Plta Pompa Air

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

PLTA POMPA (PUMP STORAGE POWER PLANT)

PLN telah memutuskan untuk membangun PLTA Pompa Cisokan (Upper Cisokan Pumped
Storage Plant ) yang lokasinya 40 km sebelah barat kota Bandung. Konstruksi PLTA tersebut
dimulai tahun 2012, dan diharapkan unit pertama dari 4 unit yang dibangun akan komisioning
pada tahun 2016. PLTA Pompa Cisokan mempunyai kapasitas total sebesar 1.040 MW ( 4 x 260
MW). PLTA Pompa Cisokan adalah PLTA jenis pompa (pump-storage pertama yang dibangun di
Indonesia).
Untuk menyambut PLTA jenis pompa yang pertama di Indonesia, berikut penulis membahas
tentang latar belakang, aspek teknis dan ekonomis PLTA jenis ini.
PRINSIP KERJA
Pada PLTA Pompa terdapat dua buah waduk, yaitu waduk bawah dan waduk atas. Pada saat
kebutuhan beban dalam system tenaga listrik rendah, maka kelebihan daya yang tidak diserap
oleh konsumen dipakai untuk memompa air dari waduk bawah ke waduk atas. Sedangkan pada
saat beban puncak, air yang terkumpul pada waduk atas akan dialirkan ke waduk bawah untuk
memutar turbin dan menghasilkan daya listrik untuk memenuhi kebutuhan beban puncak.
SUSUNAN INSTALASI MESIN
Pada tahap awal pengembangannya, susunan mesin pada PLTA pompa mempunyai system atau
instalasi yang terpisah antara pompa dan turbin. Artinya pada suatu PLTA pompa terdapat suatu
instalasi lengkap yang berfungsi sebagai turbin, serta terdapat instalasi lain yang terpisah
berfungsi sebagai pompa. Pada instalasi turbin, terdiri dari peralatan-peralatan pipa pesat, turbin
serta generator. Sedangkan pada instalasi yang berfungsi sebagai pompa terdapat peralatan
motor, pompa dan pipa.
Pada tahap pengembangan PLTA pompa selanjutnya ,dengan semakin maju teknologi, maka
system yang terpisah tersebut ditinggalkan sehingga biaya pembangunan PLTA pompa dapat
ditekan lebih rendah karena tidak perlu lagi membangun instalasi mesin ganda seperti di awal
pengembangannya. Dewasa ini instalasi mesin pada PLTA pompa biasanya terdiri atas 2 variasi
sebagai berikut :
1. Pada satu poros yang sama terdapat : a. pompa, b. turbin, dan c. motor dan generator
yang menyatu (bersifat reversible).
2. Pada satu poros yang sama terdapat a. pompa dan turbin yang menyatu (reversible), b.
motor dan generator yang bersatu (reversible).
Untuk kedua variasi di atas, hanya terdapat satu instalasi pipa pesat dan satu buah saluran bawah
(tailrace) yang dipakai secara bolak balik, baik sebagai turbin maupun pada operasi sebagai
pompa.

