Drama Dan Teater

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Masalah


Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata -

mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk
dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang
mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh
sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang
melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya
dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu,
2004: 2).
Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi,
yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Novel cerita/cerpen (tertulis/lisan),
syair, pantun, sandiwara/drama, lukisan/kaligrafi.
Drama / teater adalah salah satu sastra yang amat popular hingga sekarang.
Bahkan di zaman ini telah terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang
teater. Contohnya sinetron, film layar lebar, dan pertunjukan pertunjukan lain
yang menggambarkan kehidupan makhluk hidup.
Selain itu, seni drama / teater juga telah menjadi lahan bisnis yang luar
biasa. Dalam hal ini, penyelanggara ataupun pemeran akan mendapat keuntungan
financial serta menjadi terkenal, tetapi sebelum sampai ke situ seorang
penyelenggara atau pemeran harus menjadi insan yang profesionalitas agar dapat
berkembang terus.
Berdasarkan ulasan di atas, maka penulis membuat makalah ini guna
membantu para pembaca yang ingin menekuni dunia drama. Selain tentang
pengertian dan unsur unsur drama, makalah ini juga memuat catatan tentang
manfaat drama serta dilengkapi juga dengan panduan bagaimana akting yang baik.

1.2.

Pembatasan Masalah
1. Apa pengertian drama ?
2. Apa pengertian teater ?
3. Apa perbedaan drama dan teater ?

1.3.

Tujuan Penulisan
1. Ingin mengetahui tentang pengertian drama
2. Ingin mengetahui tentang pengertian teater
3. Ingin mengetahui tentang perbedaan drama dan teater

1.4.

Metode dan Teknik


Adapun metode dan teknik dalam penulisan ini adalah dengan

menggunakan metode library research, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan


yang

ada

kaitannya

dengan

permasalahan

yang

diangkat,

kemudian

menjadikannya sebuah makalah yang ada pada pembaca saat ini.

BAB II
LANDASAN TEORI
2

2.1.

Drama

2.1.1. Pengertian Drama


Kata drama berasal dari bahasa Yunani Draomai yang berarti berbuat,
berlaku, bertindak. Jadi drama bisa berarti perbuatan atau tindakan.
Arti pertama dari Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, actiom
(segala yang terlihat di pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (axcting),
dan ketegangan pada para pendengar.
Arti kedua, menurut Moulton Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan
gerak (life presented in action).
Menurut Ferdinand Brunetierre : Drama haruslah melahirkan kehendak
dengan action.
Menurut Balthazar Vallhagen : Drama adalah kesenian melukiskan sifat
dan sifat manusia dengan gerak.
Arti ketiga drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang
diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action
dihadapan penonton (audience)
Adapun istilah lain drama berasal dari kata drame, sebuah kata Perancis
yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon
mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat, sebuah
drama adalah lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting
meskipun mungkin berakhir dengan bahagia atau tidak bahagia tapi tidak
bertujuan mengagungkan tragedi. Bagaimanapun juga, dalam jagat modern, istilah
drama sering diperluas sehingga mencakup semua lakon serius, termasuk
didalamnya tragedi dan lakon absurd.
Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan
action tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga
dipandang sebagai pengertian action. Meskipun merupakan satu bentuk
kesusastraan, cara penyajian drama berbeda dari bentuk kekusastraan lainnya.
Novel, cerpen dan balada masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan
tokoh-tokoh lewat kombinasi antara dialog dan narasi, dan merupakan karya
3

