Adat Dan Tradisi Kota Solo
Adat Dan Tradisi Kota Solo
Adat Dan Tradisi Kota Solo
14020113410034/ 11
ADAT DAN TRADISI KOTA SOLO
Upacara adat, ritual adat, prosesi adat, tradisi, ritual keagamaan, upacara
keagamaan, atau bagaimana pun orang menamainya saat ini telah banyak
dihubungkan dengan wisata budaya atau juga wisata religi. Selain menjadi sebuah
ciri atau tanda tersendiri bagi suatu kawasan, jenis kegiatan ini juga telah banyak
dijadikan potensi wisata oleh pemerintah daerah kawasan tersebut.
Solo dengan latar belakang sejarah Jawa yang sangat kaya menyimpan begitu
banyak kekayaan baik berupa artefak, situs, ataupun juga jenis kegiatan. Selain
itu, keanekaragaman budaya atau agama yang hidup didalamnya juga
menghidupkan beberapa jenis tradisi yang menjadi warna dalam budaya Jawa
yang kental di kawasan Solo.
Berikut adalah beberapa upacara adat di Solo dan juga beberapa upacara
keagamaan di Solo yang sering ditunggu waktu kehadirannya:
No
.
1
Sekaten
Grebeg Mulud
Grebeg Sudiro
Tingalan Dalem
Jumenengan Paku Buwono
XIII
Tradisi Bagi Takjil Bubur
Samin
8
9
10
11
12
13
14
1. Sekaten
Sekaten adalah merupakan salah satu pesta pasar rakyat yang sangat lekat
dengan sejarah perkembangan dan penyiaran agama Islam di tanah Jawa.
Istilah Sekaten berasal dari bahasa arab yaitu Syahadatin yang berarti dua
kalimat syahadat, hal ini sarat dengan makna islami pada masa penyebaran
agama islam pada masa itu . Pasar rakyat ini, hingga sekarang masih menjadi
salah satu objek wisata dan pasar budaya yang menjadi salah satu unggulan
pariwisata kota Solo.
Pasar malam ini biasanya digelar selama seminggu penuh untuk memperingati
hari Maulud Nabi Muhammad SAW yang menjadi kalender kegiatan rutin
yang di adakan oleh Kraton Solo setahun sekali berdasarkan penanggalan
Jawa. Kegiatan di pasar ini sangat lengkap mulai berbagai jualan makanan
khas daerah , baju , berbagai kerajinan tradisional sampai mainan yang
modern serta banyak pula sarana hiburan rakyat seperti komidi putar dan yang
lainnya. Maka tak heran kalau perayaan sekaten selalu penuh sesak dengan
pengunjung.
Gambar 1.1 Perayaan Sekaten Solo 2014
Sumber: http://mamiberanimimpi.blogspot.com/2013/02/pesona-solo.html
2. Grebeg Mulud
Grebeg Mulud adalah salah satu acara rutin tiap tahun di Keraton Surakarta.
Acara ini memperingati hari Maulud Nabi Muhammad SAW. Pada moment ini
akan dikirab Gunungan Tumpeng Raksasa dari Keraton Surakarta menuju
Masjid Agung Surakarta. Pada hari itu ribuan warga Surakarta dan sekitarnya
berkumpul untuk ngalap (mencari) berkah. Banyak yang berasal dari
Sragen, Karanganyar, Wonogiri dan daerah-daerah lain yang lebih jauh.
Dalam acara ini berkumpul semua abdi dalem Keraton Surakarta, juga kerabat
keraton.
kelengkapan
Jamasan
Pusaka
atau
minyak
untuk
b. Gunungan bentuknya seperti tubuh gender ialah yoni. Oleh sebab itu
dinamakan gegenderan. Segala sesuatu tidak berbeda dengan gunungan
laki-laki di atas. Antara gunungan laki-laki tersebut terdapat anak-anakan
yang dinamakan saradan
c. Jodhang yang dipergunakan untuk mengusung gunungan tersebut diberi
hiasan yang mengandung makna tersendiri, serta mempunyai arti simbolis,
antara laindiberi kampuh (penutup dari setengah tingginya ke bawah)
berupa kain bangotulak ynag indah, megah dan berwibawa itu.
d. Untuk keperluan sehari-hari pada sesaji/selamatan lazim kita jumpai jenang
putih merah, tidak boleh keliru putihnya harus ditaruh di atas yang merah.
