Lapsus Epulis Nesha
Lapsus Epulis Nesha
Lapsus Epulis Nesha
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Tumor adalah jaringan baru yang timbul dalam tubuh akibat pengaruh berbagai
faktor penyebab tumor. Tumor dapat dibagi menjadi tumor odontogenik dan non
odontogenik. Tumor odontogenik, dibagi lagi menjadi tumor yang berasal dari
ektodermal, mesiodermal, dan campuran mesio-ektodermal. Sedangkan tumor nonodontogenik dibagi menjadi tumor osteogenik, non-osteogenik, tumor jaringan
vaskuler, dan tumor jaringan syaraf. Tumor non-osteogenik dibagi menjadi tumor
epitel, hiperplasi inflamasi dan tumor mesiodermal. Pada penggolongan ini, epulis
termasuk kepada tumor epitel. 1,
Epulis adalah istilah yang nonspesifik untuk tumor dan massa seperti tumor
pada gingiva (gusi). Epulis ini dapat bersifat fibrous, hiperplastik, maupun granulatif.
Dalam pertumbuhannya epulis ini bisa tidak bertangkai atau biasa disebut sessile dan
bisa pula bertangkai (peduncullated). 1,2
Di Indonesia data epidemiologi epulis masih belum diketahui secara pasti.
Sementara itu faktor predisposisi dari terjadinya epulis diduga bisa dari iritasi kronis
lokal misalnya kalkulus, karies servikal, sisa akar gigi. Epulis dapat dibedakan
berdasarkan etiologi terjadinya antara lain : epulis congenitalis, epulis fibromatosa,
epulis granulomatosa, epulis fissuratum, epulis gravidarum, dan epulis angiomatosa.
Epulis dapat ditegakkan diagnosanya jika didapatkan massa atau lesi yang tersusun
dari jaringan yang berlebihan ini umumnya berupa lipatan hiperplastik berwarna
merah muda, konsistensi bisa kenyal dan padat, kadang ada yang mudah berdarah dan
biasanya tidak sakit kecuali jika ada infeksi dan ulserasi pada lokasi epulis. 1,2,3
Penatalaksanaan pada epulsis yaitu pengangkatan jaringan patologis dari
ginggiva, serta memberikan penatalaksanaan pada penyebab terjadinya epulis seperti
pencabutan gigi yang terlibat serta pengerokan sisa jaringan pada bekas akar gigi.
Agar epulis bisa ditegakkan diagnosanya dengan tepat, maka penulis merasa perlu
untuk membahas sebuah kasus dengan judul epulis agar dapat menambah
pengetahuan dalam mendiagnosis penyakit gigi dan mulut pada manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang didapat adalah:
1. Bagaimana tinjauan kepustakaan pada kasus epulis ?
2. Bagaimana cara melakukan penegakan diagnosa dan penatalaksanaan yang
tepat pada kasus dengan epulis ?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tinjauan kepustakaan pada kasus epulis.
2. Untuk mengetahui cara melakukan penegakan diagnosa dan penatalaksanaan
yang tepat pada kasus dengan epulis.
1.4 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai epulis
secara menyeluruh, baik dari defenisi, klasifikasi, manifestasi klinik, diagnosis,
tatalaksana, komplikasi dan prognosisnya sehingga dapat dijadikan tambahan
pengetahuan dalam penegakkan diagnosa maupun penatalaksanaan pada kasus-kasus
epulis yang terjadi di masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Epulis
Epulis merupakan istilah yang nonspesifik untuk tumor dan massa seperti
tumor pada gingiva (gusi). Definisi epulis adalah tumor jinak yang tumbuh dari
gingiva, berasal dari jaringan periodonsium atau jaringan periosteum. 1
Epulis bisa didefinisikan suatu tumor yang bersifat jinak non-neoplastic dan
pertumbuhannya berada di atas gingiva (interdental papilla) yang berasal dari
periodontal dan jaringan periosteum. Epulis ini dapat bersifat fibrous, hiperplastik,
maupun granulatif. Dalam pertumbuhannya epulis ini bisa tidak bertangkai atau biasa
disebut sessile dan bisa pula bertangkai (peduncullated). 1,2,3
2.2
2.3
Klasifikasi Epulis
Epulis dapat dibedakan berdasarkan etiologi terjadinya antara lain : epulis
gravidarum,
epulis
congenitalis,
epulis
fibromatosa,
epulis
granulomatosa
Gejala tumor kehamilan ini tampak sebagai tonjolan pada gusi dengan warna
yang bervariasi mulai dari merah muda, merah tua hingga papula yang berwarna
keunguan, paling sering dijumpai pada rahang atas.