sastra yang dicetak. Sebuah drama hanya terdiri atas dialog; mungkin ada
semacam penjelasannya, tapi hanya berisi petunjuk pementasan untuk dijadikan
pedoman oleh sutradara. Oleh para ahli, dialog dan tokoh itu disebut hauptext atau
teks utama; petunjuk pementasannya disebut nebentext atau tek sampingan.
Contoh;
Chaterina ( bergegas masuk, membawa berita bagus ); Raina ! ( ia mengucapkan
Raina, dengan tekanan pada i ) Raina ! ( ia menunjuk ketempat tidur, berharap
menemukan Raina disitu ) Mengapa, di mana.! ( Raina menoleh kedalam
ruangan).
Fase-fase dalam kurung diatas adalah petunjuk permainan untuk sutradara
dan pemain. Ini memandu para aktor dan sutradara maupun tetang penataan
perlengkapan panggung. George Bernard Shaw ( 1856 1950 ), pelopor realisme
dalam sejarah drama Inggris, memberi petunjuk secara panjang lebar pada
nebentext-nya yang ditemukan dalam kebanyakan naskahnya karena ia tidak ingin
interprestasi lakon-lakonnya menyeleweng dari apa yang sebenarnya ia
kehendaki.
Tidak adanya narasi dalam drama bisa digantikan oleh akting para pemain
yang, dengan menghubunkan diri mereka sendiri dengan perlengkapan,
perlampuan dan iringan musik, menciptakan suasan dan menghidupkan panggung
itu menjadi dunia yang amat nyata. Disamping itu, penjelasan tentang tokoh
disampaikan melalui dialog antara tokoh yang membicarakan tokoh lain. Pada
puisi, daya ekpresi dan irama mentepati posisi yang dominan. Oleh karena itu,
puisi tidak bercerita. Jika balada bertumpu pada narasi, sebab sebenarnya balada
adalah kisah, atau cerita yang dinyanyikan. Contohnya, mahabarata dan ramayana
dalam bentuk tembang. Puisi yang dibaca dengan baik menjadi dramatik, seperti
yang dilakukan Rendra, aktor baik. Maka Tidak tidak diragukan lagi drama
kadang dianggap diambil dari kata dramen yang berarti sesuatu untuk
dimainkan.Mungkin drama memperoleh hampir semua efektivitasnya dari
kemampuannya untuk mengatur dan menjelaskan pengalaman manusia. Oleh
karenanya, drama, seperti halnya karya sastra pada umumnya, dapat dianggap
sebagai interprestasi penulis lakon tentang hidup. Unsur dasar drama4

perasaan,hasrat, konflik dan rekonsilasi merupakan unsur utama pengalaman


manusia.
Dalam
merupakan

kehidupan

kumpulan

nyata,

berbagai

semua
kesan

pengalaman
yang

saling

emosional
ada

tersebut

hubungannya.

Bagaimanapun juga, dalam drama, penulis lakon mampu mengorganisir semua


pengalaman ini ke dalam satu pola yang bisa dipahami. Penonton melihat materi
kehidupan nyata yang disajikan dalam bentuk yang padat makna dengan
menghapus hal-hal yang tidak penting dan memberi tekanan kepada hal-hal yang
penting.
Penulis lakon menulis drama untuk dipentaskan, ia menulis drama itu
dengan membayangkan action dan ucapan para aktor diatas panggung. Jadi
ucapan dan action yang terwujud dalam dialog itu adalah bagian paling penting,
yang tanpa itu drama bukan benar-benar sebuah lakon. Karena itu, sebuah drama
mewujudkan action, emosi, pemikiran, karakterisasi, yang perlu digali dari dialogdialog itu. Adalah satu keharusan bagi seorang sutradra untuk menganalisis drama
sebelum memanggugkan drama itu.
2.1.2. Sejarah Drama
Kebanyakan dari kita mengira bahwa drama berasal dari Yunani Kuno.
Namun demikian, sebuah buku yang berjudul A History of the theatre menunjukan
pada kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang kelak diubah kedalam festival
drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal 4000SM.
Adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal. Tentu saja para pakar masih
meragukan apakah teks itu drama atau bukan sebelum Gaston Maspero
menunjukan bahwa dalam teks tersebut ada petunjuk action dan indikasi berbagai
tokohnya.
Ada tiga macam teori yang mempersoalkan asal mula drama. Menurut
Brockett, drama mungkin telah berkembang dari upacara relijius primitif yang
dipentaskan untuk minta pertolonga dari Dewa. Upacara ini mengandung banyak
benih drama. Para pendeta sering memerankan mahluk superaalami atau binatang;
dan kadang kadang meniru action berburu, misalnya. Kisah-kisah berkembang
5