Inipun melambangkan laki-laki perempuan, seperti yang terkandung dalam
simbolgula klapa yang dibalik, putihnya di atas merahnya di bawah.
e. Tentang ancak-canthoka yang berjumlah 24 itu bentuknya menyerupai
kodhok (katak), diberi wadah besi tertutup dari kuningan.
f. Dalam iring-iringan dari halaman Kamandungan menuju Masjid Besar,
berjalan paling depan gunungan laki-laki berselang dengan gunungan
perempuan, sedang diantaranya
Sumber: http://v-images2.antarafoto.com/gsb/1314786306/grebeg-syawal06.jpg
3. Grebeg Sudiro
Grebeg Sudiro adalah sebuah event perayaan menyambut tahun baru Imlek
yang diselenggarakan 7 hari sebelum tahun baru di kawasan Pasar Gedhe.
Grebeg Sudiro merupakan bentuk akulturasi antara budaya Jawa dan Tionghoa
yang menyatu padu menjadi sebuah keunikan dalam keberagaman. Grebeg
merupakan tradisi khas Jawa yang biasanya diadakan untuk acara sakral
yang dianggap berjasa kepada kraton. Acara ini biasa dilakukan setiap tanggal
2 bulan Ruwah dalam kalender Jawa.
Gambar 1.5 Prosesi Tinggalan Dalem Pakubuwono XIII
Sumber:
http://www.timlo.net/baca/11227/tingalan-jumenengan-ke-7-sisks-
pb-xiii/
6. Tradisi Bagi Takjil Bubur Samin
Pembagian takjil bubur samin di Masjid Darussalam Jayengan Solo telah
berlangsung lama sejak tahun 1900-an, dan hingga saat ini tetap dilaksanakan
sebagai sebuah tradisi saat ramadhan. Bubur yang diolah di Masjid
Darussalam Solo ini sendiri sebenarnya adalah Bubur Banjar, makanan khas
daerah Martapura, Kalimantan Selatan. Hal itu karena warga di sekitar masjid
tersebut memang keturunan pendatang dari Banjar. Mereka datang ke Kota
Solo sekitar awal 1900-an untuk berdagang intan dan permata.
Saat itu
Sumber:
http://www.timlo.net/baca/11227/tingalan-jumenengan-ke-7-sisks-
pb-xiii/
7. Tradisi Malem Selikuran
Tradisi malem selikuran adalah adalah tradisi budaya sekaligus religi yang
penuh makna. Dalam bahasa jawa, malem berarti malam dan selikuran berarti
dua puluh satu, sehingga malem selikuran berarti malam ke dua puluh satu
pada bulan ramadhan atau dikenal dengan nama malam lailatul qodar.
Pada malam ini, Keraton Surakarta Hadiningrat dan masyarakat Solo biasanya
menggelar tradisi berupa kirab seribu tumpeng dari halaman Pagelaran
Keraton Surakarta, berjalan menyusuri Jalan Slamet Riyadi, dan berakhir di
Taman Sriwedari, Solo.
Para abdi dalem juga membawa lampu menyerupai lampion atau ting.
Sehingga kirab ini juga dikenal dengan nama ting-ting hik. Di depan barisan
ancak canthaka, terdapat joli kencana atau kotak menyerupai anchak canthaka
yang berukuran besar dan berbentuk menyerupai rumah-rumahan. Di dalam
joli kencana tersebut terdapat ingkung. Setiap prosesi tumpeng seribu selalu
ada dua joli kencana dan satu ting berukuran besar, lengkap dengan cap logo
Keraton Surakarta.