Turbin dan pompa biasanya dipasang secara vertical untuk unit-unit berkapasitas besar dan
horizontal untuk unit kecil. Kelebihan susunan variasi 1 dimana turbin dan pompa merupakan
instalasi yang terpisah, dimungkinkan untuk mendapatkan efisiensi yang optimum, baik pada
saat berfungsi sebagai turbin maupun pada saat pengoperasian sebagai pompa. Sedangkan jika
variasi 2 yang dipilih, efisiensinya tidak seoptimum variasi 1, namun harga instalasi PLTA
pompa akan lebih murah.
Suatu perkembangan yang unik dari turbin pompa adalah yang dikenal sebagai turbin pompa
isogyre. Pada turbin pompa jenis ini terdapat sudu ganda, dimana sudu pompa (imoeler) terletak
pada atas poros, sedangkan sudu turbin (runner) terletak di bagian bawah. Turbin dilengkapi
dengan sudu pengarah (guide-vane) yang bias disetel sesuai dengan kondisi beban, sedangkan
sudu pengarah pada pompa merupakan sudu tetap. Katup penutup untuk unit-unit pompa dan
turbin berupa cylinder gate di bagian luar runner dan impeller, sehingga berisi udara (tidak berisi
air) pada saat unit yang bersangkutan beroperasi.
Pada turbin pompa ini juga terdapat rumah keong (spiral case) yang dipakai bersama oleh pompa
dan turbin untuk mengalirkan air ke impeller dan runner. Runner dan impeller mempunyai arah
putaran yang sama, sehingga perubahan fungsi instalasi dari turbin menjadi pompa atau
sebaliknya dapat dilakukan secara cepat.
PERSYARATAN TEKNIS
Secara teknis persyaratan suatu PLTA pompa umumnya sama dengan persyaratan teknis PLTA
konvensional lainnya, yaitu adanya potensi debit aliran air (Q) dan tinggi jatuh (H) yang
memadai. Namun disamping banyak karakteristik yang sama dengan PLTA konvensional,
mengingat fungsinya yang khusus, PLTA pompa juga memiliki berbagai syarat teknis yang
berbeda yang harus diperhatikan secara khusus pada tahap perencanaannya.
Syarat-syarat khusus PLTA pompa tersebut antara lain adalah adanya waduk atas dan waduk
bawah, persyaratan elevasi, serta kapasitas waduk dan headnya. Secara singkat syarat-syarat
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Waduk atas dan waduk bawah.
Kekhususan PLTA pompa yang membedakannya dengan PLTA konvensional adalah PLTA jenis
ini memerlukan dua buah waduk dalam pengoperasiannya, yaitu waduk atas dan waduk bawah.
Pada saat beban rendah dilakukan pengoperasian pompa untuk menaikkan air dari waduk bawah
ke waduk atas. Sebaliknya pada saat beban puncak maka air yang berada di waduk atas di alirkan
ke waduk bawah untuk memutar turbin yang menggerakkan generator dan menghasilkan energi
listrik.
2. Persyaratan elevasi turbin dan pompa.
Secara teknis harus diperhitungkan agar letak pompa/turbin harus pada elevasi yang lebih rendah
dari elevasi waduk bawah. Dengan elevasi turbin/ pompa yang lebih rendah tersebut maka
diharapkan dapat dihindari timbulnya kavitasi yang akan menyebabkan hilangnya energi yang
besar serta kerusakan pada sudu turbin dan pompa. Terlebih-lebih pada saat pengoperasian
pompa untuk mengalirkan air dari waduk bawah ke waduk atas.

Pada saat operasi pemompaan tersebut dipersyaratkan adanya perbedaan elevasi yang minimum
antara sudu pompa dengan elevasi air pada permukaan waduk bawah. Perbedaan elevasi
minimum tersebut dapat diperoleh dengan memperhitungkan tekanan atmosfir, tekanan uap
jenuh serta kerugian head di dalam saluran air.
3. Kapasitas waduk dan tinggi jatuh.
Besarnya debit air (Q) dan tinggi jatuh (H) secara langsung akan berbanding lurus dengan
kapasitas terpasang PLTA. Misalnya jika terdapat potensi debit air sebesar 115 m3 per detik dan
tinggi jatuh sebesar 237 meter, maka kapasitas terpasang yang dapat dibangkitkan oleh PLTA
tersebut adalah :
P = 9,8 x Q x H x nT x nG x nS
P Kapasitas terpasang dalam kW
Q = Debit air, dalam m3 per detik
H = tinggi jatuh, dalam meter
nT = Effisiensi turbin, misalnya diambil 90 %
nG = Efisiensi generator, diambil 98 %
nS = Efisiensi saluran air, misalnya 90 %
maka, P = 9,8 x 115 x 237 x 0,90 x 0,98 x 0,90
= 212.023 kW = 212,02
MW.
Setelah diketahui berapa debit air yang diperlukan untuk membangkitkan listrik dengan kapasitas
terpasang tertentu, maka selanjutnya dapat diketahui berapa besar kapasitas operasi waduk (life
storage capacity) minimal yang dibutuhkan.
Rumus untuk mencari kapasitas operasi waduk adalah sebagai berikut : (misal untuk lama
operasi turbin 6 jam per hari )
Kapasitas waduk : = 115 m3 x 3600x 6
= 2.484.000 m3
ANALISA FINANSIAL
PLTA pompa pada prinsipnya tidak menghasilkan energi (MWH), sehingga dari sisi neraca
energi tidak menghasilkan listrik sama sekali, bahkan neraca energinya akan negatif. Karena
untuk menghasilkan sejumlah energi listrik tertentu dari PLTA pompa, akan memerlukan energi
listrik yang lebih besar jumlahnya untuk menggerakkan pompa saat menaikkan air dari waduk
bawah ke waduk atas.
Hal ini dapat dijelaskan dengan typical neraca energi seperti pada tabel berikut :
Tabel Neraca Energi PLTA Pompa :
No.

URAIAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Energi yang diambil dari system


Rugi Trafo
Rugi motor
Rugi pompa
Rugi saluran pipa
Rugi turbin

JUMLAH
(%)
100,0
0,5
3,0
10,0
1,5
7,5

7.

Rugi generator
Energi yang dihasilkan kembali

1,8
77,0

Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah energi yang dapat diperoleh kembali adalah sebesar 77 %
dibandingkan dengan energi yang diambil dari sistem tenaga listrik. Keuntungan PLTA pompa
terletak pada nilai energinya. Pemompaan air biasanya dilakukan pada saat kondisi beban dalam
sistem rendah, sedangkan operasi PLTA pompa (bekerjanya turbin) dilakukan pada saat beban
puncak. Pada saat kondisi beban pada sistem sedang rendah, biasanya akan terjadi kelebihan
daya dari pusat listrik yang membangkitkan peban dasar ( seperti PLTU batubara atau PLTN).
Dengan demikian perhitungan biaya kWH untuk memompa air pada suatu PLTA pompa diambil
sesuai dengan biaya pembangkitan PLTU batubara atau PLTN. Misalnya biaya pembangkitan
untuk menghasilkan 1 kWH pada PLT batubara adalah Rp 500,- / kWH, jika diperhitungkan
dengan nilai efisiensi yang sebesar 77 % maka untuk menghasilkan 1 kWH pada saat beban
puncak akan diperlukan biaya sebesar Rp 500, / 0,77 = Rp 649,35 / kWH.
Pada saat beban puncak alternatif lain disamping mengoperasikan PLTA pompa adalah
membangun pembangkit beban puncak lain yaitu PLTG. Maka harga kWH yang dibangkitkan
oleh PLTA pompa pada saat beban puncak dihitung sama dengan harga biaya pembangkitan
PLTG, misalnya Rp 1.500,- / kWH. Dengan demikian jika mengoperasikan PLTA pompa pada
saat beban puncak dibandingkan dengan mengoperasikan PLTG akan diperoleh penghematan
sebesar Rp 1.500,- - Rp 649,35 = Rp 850,65 / kWh.
Selisih harga yang sebesar Rp 850,65 per kWH tersebutlah yang dihitung sebagai pemasukan
uang untuk setiap kWH energy listrik yang diproses pada sebuah PLTA Pompa. Dengan
memasukkan harga tersebut sebagai parameter pada analisa financial suatu proyek PLTA Pompa,
maka diperoleh perhitungan kelayakan financial dari sebuah PLTA Pompa. Mengingat biaya
untuk membangun suatu PLTA Pompa akan lebih rendah dari membangun suatu PLTA
konvensional, maka dapat diperkirakan secara financial membangun suatu PLTA pompa untuk
memikul beban puncak pada suatu system tenaga listrik dapat kompetitif dibandingkan dengan
pembangkit beban puncak jenis lain.
CATATAN AKHIR
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan energi listrik, selain diperlukan pembangunan
pembangkit-pembangkit listrik untuk memikul beban dasar, maka pada saat yang bersamaan
perlu diikuti dengan pembangunan pembangkit-pembangkit yang memikul beban puncak. Untuk
memikul kebutuhan pada saat beban puncak tersebut, mengingat adanya keterbatasan sumber
daya air terutama di pulau Jawa, maka d masa mendatang akan diperlukan lagi untuk
membangun lebih banyak PLTA pompa disamping PLTA pompa Upper Cisokan yang sedang
dibangun. Karena jika dibandingkan dengan pembangkit pemikul beban puncak seperti PLTG,
PLTA pompa dapat diperhitungkan kelayakannya, baik secara teknis maupun dari segi finansial.
Disamping itu yang tidak kurang pentingnya PLTA jenis ini hanya memerlukan luas genangan
waduk yan sedikit, karena waduknya hanya bersifat tando harian, bukan waduk tahunan seperti
pada PLTA skala besar umumnya. Dengan demikian diharapkan masalah pemindahan penduduk
akan jauh lebih sedikit dibanding dengan PLTA konvensional dengan kapasitas yang sama.
Keunggulan lain dengan relatif sedikitnya luas daerah genangan waduk yang harus dibebaskan
tanahnya, secara otomatis biaya pembuatan bendungan juga akan jauh lebih rendahdibanding
PLTA konvensional, karena untuk menampung air yang volumenya sedikit, maka tinggi dan
volume bendungan juga jauh lebih rendah.