sekitar beberapa ritus dan tetap hidup bahkan setelah upacara itu sendiri sudah
tidak diadakan lagi. Kelak mite-mite itu merupakan dasar dari banyak drama.
Teori kedua memberi kesan bahwa himne pujian dinyanyikan bersama
didepan makam seorang pahlawan. Pembicara memisahkan diri dari koor dan
memperagakan perbuatan-perbuatan dalam kehidupan almarhum pahlawan itu.
Bagian yang diperagakan makin lama makin rumit dan koor tidak dipakai lagi.
Seorang kritisi memberi kesan bahwa sementara koor makinlama makin kurang
penting, muncul pembicara lain. Dialog mulai terjadi ketika ada dua pembicara
diatas panggung.
Teori ketiga memberi kesan bahwa drama tumbuh dari kecintaan manusia
untuk bercerita. Kisah kisah yang diceritakan disekeliling api perkemahan
menciptakan kembali kisah kisah perburuan atau peperangan, atau perbuatan
gagah seorang pahlawan yang telah gugur. Ketiga teaori itu merupakan cikalbakal drama. Meskipun tak seorang pun merasa pasti mana yang terbaik, harus
diingat bahwa ketiganya membicarakan tentang action. Konon, action adalah
intisari dari seni pertunjukan.
2.2. Teater
2.2.1. Pengertian Teater
Teater berasal dari kata Yunani, theatron (bahasa Inggris, Seeing Place)
yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya, dalam
pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan
di depan orang banyak.
a. arti luas teater adalah segala tontonon yang dipertunjukan di depan orang

banyak, misalnya wayang golek, lenong, akrobat, debus, sulap, reog, band
dan sebagainya.
b. arti sempit adalah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di

atas pentas, disaksikan oleh orang banyak, dengan media: percakapan,


gerak dan laku dengan atau tanpa dekor, didasarkan pada naskah tertulis
dengan diiringi musik, nyanyian dan tarian.

Teater adalah salah satu bentuk kegiatan manusia yang secara sadar
menggunakan tubuhnya sebagai unsur utama untuk menyatakan dirinya yang
diwujudkan dalam suatu karya (seni pertunjukan) yang ditunjang dengan unsur
gerak, suara, bunyi dan rupa yang dijalin dalam cerita pergulatan tentang
kehidupan manusia.
Dengan demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah pertunjukan,
misalnya ketoprak, ludruk, wayang, wayang wong, sintren, janger, mamanda,
dagelan, sulap, akrobat, dan lain sebagainya. Teater dapat dikatakan sebagai
manifestasi dari aktivitas naluriah, seperti misalnya, anak-anak bermain sebagai
ayah dan ibu, bermain perang-perangan, dan lain sebagainya. Selain itu, teater
merupakan manifestasi pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan
dengan masalah ritual. Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan,
keduanya memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis. Berdasarkan
paparan di atas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa terjadi. Tetapi
batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang sebagai berikut: tidak ada
teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka, terungkap di layar
maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta laku di dalamnya
merupakan realitas fiktif, (Harymawan, 1993). Dengan demikian teater adalah
pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan disaksikan oleh penonton.
2.2.2. Sejarah Teater
a.

Asal Mula Teater


Waktu dan tempat pertunjukan teater yang pertama kali dimulai tidak

diketahui. Adapun yang dapat diketahui hanyalah teori tentang asal mulanya. Di
antaranya teori tentang asal mula teater adalah sebagai berikut:
1) Berasal dari upacara agama primitif. Unsur cerita ditambahkan pada
upacara semacam itu yang akhirnya berkembang menjadi pertunjukan
teater. Meskipun upacara agama telah lama ditinggalkan, tapi teater ini
hidup terus hingga sekarang.

2) Berasal dari nyanyian untuk menghormati seorang phlawan dikuburannya.


Dalam acara ini seseorang mengisahkan riwayat hidup sang pahlawan
yang lama kelamaan diperagakan dalam bentuk teater.
3) Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita. Cerita itu kemudian
juga dibuat dalam bentuk teater (kisah perburuan, kepahlawanan, perang,
dan lain sebagainya).
Rendra dalam (San Santosa, 2008: 4), menyebutkan bahwa naskah teater
tertua di dunia yang pernah ditemukan ditulis seorang pendeta Mesir, I Khernefert, di zaman peradaban Mesir Kuno kira-kira 2000 tahun sebelum tarikh
Masehi. Pada zaman itu peradaban Mesir Kuno sudah maju. Mereka sudah bisa
membuat piramida, sudah mengerti irigasi, sudah bisa membuat kalender,
b.

Teater Yunani Klasik


Tempat pertunjukan teater Yunani pertama yang permanen dibangun

sekitar 2300 tahun yang lalu. Teater ini dibangun tanpa atap dalam bentuk
setengah lingkaran dengan tempat duduk penonton melengkung dan berundakundak yang disebutamphitheater (Jakob Soemardjo, 1984). Ribuan orang
mengunjungi amphitheateruntuk menonton teater-teater, dan hadiah diberikan
bagi teater terbaik. Naskah lakon teater Yunani merupakan naskah lakon teater
pertama yang menciptakan dialog diantara para karakternya.
Ciri-ciri khusus pertunjukan teater pada masa Yunani Kuno adalah:
1)

Pertunjukan dilakukan di amphitheater.

