KMK No. 1087 Tahun 2010 TTG Pedoman Manajerial K3 Di Rumah Sakit B164Fd01

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan

Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 432/MENKES/SK/IV/2007
TENTANG
PEDOMAN MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
DI RUMAH SAKIT

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang

: a.

b.

Mengingat

: 1.

2.

3.

4.

5.

6.

bahwa dalam kegiatan rumah sakit berpotensi menimbulkan


bahaya fisik, kimia, biologi, ergonomik dan psikososial yang
dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan baik
terhadap pekerja, pasien, pengunjung maupun masyarakat di
lingkungan rumah sakit;
bahwa untuk mencegah dan mengurangi bahaya kesehatan
dan keselamatan khususnya terhadap pekerja, perlu dilakukan
upaya-upaya kesehatan dan keselamatan kerja dengan
menetapkan
Pedoman
Manajemen
Kesehatan
dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit dengan Keputusan
Menteri Kesehatan;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2918);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437);
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga
kerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4729);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437);
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3637);
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3781);

[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

7.

8.

9.
10.
11.

12.
13.

14.

15.

16.

17.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis


Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi
Pengion (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3992);
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit
Yang Timbul Karena Hubungan Kerja;
Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Wajib
Laporan Penyakit Akibat Hubungan Kerja;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 876/Menkes/SK/VIII/
2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan
Lingkungan;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1217/Menkes/SK/IX/
2001 tentang Pedoman Pengamanan Dampak Radiasi;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1335/Menkes/SK/X/
2002 tentang Standar Operasional Pengambilan dan
Pengukuran Kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1439/Menkes/SK/XI/
2002 tentang Penggunaan Gas Medis Pada Sarana Pelayanan
Kesehatan;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 351/Menkes/SK/III/2003
tentang Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor
Kesehatan;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/
X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit;
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/
2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Kesatu
: KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) DI
RUMAH SAKIT.
Kedua
: Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
Rumah Sakit sebagaimana terlampir dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga
: Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua merupakan
acuan bagi pengelola maupun karyawan Rumah Sakit dalam
melakukan upaya kesehatan dan keselamatan kerja;
Keempat
: Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Pedoman sebagaimana
dimaksud dalam Diktum Kedua dilaksanakan oleh Menteri
Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota,
dengan melibatkan organisasi profesi dan masyarakat.

[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

Kelima

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 10 April 2007
MENTERI KESEHATAN,

Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.

[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

Lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor :432/Menkes/SK/IV/2007
Tanggal : 10 April 2007

PEDOMAN MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


(K3) DI RUMAH SAKIT
I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal
di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria
tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di
RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah
seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan
instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia
yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi.
Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan
bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di
lingkungan RS.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus
yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah
kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains,
strains : 52%; contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures:
10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches,
abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US
Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi
pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia,
diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS,
insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera punggung
menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun.
Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS

[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan


dari para petugas di RS, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.
Selain itu, Gun (1983) memberikan catatan bahwa terdapat beberapa kasus
penyakit kronis yang diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia
(kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita),
dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan
pergeseran diskus intervertebrae. Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa
kasus penyakit akut yang diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas
atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran
cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran
kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit
dan sistem otot dan tulang rangka.
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena
itu K3 RS perlu dikelola dengan baik.
Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan
sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan
RS.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan :
Terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS
Manfaat :
1. Bagi RS :
a. Meningkatkan mutu pelayanan
b. Mempertahankan kelangsungan operasional RS
c. Meningkatkan citra RS.
2. Bagi karyawan RS :
a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK)
b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
3. Bagi pasien dan pengunjung :
a. Mutu layanan yang baik
b. Kepuasan pasien dan pengunjung
C. Sasaran
1. RS
2. Karyawan RS
3. Pasien dan pengunjung

[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

II.