Tradisi adat di Keraton Surakarta dalam menyelenggarakan Nuzulul Quran
(turunnya Aquran) dan menyambut malam Lailatulkadar, menurut berbagai
sumber berpedoman pada Serat Ambya. Di dalam Serat Ambya yang menjadi
acuan tatanan keraton antara lain disebutkan, pada setiap tanggal ganjil mulai
tanggal 21 Ramadan, Nabi Muhammad saw turun dari Jabal Nur. Di Gunung
Nur itulah, Rasulullah menerima wahyu ayat-ayat Alquran.
Merujuk pada sumber tertulis itulah, Keraton Surakarta berkeyakinan di
malam Lailatulkadar Allah SWT menurunkan anugrah setara seribu bulan
kepada Rasulullah. Kalangan keraton dan seluruh masyarakat adat Jawa
mengharapkan limpahan berkah dan anugrah, seperti yang telah diberikan
Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. di malam Lailatulkadar.
Anugerah yang diyakini sampai sekarang, siapa orang yang akan
menerimanya tetap merupakan misteri gaib milik Allah SWT. Tidak seorang
pun dapat mengetahuinya kecuali mereka yang tekun dan patuh, tidak bisa
disepelekan, seperti ungkapan Sunan Paku Buwono IV, Anjaba lawan tuduhe,
nora kena binawar.
Gambar 1.7 Prosesi Malem Selikuran
Sumber:http://ureport.news.viva.co.id/news/read/242067-tradisi-malamselikuran-di-keraton-surakarta
8. Grebeg Pasa
Grebeg Pasa pada zaman dulu dilangsungkan pada tanggal 1 Syawal. Namun,
Keraton Surakarta memiliki pertimbangan lain dalam menyelenggarakan
grebeg Pasa. Mengingat banyaknya abdi dalem yang berasal dari luar kota
maka Keraton Surakarta menyelenggarakan Grebeg Pasa pada tanggal 2
Syawal untuk memberikan kesempatan bagi para abdi dalem bersilaturahmi
dengan keluarga terlebih dahulu pada 1 Syawalnya. Meskipun demikian,
esensinya tetap sama, yakni merayakan kemenangan dengan berbaur dengan
masyarakat luas. prosesi Grebeg Pasa mulai dari pelataran kedhaton.
Sebenarnya masyarakat umum boleh menyaksikan dari dalam pelataran
kedhaton, akan tetapi aturan pakaian terutup dan sopan serta pemakaian samir
tetap berlaku.
Ketika waktu sudah hampir menunjukkan pukul 10 pagi, keluarlah para
prajurit keraton yakni para prajurit Wadya Tamtama Swara (berseragam hitam
pengiring
drum
band
dengan
sebilah
kelewang
panjang),
prajurit
berbaris dengan rapi di depan Pendapa Sasana Sewaka, para prajurit pun
memimpin arak-arakan keluar dari pelataran kedhaton menuju Kori Sri
Manganti. Di belakangnya terdapat abdi-abdi dalem pembawa Gunungan Estri
dan Gunungan Jaler beserta gamelan pusaka Gangsa Corobalen.
Sesampainya di depan masjid Agung, dua gunungan tersebut di istirahatkan
sebentar. Sementara para sentana dan ulama berdoa di dalam masjid. Setelah
selesai didoakan, gunungan estri langsung jadi rebutan warga. Sedangkan
gunungan jaler dibawa kembali sampai di depan kamandhungan. Harusnya
gunungan jaler ini untuk para abdi dalem, sayangnya tidak semua abdi dalem
khususnya yang sudah sepuh tidak kuat saat merebut bagian-bagian gunungan
tersebut. Sisa-sisa gununganpun dibawa kembali ke dalam keraton. Dengan
demikian, berakhir sudah ritual Grebeg Pasa di Keraton Surakarta. Di dalam
keraton sendiri acara masih dilanjutkan dengan halal bi halal antara para
sentana dengan abdi dalem keraton.
