Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit
Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit
Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit
Oleh:
Laila Rismawati
I1A112031
A. Masalah
Abstrak: Pendirian rumah sakit-rumah sakit dan pelayanan kesehatan harus
berkewajiban dan peduli terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat, dan
memiliki tanggung jawab khusus sehubungan dengan limbah medis yang
dihasilkannya.
Kelalaian,
dalam
manajemen
pengelolaan
limbah
medis,
ditetapkan. Data hasil penelitian dapat dijadikan acuan untuk merencanakan sistem
pengolahan yang sesuai dengan kondisi limbah cair dan tipe rumah sakit sehingga
kualitas limbah cair yang dibuang ke lingkungan memenuhi baku mutu yang telah
ditetapkan.
Sumber: Suryati, dkk. Cut Meutia di Kota Lhokseumawe. Majalah Kedokteran
Nusantara 2009; 42(1): 41-47.
B. Analisis Masalah
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan untuk menyembuhkkan
orang sakit. Akan tetapi, rumah sakit juga merupakan sumber penularan berbagai
macam penyakit bagi pasien, petugas, pengunjung, maupun masyarakat yang
tinggal di sekitar wilayah rumah sakit tersebut. Rumah sakit juga menghasilkan
sampah atau limbah yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan, baik lingkungan rumah sakit itu sendiri maupun lingkungan
sekitarnya. Diperkirakan secara nasional produksi limbah padat rumah sakit
sebesar 376.089 ton/hari dan produksi limbah cair sebesar 48.985,70 ton/hari.
Besarnya angka limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit baik limbah padat
maupun limbah cair membuat rumah sakit berpotensi untuk mencemari
lingkungan serta menjadi tempat yang berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja
serta penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu
diperlukan pengelolaan yang baik dalam limbah rumah sakit. Hal ini tercantum
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204 tentang
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit (1,2,3).
Limbah rumah sakit dapat dibagi menjadi dua, yaitu limbah padat dan
limbah cair. Limbah padat dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu limbah medis
dan limbah non medis. Limbah medis adalah limbah yang dihasilkan langsung dari
kegiatan medis. Limbah medis ini tergolong dalam kategori limbah bahan
berbahaya dan beracun (B-3) sehingga berpotensi membahayakan komunitas
rumah sakit. Jika pembuangan limbah medis tidak memenuhi syarat akan
menimbulkan bahaya terhadap masyarakat di sekitar lokasi pembuangan. Limbah
non-medis adalah limbah domestik yang dihasilkan di RS tersebut. Sebagian besar
limbah ini merupakan limbah organik dan bukan merupakan limbah B-3, sehingga
pengelolaannya dapat dilakukan bersama-sama dengan sampah kota yang ada
(4).
Limbah cair rumah sakit adalah semua bahan buangan yang berasal dari
buangan domestik, buangan laboratorium, dan buangan limbah klinis berbentuk
cair yang umumnya mengandung senyawa polutan organik yang cukup tinggi,
mikroorganisme patogen, bahan kimia beracun, dan radioaktivitas. Limbah cair
yang berasal dari limbah domestik antara lain, yakni buangan kamar mandi,
dapur, dan air bekas cuci pakaian. Sedangkan limbah buangan klinis antara lain
misalnya air bekas cucian luka, cucian darah, dan lain-lain. Ruang bersalin
merupakan salah satu penghasil limbah cair, yaitu limbah buangan klinis berupa
darah dari hasil proses persalinan. Limbah cair harus diolah terlebih dahulu di
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) agar dapat dibuang ke saluran
pembuangan air umum sehingga tidak mengandung zat-zat yang berbahaya lagi.
Limbah cair rumah sakit mempunyai batas maksimal kandungan yang
diperbolehkan untuk membuang limbah tersebut ke lingkungan ataupun saluran
pembuangan air umum sehingga tidak menyebabkan pencemaran lingkungan
dan gangguan kesehatan manusia. Batas maksimal kandungan limbah cair rumah
sakit ini disebut baku mutu limbah cair rumah sakit. Berikut baku mutu limbah cair
bagi kegiatan rumah sakit (4,5,6):
Tabel 1. Baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit
Parameter
BOD
COD
TSS
Parameter
pH
Limbah
tinja
cukup
dilakukan
desinfeksi
untuk
Lokasi berada pada lahan terbuka dan jauh dari lokasi ruangan lain,
sehingga jika timbul bau limbah tidak menganggu aktivitas lain.
b. Penggunaan sistem saluran/drainase
Sistem drainase yang digunakan adalah saluran drainase tertutup, hal ini
dilakukan untuk menghindari adanya penguapan atau pelepasan gas-gas
terlarut ke udara yang dapat menurunkan kualitas udara.
c. Adanya bak pengolahan
Bak pengolahan yang digunakan disesuaikan dengan volume limbah yang
dihasilkan dengan penggunaan teknologi pengolahan limbah yang sesuai
pula.
