Joint Venture Di Indonesia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

Joint Venture

Oleh: Mega Aisyah Septiandara (1306403094)

Joint venture dalam bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai perjanjian patungan. Secara
istilah joint venture merupakan salah satu bentuk kegiatan menanam modal yang dilakukan
oleh penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing melalui usaha patungan untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.1
Menurut Undang-Undang Penanaman Modal, joint venture atau usaha patungan ini
dikategorikan sebagai kegiatan penanaman modal asing (PMA).2
Menurut Peter Mahmud, joint venture merupakan suatau kontrak antara dua perusahaan
untuk membentuk suatu perusahaan baru. Perusahaan baru inilah yang kemudian disebut
perusahaan joint venture.3
Menurut Erman Rajagukguk, joint venture merupakan suatu kerja sama antara pemilik modal
asing dengan pemilik modal nasional berdasarkan suatu perjanjian (kontraktual).4
Menurut Sunarjati Hartono, joint venture adalah suatu istilah yang diberikan secara khusus
untuk suatu bentuk kerjasama tertentu antara pemilik modal nasional (swasta atau Perusahaan
Negara) dan pemilik modal asing.5
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat kita ketahui unsur-unsur yang terdapat
dalam joint venture ialah:
1. Kerja sama antara pemilik modal asing dan nasional
2. Membentuk perusahaan baru antara pengusaha asing dan nasional
3. Didasarkan pada kontraktual atau perjanjian
1 Bimo Prasetyo & Niken Nathania, Pengaturan & Pengawasan Joint Venture di Indonesia,
(http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4da7214a4789f/pengaturan-dan-pengawasanpelaksanaan-joint-venture), diakses pada 16 September 2015.
2 Pasal 1 huruf (c) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal).
3 Peter Mahmud, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 222.
4 Erman Rajagukguk, Indonesianisasi Saham, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), hal. 68.
5 Sunarjati Hartono, Masalah-masalah Joint Ventures Antara Modal asing dan modal Indonesia,
(Bandung: Alumni, 1974), hal. 5.

Namun, pada kenyataannya poin ke satu dan ke dua terlalu sempit, karena kontrak joint
venture tidak hanya antara pengusaha asing dan nasional, tetapi dapat dibedakan menjadi dua
macam,6 yaitu:
1. joint venture domestic, terjadi antara dua perusahaan domestik, yaitu perusahaan yang
terdapat di dalam negeri, pada umumnya antara pemerintah daerah/BUMD dengan
pihak swasta.
2. joint venture international, apabila salah satu dari perusahaan itu adalah perusahaan
asing.
Poin ketiga menunjukkan bahwa joint venture adalah suatu perjanjian, maka harus memenuhi
syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan pasal 1320 KUH Perdata. Namun dalam
pengaturan joint venture tersebut berada diluar KUH Perdata, karena joint venture termasuk
dalam perjanjian yang tidak bernama serta tidak diatur dalam KUH Perdata.
Ada 2 (dua) sifat khas penanaman modal asing, menurut Robert Gilpin,7 yaitu:
a. Perusahaan multi/transnasional (PMN/PTN) melakukan penanaman modal langsung
di negara-negara asing (Foreign Direct Investment, FDI), melalui pendirian anak
atau cabang perusahaan atau pengambilalihan sebuah perusahaan asing, dengan
sasaran melakukan pengawasan manajemen terhadap suatu unit produksi di suatu
negara asing, yang berbeda dengan penanaman modal fortofolio pembelian saham
dalam suatu perusahaan.
b. Suatu PMN ditandai dengan adanya perusahaan induk dan sekelompok anak
perusahaan atau cabang perusahaan di berbagai negara dengan satu penampung
bersama sumber-sumber manajemen, keuangan dan teknik dengan integrasi vertikal
dan sentralisasi pengambilan keputusan.
Ditinjau dari negara yang terkait dalam PMN, maka ada 2 (dua) negara yang terkait yaitu
negara asal investasi (home state) dengan negara tuan rumah (host state) atau negara yang
merupakan pusat PMN (home country) dengan negara lain yang merupakan tempat
perusahaan tersebut melakukan operasi atau kegiatanya (host country).
Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar instansi
Pemerintah dengan Bank Indonesia, antar instansi Pemerintah dengan pemerintah daerah,
6 Budiarta & Kustoro, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Mitra Wacana, 2010), hal. 43.
7 Robert Gilpin, Foreign Direct Investment, (New York: Basic Books, 1975), hal. 291.

maupun antar pemerintah daerah.8 Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal ini
dilakukan oleh Badan Kepala Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). BKPM merupakan
lembaga independen non-departemen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Presiden kemudian menetapkan Peraturan Presiden No. 90 Tahun 2007 tentang Badan
Koordinasi Penanaman Modal pada 3 September 2007 (Perpres No. 90/2007).
Sesuai dengan Pasal 28 UU Penanaman Modal dan Pasal 2 Perpres No. 90/2007, maka
BKPM memiliki tugas utama untuk melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di
bidang penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan kewenangan yang diberikan kepadanya, BKPM mengeluarkan Peraturan Kepala
BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan
Penanaman Modal pada 23 Desember 2009 (Perka BKPM No. 13/2009). Pengendalian
Pelaksanaan Modal ini dimaksudkan untuk melaksanakan pemantauan, pembinaan, dan
pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan hak, kewajiban, dan
tanggung jawab penanam modal.
Ciri ciri khas joint venture antara lain:
-