Pada dasarnya pengembangan PLTA Skala kecil lebih sederhana daripada proses pengembangan
PLTA, baik PLTA Skala besar maupun PLTA skala menengah. Pengembangan sumber energi
PLTA skala kecil dapat berasal dari saluran irigasi, sungai atau air terjun alam. Syarat minimum
pengembangan PLTASK tersebut adalah terdapatnya tinggi terjun (head) dan debit air.
Pada PLTASK potensi air untuk membangkitkan tenaga listrik biasanya merupakan jenis run-off
river yang tidak diperoleh dengan membangun bendungan besar untuk menaikkan permukaan
air, namun hanya dengan mengalihkan sebagian aliran air sungai melalui saluran pembawa
sehingga diperoleh tinggi jatuh atau head yang memadai. Hal tersebut mengingat jika kenaikan
permukaan air diperoleh dengan membuat bendungan, maka akan memerlukan lokasi luas yang
harus dibebaskan untuk menjadi genangan atau waduk. Proses pembebasan tanah adalah proses
yang mahal dan sangat kompleks, sehingga harus dihindari. Bahkan untuk pembangunan PLTA
skala menengah saat ini biasanya diusahakan merupakan jenis aliran langsung (run-of river).
Selanjutnya air tersebut dialirkan melalui pipa pesat untuk memutar turbin air yang berada di
dalam rumah pembangkit (power house). Energi mekanik tersebut diubah menjadi energi listrik
oleh sebuah generator.
Agar pengembangan dan pembangunan suatu PLTA Skala kecil dapat diimplementasikan secara
teknis dan ekonomi, mengingat pembangunan suatu PLTA meskipun berukuran kecil, merupakan
kegiatan investasi dengan pembiayaan yang cukup besar, maka sebelum diambil keputusan untuk
membangun suatu pembangkit listrik tenaga air, harus dilakukan studi yang menyeluruh untuk
menilai apakah pembangunan pembangkit listrik tersebut layak secara teknis dan ekonomis.
Studi tersebut juga harus memperhitungkan faktor-faktor lingkungan dan sosial politis. Hal
tersebut juga terkait erat dengan pemanfaatan sumber daya air yang merupakan sumberdaya
milik bersama. Identifikasi kelayakan pembangunan pembangkit listrik tersebut dimulai dengan
tahap penjajakan awal atau prastudi kelayakan.
Hasil prastudi kelayakan atau studi potensi tersebut selanjutnya ditindaklanjuti dengan
melaksanakan melaksanakan evaluasi kepada pengguna atau pengembang pembangkit listrik