Umumnya pasien tidak mengeluhkan rasa sakit, namun lesi ini sangat mudah
berdarah saat pengunyahan atau penyikatan gigi. Pada umumnya lesi ini berukuran
diameter tidak lebih dari 2 cm, namun pada beberapa kasus dilaporkan ukuran lesi
yang jauh lebih besar sehingga membuat bibir pasien sulit dikatupkan.
Umumnya lesi ini akan mengecil dan menghilang dengan sendirinya segera
setelah ibu melahirkan bayinya, sehingga perawatan yang berkaitan dengan lesi ini
sebaiknya ditunda hingga setelah kelahiran kecuali bila ada rasa sakit dan perdarahan
terus terjadi sehingga mengganggu penyikatan gigi yang optimal dan rutinitas seharihari.
Namun pada kasus-kasus dimana epulis tetap bertahan setelah bayi lahir,
diperlukan biopsi untuk pemeriksaan lesi secara histologis. Rekurensi yang terjadi
secara spontan dilaporkan pada 75 % kasus, setelah 1 hingga 4 bulan setelah
melahirkan.Bila massa tonjolan berukuran besar dan mengganggu pengunyahan dan
bicara, tonjolan tersebut dapat diangkat dengan bedah eksisi yang konservatif. Namun
terkadang tumor kehamilan ini dapat diangkat dengan laser karena memberi
keuntungan yaitu sedikit perdarahan.
2.3.2 Epulis fibromatosa
Epulis jenis ini lebih sering dujumpai dibandingkan jenis lainnya dan sering
mengalami rekuren (kambuh) bila operasi pengangkatannya tidak sempurna.
Umumnya dijumpai pada orang dewasa. Terutama pada bagian gingiva, bibir dan
mukosa bagian bukal.
Epulis ini terjadi pada rongga mulut terutama pada tepi gingival dan juga sering
terjadi pada pipi dan lidah. Etiologinya berasal dari iritasi kronis. Tampak klinis yang
terlihat antara lain bertangkai, dapat pula tidak, warna agak pucat, konsistensi kenyal,
batas tegas, padat dan kokoh. Epulis ini pula tidak mudah berdarah dan tidak
menimbulkan rasa sakit. letak antara 2 gigi, bertangkai, warna agak pucat, konsistensi
kenyal1,2,10
Jika epulis fibroma menjadi terlalu besar, bisa mengganggu pengunyahan dan
menjadi trauma serta ulserasi. Histologis ditandai oleh proliferasi jaringan ikat
kolagen dengan berbagai derajat dari sel infiltrasi inflamasi. Permukaan lesi ditutupi
oleh epitel skuamosa berlapis. Pengobatan ini dengan eksisi biopsi bedah dan
memiliki tujuan untuk menyingkirkan lesi/neoplasma lainnya.
Secara mikroskopis terlihat jaringan gusi dibatasi oleh epitel gepeng berlapis
yang mengalami proliferasi dengan ditandai oleh adanya rate peg tidak beraturan.
Stroma terdiri dari jaringan ikat fibrosa padat dan kolagen yang tersusun dalam
berkas yang tidak beraturan. Juga ada sel radang kronis dalam stroma.
Lesi tampak sebagai pembesaran gusi yang muncul di antara dua gigi, kaya
vaskularisasi sehingga mudah berdarah dengan sentuhan dan umumnya berwarna
merah keunguan. Ukurannya bervariasi, sebagian besar kasus biasanya berukuran
kurang dari 2 cm namun ada kasus yang ukurannya diameter melebihi 4 cm. Lesi ini
dapat tumbuh menjadi massa yang bentuknya tidak beraturan yang dapat menjadi
ulserasi dan mudah berdarah. Pada beberapa kasus giant cell epulis dapat menginvasi
tulang di bawahnya sehingga pada gambaran radiografis akan terlihat erosi tulang.