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI RUMAH SAKIT

A. Pengertian
Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)
Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat
kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di
semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja
yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan
penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas
merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia
kepada pekerjaan atau jabatannya.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat
kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi
kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
Manajemen K3 RS
Suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk
membudayakan K3 di RS .
B. Upaya K3 di RS
Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja,
proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan,
pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan
dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen K3 yaitu
kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja.
Yang dimaksud dengan :
1. Kapasitas kerja adalah kemampuan seorang pekerja untuk
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik pada suatu tempat kerja
dalam waktu tertentu.
2. Beban Kerja adalah suatu kondisi yang membebani pekerja baik secara
fisik maupun non fisik dalam menyelesaikan pekerjaannya, kondisi
tersebut dapat diperberat oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung
secara fisik atau non fisik.
3. Lingkungan Kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi
faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi
pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya.
C. Bahaya Potensial di RS
Bahaya Potensial di RS dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan
akibat kerja. Yaitu disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri dan jamur);
faktor kimia (antiseptik, gas anestasi) ; faktor ergonomi (cara kerja yang

[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

salah); faktor fisika (suhu, cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi); faktor
psikososial (kerja bergilir, hubungan sesama karyawan/atasan).
Bahaya potensial yang dimungkinkan ada di RS, diantaranya adalah
mikrobiologik, desain/fisik, kebakaran, mekanik, kimia/gas/karsinogen,
radiasi dan risiko hukum/keamanan.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) di RS, umumnya berkaitan dengan faktor
biologik (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia
(pemaparan dalam dosis kecil namun gterus menerus seperti antiseptik
pada kulit, gas anestasi pada hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara
mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus
(panas pada kulit, tegangan tinggi pada sistem reproduksi, radiasi pada
sistem pemroduksi darah); faktor psikologis (ketegangan di kamar bedah,
penerimaan pasien, gawat darurat dan bangsal penyakit jiwa).
D. Respon Kegawatdaruratan di RS
Kegawatdaruratan dapat terjadi di RS. Kegawatdaruratan merupakan suatu
kejadian yang dapat menimbulkan kematian atau luka serius bagi pekerja,
pengunjung ataupun masyarakat atau dapat menutup kegiatan usaha,
mengganggu operasi, menyebabkan kerusakan fisik lingkungan ataupun
mengancam finansial dan citra RS.
RS mutlak memerlukan Sistem Tanggap Darurat sebagai bagian dari
Manajemen K3 RS.
III.

SISTEM MANAJEMEN K3 RUMAH SAKIT

A. Komitmen dan Kebijakan


Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan
mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen
RS mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti
pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di RS.
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur
organisasi RS.
Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi
antara lain :
1. Advokasi sosialisasi program K3 RS.
2. Menetapkan tujuan yang jelas.
3. Organisasi dan penugasan yang jelas.
4. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di
lingkungan RS.
5. Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
6. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif
7. Membuat program kerja K3RS yang mengutamakan upaya peningkatan
dan pencegahan.
8. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.

[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

B. Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan
penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat
diukur. Perencanaan K3 di RS dapat mengacu pada standar Sistem
Manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3RS dan SMK3.
Perencanaan meliputi:
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko. RS
harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta
pengendalian faktor risiko.
a. Identifikasi sumber bahaya
Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan :
Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya.
Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi.
Sumber bahaya yang ada di RS harus diidentifikasi dan dinilai untuk
menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan PAK.
Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di RS meliputi :
No
1

Bahaya
Potensial
FISIK :
Bising

Getaran

Debu

Lokasi
IPS-RS, laundri, dapur,
CSSD, gedung gensetboiler, IPAL
ruang mesin-mesin dan
perlatan yang
menghasilkan getaran
(ruang gigi dll)
genset, bengkel kerja,
laboratorium gigi, gudang
rekam medis, incinerator

Panas

CSSD, dapur, laundri,


incinerator, boiler

Radiasi

X-Ray, OK yang
menggunakan c-arm, ruang
fisioterapi, unit gigi

Pekerja yang paling berisiko

Karyawan yang bekerja di


lokasi tsb

perawat, cleaning service dll


Petugas sanitasi, teknisi
gigi, petugas IPS dan rekam
medis
pekerja dapur, pekerja
laundry,petugas sanitasi
dan IP-RS
Ahli radiologi, radioterapist
dan radiografer, ahli
fisioterapi dan petugas
roentgen gigi.