Gambar 1.8 Prosesi Grebeg Pasa
Sumber:http://www.boyolalipos.com/2009/grebeg-syawal-keraton-kasunanan5120
9. Pekan Syawalan Jurug atau Grebeg Jaka Tingkir
Pekan Syawalan Jurug merupakan tradisi khas masyarakat Solo untuk
merayakan dan memeriahkan Bakda Syawal. Tradisi perayaan puncak tradisi
Syawalan di satu-satunya kebun binatang Kota Solo ini rutin ditandai dengan
Grebeg Syawalan yang mengarak gunungan ketupat dan juga tontonan kolosal
dalam Grebeg Jaka Tingkir.Pekan Syawalan Jurug di Taman Satwa Taru
Jurug (TSTJ) rutin digelar selama beberapa hari.
Seluruh rangkaian kegiatan dalam Pekan Syawalan di Jurug biasa dimulai dari
jam 10 pagi. Sebelum menyentuh acara puncak berupa berebut gunungan
ketupat, panitia biasanya akan menggelar Grebeg Syawalan terlebih dahulu.
Grebeg Syawalan Jurug juga sangat khas karena tidak hanya mengusung
gunungan ketupat saja. Tradisi grebeg di puncak perayaan Syawalan ini selalu
dikemas dalam Grebeg Jaka Tingkir. Grebeg ini adalah sajian kolosal yang
menceritakan kisah kepahlawanan Jaka Tingkir dalam berbagai epos.
Pada tahun 2012 Jaka Tingkir yang diperankan oleh GPH Mangkubumi, putra
dari Raja Paku Buwana XIII Hangabehi, dikisahkan memimpin rombongan
menuju Kerajaan Pajang dengan menunggang gajah untuk menjalani
penobatannya. Sedangkan pada tahun 2011, Grebeg Jaka Tingkir dirangkai
dalam sebuah sajian kolosal Larung Ageng Jaka Tingkir dimana Jaka Tingkir
menaiki perahu gethek bertarung dengan 40 buaya.
Berbagai pentas kesenian juga akan disuguhkan kepada pengunjung TSTJ di
saat seperti ini. Dari pertunjukan tradisional seperti Reog atau panggung
musik dangdut di tempatkan pada beberapa titik keramaian di dalam kompleks
TSTJ. Sementara untuk komposisi peserta kirab biasanya akan juga
diramaikan oleh berbagai komunitas dan juga kelompok seni. Seperti
komunitas pecinta reptil, peraga kostum Solo Batik Carnival hingga siswa
sekolah.
Rute Grebeg Jaka Tingkir hanya akan mengitari kompleks dalam kebun
binatang saja. Rombongan baru akan berhenti saat mencapai panggung utama
di pinggir danau TSTJ dimana di sana sajian kolosal akan digelar. Setelah
menyajikan adegan pertarungan antara Jaka Tingkir dan musuh-musuhnya
barulah puncak Syawalan akan digelar yaitu membagikan ketupat kepada
ribuan pengunjung yang memadati panggung utama. Berebut gunungan
ketupat inilah yang pada akhirnya menjadi puncak acara sekaligus penutup
puncak Syawalan Jurug.
Gambar 1.9 Prosesi Pekan Syawalan Jurug atau Grebeg Jaka Tingkir
Sumber: http://chic-id.com/grebeg-joko-tingkir-2012-joko-tingkir-menungganggajah/iringan-grebeg-joko-tingkir-pekan-syawalan-jurug/
Sumber:
http://www.surakarta.go.id/konten/keraton-kasunanan-surakarta-gelar-
ritual-tahunan-grebeg-besar
11. Kirab Malam Satu Suro
Setiap malam 1 muharam atau terkenal malam satu Suro , maka kraton Solo
akan menggelar ritual Jamas dan Kirab Pusaka Kraton, ikut serta juga dalam
acara kirab tersebut beberapa ekor kebo bule (kerbau ) yang di juluki Kebo
Kyai Slamet . Acara kirab pusaka ini berangkat dari kraton Solo tepat pada
jam 12 malam dan mengelilingi beberapa jalan protokol di kota Solo dengan
di iringi oleh punggawa istana dan para pasukan istana. Upacara ini di gelar
untuk menghormati dan sekaligus memperingati Bulan Suro (Muharam).
