Ijarah Dan Ijarah Muntahia Bit Tamlik Dalam Instrumen Keuangan Syariah-Libre

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 13

Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) dalam

Instrumen Keuangan Syariah


Oleh:
Ali Muhayatsyah, S.E.I., M.E.I.1
A. Pendahuluan
Salah satu unsur yang terpenting dalam perkembangan suatu lembaga
keuangan adalah bagaimana cara mendapatkan keuntungan yang optimal.
Dengan berkembangnya bank syariah, dalam setiap kegiatan yang dilakukan
tujuan utamanya yaitu ingin mendapatkan keuntungan, karena hal ini
dilakukan dalam upaya meningkatkan pendapatan bagi bank syariah. Salah
satu kegiatan yang dilakukan oleh bank syariah untuk memperoleh
pendapatan yaitu melalui kegiatan mengalokasikan dananya baik dalam
bentuk memberikan pembiayaan kepada nasabah atau penggunaaan dalam
menambah aset bank syariah.
Sampai saat ini, mayoritas produk pembiayaan syariah masih terfokus
pada produk-produk murabahah (prinsip jual beli). Pembiayaan murabahah
sebenarnya memiliki persamaan dengan pembiayaan ijarah, keduanya
termasuk dalam kategori natural certainty contracts dan pada dasarnya
adalah kontrak jual beli. Perbedaan keduanya hanyalah objek transaksi yang
diperjualbelikan tersebut, dalam pembiayaan murabahah, yang menjadi
objek transaksi adalah barang, misalnya rumah, mobil dan sebagainya.
Sedangkan dalam pembiayaan ijarah, objek transaksinya adalah jasa, baik
manfaat atas barang maupun manfaat atas tenaga kerja. Jika dengan
pembiayaan murabahah, bank syariah hanya dapat melayani kebutuhan
nasabah untuk memiliki barang, sedangkan nasabah yang membutuhkan jasa
tidak dapat dilayani. Dengan skim ijarah, bank syariah dapat melayani
nasabah yang hanya membutuhkan jasa.

1 Mahasiswa Magister Keuangan dan Perbankan Syariah UIN Sunan Kalijaga


Yogyakarta. Makalah ini disampaikan pada perkuliahan Manajemen Dana dan Pembiayaan
Bank Syariah dengan dosen pembimbing Dr. Mamduh M Hanafi, M.B.A.

Pembiayaan ijarah sebenarnya dapat dikatakan lebih menarik


dibandingkan

jenis

pembiayaan

lainnya

seperti

mudharabah

dan

musyarakah, karena pembiayaan ijarah mempunyai keistimewaan bahwa


untuk memulai kegiatan usaha, pengusaha tidak perlu memiliki barang
modal terlebih dahulu, melainkan dapat melakukan penyewaan kepada bank
syariah.
Kefleksibelan pembiayaan ijarah pada bank syariah sebenarnya
sangat memberi kemudahan bagi para nasabah. Nasabah yang memerlukan
suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya baik kebutuhan
konsumtif atau bisnis, disini nasabah terdapat dua pilihan dalam akad ijarah,
yakni nasabah dapat menggunakan jasa atau manfaat dari barang dan jasa
tertentu tanpat harus memiliki barang tersebut secara permanen. Kedua
adalah nasabah dapat memiliki kesempatan untuk memikili barang atau jasa
yang diinginkan atau dikenal dengan istilah ijarah muntahiya bittamlik
(IMBT).
Jika kita lihat lebih jauh lagi bahwa konsep ijarah ini tidak hanya
berada pada sektor perbankan saja tetapi merambah pada instrumeninstumen yang lain seperti sukuk ijarah pada pasar modal, bahkan sukuk
ijarah merupakan sukuk yang paling diminati pada saat ini karena sukuk
ijarah memiliki struktur yang lebih simpel dibanding sukuk mudharabah.
Terkait pentingnya pembiayaan dengan menggunakan akad ijarah dalam
bisnis perbankan dan pasar modal, maka perlu sekiranya untuk mengetahui
tentang mekanisme terkait hal tersebut. Mekanisme tersebut harus sesuai
dengan prinsip kehati-hatian, guna untuk meningkatkan keefesienan kinerja
perbankan dan pasar modal. Pembahasan makalah ini dikhususkan kepada
konsep ijarah sehingga nantinya diharapkan dapat menjadi informasi baru
dalam memahami konsep ijarah.