tersebut, dengan berkonsultasi pada penyandang dana karena pada dasarnya semua
pembangunan pembangkit harus layak secara ekonomis. Dengan demikian pada tahap prastudi
kelayakan biasanya ada beberapa opsi atau skema pembangunan dengan konsekwensi dari
masing-masing opsi yang ditawarkan. Demikian juga pada tahap studi kelayakan opsi-opsi
tersebut telah lebih tajam lagi disajikan dengan perhitungan biaya dari masing-masing opsi. Jika
tahap studi kelayakan menyatakan bahwa suatu proyek layak dan dipilih suatu opsi, maka
dilanjutkan dengan tahap pembuatan desain rinci dari instalasi pembangkit tersebut, meliputi
instalasi sipil, sistem elektrikal mekanikal, sistem kontrol, transmisi dan distribusi.
Dengan demikian tahap-tahap kegiatan pembangunan suatu pembangkit listrik skala kecil sejak
dari adanya ide untuk membangun PLTASK sampai pembangkit beroperasi, secara garis besar
dibagi atas 5 tahapan sebagai berikut :
1. Tahap-1, Penjajakan awal/ identifikasi lokasi/ Pre Feasibility Study
2. Tahap-2, Studi Kelayakan (Feasibility Study)
3. Tahap-3, Desain Teknis dan persiapan pembangunan
4. Tahap-4, Pelaksanaan Pembangunan Fisik
5. Tahap 5, Pengoperasian, Pemeliharaan dan Pengelolaan
Pemilihan Lokasi Dan Layout Dasar PLTM
Pada dasarnya tujuan pembangunan Pembangkit Listrik adalah untuk memperoleh tenaga listrik.
Khususnya untuk Pusat Listrik Tenaga Air, maka energi yang dimanfaatkan adalah energi
potensial air yang selanjutnya dikonversi menjadi energi mekanik pada turbin dan menggerakkan
generator untuk menghasilkan energi listrik.
Potensi energi potensial akan semakin besar dengan semkakin tingginya jatuhan air serta
semakin besar debit aliran air. Dengan demikian pada pemilihan lokasi PLTSK pertimbangan
utama adalah bagaimana memperoleh tinggi jatuh serta debit air yang sebesar-besarnya untuk
diubah menjadi tenaga listrik. Untuk memperoleh tinggi head yang cukup memadai maka lokasi
PLTASK dicari pada lokasi yang secara geografi dan topografi memungkinkan diperoleh tinggi
jatuh sebesar-besarnya. Tinggi jatuh tersebut juga dapat diperoleh dengan cara membangun
bendung aliran sungai sehingga permukaan sungai naik dan dapat dialirkan melalui intake.

Dengan demikian penentuan lokasi pembangunan PLTASK bukanlah merupakan hal yang
mudah. Hal tersebut mengingat lokasi yang menyediakan head yang cukup tinggi sangat terbatas.
Tidak jarang jika lokasi yang memiliki head tinggi tersebut ditemukan, ternyata lokasinya jauh
dari pusat beban dan permukiman sehingga memerlukan pembangunan jaringan transmisi yang
mahal akibat kesulitan konstruksi serta banyaknya material yang diperlukan. Faktor lain yang
harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi mencakup juga kondisi geografi, keadaan tanah,
batuan serta karakteristik sungai.
Lay out sebuah sistem pembangkit listrik tenaga air merupakan suatu rencana dasar pada
pembangunan PLTA. Lay out menggambarkan rencana dasar untuk mengalirkan air sungai dari
intake, melewati saluran pembawa, bak pengendap, bak penenang, pipa pesat, turbin dan kembali
ke sungai setelah melalui saluran pembuangan akhir (tailrace). Dalam penyusunan layout
tersebut selain memperhitungkan faktor-faktor teknis, faktor ekonomi juga harus dihitung.
Aliran air mulai dari intake tersebut melalui saluran pembawa berupa kanal saluran terbuka
maupun pipa pesat. Mengingat secara umum biaya pembuatan pipa pesat lebih mahal
dibandingkan saluran pembawa, diusahakan agar dalam layout PLTASK tersebut pipa pesat
sependek mungkin dengan memperpanjang saluran terbuka.
Pendekatan (approach) yang diambil dalam penyusunan lay out PLTASK secara umum adalah
sebagai berikut :
1.

Air dari lokasi intake dialirkan melalui pipa pesat sampai ke turbin. Jalur pipa pesat dibuat
sedemikian rupa mengikuti aliran air, atau paralel terhadap aliran sungai. Metoda ini dibuat
sebagai pilihan jika kondisi medan yang ada tidak memungkinkan untuk dibuat kanal saluran
terbuka. Pipa pesat juga harus aman terhadap banjir.