Perusahaan baru yang didirikan oleh beberapa perusahaan lain secara bersama-sama,
Modalnya berupa saham yang disediakan oleh perusahaan pendiri dengan

perbandingan tertentu,
Kekuasaan dan hak suara didasarkan pada banyak saham masing-masing perusahaan

pendiri,
Memiliki eksistensi dan kebebasan masing-masing,
Kerjasama antara perusahaan domestik dan asing, dan
Resiko ditanggung secara bersama-sama.
Joint venture harus memiliki bentuk hukum PT (Perseroan Terbatas). joint venture
dipimpin oleh Dewan Direktur yang dipilih oleh para pemegang saham.9

Pembentukan joint venture10


1.

Persyaratan Masing-Masing Pihak dalam Perjanjian joint venture

8 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008), hal. 54.
9 Lihat catatan kaki No. 1 Bab IV dart Sunarjati Hartono, Beberapa Masalah
Transnasional Dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia, (Jakarta: Binacipta,
1972), hal. 127.
10 Sunarjati Hartono, op. cit., hal. 19.

a. Persyaratan bagi BUMD/Perusahaan Daerah


BUMD/Perusahaan Daerah yang dapat mengadakan kerjasama dengan Pihak Ketiga

harus memenuhi syarat-syarat:


Mempunyai status hukum Perusahaan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;


Mempunyai proposal dan pra studi kelayakan tentang prospek usaha yang menjadi

obyek kerjasama;
Mempunyai bukti pemilikan secara sah atas kekayaan Perusahaan Daerah yang akan

dijadikan obyek kerjasama.


b. Persyaratan Bagi Pihak Ketiga
Pihak Ketiga yang berbentuk Badan Usaha/Perorangan dan akan mengadakan

kerjasama dengan Perusahaan Daerah harus memenuhi syarat sebagai berikut:


Memiliki status hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia;
Memiliki NPWP;
Lembaga/swasta asing harus mendapat ijin/rekomendasi dari pejabat berwenang dan

tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku;


Memiliki bonafiditas dan kredibilitas;
Pihak Ketiga yang berbentuk badan usaha yang melakukan kerjasama usaha patungan
menyampaikan Laporan Keuangan secara lengkap 3 (tiga) tahun terakhir yang telah
diaudit oleh Akuntan Publik. . Bagi perusahaan patungan yang baru dibentuk harus
menyampaikan Laporan Keuangan secara lengkap dari salah satu unsur perusahaan

induk.
2. Isi Materi dan Sifat Perjanjian Kerjasama joint venture antara BUMD dengan Swasta
Pada dasarnya suatu perjanjian kerjasama joint venture memiliki sedikit perbedaan
dengan perjanjian pada umumnya, dimana untuk perjanjian joint venture antara
BUMD dengan Pihak Ketiga terdapat hal-hal yang wajib dipatuhi dalam rangka
pengadaan kerjasama tersebut seseuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
a. Isi Materi Perjanjian
Meskipun berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata menjelaskan bahwa pada dasarnya
suatu isi atau materi perjanjian ditentukan oleh masing-masing Pihak dalam perjanjian
tanpa ada paksaan, akan tetapi berbeda halnya dengan Perjanjian joint venture antara
BUMD dengan Pihak swasta. Perjanjian joint venture antara BUMD dengan Pihak
Ketiga (yang dalam hal ini Pihak swasta) mempunyai standard tersendiri mengenai isi
materi yang diatur oleh Peraturan Perundang-undangan agar dapat dilaksanakan,
meskipun pada dasarnya pengaturan isi materi tersebut tidak jauh beda dengan isi
materi suatu Perjanjian joint venture pada umumnya.
Hal-hal yang diatur dalam perjanjian kerjasama harus meliputi: Maksud dan tujuan,
subyek, bentuk dan lingkup kerjasama, wilayah, jangka waktu, jaminan pelaksanaan,

masa transisi, hak dan kewajiban para pihak, kewajiban asuransi, keadaan memaksa
(force majeur), pengakhiran, penyelesaian sengketa, perpajakan, masa berlakunya
perjanjian kerjasama, dan lain-lain yang diperlukan. Serta, perjanjian kerjasama yang
dimaksud dibuat dengan Akte Notaris dan mendapatkan persetujuan prinsip dari
Kepala Daerah.
b. Sifat Perjanjian
Suatu isi perjanjian kerjasama joint venture antara BUMD dengan Pihak Ketiga harus
-

dapat menjamin:
Peningkatan efisiensi dan produktivitas Perusahaan Daerah atau peningkatan

Pelayanan kepada masyarakat;


Peningkatan pengamanan modal / asset Perusahaan
Kerjasama harus saling menguntungkan bagi kedua belah pihak;
Peranan dan tanggung jawab masing-masing pihak dikaitkan dengan resiko yang
mungkin terjadi, baik dalam masa kerjasama maupun setelah berakhirnya perjanjian

kerjasama.
3. Laba / Hasil Usaha
Bagian laba atau hasil usaha kerjasama BUMD/Perusahaan Daerah dengan Pihak
Ketiga yang menjadi hak Perusahaan yang diperoleh selama tahun anggaran
4.

