Analisis Kemampuan Infiltrasi Lahan
Analisis Kemampuan Infiltrasi Lahan
Analisis Kemampuan Infiltrasi Lahan
ABSTRAK
Proses infiltrasi merupakan proses yang paling penting dalam siklus hidrologi. Dengan adanya infiltrasi, maka
akan tersedia air untuk evaporasi dan transpirasi, serta tersedianya peluang dalam peningkatan cadangan air tanah, yang
berpengaruh juga pada kontinyuitas aliran permukaan baik dari Subsurface flow dan base flow.
Mengingat pentingnya infiltrasi, maka perlu dilakukan telaah kemampuan infiltrasi melalui data
hidrometeorologis dan karakteristik fisik DAS, seperti yang telah dicobakan di Sub DAS Kreo yang memiliki curah
hujan terbesar pada DAS Garang, sehingga perencanaan dalam upaya konservasi dapat dilakukan.
Kajian ini melakukan analisis grafis data hidrometeorologis serta melakukan identifikasi kemampuan infiltrasi
lahan secara spasial menggunakan metode analisis spasial kualitatif dengan bantuan teknologi Sistem Informasi
Geografis untuk membantu merekap, mengolah parameter karakteristik DAS seperti pengelolaan lahan, lereng,
morfometri DAS, tanah, dan geologi dan penggunaan lahan.
Hasil kajian ini menjelaskan bahwa melalui data hidrometeorologis Sub DAS Kreo secara umum masih relatif
baik dalam merespon curah hujan menjadi aliran permukaan, sedangkan melalui analisis karakteristik DAS terdapat
berbagai macam kondisi resapan air yang tersebar secara sporadis pada Sub DAS Kreo. Kondisi baik seluas 3.459,19
Ha atau 50,45%, normal alami seluas 623,28 Ha atau 9,09%, Mulai Kritis seluas 170,39 Ha atau 2,49%, Agak Kritis
seluas 1.287,98 Ha atau 18,78%, Kritis seluas 1.293,38 Ha atau 18,86% dan Sangat Kritis seluas 22,03 Ha atau 0,33%.
Kemudian perlu dilakukan upaya perlindungan pada lahan-lahan dengan kondisi resapan air yang masih baik dan
normal alami, perlu melakukan peningkatan kemampuan infiltrasi pada lahan-lahan yang mulai kritis dan agak kritis,
serta perlu melakukan perbaikan lahan pada lahan-lahan sangat kritis dan kritis.
Kata Kunci: Hidrometeorologis, Karakteristik Fisik DAS, Kemampuan infiltrasi. Sub DAS Kreo
1. PENDAHULUAN
Pada prinsipnya jumlah air di alam ini tetap, namun dengan adanya faktor energi panas matahari, dan faktorfaktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evapotranspirasi ke atmosfer dari vegetasi, permukaan tanah, laut
dan badan air lainnya. Hasil evapotranspirasi tersebut yang berupa uap air akan terbawa oleh angin melintasi daratan,
dan apabila keadaan atmosfer memungkinkan, sebagian dari uap air tersebut akan terkondensasi dan turun sebagai air
hujan. Sebelum mencapai permukaan tanah air hujan akan tertahan oleh vegetasi (interception). Sementara air hujan
yang mampu mencapai permukaan tanah, sebagian akan teresapkan ke dalam tanah (infiltrasi) hingga mencapai tingkat
kapasitas lapang, dan sisanya akan melimpas melalui permukaan tanah (direct run-off) menuju ke alur-alur sungai untuk
kembali ke laut (Asdak, 2010). Sehingga dengan adanya siklus hidrologi, maka akan ada peluang penambahan kuantitas
air di darat, dan penambahan air tersebut memberikan manfaat bagi makhluk hidup di darat dalam cakupan Daerah
aliran sungai (DAS).
