainnya harus minimal 4 minggu. Berbeda
halnya dengan itu, bahan vaksin mati atau kombinasi antara
keduanya, jarak waktunya antara keduanya tidak ada. Seperti yang
sudah di sebutkan diatas, vaksinya bisa di suntik di lengan kiri atas, di
paha atas untuk anak kecil, dibawah kulit, di telan atau di semprot ke
hidung.

Dengan pemberian vaksin secara aktif, berarti tubuh kita di pacu atau
di rangsang untuk menghasilkan antibody terhadap jenis kuman yang
di masukkan, tanpa menimbulkan infeksi/penyakit itu sendiri. Dalam
hal ini, bagian2 tertentu dari kuman tsb, misalnya protein atau
molekul polisakarid(gula), disebut sebagai antigen, akan di kenali
oleh sel-sel dari sistem imun kita sebagai benda asing dan terjadi
respon/reaksi terhadapnya. Respon dari tubuh terhadahap antigen
yang tidak di kenali ini membuat tubuh kita menghasilkan jenis sel
darah putih, limfosit, dimana sel2 limfosit ini di pacu untuk
memproduksi antibody melawan antigen yang ada. Setelah mendapat
jawaban atau respon terhadap antigen tsb, sel2 ini kemudian
melakukan diferensiasi menjadi sel pengingat atau memory B cell .
Melalui sel2 pengingat ini, yang terus melakukan sirkulasi atau
patroli dalam darah, maka tubuh kita tetap terjaga dan aman untuk
melawan antigen tsb dan dengan demikian efek vaksinasinya bisa
bertahan lama. Jika suatu saat kuman yang sama masuk ke dalam
tubuh kita dan bertemu dengan sel2 pengingat ini yang sedang
patroli, maka sel2 ini dengan cepatnya dan sangat efisien
memberikan respon/jawaban terhadap antigen tsb dengan cara
menghasilkan antibody yang bisa menghancurkan dan mengeliminasi
kuman tersebut sebelum muncul penyakitnya.
Immunisasi secara pasif
Imunisasi secara pasif mulai di perkenalkan oleh emil von Behring
pada tahun 1890 ketika ia mengembangkan cara melawan
difteri. Pada imunisasi jenis ini, antibody langsung di suntik ke dalam
tubuh. Kelebihannya adalah bahwa tubuh kita tidak harus
memproduksi antibody sendiri, dimana proses produksinya bisa lebih
dari seminggu. Sebagai penggantinya, Serum yang mengandung
antibody yang di suntikkan bisa segera mengenali kumann (bakteri /
virus) yang masuk, sehingga sistem imun dari pasien tersebut bisa
merespon/bereaksi dan akhirnya bisa di hancurkan. Pada umumnya
imunisasi secara pasif seperti ini hanya bertahan beberapa minggu
atau bulan saja, setelah itu antibody pinjaman ini di hancurkan dan
di keluarkan dari tubuh. Oleh karena itu, bahaya akan adanya infeksi
baru dengan kuman yang sama masih tetap ada, karena dalam bentuk
imunisasi cepat seperti ini, tubuh kita tidak di rangsang membentuk