Perusahaan, dibukukan dengan prinsip-prinsip akuntansi Indonesia.


Berakhirnya Perjanjian dan Prosedurnya
Pada dasarnya berakhirnya kerjasama joint venture antara BUMD dengan Pihak

Ketiga dapat dilakukan dengan cara:


kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri kerjasama sebelum jangka waktu

berakhir;
terjadinya wan prestasi oleh satu pihak yang dapat mengakibatkan pemutusan

perjanjian kerjasama;
jangka waktu kerjasama telah berakhir.
Sedangkan dalam hal berakhirnya perjanjian joint venture antara BUMD /Perusahaan
Daerah dengan Pihak Ketiga diatur sedemkian rupa prosedurnya, yaitu meliputi:
Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum perjanjian tersebut berakhir, kedua
belah pihak harus melakukan penelitian dan evaluasi bersama terhadap asset dan

hutang piutang yang berhubungan dengan pelaksanaan usaha kerjasama;


Untuk membantu pelaksanakan penelitian dan evaluasi, Direksi dapat membentuk
Tim Peneliti dan Penilai yang terdiri dari berbagai unsur yang terkait dan Konsultan

ahli dibidangnya;
Berakhirnya kerjasama selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara dan ditanda
tangani oleh kedua belah pihak.

Hak dan kewajiban penanam modal, khususnya penanaman modal asing telah ditentukan
dalam Pasal 8, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 Tentang Penanaman Modal. Hak investor asing, disajikan berikut ini:
a. Mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkannya;
b. Melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing.
Hak transfer merupakan suatu perangsang untuk menarik penanam modal asing.
Repatriasi (pengiriman) dengan bebas dalam bentuk valuta asing, tanpa ada
penundaaan yang didasarkan pada perlakuan non diskriminasi, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak transfer dan repatrisiasi ini,
meliputi:
1. Modal;
2. Keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lainnya;
3. Dana-dana yang diperlukan, untuk a) Pembelian bahan baku dan penolong, barang
setengah jadi atau barang jadi; atau b) Penggantian barang modal dalam rangka
4.
5.
6.
7.

untuk melindungi kelangsungan hidup penanaman modal;


Tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal;
Dana-dana untuk pembayaran kembali pinjaman;
Royalti atau biaya yang harus dibayar;
Pendapatan dari perseorangan Warga Negara Asing yang bekerja dalam

perusahaan penanaman modal;


8. Hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal;
9. Kompensasi atas kerugian;
10. Kompensasi atas pengambilalihan;
11. Pembayaran yang dilakukan dalam rangka: bantuan teknis, biaya yang harus
dibayar untuk jasa teknik dan manajemen, pembayaran yang dilakukan di bawah
kontrak proyek, dan pembayaran hak atas kekayaan intelektual.
12. Hasil penjualan aset.

Hak ini, tidak mengurangi kewenangan pemerintah untuk:

c.
d.
e.
f.
g.

Memberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan

pelaporan pelaksanaan transfer dana;


Mendapatkan pajak dan/atau royalti dan/atau pendapatan pemerintah lainnya dari

penanaman modal;
Menggunakan tenaga ahli Warga Negara Asing untuk jabatan dan keahlian tertentu;
Mendapat kepastian hak, hukum, dan perlindungan;
Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya.
Hak pelayanan.
Berbagai bentuk fasilitas kemudahan.

Kewajiban penanaman modal, khususnya investor asing telah ditentukan dalam Pasal 15
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, meliputi:
a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; Sistem tatakelola organisasi
perusahaan yang baik ini menuntut dibangunnya dan dijalankannya prinsip-prinsip
tata kelola perusahaan (GCG) dalam proses manajerial perusahaan. Dengan mengenal
prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini diharapkan perusahaan dapat hidup
secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para stakeholder-nya.
b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; Tanggung jawab sosial perusahaan
atau corporate social responsibility (CSR) mungkin masih kurang popular
dikalangan pelaku usaha nasional. Namun, tidak berlaku bagi pelaku usaha asing.
Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah biasa
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional ratusan tahun lalu.
Penjelasan Pasal 15 huruf b UU Penanaman Modal menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang
melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan
yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masyarakat setempat.
Pelaksanaan CSR yang baik dan benar sesuai dengan aturan hukum yang berlaku akan
berimplikasi pada iklim penanaman modal yang kondusif. Untuk bisa mewujudkan
CSR setiap pelaku usaha (investor) baik dalam maupun asing yang melakukan
kegiatan di wilayah RI wajib melaksanakan aturan dan tunduk kepada hukum yang
berlaku di Indonesia, sebaliknya pemerintah sebagai regulator wajib dan secara
konsisten menerapkan aturan dan sanksi apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh
perusahaan yang tidak melaksanakan CSR sesuai dengan ketentuan undang-undang
yang berlaku.
c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada
Badan Koordinasi Penanaman Modal; Dalam penerapan prinsip akuntabilitas menurut
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, setiap penanam
modal berkewajiban menerapkan prinsip akuntabilitas sebagai salah satu prinsip tata
kelola pemerintahan yang baik dengan membuat laporan kegiatan penanaman modal
dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Pelaksanaan prinsip akuntabilitas kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, direksi dan komisaris mempunyai tanggung jawab
hukum yang sama dengan direksi atas laporan keuangan yang menyesatkan yang
menyebabkan kerugian bagi pihak lainnya.