Sebagian besar terdiri atas jaringan granulasi. Konsistensi kenyal, mudah berdarah
bila tersenggol. 1,2
Terlihat jaringan gusi dibatasi oleh epitel gepeng berlapis yang mengalami
proliferasi dengan rete peg (papil epitel yang masuk ke dalam stroma jaringan ikat
dibawah epitel) yang tidak beraturan. Stroma terdiri dari jaringan granulasi yang
disusun oleh jaringan ikat, pembuluh darah, sebukan sel radang akut dan kronis. Bila
ada ulserasi, biasnya sel radang yang banyak dijumpai adalah PMN sehingga
dambarannya menyerupai granuloma piogenikum.
Perawatan giant cell epulis melibatkan bedah eksisi dan kuretase tulang yang
terlibat. Gigi yang berdekatan dengan epulis juga perlu dicabut bila sudah tidak dapat
dipertahankan, atau dilakukan pembersihan karang gigi (scaling) dan penghalusan
akar (root planing). Dilaporkan angka rekurensi sebesar 10 % sehingga diperlukan
tindakan eksisi kembali.,3,8
Pada bayi yang baru lahir dijumpai massa tonjolan pada mulutnya, biasanya
pada tulang rahang atas bagian anterior (depan). Dari 10% kasus yang dilaporkan, lesi
yang terjadi adalah lesi multipel namun dapat juga berupa lesi tunggal. Ukuran lesi
bervariasi, dari 0.5 cm hingga 2 cm namun ada kasus di mana ukuran epulis mencapai
9 cm. lesi ini lunak, bertangkai dan terkadang berupa lobus-lobus dari mukosa
alveolar. Bila epulis terlalu besar, dapat mengganggu saluran pernafasan dan
menyulitkan bayi saat menyusu.
Secara histologis, epulis kongenital mirip dengan granular cell tumor yang
terjadi pada orang dewasa. Perbedaannya adalah pada epulis kongenital tidak rekuren
dan tampaknya tidak berpotensi ke arah keganasan. Kelainan ini dapat ditemui secara
dini saat sang ibu memeriksakan kandungan melalui alat sonography namun diagnosa
yang pasti belum dapat ditegakkan.
Pada sebagian besar kasus, epulis cenderung mengecil dengan sendirinya dan
menghilang saat bayi mencapai usia sekitar 8 bulan. Dengan demikian lesi yang
berukuran kecil tidak membutuhkan perawatan.
Lesi yang lebih besar dapat mengganggu pernafasan dan/atau menyusui
sehingga perlu dilakukan pembedahan dengan anestesi total. Dilaporkan keberhasilan
penggunaan laser karbondioksida untuk mengoperasi lesi epulis yang besar. Dari
kasus-kasus yang ada, kejadian ini tampaknya tidak mengganggu proses pertumbuhan
gigi.
2.3.5 Epulis Fissuratum
Epulis fissuratum adalah hiperplasia mukosa akibat trauma ringan kronik oleh
tepi gigi tiruan. Epulis fissuratum dianalogikan sebagai akantoma fissuratum pada
kulit. Epulis fissuratum muncul berhubungan dengan tepi gigi tiruan. Epulis biasanya
ditemukan pada vestibuler maksila atau mandibula. Kebanyakan epulis fissuratum
terjadi pada ras kulit putih. Ini berhubungan dari dominasi ras kulit putih sering
menggunakan gigi tiruan. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita. Pada kenyataannya,
wanita lebih suka menggunakan gigi tiruan dalam waktu yang lebih lama, karena
alasan estetik. Kemungkinan, perubahan epitel menjadi atropi pada wanita
menopause, mempengaruhi kejadiannya pada wanita yang lebih tua. Epulis
fissuratum terbanyak terjadi pada umur 50, 60, dan 70-an, tapi dapat ditemukan pada
hampir seluruh umur. Epulis fissuratum pernah ditemukan pada anak kecil. Faktanya,
lesi berhubungan dengan penggunaan gigi tiruan dan proses iritasi yang kronis
memiliki insidensi lebih tinggi pada individu yang lebih tua.