DAS merupakan lahan total dan permukaan air yang dibatasi oleh suatu batas air topografi serta memberikan
sumbangan terhadap debit sungai pada suatu irisan melintang tertentu. Faktor-faktor iklim, tanah (topografi, geologi,
geomorfologi) dan tata guna lahan yang membentuk subsistem dan bertindak sebagai operator dalam mengubah urutan
waktu terjadinya hujan secara alami menjadi urutan waktu limpasan yang dihasilkan. Keragaman dalam keluaran yang
berupa limpasan, tergantung pada hubungan timbal balik di antara subsistem-subsistem tersebut (Seyhan 1990),
sehingga respon terhadap hujan menjadi aliran tergantung oleh karakteristik DAS. Dimana kondisi karakteristik DAS
akan sangat berpengaruh pada besarnya aliran permukaan serta peluang infiltrasi.
Infiltrasi merupakan proses yang paling penting dalam siklus hidrologi. Dengan adanya infiltrasi, maka akan
tersedia air untuk evaporasi dan transpirasi, serta tersedianya peluang dalam peningkatan cadangan air tanah, yang
berpengaruh juga pada kontinyuitas aliran permukaan baik dari sub surface flow dan base flow. Mengingat pentingnya
infiltrasi, maka perlu dilakukan telaah kapasitas infiltrasi melalui data hidrometeorologis dan karakteristik fisik DAS,
seperti yang telah dicobakan di Sub DAS Kreo yang memiliki curah hujan terbesar pada DAS Garang (Suhandini,
2011), sehingga perencanaan dalam upaya konservasi dapat dilakukan.
ISBN 978-602-17001-1-2
175
2. METODOLOGI
2.1. Metode Pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan data-data sekunder yang berbasis spasial yaitu data-data karakteristik DAS
diantaranya data penggunaan lahan, data lereng, data tanah, data geologi, serta data morfometri DAS yang didukung
dengan cek lapangan. Disamping itu juga memerlukan data-data sekunder yang tidak berbasis spasial yaitu data curah
hujan harian, data evapotranspirasi aktual harian, dan data debit aliran AWLR Kali Pancur Sungai Kreo.
Data sekunder yang berbasis spasial dari instansi terkait diolah dengan bantuan perangkat lunak Arc GIS 9.3
untuk membuat basis data spasial dan melakukan pengolahan, sedangkan data sekunder yang tidak berbasis spasial
diolah dengan menggunakan perangkat lunak excel 2007.
2.2. Metode Analisis Data Hidrometeorologis
Perhitungan neraca air menurut model mock (Sudarmanto, 2006) yang disederhanakan yaitu sebagai berikut:
P ETo = ER
(1)
ER DRO = I
(2)
Dimana :
P
= Presipitasi
ETo
= Evapotranspirasi tanaman acuan
ER
= Kelebihan air hujan
TRO
= Total aliran permukaan pada outlet
I
= Infiltrasi
Sehingga besarnya infiltrasi dapat diperkitakan berdasarkan perhitungan diatas.