2)

Sudah menggunakan naskah lakon.

3)

Seluruh pemainnya pria bahkan peran wanitanya dimainkan pria dan


memakai topeng karena setiap pemain memerankan lebih dari satu tokoh.

4)

Cerita yang dimainkan adalah tragedi yang membuat penonton tegang,


takut, dan kasihan serta cerita komedi yang lucu, kasar dan sering
mengeritik tokoh terkenal pada waktu itu.

5)

Selain pemeran utama juga ada pemain khusus untuk kelompok koor
(penyanyi), penari, dan narator (pemain yang menceritakan jalannya
pertunjukan).

c.

Teater Romawi Klasik


Brockett (San Santosa, 2008: 7) menyatakan bahwa Setelah tahun 200

Sebelum Masehi kegiatan kesenian beralih dari Yunani ke Roma, begitu juga
Teater. Namun mutu teater Romawi tak lebih baik daripada teater Yunani. Teater
Romawi menjadi penting karena pengaruhnya kelak pada Zaman Renaissance.
Teater pertama kali dipertunjukkan di kota Roma pada tahun 240 SM Pertunjukan
ini dikenalkan olehLivius Andronicus, seniman Yunani. Teater Romawi
merupakan hasil adaptasi bentuk teater Yunani.
Cirinya sebagai berikut:
1) Koor tidak lagi berfungsi mengisi setiap adegan.
2) Musik menjadi pelengkap seluruh adegan. Tidak hanya menjadi tema
cerita tetapi juga menjadi ilustrasi cerita.
3) Tema berkisar pada masalah hidup kesenjangan golongan menengah.
4) Karakteristik tokoh tergantung kelas yaitu orang tua yang bermasalah
dengan anak-anaknya atau kekayaan, anak muda yang melawan kekuasaan
orang tua dan lain sebagainya.
5) Seluruh adegan terjadi di rumah, di jalan, dan di halaman.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Perbedaan Teater dan Drama
Teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang berasal dari kata Yunani
Kuno draomai yang berarti bertindak atau berbuat dan drame yang berasal
dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk
menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam
istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap satu masalah yang
punya arti penting tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika. Kata drama juga
dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani
Kuno (800-277 SM). Hubungan kata teater dan drama bersandingan
sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan
drama lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra (Bakdi
Soemanto, 2001).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah teater berkaitan
langsung dengan pertunjukan, sedangkan drama berkaitan dengan lakon atau
naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater adalah visualisasi dari drama
atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan disaksikan oleh penonton. Jika
drama adalah lakon dan teater adalah pertunjukan maka drama merupakan
bagian atau salah satu unsur dari teater. Jika digambarkan maka peta kedudukan
teater dan drama adalah sebagai berikut.

Teater

Drama
Gambar Peta kedudukan teater dan drama

10

Dengan kata lain, secara khusus teater mengacu kepada aktivitas


melakukan kegiatan dalam seni pertunjukan (to act) sehingga tindaktanduk
pemain di atas pentas disebut acting. Istilah acting diambil dari kata Yunani
dran yang berarti, berbuat, berlaku, atau beraksi. Karena aktivitas beraksi ini
maka para pemain pria dalam teater disebut actor dan pemain wanita disebut
actress (Harymawan, 1993).
Meskipun istilah teater sekarang lebih umum digunakan tetapi sebelum itu
istilah drama lebih populer sehingga pertunjukan teater di atas panggung disebut
sebagai pentas drama. Hal ini menandakan digunakannya naskah lakon yang biasa
disebut sebagai karya sastra drama dalam pertujukan teater. Di Indonesia, pada
tahun 1920-an, belum muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara atau tonil
(dari bahasa Belanda: Het Toneel). Istilah Sandiwara konon dikemukakan oleh Sri
Paduka Mangkunegoro VII dari Surakarta. Kata sandiwara berasal dari bahasa
Jawa sandi berarti rahasia, dan wara atau warah yang berarti,
pengajaran. Menurut Ki Hajar Dewantara sandiwara berarti pengajaran yang
dilakukan dengan perlambang (Harymawan, 1993). Rombongan teater pada
masa itu menggunakan nama Sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan
dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman
Kemerdekaan, istilah sandiwara masihsangat populer. Istilah teater bagi
masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan (Kasim Achmad,
2006).
Keterikatan antara teater dan drama sangat kuat. Teater tidak mungkin
dipentaskan tanpa lakon (drama). Oleh karena itu pula dramaturgi menjadi bagian
penting dari seni teater. Dramaturgi berasal dari bahasa Inggris dramaturgy yang
berarti seni atau tekhnik penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater.
Berdasar pengertian ini, maka dramaturgi membahas proses penciptaan teater
mulai dari penulisan naskah hingga pementasannya. Harymawan (1993)
menyebutkan tahapan dasar untuk mempelajari dramaturgi yang disebut dengan
formula dramaturgi. Formula ini disebut dengan fromula 4 M yang terdiri dari,
menghayalkan, menuliskan, memainkan, dan menyaksikan.