Pemeriksaan pada pasien epulis fissuratum ditemukan pembengkakan pada
mukosa hiperplastik, dimana meliputi pinggiran dari gigi tiruan. Lesi lebih sering
pada bagian depan dari gigi tiruan. Lesi pada daerah lingual jarang ditemukan. Lesi
ini lebih sering pada bagian anterior rahang. Permukaan dari massa epulis fissuratum
: halus, biasanya berbentuk ulseran atau papiler. Ukuran dari lesi epulis fissuratum
bervariasi; pada beberapa lesi kecil, tapi adapula yang dapat meliputi seluruh mukosa
10
vestibuler yang kontak dengan gigi tiruan. Beberapa lesi muncul menjadi granuloma
piogenik yang disebabkan proliferasi kapiler. 3,7,8
Gambar 7. Epulis Fissuratum pada anterior mandibula, pada tempat gigi tiruan biasa dipasang.
Terlihat fambaran eritema. Pada permukaan lesi biasanya halus
Penyebab dari epulis fissuratum adalah iritasi kronis ringan pada tempat
pemasangan gigi tiruan. Biasanya, berhubungan dengan resopsi dari tulang alveolar,
supaya gigi tiruan dapat bergerak pada mukosa vestibuler, mengakibatkan inflamasi
hiperplasi jaringan yang berproliferasi pada tepi gigi tiruan tersebut.
Lesi ini dapat dihilangkan dengan eksisi. Selain itu, gigi tiruan yang mungkin
menyebabkan terjadinya epulis ini harus diperbaiki untuk mencegah iritasi yang lebih
berat lagi. Meski lesi ini sangat jarang dihubungkan dengan karsinoma sel skuamosa,
namun sebagai tindakan preventif sebaiknya dilakukan pemeriksaan patologi anatomi
pada lesi tersebut.
Pemeriksaan gigi rutin, dapat mencegah epulis fissuratum. Pasien yang
menggunakan gigi tiruan jarang sadar, bahwa mereka juga perlu memeriksakan
kesehatan mulut mereka ke dokter gigi, sehingga mengurangi resiko terjadinya epulis
fissuratum.
Dengan penatalaksanaan segera, prognosis dari epulis fissuratum ini adalah
baik. Masalah yang mungkin terjadi adalah, massa pada daerah mukosa vestibuler
dan berhubungan dengan gigi tiruan sering tidak terdiagnosis sebagai epulis
fissuratum. Sayangnya, pada kasus yang jarang, massa ini dapat menjadi skuamos sel
karsinoma atau sudah bermetastase. Karena itu, jaringan ini, setelah dieksisi harus
diperiksa secara histopatologis. Perlu disarankan kepada pasien untuk memeriksakan
gigi mereka secara rutin jika dibutuhkan dan jika ada gangguan pada jaringan mulut.
11
Gambar 8 Massa pada mukosa vestibuler posterior massa sudah berubah menjadi skuamous sel
karsinoma.
12
Exsisi dilakukan diluar tepi lesi pada jaringan yang sehat, lakukan
pembersihan lebih lanjut dengan jalan mencabut gigi yang terlibat serta
lakukan kerokan pada sisa sekitar tumor.
Komplikasi operasi
Perdarahan
Infeksi
Residif
Mortalitas sangat rendah
Perawatan Pascabedah
Pada penderita yang dipasang kasa verband tampon steril pada saat operasi untuk
menghentikan perdarahan pada bekas akar gigi, bisa dilepas setelah 1 jam dari
eksisi atau ancaman perdarahan sudah berhenti.
Menjaga makan (makan bersih) agar luka pasca operasi tidak menjadi kotor.
Sangat dianjutkan untuk merendam luka dengan obat kumur antiseptik setiap
setelah makan.
Sikat gigi secara hat-hati diperkenankan sehari pasca operasi dan tidak
diperkenankan melakukan kumur-kumur, tetapi cukup mengalirkan air ke dalam
mulut sampai bersih. Sangat dianjurkan untuk memberihkan mulut menggunakan
air matang atau air kemas untuk mencegah terjadinya infeksi. 5,8,9
Follow-Up
Tiap minggu sampai luka operasi sembuh
13
2.5 Pencegahan
Pemeriksaan gigi rutin, dapat mencegah epulis. Pasien yang menggunakan gigi
tiruan jarang sadar, bahwa mereka juga perlu memeriksakan kesehatan mulut mereka
ke dokter gigi. Menjaga kebersihan gigi dan merawat gigi dengan baik1,2,3
2.6 Prognosis
Dengan penatalaksanaan segera, prognosis dari epulis ini adalah baik.