d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman


modal; Hal ini berarti bahwa sebelum perusahaan patungan didirikan harus didahului
dengan sosialisasi kepada masyarakat untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan di kemudian hari. Dengan demikian perencanaan penanaman modal ke
depan merupakan perencanaan yang harus melibatkan semua stakeholder baik unsur
Pemerintah, unsur Swasta maupun Masyarakat.
e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan; Undang-Undang tentang
Penanaman Modal didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman
modal yang kondusif dan mengatur hal-hal yang dinilai penting, antara lain yang
terkait dengan cakupan undang-undang, kebijakan dasar penanaman modal, bentuk
badan usaha, perlakuan terhadap penanaman modal, bidang usaha, serta keterkaitan
pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan, dan lain-lain.
Oleh karena hal tersebut di atas, agar tercipta pelaksanaan penanaman modal asing
yang kondusif, maka segala aspek penanaman modal harus patuh pada peraturan
perundang-undangan yang ada. Di samping hak dan kewajiban itu harus ditaati oleh
penanaman modal, khususnya penanam modal asing, penanam modal juga
mempunyai tanggung jawab lainnya. Tanggung jawab adalah suatu keadaan
menanggung segala sesuatu yang berkaitan dengan penanaman modal. Tanggung
jawab itu telah ditentukan dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal. Ada enam tanggungjawab penanam modal, khususnya
penanam modal asing, yaitu:
o Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
o Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam
modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan
usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
o Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli,
dan hal lain yang merugikan negara;
o Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
o Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja;
dan
o Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Mematuhi semua
ketentuan peraturan perundang-undangan artinya bahwa investor asing yang
menanamkan investasinya di Indonesia, tidak hanya mematuhi peraturan
perundang-undangan di bidang penanam modal, tetapi juga di bidang lainnya,

misalnya di bidang lingkungan hidup, kehutanan, perpajakan, pertahanan, dan


lain-lain. Apabila mereka melanggar peraturan perundang-undangan, maka
dapat dikenakan sanksi. Sanksi itu, berupa sanksi pidana, perdata, dan
administratif. Sanksi pidana merupakan sanksi yang dijatuhkan kepada badan
hukum asing yang telah melakukan perbuatan pidana. Sanksi perdata
merupakan sanksi yang dijatuhkan kepada investor asing yang telah
melakukan perbuatan melawan hukum atau tidak memenuhi prestasi
sebagaimana ditentukan dalam kontrak. Sanksi administratif merupakan sanksi
yang dijatuhkan kepada badan hukum asing, yaitu dengan cara mencabut izin
yang telah diberikan kepada badan hukum asing tersebut.

CONTOH PERJANJIAN JOINT VENTURE


Pasal 1
Ketentuan Umum
Bahwa PT Diamond Transportasi (selanjutnya disebut Pihak Pertama) dengan Armada
Vervoer BV (selanjutnya disebut Pihak Kedua) setuju dan sepakat saling mengikatkan diri
untuk membentuk dan mendirikan sebuah badan hukum untuk menjalankan usaha kerjasama
(selanjutnya disebut Perusahaan Joint Venture) dengan prinsip kesetaraan dan saling
menguntungkan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang mengatur tentang Joint Venture serta Peraturan Perundang-undangan terkait
lainnya, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut;

Pasal 2
Pihak-Pihak Di Dalam Joint Venture
2.1 Para Pihak di dalam Perjanjian ini adalah sebagai berikut;
Pihak Pertama adalah Sebuah Perseroan Terbatas yang didirikan menurut hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Jakarta dan beralamat di Jalan KH
Abdullah Syafiie Nomor 72 dan dalam hal ini diwakili oleh Arman Suparman selaku
Direktur.
Dan
Pihak Kedua adalah Sebuah Perseroan Terbatas yang didirikan menurut hukum Kerajaan
Belanda yang berkedudukan di Amsterdam dan beralamat di Spuistraat 210 dan dalam hal ini
diwakili oleh Armin Van Buuren selaku Direktur.
2.2

Salah satu pihak harus memberitahukan kepada pihak lain apabila ada perubahan

informasi yang disebutkan pada Pasal 2.1 dan jika tidak ada pemberitahuan perubahan
informasi sebagaimana dimaksud, maka pihak lain tidak bertanggung jawab secara hukum
atas akibat yang disebabkan oleh perubahan.