Penghitungan evapotranspirasi aktual menggunakan metode Penman-Monteith (Monteith,1965 dalam BSN,
2004) sebagai berikut:
ETo =
ETo
Rn
T
U2
es
ea
=
=
=
=
=
=
=
=
(3)
Evapotranspirasi aktual tanaman acuan (mm/hari)
Radiasi matahari netto diatas permukaan tanaman (MJ/m2/hari)
Suhu udara rata-rata (oC)
Kecepatan Angin pada ketinggian 2 meter (m/s)
Tekanan uap air jenuh (kPa)
Tekanan uap air aktual (kPa)
Kemiringan kurva tekanan uap air terhadap suhu (kPa/oC)
Konstanta psikometrik (kPa/oC)
176
V
08
Sumber : Chow, 1984
>0,80
3. Pengharkatan kondisi tanah (P3) menggunakan klasifikasi hubungan tekstur tanah dengan kecepatan infiltrasi yang
tersaji dalam tabel 3 berikut:
Tabel 3. Hubungan tekstur tanah dengan kecepatan infiltrasi
Tekstur Tanah
Kecepatan Infiltrasi Harkat
Lempung berat, lempung ringan, lempung, lempung debuan Sangat Lambat
1
Geluh lempungan, geluh lempung debuan
Lambat
2
Lempung pasiran, lempung geluhan
Geluh lempung pasiran, geluh pasiran
Sedang
3
Geluh pasiran
Pasir, Pasir geluhan
Cepat-sangat cepat
4
Sumber : Dulbahri, 1992
4. Pengharkatan kondisi litologi geologi (P4) menggunakan klasifikasi hubungan jenis batuan dengan infiltrasi yang
tersaji dalam tabel 4 berikut:
Tabel 4. Hubungan jenis batuan dengan Infiltrasi
Sifat
Jenis Batuan
Laju Infiltrasi
Klasifikasi
Harkat
(m/hari)
Terkonsolidasi
Andesit/aliran Lava
10-7 10-3
1
Sangat lambat - Lambat
Breksi Vulkanik
10-4 1
2
Batu Pasir
10-2 102
Sedang
3
Batu Gamping
10-2 10
Tidak
Endapan piroklastik
Terkonsolidasi
Endapan lahar
10 - 106
Cepat
4
Endapan Koluvium
Endapan Alluvium
Sumber : Gregory Wall, 1973 dengan modifikasi Dulbahri, 1992
5. Pengharkatan kondisi kerapatan aliran (P5) menggunakan klasifikasi hubungan kerapatan aliran dengan infiltrasi
yang tersaji dalam tabel 5 berikut:
Tabel 5. Hubungan kerapatan aliran dengan infiltrasi
Tingkat Kerapatan Aliran
Tingkat infiltrasi
Harkat
Dd: > 25 km/km2
Sangat Rendah
1
Dd: 10 - 25 km/km2
Rendah
2
Sedang
3
Dd: 0.25 - 10 km/km2
Dd: < 0.25 km/km2
Tinggi
4
Sumber : Rahayu dkk, 2009
Perhitungan nilai kerapatan aliran menggunakan rumus berikut :
(4)
dimana:
Dd= indeks kerapatan aliran sungai (km/km2);
L= jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (km);
A= luas DAS (km2)
Hasil penjumlahan harkat dari kelima parameter tersebut diatas akan diperoleh nilai harkat total kemampuan infiltrasi
dengan nilai terendah 5 dan tertinggi 21. Klasifikasi pengharkatan kemampuan infiltrasi dalam kajian ini tersaji dalam
tabel 6 berikut:
Tabel 6. Tabel Pengharkatan kapasitas infiltrasi
Harkat Total
Notasi
Kelas Kemampuan Infiltrasi
58
e
Sangat kecil
9 11
d
Kecil
12 14
c
Sedang
15 17
b
Besar
18 21
a
Sangat Besar
ISBN 978-602-17001-1-2
177
Penggunaan lahan merupakan faktor kontrol, dimana meskipun lahan memiliki kemampuan infiltrasi yang besar,
namun akan memiliki kondisi resapan air yang rendah apabila penggunaan lahannya tidak sesuai. Hasil identifikasi
kemampuan infiltrasi lahan kemudian disintesakan dengan kondisi penggunaan lahan yang tersaji dalam tabel 7 berikut:
Tabel 7. Hubungan penggunaan lahan dengan infiltrasi
Klas
Penggunaan lahan
Potensi Infiltrasi
I
Hutan lebat
Besar
II
Perkebunan
Agak Besar
III
Semak, padang rumput
Sedang
IV
Hortikultura, Tegalan
Agak Kecil
V
Permukiman, sawah
Kecil
Sumber : Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, 1998
Notasi
A
B
C
D
E
Klasifikasi dan model analisis kondisi resapan air dalam kajian ini merujuk pada model pengkajian daerah
resapan yang diterbitkan Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan tahun 1998 dalam Pedoman Rencana
Teknik Lapangan Rehabilitasi lahan dan Konservasi Tanah (RTL-RLKT) sesuai dengan bagan berikut :
PenggunaanLahan
A
KemampuanInfiltrasi
SangatKritis
1821=a
aA
aB
aC
aD
aE
Kritis
1517=b
bA
bB
bC
bD
bE
AgakKritis
1214=c
cA
cB
cC
cD
cE
MulaiKritis
911=d
dA
dB
dC
dD
dE
NormalAlami
58=e
eA
eB
eC
eD
eE
Baik
Kondisi Hidrometeorologis
Kondisi curah hujan tahunan rata-rata dari 3 (tiga) stasiun, antara lain Stasiun Mijen, Gunung Pati dan Medini,
menunjukkan bahwa curah hujan di Sub DAS Kreo termasuk dalam kategori sedang, namun menurut data hujan
tahunan dari stasiun Medini yang berada pada lereng atas, masuk dalam kategori agak besar. Sehingga dari kondisi
tersebut curah hujan di Sub DAS Kreo cukup untuk memenuhi kebutuhan siklus hidrologi.