sel2 pengingat. Maka dari itu juga, imunisasi secara pasif ini biasa di
berikan sebagai imunisasi darurat jika tubuh kita sudah terkena kontak
dengan kuman berbahaya. Sebagai contohnya jika terjadi dugaan
terkena infeksi tetanus atau rabies sesudah gigitan anjing. Pasien
dengan luka yang terkontaminasi serta tidak mengetahui pernah di
vaksin atau tidak dengan kuman penyebab penyakit yang di duga (
status imunisasi di pertanyakan) maka selain vaksinasi secara aktif
juga di berikan imunisasi secara pasif ini untuk menghindari
terjadinya infeksi tsb. caranya adalah dengan menyuntikkan vaksin di
dua bagian tubuh yang berbeda. Sesudah resorpsi / penyerahan bahan
vaksinnya dan mencapai aliran darah, antibody yang di suntikkan
akan mentralisasi antigen atau toksin yang mungkin ada dan tetap
bertahan di dalam darah sampai tubuh kita menghasilkan antibody
sendiri sebagai respon imunisasi aktif yang di berikan tsb. Dalam hal
ini, Interval waktu sampai pembentukan sendiri antibody tsb bisa di
jembatani.
Pada umumnya antibody yang di pakai ini berasal dari manusia,
caranya adalah hasil donor darah tsb di kumpulkan menjadi satu (
pool darah ) kemudian dari itu antibody nya di ekstraksi ( proses
pemisahan). Hal ini tentunya bisa beresiko terutama untuk penyakit2
yang proses penularannya tidak di ketahui ( misalnya BSE atau
penyakit sapi gila). Juga untuk penyakit yang sudah di ketahui pun (
misal HIV) tetap bisa terkontaminasi dan di tularkan jika proses
pengerjaannya tidak sesuai aturan. tetapi selain antibody dari
manusia ini, mulai di kembangkan antibody secara gen teknik di mana
di produksi dengan antibody spesifis untuk melawan jenis penyakit
tertentu ( antibody monoklonal). Contoh antibody monoklonal
ini
adalah imunisasi secara pasif dengan Palivizumab
melawan Respiratory Syncytial Virus (RSV) terutama untuk bayi
prematur yang terancam infeksi ini.
Prinsip imunisasi pasif ini juga diterapkan untuk melawan racun
ular. Zat yang di produksi ini bernama Antivenin ( atau Antivenom),
yaitu dengan cara menyuntikkan jumlah kecil dari racun ular tsb ke
binatang, terutama kuda, domba, kambing atau kelinci. Binatang2 ini
kemudian membentuk antibody melawan protein yang ada dalam
racun tsb, kemudian antibody nya di saring (ekstraksi) dari darah

hewan2 tsb, di ambil dan di berikan ke pasien yang terkena gigitan


ular.
Serupa dengan imunisasi pasif juga terjadi pada bayi yang baru lahir.
Si bayi mendapat antibody dari ibunya melalui plasenta dan bisa
terlindungi untuk jangka waktu tertentu akan munculnya penyakit
infeksi. Imunitas pinjaman ini akan berkurang efeknya dalam
beberapa bulan pertama. Jika Sang Ibu tetap menyusui anaknya,
antibody sang ibu masih tetap bisa di berikan melalui ASI sehingga si
bayi masih bisa tetap terlindungi akan bahaya penyakit infeksi ( tidak
untuk semua jenis penyakit, terutama yang menyerang sistem
pencernaan).
Kemanjuran imunisasi
Kemanjuran suatu jenis vaksin melawan berbagai macam penyakit
infeksi telah lebih dari 50 tahun di dokumentasikan oleh badan2
pemerintahan bagian ini. Di eropa misalnya, setiap jenis vaksin
sebelum mendapat izin peredaran harus melalui European medicine
agency, di mana vaksin2 tersebut di buktikan kembali efektifitasnya
secara preklinis dan klinis, dan setelahnya tetap di kontrol secara
berkelangsungan. Seperti diketahui, tidak ada vaksin satu pun yang
bisa melindungi 100% dari setiap jenis penyakit infeksi. Perlindungan
ini berbeda antara satu vaksin dan vaksin lainnya, tetapi walaupun
demikian, vaksin2 yang di anjurkan oleh pemerintah tetap bisa
menurunkan secara drastis kemungkinan terjadinya infeksi tsb. Ada
juga jenis vaksinasi, yang membuat kelangsungan penyakit menjadi
lebih ringan sehingga bisa tetap melindungi akan adanya komplikasi
yang hebat.
Sesuai keterangan WHO dan Global Alliance for Vaccines and
Immunization (GAVI) bahwa pada tahun 2002 terdapat sekitar 2 juta
orang meninggal karena penyakit infeksi yang seharusnya bisa di
hindari kalau terjadi imunisasi/vaksinasi. Pemberantasan penyebab
kematian seperti ini juga menhjadi tujuan WHO melalui program
imunisasi yang di anjurkan. Keberhasilan program tersebut sekaligus
sebagai bukti kemanfaatan/kemanjuran vaksinasi.

Anda mungkin juga menyukai