Sayangnya, pada kasus yang jarang, massa ini dapat menjadi skuamos sel karsinoma
atau sudah bermetastase. Karena itu perlu diperiksa secara histopatologis untuk
menyingkirkan diagnose keganasan. 1,2,3
14
BAB III
STATUS PASIEN
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. R
Umur
: 75 Tahun
Alamat
: Banjarejo
Pendidikan
:-
Jenis kelamin
: perempuan
Tanggal periksa
: 06 Maret 2014
3.2 ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Mengeluh adanya benjolan pada atas gusi belakang rahang bawah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
keluhan muncul benjolan di gusi belakang rahang bawah sudah dirasakan
sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan dirasakan tiba tiba sebesar 1 cm, benjolan
berwarna sama seperti gusi. Pasien mengatakan benjolan tidak terasa sakit dan
tidak pernah berdarah, selama ini benjolan tidak pernah mengecil, terasa
mengganjal saat mengunyah makanan. Pasien mengatakan tidak mengetahui
penyebab dari benjolan ini, sebelumnya gigi tidak pernah sakit, tidak pernah
mengalami trauma pada gigi dan tidak pernah menggunakan gigi tiruan.
Benjolan ini belum pernah diobati sebelumnya.
3. Riwayat perawatan
gigi : pasien pernah mencabut gigi
jar. Lunak rongga mulut dan sekitarnya : 4. Riwayat kesehatan :
Kelainan darah :
Kelainan endokrin :
Gangguan nutrisi
15
Kelainan jantung
Kelainan kulit/ kelamin
Gangguan pencernaan
Gangguan respiratori
Kelainan imunologi
Diabetes mellitus
5. Obat obatan yang sedang dikonsumsi : 6. Keadaan sosial / kebiasaan :
7. Riwayat penyakit keluarga : disangkal
3.3 PEMERIKSAAN KLINIS
1. EKSTRA ORAL
Muka
Pipi kiri
Pipi kanan
Bibir atas
Sudut mulut
Kelenjar leher
Kelenjar parotis
2. INTRA ORAL
Mukosa labial atas
16
3 . STATUS LOKALIS
k
8
V IV III II I
V IV III II I
II
III IV V
II
III IV V
Palpasi
17
345678
87654321 12345678
gigi hilang
87654321 12345678
3.6 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
-
Biopsi/ (FNA)
345678
87654321 12345678
loss of teeth
18
No
1.
Tgl
Elemen
06-03- Gingiva regio 3
Diagnosa
Epulis
2014
Gangren
radiks
Terapi
Rujuk Sp. bedah
keterangan
KIE pasien
mengenai
tindakan
operasi yang
Pro exo
pro protesa
8765432
345678
87654321 12345678
Loss of teeth
akan
dilakukan
KIE untuk
pemasangan
gigi tiruan.
19
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien di diagnosis dengan suspek epulis Fibromatosa pada
gusi rahang bawah. Anamnesis didapatkan sejak sekitar bulan yang lalu, pasien
mengeluhkan muncul benjolan di gusi tengah bawah sejak 2 bulan yang lalu.
Benjolan awalnya kecil semakin lama semakin membesar dan sekarang besarnya
kurang lebih 2 cm dan tumbuh menutupi gigi seri depanya, benjolan berwarna seperti
gusi pada umumnya. Pasien mengatakan benjolan tidak terasa sakit dan tidak pernah
berdarah, selama ini benjolan tidak pernah mengecil, terasa mengganjal saat
mengunyah makanan. Pasien mengatakan tidak mengetahui penyebab dari benjolan
ini, sebelumnya gigi tidak pernah sakit, tidak pernah mengalami trauma pada gigi.