Pasal 3
Perusahaan Joint Venture
3.1 Para Pihak setuju dan sepakat membentuk dan mendirikan sebuah Perusahaan Joint
Venture dengan nama Rose Gold Taxi yang berkedudukan di Jakarta dan beralamat di Lokasi
Usaha.
3.2 Perusahaan Joint Venture berbadan hukum Indonesia dan semua kegiatan dari Perusahaan
Joint Venture diatur oleh Peraturan Perundang-undangan Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta hak-hak hukum dan kepentingan Perusahaan Joint Venture berada di bawah
perlindungan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.3 Perusahaan Joint Ventureberbadan hukum perseroan terbatas dan masing-masing Pihak
bertanggung jawab sesuai dengan modal yang disetorkan. Keuntungan, risiko dan kerugian
dari Perusahaan Joint Venture akan dibagi kepada Para Pihak secara proporsional sesaui
dengan kontribusi masing-masing terhadap modal yang disetorkan serta Perusahaan Joint
Venturebertanggung jawab terhadap aset-asetnya.

Pasal 4
Tujuan, Dan Ruang Lingkup Kerja
4.1 Tujuan dari Perusahaan Joint Venture adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
serta meningkatkan kualitas produk properti Indonesia, mengembangkan produk baru, dan
meningkatkan daya saing di pasar dunia dalam kualitas dan harga dengan mengadopsi
teknologi canggih dan aplikatif dan manajemen ilmiah metode, sehingga dapat meningkatkan
hasil ekonomi dan menjamin manfaat ekonomi yang memuaskan untuk setiap investor.
4.2 Ruang lingkup dari bisnis Perusahaan Joint Venture adalah properti, termasuk di
dalamnya meliputi Hotel, Kondominium, serta Perkantoran dan Perumahan.

Pasal 5
Nilai Total Investasi Dan Modal Terdaftar

5.1 Nilai total investasi Perusahaan Joint Venture untuk mengelola Joint Venture adalah
sebesar Rp.2.000.000.000.000,- (dua trilyun rupiah).

5.2 Modal yang disetorkan oleh Para Pihak ke dalam akun bersama adalah sebesar Rp.
1.000.000.000.000,- (satu trilyun rupiah).
5.3 Masing-masing Pihak memberikan kontribusi dengan menyetorkan modal dengan
perhitungan sebagai berikut:
a. Pihak Pertama sebesar Rp. 700.000.000.000,- (tujuh ratus milyar rupiah) setara dengan
US$ 70.000.000,- (tujuh puluh juta dollar Amerika Serikat);
b. Pihak Kedua sebesar Rp. 150.000.000.000,- (seratus lima puluh milyar rupiah), setara
dengan US$ 15.000.000,- (lima belas juta dollar Amerika Serikat) serta investasi bidang
lahan yang digunakan sebagai Lokasi Usaha yang nilainya setara dengan Rp.
150.000.000.000,- (seratus lima puluh milyar rupiah) atau setara dengan US$ 15.000.000,(lima belas juta dollar Amerika Serikat);
5.4 Apabila ada teknologi eksklusif yang digunakan oleh salah satu Pihak dan/atau Para Pihak
dan dianggap setara dengan modal investasi bagi Joint Venture, maka Para Pihak akan
membuat dan menandatangani perjanjian terpisah untuk menjadi bagian tak terpisah dari
Perjanjian ini.
5.5 Modal yang terdaftar ke dalam akun bank Perusahaan Joint Venture akan dilunasi oleh
Para Pihak sesuai dengan proporsi modal terdaftar masing-masing Pihak, dengan sistem
pelunasan sebagai berikut:
a) Para Pihak melunasi seluruh modal dalam waktu enam bulan setelah penerbitan izin
usaha.
b) Kontribusi modal masing-masing pihak harus dikonversi sesuai dengan nilai pada
Bank Indonesia.
c) Kontribusi modal dalam bentuk teknologi eksklusif akan diakui sebagai modal
investasi pada saat Perusahaan Joint Venture memperoleh bukti hak kekayaan
intelektual.
5.6 Jumlah setoran keseluruhan modal akan dibayarkan secara simultan, dan Para Pihak tidak
boleh menolak atau menunda pembayaran pelunasan keseluruhan modal dengan alasan

apapun, kecuali yang tercantum pada Pasal/Klasula yang mengatur tentang Keadaan Terpaksa
pada Perjanjian ini.
5.7 Pembayaran modal Para Pihak harus di audit oleh akuntan publik berlisensi yang ditunjuk
oleh Perusahaan Joint Venture dan laporan audit pembayaran modal tersebut harus dilaporkan
oleh Perusahaan Joint Venture kepada Para Pihak dalam waktu selama-lamanya 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak audit pembayaran modal selesai di verifikasi oleh kantor akuntan
publik yang ditunjuk.
5.8 Penyesuaian modal terdaftar dan/atau jumlah total investasi akan disepakati dan disetujui
oleh Para Pihak di kemudian hari. Dalam hal Pihak manapun termasuk Perusahaan Joint
Venture bermaksud untuk mentransfer ke pihak ketiga semua atau bagian dari investasi, harus
memperoleh persetujuan dari Pihak lain dan Perjanjian pengalihan investasi akan
berpengaruh atas Perjanjian ini.
5.9 Perusahaan Joint Venture dapat memperoleh pinjaman dari dalam dan luar negeri untuk
kesimbangan investasi atau sebagai sirkulasi dana untuk produksi dengan persetujuan Para
Pihak. Secara khusus, pinjaman luar negeri dapat dilakukan oleh investor asing melalui
pinjaman. Pihak lain tidak dapat melakukan pinjaman, tanpa persetujuan tertulis dari Pihak
yang satu.