KIMIA :
disinfektan

Semua area

[email protected]

Petugas kebersihan,
perawat

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

No

Bahaya
Potensial
Cytotoxics
Ethylene oxide

Farmasi, tempat
pembuangan limbah,
bangsal
Kamar operasi

Formaldehyde

Laboratorium, kamar
mayat, gudang farmasi

Methyl :
Methacrylate,
Hg (amalgam)

Ruang pemeriksaan gigi

Solvents

Laboratorium, bengkel
kerja, semua area di RS

Gas-gas
anaestesi

Ruang operasi gigi, OK,


ruang pemulihan (RR)

Pekerja yang paling berisiko


Pekerja farmasi, perawat,
petugas pengumpul
sampah
Dokter,perawat
Petugas kamar mayat,
petugas laboratorium dan
farmasi
Petugas/dokter gigi, dokter
bedah, perawat
Teknisi, petugas
laboratorium, petugas
pembersih
Dokter gigi, perawat, dokter
bedah, dokter/perawat
anaestesi

BIOLOGIK :
Dokter , dokter gigi,
perawat, petugas
laboratorium, petugas
sanitasi dan laundry
Perawat, dokter yang
bekerja di bagian Ibu dan
anak

AIDS, Hepatitis
B dan Non ANon B

IGD, kamar Operasi, ruang


pemeriksaan gigi,
laboratorium, laundry

Cytomegalovirus

Ruang kebidanan, ruang


anak

Rubella

Ruang ibu dan anak

Dokter dan perawat

Tuberculosis

Bangsal, laboratorium,
ruang isolasi

Perawat, petugas
laboratorium, fisioterapis

Area pasien dan tempat


penyimpanan barang
(gudang)

Petugas yang menangani


pasien dan barang

Semua area

Semua karyawan

Semua area

Dokter gigi, petugas


pembersih, fisioterapis,
sopir, operator komputer,
yang berhubungan dengan
pekerjaan juru tulis

ERGONOMIK
Pekerjaan yang
dilakukan
secara manual
Postur yang
salah dalam
melakukan
pekerjaan
Pekerjaan yang
berulang

Lokasi

PSIKOSOSIAL

[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

No

2.

3.

4.

5.

Bahaya
Lokasi
Potensial
Sering kontak
dengan pasien,
kerja bergilir,
Semua area
kerja berlebih,
ancaman secara
fisik

10

Pekerja yang paling berisiko

Semua karyawan

b. Penilaian faktor risiko


Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan
melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko
kesehatan dan keselamatan.
c. Pengendalian faktor risiko
Dilaksanakan melalui 4 tingkatan pengendalian risiko yakni
menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan
sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah/tidak ada
(engineering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi
(APP).
Membuat peraturan
RS harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional
prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan
mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi,
diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada
karyawan dan pihak yang terkait.
Tujuan dan sasaran
RS harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya
potensial dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran,
sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian (SMART).
Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang
sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian
SMK3 RS.
Program K3
RS harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk
mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta
dilaporkan.

C. Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab
manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing
serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus
ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung
jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta
penegakkan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3 RS secara
spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua
tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab
timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan
[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

11

pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja,


sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan
mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program
yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka
perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.
1. Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3 RS
a. Tugas pokok :
Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS
mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
Merumuskan
kebijakan,
peraturan,
pedoman,
petunjuk
pelaksanaan dan prosedur.
Membuat program K3RS
b. Fungsi
Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3
Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya
promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di RS.
Pengawasan terhadap pelaksanaan program K-3.
Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan
korektif.
Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol
bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan
sesuai kegiatannya.
Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru,
pembangunan gedung dan proses.
2. Struktur organisasi K3 di RS
Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur, bukan kerja rangkap
dan merupakan unit organisasi yang bertanggung jawab langsung
kepada Direktur RS, karena berkaitan langsung dengan regulasi,
kebijakan, biaya, logistik dan SDM. Nama organisasinya adalah unit
pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan
seluruh unit kerja di RS.
Keanggotaan :
Organisasi/unit pelaksana K3 RS beranggotakan unsur-unsur dari
petugas dan jajaran direksi RS.
Organisasi/unit pelaksana K3 RS terdiri dari sekurang-kurangnya
Ketua, Sekretaris dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3 RS
dipimpin oleh ketua.
Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris
serta anggota.
Ketua organisasi/unit pelaksana K3 RS sebaiknya adalah salah satu
manajemen tertinggi di RS atau sekurang-kurangnya manajemen
dibawah langsung direktur RS.

[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

12

Sedang sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 RS adalah seorang


tenaga profesional K3 RS, yaitu manajer K3 RS atau ahli K3.