Kondisi evapotranspirasi hasil perhitungan data iklim yang terwakili pada ketiga stasiun menunjukkan bahwa
kebutuhan air untuk evapotranspirasi sebesar 32,9% dari curah hujan dalam setahun yang jatuh di atas Sub DAS Kreo.
Sedangkan debit aliran dalam satu tahun terhitung sebesar 60,3% dari curah hujan dalam setahun. Maka berdasarkan
perhitungan diperoleh kesimpulan bahwa peluang terjadinya penambahan cadangan air tanah yang berhasil mengalami
perkolasi hanya 6,8% dari curah hujan selama tahun 2004.
3.1.2.
ISBN 978-602-17001-1-2
178
Pengelolaan lahan yang dimaksud adalah berupa konservasi tanah secara sipil teknis. Sedangkan rata-rata
pengelolaan lahan di Sub DAS Kreo dinilai masih kurang efektif, dimana sistem pengelolaan lahan yang sudah baik
hanya pada sawah dan tegalan, sementara pada lahan perkebunan yang merupakan luasan terbesar belum menerapkan
pengelolaan lahan sesuai dengan kaidah konservasi tanah yang baik.
3.1.3.
Kondisi Lereng
Kondisi lereng berdasarkan hasil analisis peta lereng dari BPDAS Pemali Jratun, 2010 diperoleh gambaran
bahwa sebesar 40,64% lahan memiliki kemiringan 0-8%, dan lahan dengan kemiringan 8-15% sebesar 21,92%, namun
sebagian besar luasan yang berlereng datar hingga landai tersebut berada pada daerah hilir, sementara daerah hulu Sub
DAS Kreo relatif memiliki kemiringan yang curam dan sangat curam.
3.1.4.
Kondisi Tanah
Tanah di Sub DAS Kreo terdiri dari tanah Regosol, Latosol, Grumusol dan Mediteral sementara menurut
Hardjowigeno, (2007), jenis tanah Regosol memiliki ciri-ciri bertekstur kasar dengan kadar pasir lebih dari 60%, umur
tanah masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis. Jenis
tanah ini mendukung kapasitas infiltrasi dengan kategori sedang. Tanah Regosol pada Sub DAS Kreo sebesar 46,87%
dan berada pada lereng atas hingga tengah.
Selanjutnya yaitu jenis tanah latosol sebesar 39,65% dari luas Sub DAS Kreo yang berada pada lereng tengah,
yang memiliki ciri kadar liat tanah lebih dari 60%, struktur remah sampai gumpal konsistensi gembur hingga agak
teguh, warna coklat merah hingga kuning, memiliki profil tanah yang dalam (lebih dari 150 cm), jenis tanah ini telah
berkembang atau terjadi diferensiasi horizon, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi batuan beku intrusi. Jenis
tanah ini berkategori agak kecil sehingga kurang mendukung kapasitas infiltrasi.