Pasal 6
Tanggung Jawab Masing-Masing Pihak Dalam Joint Venture
6.1 Kewajiban-kewajiban masing-masing Pihak adalah sebagai berikut :
a. Kewajiban Pihak Pertama:
-

Penanganan aplikasi untuk persetujuan, pendaftaran, izin usaha dan hal-hal lain

mengenai pembentukan Perusahaan Joint Venture dari instansi terkait;


Pengurusan izin dari penggunaan lahan di dari Badan Pertanahan Nasional;
Menyelenggarakan desain dan konstruksi fasilitas bangunan dan rekayasa lainnya

pada Joint Venture;


Menyediakan modal sesuai dengan ketentuan Pasal 5.1 dan Pasal 5.3a;
Membantu Perusahaan Joint Venture dalam pembelian atau penyewaan peralatan,
bahan baku konstruksi bangunan Joint Venture, perlengkapan kantor, sarana
transportasi dan fasilitas komunikasi;

Membantu Perusahaan Joint Venture untuk pengadaan fasilitas dasar seperti air,

listrik;
Membantu Perusahaan Joint Venture dalam merekrut sumber daya manusia baik

tenaga teknis,administrasi serta pekerja dan personel lainnya yang diperlukan;


Membantu pekerja asing dan staf dalam mengajukan visa masuk, izin kerja dan

prosedur penanganan perjalanan mereka;


Bertanggung jawab untuk menangani hal-hal lain yang dipercayakan oleh Perusahaan
Joint Venture.

b.

Kewajiban Pihak Kedua :


-

Menyediakan modal sesuai dengan ketentuan Pasal 5.1 dan Pasal 5.3b;
Membeli mesin, peralatan dan bahan-bahan dari luar Indonesia;
Melatih tenaga teknis dan pekerja dari Perusahaan Joint Venture;;
Bertanggung jawab untuk hal-hal lain yang dipercayakan oleh Perusahaan Joint
Venture.

6.2 Setelah mendapatkan persetujuan dari Para Pihak, biaya normal yang terjadi dalam
mendirikan Perusahaan Joint Venture akan ditanggung oleh Perusahaan Joint Venture.

Pasal 7
Dewan Pengurus Perusahaan Joint Venture
7.1 Tanggal penerbitan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia terhadap pengesahan Perusahaan Joint Venture akan menjadi tanggal
pembentukan Pengurus Perusahaan Joint Venture.
7.2 Dewan Pengurus terdiri dari Direktur Utama yang diangkat oleh Pihak Pertama dan
Direktur yang diangkat oleh Pihak Kedua serta Komisaris Utama yang diangkat oleh Pihak
Pertama dan Komisaris yang diangkat oleh Pihak Kedua. Masa jabatan untuk seluruh
Pengurus adalah empat tahun, dan perubahan dan/atau perpanjangan masa jabatan Pengurus
dilakukan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
7.3 Otoritas tertinggi Perusahaan Joint Venture berada pada Dewan Pengurus yang terkait
dengan permasalahan utama Perusahaan Joint Venture dengan persetujuan 50% (lima puluh
persen) dari semua Pengurus yang hadir pada pertemuan Dewan Pengurus untuk setiap
keputusan yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1. Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan Joint Venture;

2. Pembubaran dan/atau Pemisahan Perusahaan Joint Venture;


3. Penyesuaian modal terdaftar Perusahaan Joint Venture;
4. Hal-hal lain dapat diputuskan sesuai mekanisme yang diatur di dalam
Anggaran Dasar Perusahaan Joint Venture.
7.4 Direktur Utama adalah kuasa sah secara hukum Perusahaan Joint Venture dan apabila
Direktur Utama tidak dapat menjalankan tugasnya dengan alasan apapun maka Direktur
Utama wajib menyerahkan tugas dan wewenangnya kepada Direktur untuk sementara dan
apabila dalam keadaan mendesak Direktur Utama tidak dapat menjalankan tugasnya tanpa
menyerahkan tugas dan wewenangnya kepada Direktur maka Direktur berhak menjalankan
tugas dan wewenang atas nama Direktur Utama
7.5 Dewan Pengurus wajib menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pertemuan setiap
tahun yang dipimpin oleh Direktur Utama dan Dewan Pengurus dapat menyelenggarakan
pertemuan mendesak berdasarkan kesepakatan tertulis yang dibuat oleh lebih dari 50% (lima
puluh persen) dari total jumlah direksi dan pemberitahuan pertemuan Dewan Pengurus harus
mencakup waktu, tempat dan agenda pertemuan dan harus diberikan secara tertulis kepada
semua Dewan Pengurus paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pertemuan dan 1 (satu)
hari untuk pertemuan mendesak.
7.6 Masing-masing Pihak memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa Pengurus yang
ditetapkan, harus hadir pada pertemuan Dewan Pengurus sebagaimana dimaksud Pasal 7.3
dan Pasal 7.5 , dalam hal pengurus dari salah satu Pihak dan/atau Para Pihak tidak dapat
menghadiri pertemuan Dewan Pengurus, maka Pihak yang Pengurusnya tidak dapat hadir
tersebut harus mengeluarkan surat kuasa kepada orang yang ditunjuk sebagai Penerima
Kuasa untuk menghadiri pertemuan Dewan Pengurus dan suara Penerima Kuasa tersebut
sama nilainya dengan Pengurus yang diwakili.
7.7 Setiap pertemuan Dewan Pengurus wajib dicatatkan di dalam risalah pertemuan dan
ditandatangani oleh seluruh Pengurus atau Penerima Kuasa yang hadir pada pertemuan
tersebut dan risalah pertemuan akan dijadikan arsip.