3. Mekanisme kerja
Ketua
organisasi/unit
pelaksana
K3
RS
memimpin
dan
mengkoordinasikan kegiatan organisasi/unit pelaksana K3 RS.
Sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 RS memimpin dan
mengkoordinasikan tugas-tugas kesekretariatan dan melaksanakan
keputusan organisasi/unit pelaksana K3 RS.
Anggota organisasi/unit pelaksana K3 RS mengikuti rapat organisasi/unit
pelaksana K3 RS dan melakukan pembahasan atas persoalan yang
diajukan dalam rapat, serta melaksanakan tugas-tugas yang diberikan
organisasi/unit pelaksana K3 RS.
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, organisasi/unit
pelaksana K3 RS mengumpulkan data dan informasi mengenai
pelaksanaan K3 di RS. Sumber data antara lain dari bagian personalia
meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa keterangan, angka kecelakaan,
catatan lama sakit dan perawatan RS, khususnya yang berkaitan dengan
akibat kecelakaan. Dan sumber yang lain bisa dari tempat pengobatan
RS sendiri antara lain jumlah kunjungan, P3K dan tindakan medik karena
kecelakaan, rujukan ke RS bila perlu pengobatan lanjutan dan lama
perawatan dan lama berobat. Dari bagian teknik bisa didapat data
kerusakan akibat kecelakaan dan biaya perbaikan.
Informasi juga dikumpulkan dari hasil monitoring tempat kerja dan
lingkungan kerja RS, terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya
potensial baik yang berasal dari kondisi berbahaya maupun tindakan
berbahaya serta data dari bagian K3 berupa laporan pelaksanaan K3
dan analisisnya.
Data dan informasi dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3 RS,
untuk menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan
korektif maupun tindakan preventif. Hasil rumusan disampaikan dalam
bentuk rekomendasi kepada direktur RS. Rekomendasi berisi saran
tindak lanjut dari organisasi/satuan pelaksana K3 RS serta alternatifalternatif pilihan serta perkiraan hasil/konsekuensi setiap pilihan.
Organisasi/unit pelaksana K3 RS membantu melakukan upaya promosi
di lingkungan RS baik pada petugas, pasien maupun pengunjung, yaitu
mengenai segala upaya pencegahan KAK dan PAK di RS. Juga bisa
diadakan lomba pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja yang ada di
lingkungan kerja RS, dan yang terbaik atau terbagus pelaksanaan dan
penerapan K3 nya mendapat reward dari direktur RS.

[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

13

D. Langkah-Langkah Penyelenggaraan
Untuk memudahkan penyelenggaraan K3 di RS, maka perlu langkahlangkah penerapannya yaitu :
Kebijakan K3

Peningkatan
Berkelanjutan

Tinjauan Ulang
Perencanaan

Pengendalian
Pelaksanaan

1. Tahap persiapan
a. Menyatakan komitmen.
Komitmen harus dimulai dari direktur utama/direktur RS (manajemen
puncak). Pernyataan komitmen oleh manajemen puncak tidak hanya
dalam kata-kata, tetapi juga harus dengan tindakan nyata, agar dapat
diketahui, dipelajari, dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh staf dan
petugas RS.
b. Menetapkan cara penerapan K3 di RS.
Bisa menggunakan jasa konsultan atau tanpa meggunakan jasa
konsultan jika RS memiliki personil yang cukup mampu untuk
mengorganisasikan dan mengarahkan orang.
c. Pembentukan organisasi/unit pelaksana K3 RS.
d. Membentuk kelompok kerja penerapan K3.
Anggota kelompok kerja sebaiknya terdiri atas seorang wakil dari
setiap unit kerja, biasanya manajer unit kerja. Peran, tanggung jawab
dan tugas anggota kelompok kerja perlu ditetapkan. Sedangkan
mengenai kualifikasi dan jumlah anggota kelompok kerja disesuaikan
dengan kebutuhan RS.
e. Menetapkan sumber daya yang diperlukan.
Sumber daya disini mencakup orang (mempunyai tenaga K3),
sarana, waktu dan dana.