Benjolan ini belum pernah diobati sebelumnya. Riwayat anggota keluarga yang
menderita keluhan yang sama disangkal, riwayat terpapar penyinaran di daerah mulut
disangkal, riwayat penyakit keganasan sebelumnya disangkal, riwayat sakit gigi
sebelumnya disangkal,
ulcus (-). Palpasi didapatkan benjolan ukuran 2x1x0,5 cm, konsistensi kenyal, batas
tegas, nyeri tekan (-), mudah berdarah (-), permukaan rata, bertangkai (+).Pada
pemeriksaan gigi geligi pasien tidak ditemukan adanya kelainan
Keluhan utama pasien didiagnosis sebagai epulis, yang membutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut berupa pemeriksaan histopatologis untuk dapat mengetahui
secara pasti jenis epulis dan kemungkinan etiologi serta menyingkirkan diagnosis
banding yang lain (hiperplasi gingiva). Melihat gejala klinis, kondisi pasien dan
pemeriksaan pada pasien di simpulkan diagnosis sementara adalah suspek epulis
Fibromatosa.
Faktor yang diduga dapat menyebabkan epulis adalah faktor buruknya
20
higienitas oral, infeksi (virus maupun bakteri tertentu), faktor vaskuler, dan
penggunaan obat-obatan, serta trauma atau iritasi kronik lokal (kalkulus maupun
benda lain yang dapat menyebabkan iritasi dengan tingkat rendah tapi berkelanjutan).
Adanya plak pada gigi ditambah dengan adanya perubahan hormon dapat
meningkatkan proses inflamasi pada gingiva. Pada kasus ini, penyebab epulis dari
pasien sulit diketahui. Kemungkinan rendahnya higienitas oral pasien yang mungkin
dapat disimpulkan sebagai faktor predisposisi dari epulis. Faktor mikroorganisme
yang menyebabkan infeksi (bakteri Bartonella dan virus HHV-8) biasanya
berpengaruh pada kejadian rekuren, namun hubungannya dengan epulis masih
diragukan. Keluhan benjolan pada kasus ini baru dirasakan pertama kali oleh pasien,
sehingga mungkin faktor mikroorganisme yang menginfeksi tidak berpengaruh.
Faktor vaskuler yang meliputi faktor pertumbuhan untuk pembuluh darah maupun
penggunaan obat-obatan mungkin tidak berpengaruh pada kasus ini melihat hasil
anamnesis di mana pasien tidak menderita penyakit lain. Pada pasien tidak ditemukan
kalkulus yang terlihat.
Tata laksana lebih lanjut meliputi terapi epulis dan kelainan gigi. Terapi epulis
dilakukan dengan cara eksisi di mana dilakukan pengikatan tangkai epulis dan
pengambilan jaringan epulis secara menyeluruh setelah dilakukan anestesi secara
lokal (dengan menggunakan anestesi infiltrasi). Eksisi ini dilakukan apabila hasil
pemeriksaan histopatologi sudah mengkonfirmasi diagnosis epulis fibromatosa.
Terapi kelainan gigi lainnya yaitu menganjurkan pasien menjaga higienitas bagian
mulut dengan baik. Selain itu, perlu dilakukan edukasi pada pasien tentang
kemungkinan terjadinya epulis kembali. Untuk itu, faktor higienitas oral harus dijaga
baik untuk penanganan masalah gigi maupun upaya pencegahan terjadinya epulis
yang rekuren. Pemberian obat amoksan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
infeksi saat dilakukanya eksisi maupun setelah tindakan. Pemberian asam mefenamat
dimaksudkan untuk mengurangi nyeri yang timbul setelah proses eksisi.
BAB V
KESIMPULAN
Epulis adalah suatu tumor yang bersifat jinak non-neoplastic dan
pertumbuhannya berada di atas gingiva (interdental papilla) yang berasal dari
periodontal dan jaringan periosteum. Epulis ini dapat bersifat fibrous, hiperplastik,
maupun granulatif. Dalam pertumbuhannya epulis ini bisa tidak bertangkai atau
biasa disebut sensile dan bisa pula bertangkai (peduncullated).
Hasil pemeriksaan pada pasien di dapatkan diagnosis sementara adalah
suspek epulis fibromatosa diantara gigi 41 dan 42. Untuk menegakkan diagnosis
utama perlu dilakukan pemeriksaan penunjang histopatologis. Terapi epulis
dilakukan dengan melakukan eksisi epulis. Selain itu, perlu dilakukan edukasi
tentang kemungkinan kekambuhan epulis dan faktor penyebab dari epulis itu
sendiri. dan perlu diberikan penjelasan pentingnya menjaga higienitas oral,
Pemeriksaan gigi rutin,sehingga dapat mencegah terjadinya epulis.
7.
8.