Pasal 8

Manajemen Kantor
8.1 Perusahaan Joint Venture Wajib membentuk Manajemen Kantor yang bertanggung jawab
atas administrasi sehari-hari. Kantor manajemen harus menunjuk seorang General Ganager
yang

direkomendasikan

oleh

Pihak

Pertama

dan

Vice

General

Manajer

yang

direkomendasikan oleh Pihak Kedua kepada Dewan Pengurus, General Manager dan Vice
General Manager diangkat dan bertanggung jawab terhadap Dewan Pengurus dan memiliki
masa jabatan 4 (empat) tahun.
8.2 General Manager bertanggung jawab untuk melaksanakan keputusan Dewan Pengurus
serta mengatur dan melakukan pengelolaan harian di Perusahaan Joint Venture. Vice General
Manager akan membantu General Manager di dalam melaksanakan tanggung jawabnya.
Apabila General Manager tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya, Vice General
Manager dapat melaksanakan hal-hal yang menjadi tanggung jawab Manajer Umum serta
mengenai hal-hal yang dianggap penting dalam menjalankan pengelolaan kantor Perusahaan
Joint Venture, harus diputuskan bersama antara General Manager dengan Vice General
Manager. General Manager dapat menunjuk Manager berdasarkan Departemen yang ada
pada Perusahaan Joint Venture.
8.3 Apabila General Manager dan/atau Vice General Manager melalaikan tanggung jawab
masing-masing dan berdampak buruk pada Perusahaan Joint Venture, maka Dewan Pengurus
dapat memberhentikan General Manager dan/atau Vice General Manager.

Pasal 9
Persiapan Dan Konstruksi
9.1 Selama periode persiapan dari konstruksi Joint Venture, Dewan Pengurus membentuk
Kantor Pesiapan yang terdiri dari Pimpinan Proyek yang ditunjuk oleh Pihak Pertama dan
Wakil Pimpinan Proyek yang ditunjuk oleh Pihak Kedua.
9.2 Pimpinan Proyek dibantu Wakil Pimpinan Proyek bertanggung jawab atas; desain proyek,
penandatanganan kontrak proyek konstruksi, mengatur pembelian dan pemeriksaan peralatan
terkait, bahan, rencana pengeluaran, mengendalikan pembayaran keuangan proyek dan
menyusun metode manajerial dan menjaga dan mengarsipkan dokumen, gambar, file dan
bahan selama masa konstruksi proyek.

9.3 Pimpinan Proyek dibantu Wakil Pimpinan Proyek wajib membentuk Tim Teknis
Konstruksi yang bertanggung jawab atas pemeriksaan, pengawasan, inspeksi pengerjaan
proyek, serta kualitas proyek termasuk di dalamnya peralatan, material serta teknologi.
9.4 Upah, remunerasi, bonus serta biaya-biaya lain yang terkait dengan Pekerja di dalam
Pekerjaan Konstruksi Joint Venture dimasukkan di dalam anggaran Investasi Modal
Keseluruhan.
9.5 Setelah Konstruksi selesai, maka Kantor Persiapan dibubarkan atas persetujuan Dewan
Pengurus.

Pasal 10
Manajemen Ketenagakerjaan
10.1 Kontrak kerja yang meliputi perekrutan, pekerjaan, pemberhentian dan pengunduran
diri, upah, asuransi tenaga kerja, kesejahteraan, penghargaan, sanksi dan hal-hal lain yang
terkait dengan Pekerja Perusahaan Joint Venture harus melalui Kesepakatan Kerja Bersama
antara Dewan Pengurus dengan Perwakilan Serikat Pekerja yang ditunjuk oleh mayoritas
Pekerja serta mengacu pada Peraturan Perundang-undangan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang terkait dengan ketenagakerjaan.
10.2 Perusahaan Joint Venture wajib mendirikan Serikat Pekerja dengan prinsip yang
berkeadilan, beritikad baik dan kesetaraan.