B. Konsep Aplikasi Produk Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bittamlik


1. Model Transaksi Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
atas barang itu sendiri.2 Bila digunakan untuk mendapatkan manfaat
barang maka disebut sewa-menyewa. Sedangkan jika digunakan untuk
mendapatkan manfaat tenaga kerja, disebut upah-mengupah. Sedangkan
akad jualah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan atas
kinerja objek yang disewa. Pada ijarah, tidak terjadi perpindahan
kepemilikan obyek ijarah. Obyek ijarah tetap menjadi milik yang
menyewakan.3
Tansaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada
dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun
perbedaannya terletak pada obyek transasksinya. Bila pada jual beli
obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya
adalah jasa. Mekanisme operasional ijarah dapat digambarkan sebagai
berikut:4
Supplier

Objek Sewa

A.Milik
2.Beli Obyek
Sewa

B. Sewa

Nasabah
Bank

Bayar Sewa

Bank Syariah
1.Pesan Obyek Sewa

2 Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), hlm, 117.
3 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 53.
4 Muhammad, Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2011), hlm.
99.

2. Model Transaksi Ijarah Muntahiya Bittamlik


Praktisi Keuangan menuliskan bahwa yang dimaksud dengan Ijarah
Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah sejenis perpaduan antara kontrak
jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan
kepemilikan barang ditangan penyewa. Sifat kepemilikan inilah yang
membedakannya dengan ijaroh biasa. IMBT memiliki banyak bentuk,
tergantung apa yang di sepakati kedua belah pihak yang berkontrak.5
Misalnya al-ijarah dan janji menjual, nilai sewa yang mereka tentukan,
harga barang dalam

transaksi

jual

dan

kapan

kepemilikan

dipindahkan: Dalam ijarah muntahiya bittamlik, pemindahan hak


milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini:
a. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang
disewakan ter sebut pada akhir masa sewa.
b. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang
yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Pilihan untuk menjual barang diakhir masa sewa (alternatif 1)
biasanya diambil

bila kemampuan

finansial

penyewa untuk

membayar sewa r elatif kecil. Kar ena sewa yang dibayarkan relative
kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir
periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan
margin laba yang ditetapkan oleh bank. Karena itu, untuk mengurangi
kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki barang
tersebut, ia harus membeli barang itu di akhir periode.
Pilihan untuk menghibahkan barang di akhir periode masa
sewa (alternative 2) biasanya diambil bila kemampuan finansial
penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Karena sewa yang
dibayarkan relatif besar, akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah
mencukupi untuk menutupi harga barang dan margin laba yang

Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, hlm, 118.

ditetapkan oleh bank. Dengan demikian, bank dapat menghibahkan


barang tersebut di akhir masa periode sewa kepada pihak penyewa.
Pada IMBT dengan sumber pembiayaan dari Unrestricted
Investment Account (URIA), pembayaran oleh nasabah dilakukan
secara bulanan. Hal ini disebabkan karena pihak bank harus
mempunyai cash in setiap bulan untuk memberikan bagi hasil kepada
nasabah yang dilakukan secara bulanan juga. Jadi pembiayaan IMBT
adalah penyediaan uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip
IMBT, bukan akad IMBT itu sendiri.
Sering sekali barang yang disewakan kepada nasabah akan
merepotkan bank dalam hal pemeliharaannya. Oleh karena itu, bank
dapat memberikan opsi kepada nasabah untuk menjadi pemilik atas
barang setelah masa sewa telah berakhir.6 Pada akhir masa sewa,
bank syariah dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada
nasabah. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
Mekanisme

operasional

ijarah

muntahiya

bittamlik

dapat

digambarkan sebagai berikut:7


Setelah masa sewa
berakhir obyek sewa
menjadi milik nasabah
Supplier

Objek Sewa

A.Milik
2.Beli Obyek
Sewa

B. Sewa

Nasabah
Bank

Bayar Sewa

Bank Syariah
1.Pesan Obyek Sewa

Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006),

hlm. 159.
7 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, hlm. 99. Lihat juga Adiwarman Karim, Bank
Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm, 147.