2. Jalur pipa pesat dapat dibuat langsung dari intake ke turbin tanpa melewati saliuran pembawa
mengikuti bentuk sungai. Dengan cara ini pipa pesat akan lebih pendek dibandingkan cara
pertama. Metoda ini dipilih jika terdapat kemiringan tanah yang memadai pada jalur pipa pesat
yang dipilih.
3.

Jika memungkinkan pembuatan saluran atau kanal pembawa dibuat sampai lokasi tertentu
sehingga selanjutnya dilanjutkan dengan pipa pesat sampai ke turbin. Dengan metoda ini maka
jalur pipa pesat akan sangat pendek. Panjang saluran terbuka serta kondisi tanah perlu

diperhitungkan dengan baik. Karena saluran pembawa yang panjang juga akan memerlukan
perawatan untuk mempertahankan kondisinya. Jika kondisi tanah labil dan miring maka akan
menyulitkan dan biaya konstruksi mahal.
Lokasi Bangunan Penyadap (Intake).
Secara umum pada PLTA Skala Kecil merupakan PLTA jenis Run-off River, sangat jarang yang
mempergunakan bendungan besar (dam). Konstruksi bangunan penyadap (intake) biasanya
mengambil air langsung dari sungai dan tidak dilengkapi oleh waduk atau reservoir. Agar laju
aliran air sungai dapat diarahkan sehingga mengalir ke saluran pembawa, maka biasanya hanya
dibvangun bendung (weir) yang melintang sepanjang lebar sungai. Skema lain dapat juga
dilakukan dengan langsung membagi aliran air sungai tanpa dilengkapi bangunan bendung.
Mengingat pentingnya fungsi bangunan penyadap maka lokasinya harus dipilih secara cermat
dengan memperhitungkan persyaratan-persyaratan teknis dan aspek finansial.
Faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam penentuan lokasi intake adalah sebagai berikut :
1.

Kondisi dasar sungai.

2.

Bentuk sungai

3.

Kondisi alam di sekitar sungai.

4.

Pertimbangan pemanfaatan air sungai.

5.

Kemudahan pencapaian lokasi.

Kondisi dasar sungai.


Dalam penentuan lokasi bangunan penyadap atau intake harus dibangun pada daerah dengan
dasar sungai yang stabil , yang biasanya terdapat pada lokasi dasar sungai dengan kemiringan
kecil. Kestabilan pada lokasi sangat diperlukan mengingat debit aliran air yang mengalir selalu
bervariasi sepanjang tahun, khususnya pada saat kondisi debit air sedang tinggi atau saat banjir
maka bangunan penyadap (intake) akan terbebani oleh gaya yang sangat besar. Jika bangunan
penyadap tersebut tidak berada pada lokasi yang stabil maka sangat berisiko untuk runtuh akibat
erosi.

Pada kondisi intake yang tidak memungkinkan diperoleh lokasi dasar sungai yang stabil maka
konstruksi intake tersebut harus dilengkapi bendung untuk menjaga ketinggian permukaaan air
sungai.
Bentuk Aliran sungai
Dalam penentuan lokasi bangunan penyadap (intake) harus memperhitungkan bentuk dan
karakteristik aliran sungai, khususnya karakteristik sungai pada saat banjir. Adanya banjir sering
menjadi penyebab rusaknya bangunan penyadap. Misalnya pada intake yang ditempatkan di sisi
luar sungai yang berbentuk belokan. Pada bagian sisi luar belokan sungai sering terjadi erosi
serta rawan pada saat banjir. Pada saat banjir maka berbagai material seperti batu-batuan, batang
pohon dan lain-lain akan terbawa banjir dan mengarah pada bagian sisi luar belokan sungai.
Sedangkan pada sisi bagian dalam sungai yang berbelok juga rawan karena merupakan tempat
terjadinya pengendapan material lumpur dan pasir (sedimentasi), dengan demikian lokasi ini juga
tidak cocok untuk lokasi intake. Untuk itu maka lokasi intake sedapat mungkin dipilih pada
bagian sungai yang relatif lurus yang memungkinkan aliran air yang memasuki intake secara
alami dan stabil dengan membawa beban (bed load) yang kecil.
Kondisi alam di sekitar sungai.
Pada pemilihan lokasi intake sedapat mungkin diambil lokasi yang memungkinkan lokasi
tersebut terlindung secara alamiah jika terjadi banjir, misalnya adanya batu-batu besar yang
menggunduk menjadi pulau-pulau dapat dimanfaatkan sebagai pelindung bangunan intake
pada saat banjir, karena batu-batubesar tesebut dapat membatasi dan menahan laju aliran air dan
material yang mengalir pada saat banjir.
Pertimbangan pemanfaatan air sungai.
Dalam penentuan lokasi intake atau lokasi PLTASK secara umum harus mempertimbangkan
kondisi penggunaan atau pemanfaatan air sungai, karena sumber daya air sungai tersebut juga
dimanfaatakan untuk keperluan lain seperti sebagai irigasi, sumber baku air minum maupun
untuk pariwisata. Sedapat mungkin jika sungai yang sama juga telah atau akan dimanfaatakan
untuk keperluan lain selain PLTASK maka harus dipilih pada lokasi yang sesedikit mungkin
menimbulkan pengaruh pada sektor-sektor lain.