3.1.5.
Kondisi Geologi
Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan kecepatan meresapnya air ke dalam tanah (Asdak, 2010)
Kondisi litologi tanah dan batuan Sub DAS Kreo disajikan dalam gambar 2 berikut:
2
1
TanahPenutup
BreksiG.Api
PasirTufan
TufPasiran
Keterangan:
a. Peta Lokasi titik duga geolistrik CAT Ungaran
b. Profil 1. Litologi batuan bag. Hulu
c. Foto profil 1. Litologi batuan
d. Profil 2. Litologi batuan bag. Hilir
Gambar 2. Kondisi litologi batuan di Sub DAS Kreo
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan data survei geolistrik, diperoleh hasil bahwa litologi batuan
penyusun dari atas ke bawah merupakan batuan volkanis yaitu Breksi vulkanik, pasir tufan, tuf pasiran, sementara tanah
ISBN 978-602-17001-1-2
179
penutup memiliki ketebalan 1-2 m. Kondisi batuan breksi vulkanik memiliki pengaruh yang lambat-sangat lambat
terhadap kemampuan infiltrasi, sementara untuk daerah hilir, batuan lebih cenderung berupa sedimen yang memiliki
kemampuan infiltrasi relatif cepat.
180
3.2.2.
UcapanTerimakasih
ISBN 978-602-17001-1-2
181
Kepala Pusbindiklatren Bappenas yang telah memberikan dukungan dan beasiswa selama penulis menjalankan studi,
dan Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Kehutanan yang telah mengijinkan penulis melanjutkan studi di Magister
Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro.
5. REFERENSI
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
BPDAS Pemali Jratun. 2010. Sistem Informasi Manajemen DAS BPDAS Pemali Jratun. Diakses tanggal 15 Oktober
2012
BPTP Jawa Tengah. Data curah hujan harian dan data evapotranspirasi penman-montheit tahun 2004 stasiun Mijen,
Gunung Pati dan Medini
BSN, 2004. Tata cara penghitungan evapotranspirasi tanaman acuan dengan metode Penman-Monteith. SNI nomor
RSNI T-01-2004.
Chow, V.T. 1984. Hand Book of Applied Hydrology. New York: McGraw-Hill. International Book Company
Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Jawa Tengah. Data debit aliran Tahun 2004 AWLR Kali Pancur Sungai Kreo
Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan RTL-RLKT DAS. Departemen
Kehutanan. Jakarta
Dulbahri. 1992. Kemampuan teknik penginderaan jauh untuk kajian agihan dan pemetaan airtanah di Daerah Aliran
Sungai Progo. Disertasi. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta
Gunawan, T. 1991. Penerapan Teknik Penginderaan Jauh untuk menduga debit puncak menggunakan karakteristik
lingkungan fisik DAS, Studi kasus di DAS Bengawan Solo Hulu Jawa Tengah. Disertasi: Pascasarjana IPB.
Bogor.
Rahayu, S., Widodo, R.H., Noordwijk, M.V. Suryadi, I., Verbist, B. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai.
World Agroforestry Center. Bogor.
Setyowati, D. L., 2010. Hubungan hujan dan limpasan pada berbagai dinamika spasial penggunaan lahan di DAS
Kreo Jawa Tengah. Disertasi. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta
Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Sigit, A. A., 2010. Kajian foto udara dan sistem informasi geografis untuk pemetaan kondisi peresapan air Sub DAS
Wedi Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Tesis. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta
Sudarmanto, A. 2006. Prediksi ketersediaan air menggunakan Model Mock, Studi Kasus di DAS Bogowonto Hulu di
atas Bendung Pingit Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta
Suhandini, 2011. Banjir Bandang di DAS Garang Jawa Tengah (penyebab dan implikasinya). Disertasi. Fakultas
Geografi UGM. Yogyakarta
ISBN 978-602-17001-1-2
182