C. Prospek, Kendala Dan Strategi Penyaluran Dana Ijarah dan IMBT


Berdasarkan data yang dikeluarkan Bank Indonesia menunjukkan bahwa
produk pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah masih tinggi
peminatnya di kalangan masyarakat, ini terbukti dari tujuh tahun terakhir
jumlah angka pembiayaan terus meningkat. Pr oduk pembiayaan yang sangat
diminati adalah murabahah yakni mencapai sekitar 56,365 miliyar pada 201,
dan yang kedua adalah produk pembiayaan musyarakah yakni mencapai
sekitar 18,960 miliyar pada 2011. Sedangkan pembiayaan ijarah masih
menempati posisi dibawah mudharabah dan qard, yakni sebesar 3,839
miliyar dan berada peringkat ketiga dari bawah setelah produk salam dan
istishna.8
Kendala yang dialami sebagian kalangan bank syariah yakni rumitnya
mekanisme IMBT, oleh karena itu, kebanyakan dari bank syariah lebih
memilih menggunakan akad murabahah. Walaupun kebanyakan bank
syariah tidak memilih menjadikan akad ini sebagai yang utama, tetap saja ada
bank yang menggunakan akad ini, contohnya Bank Muamalat Indonesia.
Prospek bagi bank yang menggunakan akad IMBT seperti Bank
Muamalat Indonesia, bisa dikarenakan bank tersebut melihat keunggulan
dari IMBT yang dapat merubah biaya sewa, sedang dalam murabahah yang
mudah prosesnya, akan tetapi tidak dapat ber ubah harga jualnya di tengah
terjadinya fluktuasi harga. Nasabah ingin memiliki rumah, misalnya.
Nasabah membayar cicilan bulanan, besarnya dapat berubah dari waktu ke
waktu sesuai kesepakatan. Pembayaran cicilan dari nasabah ini, sebagian
diakui sebagai pendapatan dan sebagian lagi dikumulasi untuk pada akhirnya
digunakan sebagai pelunasan kewajiban nasabah.
Risiko produk ini sebenarnya mirip dengan risiko financial leasing di
sistem keuangan konvensional, mirip dengan risiko kredit jangka panjang
dengan cicilan pokok pada bank konvensional.

Namun sebagai produk

8 Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah Juni 2012 (Jakarta: Direktorat


Perbankan Syariah, 2012), hlm. 18.

syariah dengan paradigma syariah, tentu cara pencatatan produk ini berbeda
dengan yang konvensional.
Cicilan pokok nasabah untuk pelunasan dicatat sebagai biaya
penyusutan yang akumulasinya di akhir periode untuk pelunasan. Sifat
risiko berubah ketika biaya penyusutan pembiayaan IMBT ini dianggap
sama dengan biaya penyusutan aktiva tetap. Implikasi pajaknya sangat
berbeda karena biaya penyusutan pembiayaan IMBT tidak dapat dianggap
biaya dalam kaca mata pajak sebagaimana biaya penyusutan aktiva tetap.
Substansinya