Biasanya pemanfaatan air sungai untuk keperluan pembangkit listrik merupakan kompromi dari
berbagai keperluan tersebut. Untuk itu dalam pengembangan PLTASK dan tenaga air pada
umumnya peran pemerintah setempat sangat besar yang akan mengatur penggunaan serta
perijinan pemanfaatan air sungai.
Kemudahan pencapaian lokasi.
Lokasi

yang

dipilih

juga

harus

memperhitungkan

kemudahan

untuk

mencapainya

(assessabilitas). Hal tersebut diperlukan pada saat konstruksi serta tahap operasi dan
pemeliharaan. Lokasi medan yang sulit dicapai dapat menghambat pelaksanaan konstruksi
khususnya akan menambah biaya pembangunan membengkak. Demikian juga pada tahap
operasi pemeliharaan juga harus memperhitungkan kemudahan pencapaian. Pada saat kondisi
banjir misalnya, maka pemantauan kondisi intake harus lebih intensip sehingga jika terjadi
kerusakan atau tersumbatnya intake akibat material banjir yang hanyut, akan cepat dapat diatasi
sehingga tidak mengganggu operasi pembangkit listrik.
Lokasi Rumah Pembangkit (Power House)
Pemilihan lokasi rumah pembangkit pada dasarnya adalah bagaimana untuk mendapatkan head
atau tinggi jatuh yang maksimum sehingga akan dapat dihasilkan daya dan energi listrik yang
sebesar-besarnya dari PLTASK. Dengan demikian maka lokasi rumah pembangkit diusahakan
pada elevasi yang serendah mungkin. Namun dalam pelaksanaannya juga harus diperhitungkan
faktor-faktorlain yang harus dikompromikan agar fungsi rumah pembangkit tersebut terpenuhi,
juga keamanan dan kekuatan konstruksi rumah pembangkit terjamin.
Faktor yang harus dipertimbangkan dari sisi keamanan dan konstruksi rumah pembangkit
tersebut adalah, misalnya lantai rumah pembangkit harus selalu lebih tinggi daibandingkan
permukaan sungai. Dengan demikian data dan informasi ketinggian permukaan sungai pada
waktu banjir sangat diperlukan. Hal tersebut dapat diperoleh dari informasi penduduk setempat
atau jika ada data pengukuran tinggi permukaan air. Atau secara alamiah dapat dilihat pada
lokasi permukaan sungai yang sering terkena banjir jarang ditumbuhi oleh tanaman atau
pepohonan.
Selain faktor elevasi rumah pembangkit yang aman dari banjir, saluran pembuangan akhir
(tailrace) juga sedapat mungkin dipilih pada tempat yang terlindung dari kondisi alam, misalnya

terlindung oleh batu-batu besar. Umumnya ujung dari tailrace yang tersambung ke sungai tidak
terletak pada sisi bagian luar belokan sungai, karena pada lokasi tersebut pada saat banjir akan
mendapat beban yang besar serta memungkinkan air sungai masuk ke rumah pembangkit dan
menimbulkan kerusakan.

Anda mungkin juga menyukai