Kegiatan Kirab ini hingga sekarang selalu menjadi salah satu momentum yang
paling meriah di kota Solo, dan selalu menarik minat masyarakat kota Solo
pada khususnya untuk melihat dan mengikuti prosesi ini. Banyak juga
masyarakat di sekitar kota solo, bahkan dari luar kota dan para turis asing
sangat antusias mengikuti acara tradisional tersebut.
Acara yang sudah menjadi kegiatan rutin Kraton solo tersebut , selainkan
menampilkan mitos dan legenda Kebo Kyai Slamet, juga bermacam macam
keris dan tosan aji istan lainnya yang di arak keliling dengan sebuah prosesi
upacara spiritual dan kental sekali dengan budaya Jawa.
Gambar 1.11 Kirab Malam Satu Suro
Sumber:
http://www.solopos.com/2014/10/18/malam-1-sura-solo-tengah-
Sumber: http://www.surakarta.go.id
13. Jumenengan Paduka Mangkunegara IX
Perayaan ulang tahun kenaikan tahta atau jumenengan adalah salah satu
tradisi yang terbalut dalam upacara adat sakral kerajaan yang rutin digelar
setiap tahunnya. Hal itu juga berlaku untuk perayaan ulang tahun kenaikan
tahta Raja Mangkunegara IX atau Jumenengan KGPAA Mangkunegara IX
yang selalu diperingati setiap tanggal 9 bulan Suro, penanggalan Jawa.
Istana Mangkunegaran atau yang biasa disebut Pura Mangkunegaran yang
berlokasi di jantung Kota Surakarta menjadi lokasi digelarnya upacara adat
yang terdiri dari beberapa prosesi itu. Dan lebih tepatnya, Pendapa Agung
Pura Mangkunegaran, Bangsal Pringgitan, dan Dalem Ageng Pura
Mangkunegaran,
menjadi
lokasi
tempat
digelarnya
seluruh
prosesi
jumenengan.
Prosesi pelaksanaan peringatan atau perayaan kenaikan tahta di Istana
Mangkunegaran sering berubah-ubah setiap tahunnya. Prosesi untuk setiap
tahun tampak selalu disesuaikan dengan kondisi yang sedang terjadi, baik di
lingkungan istana atau negara.
Sebagai contoh misalnya pelaksanaan jumenengan pada tahun 2009. Pada
tahun itu prosesi upacara digelar dengan sangat sederhana. Hal itu dijelaskan
bahwa prosesi yang sederhana disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang
saat itu hidup pada masa keprihatinan.
Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2011 saat prosesi hanya dirayakan
dengan sangat sederhana. Pada tahun itu Pendapa Agung sedang direnovasi
dan KGPAA Mangkunegara IX juga sedang tidak sehat dan tidak dapat hadir.
Atau juga pada tahun 2012 saat tanggal 9 Suro jatuh pada hari Jumat. Dan
untuk menyesuaikan dengan hari besar Islam itu, salat Jumat, maka
pelaksanaannya dibagi ke dalam dua prosesi.
Prosesi jumenengan dibagi dalam tiga acara yaitu sungkeman putra kepada
KGPAA Mangkunegara IX di dalam Dalem Agung Pura Mangkunegara,
selamatan (wilujengan) atau kenduri wilujengan di Bangsal Pringgitan, dan
resepsi jumenengan di Pendapa Agung Pura Mangkunegaran.
Prosesi sungkeman putra kepada KGPAA Mangkunegara IX berlangsung di
dalam Dalem Agung. Di sana, KGPAA Mangkunegara IX duduk sementara
secara bergantian putra-putranya menjalankan tradisi sungkeman.
Begitu prosesi sungkeman selesai maka raja akan memberikan izin untuk
memulai prosesi kedua yaitu kenduri wilujengan. Dalam prosesi ini puluhan
tumpeng biasanya sudah disiapkan dan ditata rapi di Bangsal Pringgitan.
Seluruh tumpeng itu nantinya akan didoakan dan disantap bersama layaknya
jamuan makan dalam pesta ulang tahun adat masyarakat Jawa.