adalah

kumulasi

cicilan

nasabah

untuk

melunasi

kewajibannya.9
Selain masalah tingkat kerumitan dalam yang dialami oleh kalangan
perbankan, masalah yang sering muncul dalam IMBT ini adalah Mengenai
aturan loan to value (LTV) pada skema bagi hasil, pembiayaan bersama dan
sewa dalam syariah. Para praktisi mengamati Ada dua akad yang menjadi
kendala dalam penerapan kebijakan uang muka kredit, pertama akad
musyarakah mutanaqishah. Kedua, akad ijarah muntahiya bittamlik.
Musyarakah mutanaqishah merupakan turunan akad musyarakah.
Definisinya, perjanjian antar a dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu
aset. Kerjasama ini mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak, serta
menambah kepemilikan pihak lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan
pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain. Dalam konteks
pembiayaan rumah, bank syariah dan nasabah akan bekerjasama dalam
pengadaan rumah, lalu terjadi pengambilalihan porsi kepemilikan bank oleh
nasabah dengan mengangsur.
Sedangkan dalam skim ijarah muntahiya bittamlik, bank akan
meminjamkan dana ke nasabah untuk membeli rumah, lalu rumah menjadi
milik bank. Nasabah baru memiliki rumah itu jika masa ijarahnya selesai dan

9
Adiwarman
Karim,
Manajemen
Risiko
Bank
Syariah,
http:/ / www.adiwarmankarim.com/ index.php?option=com_content&view=article&id=174%
3Amanajemen-risiko-bank-syariah&catid=52%3Anewspaper&Itemid=90&lang=en,
akses
pada tanggal 30 Desember 2012.

memenuhi seluruh kewajiban. Pengambilalihan bisa berdasarkan akad jual


beli atau hibah.
Pada skim murabahah LTV sudah pasti dikenakan, karena skema ini
mewajibkan peran serta nasabah. Sebagian kalangan berpendapat kedua
skim ini perlu dikenakan LTV sebagai bentuk penegasan pembagian risiko
antara bank dan nasabah. Bila tak dibagi, risiko terbesar ada di bank karena
sebagian besar pendanaan berada di bank, dengan adanya aturan ini
bertujuan untuk memagari bank syariah agar tidak terkena risiko
pembiayaan bermasalah (NPF) tinggi. Saat ini rata-rata bank syariah
menerapkan LTV sekitar 15%-20%.10
Strategi yang bisa diharapkan bank syariah ialah bank syariah agar
tetap memperhatikan dan mempertimbangkan pengajuan pembiayaan
nasabah dengan seksama agar nasabah yang menerima pembiayaan benarbenar tepat.

D. Ijarah Pada Instrumen Sukuk


Sukuk berasal dari bahasa Arab sakk (tunggal) dan jamaknya sukuk atau
sakaik yang memiliki arti memukul atau membentur, dan bisa juga
bermakna percetakan atau menempa sehingga kalau dikatakann sakkan
nukud bermakna percetakan atau penempahan uang. Istilah sakk bermula
dari tindakan membubuhkan cap tangan oleh seseorang atas suatu dokumen
yang mewakili suatu kontrak pembentukan hak, obligasi, dan uang. Dalam
konsep modern disebutkan sebagai

pengamanan pembiayaan yang

memberikan hak atas kekayaan dan tanggungan serta bentuk-bentuk hak


milik lainnya.11
Sukuk ijarah (obligasi

ijarah)

adalah obligasi

syariah yang

menggunakan akad ijarah. Ijarah adalah perikatan sewa menyewa yang


10 Roy Franedya, BI Identifikasi Masalah Loan to Value di Syariah,
http:/ / keuangan.kontan.co.id/ news/ bi-identifikasi-masalah-loan-to-value-di-syariah, akses
pada tanggal 30 Desember 2012.
11 Nazaruddin Abdul Wahid, Sukuk: Memahami dan Membedah Obligasi Pada
Perbankan Syariah (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 92.