[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

14

2. Tahap Pelaksanaan
Penyuluhan K3 ke semua petugas RS
a. Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan
kelompok di dalam organisasi RS. Fungsinya memproses individu
dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah
ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan.
b. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku
diantaranya :
- Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus)
- Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja
- Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan
darurat
- Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi
kesehatan
- Pengobatan pekerja yang menderita sakit.
- Menciptakan lingkungan kerja yang hIgienis secara teratur,
melalui monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada
- Melaksanakan biological monitoring
- Melaksanakan surveilas kesehatan pekerja
3. Tahap pemantauan dan Evaluasi
Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di RS adalah salah satu
fungsi manajemen K3 RS yang berupa suatu langkah yang diambil untuk
mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3 RS itu
berjalan, dan mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari
suatu kegiatan K3 RS dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pemantauan dan evaluasi meliputi :
a. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan
RS (SPRS);
- Pencatatan dan pelaporan K3
- Pencatatan semua kegiatan K3
- Pencatatan dan pelaporan KAK
- Pencatatan dan pelaporan PAK
b. Inspeksi dan pengujian
Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3
secara umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3 di RS
dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3 RS sehingga
kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain
adalah pengujian baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan
terhadap pekerja berisiko seperti biological monitoring (Pemantauan
secara Biologis).
c. Melaksanakan audit K3
Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan
pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan,
kebijakan dan prosedur, pengembangan karyawan dan program
pendidikan, evaluasi dan pengendalian.
Tujuan Audit K3 :

[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

15

Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan


keselamatan
Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan
sesuai ketentuan
Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta
pengembangan mutu.

Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit,


identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen
puncak.
Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara
berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan
dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.
IV. PENUTUP
Pengelolaan K3 di RS penting artinya untuk meningkatkan lingkungan kerja RS
agar aman, sehat dan nyaman baik bagi karyawan, pasien, pengunjung
ataupun masyarakat di sekitar RS. Pengelolaan K3 di RS dapat berjalan
dengan baik, bila pimpinan puncak atau Direktur RS punya komitmen yang
tinggi terhadap jalannya pelaksanaan K3 di RS. Selain itu perlu juga
pemahaman, kesadaran dan perhatian yang penuh dari segala pihak yang
terlibat di RS, sehingga apa yang diharapkan terhadap penerapan K3 di RS
bisa tercapai.
Untuk suksesnya pengelolaan K3 di RS, tidak terlepas dari upaya pemerintah
dalam membina terhadap setiap proses tahapan K3 di RS. Bisa dari sudut
legislasi ataupun dari penyediaan pedoman-pedoman baik teknis K3 maupun
strategi penerapan K3 di RS.

MENTERI KESEHATAN,

Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp. JP.(K)

[email protected]

Kumpulan Peraturan Perundang-undangan


Kepmenaker No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

16

Lampiran
Daftar Buku Penunjang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) di Rumah Sakit
No.

Judul Buku

1.

Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan

2.

Pencahayaan di Rumah Sakit

3.

Jaringan Instalasi Listrik Rumah Sakit

4.

Pelayanan Pusat Sterilisasi (CSSD) di


RS

5.

Pemasangan Dinding Ruang Radiasi

6.

Pengamanan Radiasi pada Penggunaan


Pesawat Teleterapi, Brakhiterapi dan
Pemakaian Yodium - 131

7.

Pemeliharaan Pesawat X-Ray Diagnostik

8.

Pemeliharaan Cardiotocograph

9.

Pemeliharaan Electrosurgery Unit

10.

Pemeliharaan Utrasonograf (USG)

11.

Manajemen Linen di RS

12.

Standar Kamar Jenazah

13.

Penatalaksanaan Flu Burung di Rumah


Sakit

[email protected]

Katalog
601.28 Ind p; Direktorat Instalasi
Medik Ditjen Yanmed Depkes RI,
1999
Dit Instalasi Medik Ditjen Yanmed
Depkes RI, 1992
725.23 Ind p; Dit Instalasi Medik
Ditjen Yanmed Depkes RI, 1995
617.2 Ind p; Ditjen Yanmedik
Depkes RI, 2002
362.177 Ind p; Direktorat Instalasi
Medik Ditjen Yanmed Depkes RI,
1997
362.177 Ind p; Direktorat Instalasi
Medik Ditjen Yanmed Depkes RI,
1995
615.842 2 Ind P; Direktorat Instalasi
Medik Ditjen Yanmed Depkes RI,
2002
618.4 Ind p; Direktorat Instalasi
Medik Ditjen Yanmed Depkes RI,
2000
617.1 Ind p; Direktorat Sarana dan
Peralatan Medik Dit Yanmed
Depkes RI, 2002
616.075 43 Ind P; Dit. Sarana dan
Peralatan Medik Ditjen Yanmed,
2002
Ditjen Yanmed Depkes RI, 2004
350.841 Ind S; Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Depkes RI, 2004
619.980 21 Ind p; Ditjen Yanmed
Depkes RI, 2006

Anda mungkin juga menyukai