Prosesi terakhir adalah prosesi resepsi jumenengan dimana tamu undangan
akan dijamu di Pendapa Agung. Di sana pula nantinya akan digelar
pertunjukan tari Bedaya Anglir Mendung yang merupakan tari ciptaan
pendiri
Mangkunegaran,
Pangeran
Sambernyawa.
Namun
sebelum
menginjak acara pertunjukan tari yang menjadi acara puncak, biasanya akan
ada upacara pemberian gelar atau wisuda bagi mereka yang dianggap berjasa
kepada Istana Mangkunegaran.
Gambar 1.13 Mangkunegara IX memasuki Pendopo Istana Mangkunegara
Sumber: wikimedia.org/wikipedia/id
14. Kirab Babad Kepatihan atau Peringatan Hari Lahirnya Titi Laras Karawitan
Kepatihan
Notasi atau simbol tinggi rendahnya nada adalah sebuah hal penting yang
digunakan dalam bermusik. Tidak berbeda dengan alat musik lainnya, alat
musik tradisional Jawa seperti Gamelan juga menggunakan notasi yang
dikenal dengan istilah Titi Laras. Salah satu titi laras yang paling dikenal
sekaligus paling banyak digunakan dalam berkarawitan adalah Notasi
Kepatihan atau Titi Laras Kepatihan yang juga dikenal sebagai Laras
Slendro dan Laras Pelog.
Kedua titi laras di atas tercipta pada tahun 20-an oleh Warsodiningrat di
wilayah Kepatihan, Surakarta. Atas makna penting titi laras tersebut, maka
diadakanlah peringatan hari lahirnya peringatan titi laras karawitan
kepatihan. Bertepatan dengan hari ini pulalah pejabat pemerintahan
Kepatihan Wetan menggelar sebuah kirab untuk memperingatinya. Kirab
tersebut dinamakan Kirab Babad Kepatihan yang diikuti oleh berbagai
lembaga serta instansi dan warga Kepatihan ini dinamakan.
Kirab Babad Kepatihan ini digelar disepanjang jalur yang mengelilingi
Kelurahan Kepatihan Wetan. Berbagai kesenian tradisional seperti reog, tari
naga, dan barong, ikut meramaikan kirab. Start rombongan kirab dimulai dari
panggung di depan kantor Kelurahan Kepatihan Wetan. Sementara
rombongan kirab mengarak gunungan buah berkeliling, sebuah hajatan juga
digelar di panggung titik start acara. Kirab tersebut kemudian ditutup dengan
perebutan gunungan buah yang merupakan persembahan dari pedagang buah
di Pasar Gede begitu peserta rombongan kembali ke titik awal. Selain
peringatan berupa kirab budaya, panitia juga menghadirkan berbagai hiburan
pada malam harinya. Hiburan berupa pertunjukan tari, musik keroncong,
campur sari, tembang kenangan, serta persembahan wayang kulit yang
digelar di panggung hiburan di depan kantor Kelurahan Kepatihan Wetan.
Gambar 1.14
Pelaksanaan Kirab Babad Kepatihan atau Peringatan Hari Lahirnya Titi Laras
Karawitan Kepatihan
Sumber:
http://chic-id.com/wp-content/uploads/kirab-babad-kepatihan-
peringatan-lahirnya-notasi-kepatihan.jpg
DAFTRA PUSTAKA
Adriana,
Tissania
Clarasati.
2011
Tradisi
Grebeg
Sudiro
di
http://den-haryprasetyo.blogspot.com/2014/05/tradisi-adat-di-solo.html
http://chic-id.com/kirab-apem-sewu-di-kampung-sewu-solo/
http://chic-id.com/haul-habib-ali-bin-muhammad-al-habsyi-di-pasar-kliwon/
http://wisatapedia.net/index.php/telusur/yogyakarta-dan-solo/eventwisata/tingalan-isks/
http://ramadan.tempo.co/read/news/2013/08/04/152502271/MencicipiBubur-Samin-di-Masjid-Darussalam
http://jogjatrip.com/id/670/Malem-Selikuran
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2013/08/10/grebeg--580032.html