memberikan hak kepada muaajir (yang menyewakan) menerima upah dari


mustajir (penyewa) atas manfaat yang diperolehnya. Artinya pihak yang
menyewakan memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan
obyek yang disewakankan, namun dengan kewajiban penyewa harus
memberikan imbalan sesuai dengan hasil kesepakatan.12
Dalam akad ijarah, pada prinsipnya terjadi pemindahan manfaat yang
bersifat sementara, namun tidak disertai adanya pemindahan kepemilikan.
Berdasarkan fatwa No.41/ DSN-MUI/ III/ 2004, ketentuan obligasi syariah
ijarah sebagai berikut :
a). Akad yang digunakan dalam obligasi syariah ijarah adalah ijarah dengan
memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No.9/ DSN-MUI/ IV/ 2000
tentang pembiayaan ijarah, terutama mengenai rukun dan syarat akad.
b). Sesuai yang menjadi obyek ijarah harus berupa manfaat yang
diperbolehkan.
c). Jenis usaha yang dilakukan emiten tidak boleh bertentangan dengan
syariah dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No.20/ DSNMUI/ IX/ 2000 tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksadana
syariah dan No.40/ DSN-MUI/ X/ 2003 tentang pasar modal dan pedoman
umum penerapan prinsip syariah di bidang pasar modal.
d). Emiten

dalam

kedudukannya

sebagai

penerbit

obligasi

dapat

mengeluarkan OSI baik asset yang telah ada maupun asset yang akan
diadakan untuk disewakan.
e). Pemegang OSI sebagai pemilik asset (ayan) atau manfaat (manafi)
dalam menyewakan (ijarah) asset atau manfaat yang menjadi haknya
kepada pihak lain dilakukan melalui emiten sebagai wakil.
f). Emiten yang bertindak sebagai wakil dari pemegang OSI dapat menyewa
untuk dirinya sendiri atau menyewakan kepada pihak lain.
g). Dalam hal emiten bertindak sebagai penyewa untuk dirinya sendiri,
maka emiten wajib membayar sewa dalam jumlah dan waktu yang
12

Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, hlm. 158.

disepakati sebagai imbalan (iwadh malum) sebagaimana jika penyewaan


dilakukan kepada pihak lain.
h). Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh DSN atau tim ahli syariah
yang ditunjuk oleh DSN-MUI, sejak proses emisi obligasi syariah ijarah
dimulai.
i). Kepemilikan obligasi syariah ijarah dapat dialihkan kepada pihak lain,
selama disepakati dalam akad.
Secara teknis, obligasi syariah ijarah dapat dilakukan dengan dua
cara:
a). Emiten dapat bertindak sebagai wakil investor yang berkedudukan
sebagai penyewa (mustajir), sedangkan property owner (pemilik
properti) sebagai pihak yang menyewakan (mujir).
b). Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan
kembali obyek sewa kepada emiten.
Prinsip dasar pembagian hak dan kewajiban dalam obligasi syariah
ijarah, sebagai berikut:
No
1

Hak dan Kewajiban dalam Obligasi Syariah Ijarah


Pihak menyewakan (mujir)
Pihak penyewa (mustajir)
Menerima pembayaran harga Memanfaatkan barang dan atau
sewa atau upah (ujrah) sesuai jasa sesuai yang disepakati dalam
dengan yang disepakati dalam ijarah
ijarah
Menyediakan bar ang atau jasa Membayar harga sewa atau upah
yang disewakan
(ujrah) sesuai yang disepakati
dalam ijarah
Menanggung biaya pembiayaan Bertanggungjawab untuk menjaga
barang yang disewakan atau jasa keutuhan
barang
serta
yang diberikan
menggunakanya sesuai
yang
disepakati dalam ijarah
Menjamin bila terdapat cacat Menanggung biaya pemeliharaan
pada barang yang disewa
barang yang sifatnya ringan (tidak
material) sesuai yang disepakati
dalam ijarah
Bertanggungjawab
atas Bertanggung
jawab
atas
kerusakan
yang
bukan kerusakan barang yang disewakan
disebabkan
oleh
kelalaian yang disebabkan oleh pelanggaran
penyewa dalam penggunaan
dari
penggunakan
yang