11

M1 atau menghayal, dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok


orang karena menemukan sesuatu gagasan yang merangsang daya cipta. Gagasan
itu timbul karena perhatian ditujukan pada suatu persitiwa baik yang disaksikan,
didengar maupun dibaca dari literatur tertentu. Bisa juga gagasan itu timbul
karena perhatian ditujukan pada kehidupan seseorang. Gagasan atau daya cipta
tersebut kemudian diwujudkan ke dalam besaran cerita yang pada akhirnya
berkembang menjadi sebuah lakon untuk dipentaskan.
M2 atau menulis, adalah proses seleksi atau pemilihan situasi yang harus
dihidupkan begi keseluruhan lakon oleh pengarang. Dalam sebuah lakon, situasi
merupakan kunci aksi. Setelah menemukan kunci aksi ini, pengarang mulai
mengatur dan menyusun kembali situasi dan peristiwa menjadi pola lakon
tertentu. Di sini seorang pengarang memiliki kisah untuk diceritakan, kesan untuk
digambarkan, suasana hati para tokoh untuk diciptakan, dan semua unsur
pembentuk lakon untuk dikomunikasikan.
M3 atau memainkan, merupakan proses para aktor memainkan kisah lakon
di atas pentas. Tugas aktor dalam hal ini adalah mengkomunikasikan ide serta
gagasan pengarang secara hidup kepada penonton. Proses ini melibatkan banyak
orang yaitu, sutradara sebagai penafsir pertama ide dan gagasan pengarang, aktor
sebagai komunitakor, penata artsitik sebagai orang yang mewujudkan ide dan
gagasan secara visual serta penonton sebagai komunikan.
M4 atau menyaksikan, merupakan proses penerimaan dan penyerapan
informasi atau pesan yang disajikan oleh para pemain di atas pentas oleh para
penonton. Pementasan teater dapat dikatakan berhasil jika pesan yang hendak
disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penonton. Penonton pergi
menyaksikan pertunjukan dengan maksud pertama untuk memperoleh kepuasan
atas kebutuhan dan keinginannya terhadap tontonan tersebut.
Sebuah karya sastra yang bercerita terbagi atas dua; tutur dan tulis. Jika
cerita-cerita prosa seperti legenda dan dongeng lahir dari sastra tutur kemudian
dituliskan, drama adalah kebalikannya, yakni dituliskan dahulu, beru kemudian
dituturkan/diperankan.

Drama

dipertontonkan

guna

mencapai

estetik

implementasi. Artinya, ia harus diawali dari tulisan, kemudian diceritakan melalui


12

penggunaan medium seni yang disebut dengan panggung. Cerita drama yang
sudah dipanggungkan disebut dengan teater. Oleh karena itu, pembicaraan drama
kerap dikaitkan dengan teater. Tak ayal, terkadang orang menyebut drama sebagai
teater dan sebaliknya, teater dikatakan dengan drama. Sejatinya, kedua hal ini
tetap berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Drama