Limbah cair yang telah diolah terlebih dahulu pada masing-masing sumbernya
kemudian menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Teknologi IPAL dapat
dilakukan secara biologis atau gabungan antara proses biologis dengan proses
kimia-fisika. Proses secara biologis tersebut dapat dilakukan pada kondisi aerobic
(dengan udara), kondisi anaerobic (tanpa udara) atau kombinasi anaerobic dan
aerobic. Proses biologis aeorobik biasanya digunakan untuk pengolahan air
limbah dengan beban Biological Oxygent Demand (BOD) yang tidak terlalu besar,
sedangkan proses biologis anaerobic yang digunakan untuk pengolahan air
limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi (4). Diagaram proses pengelolaan
air limbah rumah sakit secara umum dapat dilihat seperti pada gambar 1 di bawah
ini.
Domestik
Klinis
Bak
penampung
Proses
pengolahan
biologis
Lain-lain
Disinfeksi
Laboratorium
Dibuang ke
saluran umum
Pengolahan fisikakimia
Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dialirkan oleh
pipa-pipa untuk dialurkan ke IPAL. Setelah sampai di IPAL, semua air limbah
dikumpulkan di bak kontrol. Fungsi bak control adalah untuk mencegah sampatsampah padat yang masih tersisa dari penyaringan sebelumnya seperti bungkusbungkus plastik dan sebagainya agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan
limbah dan mencegah padatan yang tidak bisa terurai misalnya lumpur, pasir, abu
gosok, dan lainnya agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan limbah (4).
Dari bak control, air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Bak pengurai
anaerob dibagi menjadi dua buah ruangan yakni bak pengendapan atau bak
pengurai awal, biofilter anaerob tercelup dengan aliran dari bawah ke atas (up
flow). Air limpasan dari bak pengurai anaerob selanjutnya dialirkan ke unit
pengolahan lanjut. Unit pengolahan lanjut tersebut berdiri dari beberapa buah
ruangan yang berisi media dari bahan PVC bentuk sarang tawon untuk pembiakan
mikroorganisme yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam air
limbah. Jumlah bak kontraktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai
dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organic
yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau fakultatif
aerobic. Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan
tumbuh lapisan mikroorganisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan
zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap (4,8).
Air limpasan dari bak kontraktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob.
Di dalam ban kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastic
(polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus
dengan udara sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat organic
yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media.
Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikroorganisme yang
tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang
mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen,
serta mempercpat proses nitrifikasi sehingga efisiensi penghilangan ammonia
menjadi lebih besar. Proses ini sering dinamakan aerasi kontak (contact aeration).
Dari bak aerasi air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif
yang mengnadung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke
bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi (4,8).
Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak
kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa klor untuk membunuh
mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses
khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan
kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat
organic (BOD,COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi, phospat, dan
lainnya. Dengan adanya proses pengolahan lanjut tresebut konsentrasi BOD
dalam air olahan yang dihasilkan relatif rendah, yakni sekitar 20-30 ppm (4,8).
Gambar 2. Diagram proses pengolahan air limbah rumah sakit kombinasi biofilter
anaerob-aerob
DAFTAR PUSTAKA
1. Ayuningtyas, RD. Proses pengolahan limbah cair di RSUD Moewardi
Surakarta. Laporan Khusus. Universitas Sebelas Maret. 2009.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204 tahun 2004
tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit.
3. Astuti, Agustina, dan S.G. Purnama. Kajian pengelolaan limbah di rumah
sakit umum Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Community Health 2014;
2(1): 12-20.
4. Kelair BPPT. Petunjuk teknis pengelola limbah cair industri kecil. Bab 5Pengelolaan limbah industri farmasi dan rumah sakit. 2010.
5. Pakasi, Ferdy G. Analisis kualitas limbah cair pada instalasi pengolahan
limbah cair (IPLC) Rumah Sakit Umum Liun Kendage Tahuna tahun 2010.
JKL 2011;1(1): 13-19.
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 1995
Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
7. Prassojo,FY., La Sina, dan Rika Erawaty. Pengelola limbah cair di Rumah
Sakit Dirgahayu Kota Samarinda. Jurnal Beraja Niti 2014; 3(4): 1-30.
8. Widayat, Wahyu dan Nusa Idaman Said. Rancang bangun paket IPAL
rumah sakit dengan proses biofilter anaerob-aerob kapasitas 20-30 m3 per
hari. JAI 2005; 1(1): 52-64.