10

diperbolehkan
atau
karena
kelalaian penyewa
Menyatakan
secara
tertulis Menyatakan secara tertulis bahwa
bahwa mujir
menyerahkan mustajir
menerima
hak
penggunaan atau pemanfaatn penggunaan atau pemanfaatan
barang atau jasa yang disewakan atas suatu barang dan atau
memberikan jasa yang dimiliki
mujir (penyataan qabul)
Penerbitan sukuk diterbitkan dengan suatu underlying asset (jaminan

aset) dengan prinsip syariah yang jelas. Penerbitan sukuk memerlukan


sejumlah aset tertentu yang akan menjadi obyek perjanjian (underlying
asset). Aset yang menjadi obyek perjanjian harus memiliki nilai ekonomis,
dapat berupa aset berwujud atau tidak berwujud, termasuk proyek yang
akan atau sedang dibangun. Fungsi underlying asset tersebut adalah untuk
menghindari riba dan sebagai prasyar at untuk dapat diperdagangkan di
pasar sekunder serta untuk menentukan jenis struktur sukuk.
Berkaitan dengan emiten yang menerbitkan sukuk, ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya adalah core business yang halal,
memiliki investment grade yang baik dilihat dari fundamental usaha dan
keuangan yang kuat serta citra yang baik bagi publik.13

E. Kesimpulan
Implementasi akad ijarah (sewa-menyewa) dalam lembaga perbankan
syariah yang terbagi menjadi ijarah murni dan ijarah muntahiya bittamlik
(IMBT). Dalam kenyataannya akad ijarah ini jarang digunakan oleh bank
syariah, padahal dalam rangka diver sifikasi produk penyaluran dana dari
bank syariah kepada nasabah, akad ini perlu untuk diterapkan. Pada

13 Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, Islamic Law and Finance: Religion, Risk and
Return, (Kluwer Law International, 1998), hlm. 85. Lihat dalam Kamal Zubair, Instrumen
Investasi Pasar Modal (Analisis Perbandingan Obligasi dan Sukuk), call for paper dalam
International Seminar and Symposium on Implementation of Islamic Economics To Positive
Economics in The World as Alternative of Conventional Economics System: Toward
Development in The New Era of The Holistic Economics, UNAIR, Surabaya, 1-2 Agustus 2008,
hlm. 13.

11

prinsipnya akad ini banyak memberikan keuntungan baik pada bank syariah
atau pun nasabah. Keuntungan yang diperoleh nasabah ialah dalam
meningkatkan investasi, nasabah membutuhkan barang modal dengan nilai
ekonomis yang besar, maka akan lebih mudah menggunakan sistem ijarah
atau ijarah muntahiya bittamlik. Sedangkan bagi bank syariah, sistem ini
mempercepat perputaran uang dan memajukan sistem investasi yang
dinamis.

12

Daftar Pustaka
Antonio, Syafii, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001.
Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah Juni 2012, Jakarta: Direktorat
Perbankan Syariah, 2012.
Dewi, Gemala, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana,
2006.
Franedya, Roy, BI Identifikasi Masalah Loan to Value di Syariah,
http:/ / keuangan.kontan.co.id/ news/ bi-identifikasi-masalah-loan-tovalue-di-syariah, akses pada tanggal 30 Desember 2012.
Karim,

Adiwarman,
Manajemen
Risiko
Bank
Syariah,
http:/ / www.adiwarmankarim.com/ index.php?option=com_content
&view=article&id=174%3Amanajemen-risiko-banksyariah&catid=52%3Anewspaper&Itemid=90&lang=en, akses pada
tanggal 30 Desember 2012.

Karim, Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
Rivai, Veithzal dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Tim Penulis Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional, Jakarta: PT Intermasa, 2003.
Wahid, Nazaruddin Abdul, Sukuk: Memahami dan Membedah Obligasi Pada
Perbankan Syariah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.
Zubair, Kamal Instrumen Investasi Pasar Modal (Analisis Perbandingan
Obligasi dan Sukuk), makalah dalam International Seminar and
Symposium on Implementation of Islamic Economics To Positive
Economics in The World as Alternative of Conventional Economics
System: Toward Development in The New Era of The Holistic
Economics, UNAIR, Surabaya, Agustus 2008.

13

Anda mungkin juga menyukai