Teater
naskah
pertunjukan
penokohan
tokoh/ aktor
teks
interteks
Penulis
sutradara
Dari tabel di atas jelas bahwa dikatakan dia sebagai drama karena masih
berupa naskah (di atas kertas). Artinya, drama adalah naskah yang akan
dilakonkan.
Naskah lakon merupakan bahan dasar sebuah pementasan dan belum
sempurna bentuknya apabila belum dipentaskan. Naskah lakon disebut juga
sebagai ungkapan pernyataan penulis (playwright) yang berisi nilai-nilai
pengalaman umum, juga merupakan ide dasar bagi aktor. Proses pengembangan
laku bersumber dari hasil studi dan analisis isi. Hal ini dapat membangkitkan daya
kreatif dalam menghayati laku secara pas, melaksanakan peran dengan takaran
seimbang dalam asas keutuhan, keseimbangan serta keselarasan. Naskah sering
juga disebut dengan skenario, terutama untuk film.
Dalam sebuah naskah, ada percakapan/ dialog. Berbeda dengan
percakapan dalam teks prosa yang biasanya ditulis berangkai dengan narasi, pada
naskah drama, percakapan ditulis terpisah menjadi dialog per tokoh yang
diharapkan memerankan ucapan tersebut. Namun demikian, dalam naskah drama
tetap juga memiliki narasi. Narasi dalam naskah drama biasanya ditulis memakai
tanda kurung () atau dimiringkan (italic). Japi Tambojang dalam Dasar-dasar
Drama Turgi memberi istilah pada percakapan sebagai wawancang dan untuk
tanda kurung disebutnya dengan kramagung. Perlu diingat, ketika sebuah naskah
sudah dipertunjukkan, barulah dikatakan dia sebagai teater. Tulisan dalam tanda
kurung itu digunakan pemain untuk melakukan gerakan-gerakan dimaksud saat

13

memerankan karakternya. Dengan kata lain, tulisan dalam kurung merupakan


perintah dari penulis naskah untuk aktor.
Penokohan merupakan karakter tokoh yang diinginkan dalam sebuah
naskah. Kharakter ini sama seperti karakter manusia biasa: ada kejam, sadis, baik,
pendiam, gila, dan sebagainya. Karakter-karakter tersebut diharapkan dapat
diperankan oleh aktor (pemain) dengan maksimal agar tercapai maksud naskah.
Dalam naskah drama (juga berlaku untuk film dan sandiwara) semua watak
tersebut dibagi menjadi tiga kategori, yaitu protagonis (tokoh baik) antagonis
(tokoh jahat), dan tritagonis (tokoh pembantu).
Oleh karena teks adalah sesuatu yang tampak (tertulis), pembicaraan
naskah merupakan pembicaraan teks/ masih di atas kertas. Ketika berbicara
interteks, berarti membicarakan maksud yang tidak tampak dari sebuah teks.
Interteks merupakan perilaku yang harapkan muncul setelah melakukan
interpretasi terhadap teks. Lebih mudahnya, teks merupakan unsur ekstrinsik
(luar), sedangkan interteks adalah unsur intrinsik (dalam).
Penulis adalah orang yang melakukan proses kreatif yang pertama
terhadap sebuah karya. Dalam hal ini kita membicarakan karya sastra drama. Jadi,
penulis adalah orang yang melakukan proses kreatif menulis naskah drama.
Sutradara adalah orang yang membawa naskah ke bentuk pertunjukkan. Seorang
sutradara pastinya dituntut orang yang mahir melakukan interpretasi terhadap
naskah, baik dari segi dialog, cerita, penokohan, sampai ke pada properti
panggung. Oleh karena tanggung jawabnya yang berat itu, seorang sutradara
biasanya dibantu oleh asisten sutradara. Tugas sutradara mulai dari latihan sampai
selesai pementasan.

14

BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang
diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action
dihadapan penonton (audience).
Teater adalah salah satu bentuk kegiatan manusia yang secara sadar
menggunakan tubuhnya sebagai unsur utama untuk menyatakan dirinya yang
diwujudkan dalam suatu karya (seni pertunjukan) yang ditunjang dengan unsur
gerak, suara, bunyi dan rupa yang dijalin dalam cerita pergulatan tentang
kehidupan manusia.
Teater berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan drama
berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater
adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan
disaksikan oleh penonton. Jika drama adalah lakon dan teater adalah
pertunjukan maka drama merupakan bagian atau salah satu unsur dari teater

15

DAFTAR PUSTAKA
Hamzah Adjib A., Pengantar Bermain Drama, CV Rosda, Bandung.
Noer C. Arifin, Teater Tanpa Masa Silam, DKJ, Jakarta, 2005.
Iman Sholeh & Rik Rik El Saptaria, Module Workshop Keaktoran Festamasio 3,
TGM, Yogyakarta, 2005.
Santosa, Eko. Dkk. 2008.Seni Teater Jilid I Untuk Sekolah Menengah Kejuruan.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

16

Anda mungkin juga menyukai