Pasal 11
Keuangan, Akunting dan Audit
11.1 Perusahaan Joint Venture harus merumuskan sistem akuntansi dan prosedur kerja
perusahaan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan Negara Kesatuan Republik
Indonesia tentang Keuangan dan hal terkait lainnya
11.2 Tahun fiskal Perusahaan Joint Venture adalah 1 Januari sampai dengan 31 Desember
setiap tahun kalender masehi.
11.3 Alokasi Anggaran untuk dana cadangan, dana pengembangan Perusahaan Joint Venture
serta dana kesejahteraan dan bonus untuk Pekerja harus ditetapkan oleh Dewan Pengurus di

dalam Alokasi Anggaran Tahunan sesuai dengan situasi bisnis dan pendapatan Perusahaan
Joint Venture.
11.4 Perusahaan Joint Venture menunjuk Kantor Akuntan Publik dalam pemeriksaan
keuangan tahunan dan menyerahkan hasilnya kepada Dewan Pengurus.
11.5 Dalam tiga bulan pertama setiap tahun fiskal, General Manager harus menyiapkan
neraca tahun sebelumnya, laporan laba rugi dan usulan pembagian keuntungan, dan
menyerahkan mereka kepada Dewan Pengurus.
11.6 Dalam waktu 4 bulan setelah akhir setiap tahun fiskal, Dewan Pengurus sesuai dengan
situasi bisnis dan laba dari Perusahaan Joint Venture wajib memutuskan perihal pembagian
keuntungan dari laba bersih dan pembagian keuntungan tidak akan dibagikan jika kerugian
tahun fiskal sebelumnya belum teratasi.
11.7 Perusahaan Joint Venture wajib mengawasi Pekerja dalam membayar pajak pendapatan
individu sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia
tentang Pajak.
11.8 Perusahaan Joint Venture wajib melaporkan dan membayar penghasilan kena pajak
kepada Instansi Pemerintah Republik Indonesia yang diberi wewenang untuk memungut
pajak.
11.9 Polis asuransi dari Perusahaan Joint Venture dengan berbagai jenis tanggungan harus
melalui perusahaan asuransi ataupun perwakilannya yang berada di wilaya hukum Indonesia
dan Jenis, nilai dan jangka waktu asuransi harus diputuskan oleh rapat Dewan Pengurus
sesuai dengan ketentuan perusahaan asuransi.

Pasal 12
Jangka Waktu Joint Venture
12.1 Jangka Waktu Perusahaan Joint Venture adalah 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak
tanggal izin usaha dari Perusahaan Joint Venture diterbitkan.
12.2 Perpanjangan Jangka Waktu Perusahaan Joint Venture dapat disepakati oleh Dewan
Pengurus paling lama 2 (dua) tahun sebelum Jangka Waktu sebagaimana dimaksud Pasal 12.1
berakhir.

Pasal 13
Pengakhiran Perjanjian dan Pembubaran
13.1 Perjanjian ini dapat diakhiri serta Perusahaan Joint Venture dapat dibubarkan dengan
alasan sebagai berikut:
1. Perjanjian ini tidak dapat dilakukan karena force majeure;
2. Perusahaan Joint Venture mengalami kerugian yang menyebabkan tidak dapat
lagi beroperasi;
3. Salah satu Pihak dan/atau Para Pihak melakukan pelanggaran substansial
Perjanjian ini, yang menyebabkan Joint Venture tidak dapat dilaksanakan;
4. Para Pihak sepakat untuk tidak melanjutkan Perjanjian ini;
5. Karena hal-hal lain yang mengatur berakhirnya Perjanjian ini dan/atau Joint
Venture yang tertuang di dalam Perjanjian ini dan Anggaran Dasar Perusahaan
Joint Venture.
13.2 Pembubaran dilakukan melalui proses Kepailitan sesuai dengan Peraturan Perundangundangan Negara Kesatuan Republik Indonesia tentang Kepailitan.

Pasal 14
Perubahan Perjanjian
Perubahan Perjanjian dan/atau harus atas kesepakatan Para Pihak

Pasal 15
Sanksi Pelanggaran Perjanian
15.1 Apabila salah satu Pihak tidak membayar sesuai jadwal sebagaimana ditentukan Pasal 5
dan Pasal 6 Perjanjian ini akan dikenai sanksi sebagai berikut;
a. Apabila terlambat selama 30 (tiga puluh) hari dalam memenuhi kewajiban pembayaran,
maka akan dikenakan denda sebesar 1% (satu persen) dari total keseluruhan kewajiban
pembayarannya kepada Pihak lain per hari keterlambatan;

b. Apabila terlambat lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam memenuhi kewajiban
pembayaran, maka Pihak yang tidak memenuhi kewajiban tersebut, dianggap melepaskan diri
dari Hak dan Kewajibannya dari Perjanjian ini.
15.2 Sanksi sebagaimana dimaksud Pasal 15.1 b pelaksanaannya mengesampingkan Pasal
1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Pasal 16
Keadaan Terpaksa
Dalam keadaan gempa, angin topan, banjir, kebakaran, perang, huru hara, pemberontakan dan
bencana lain yang tidak dapat dicegah atau dihindari, yang secara langsung mempengaruhi
pemenuhan kewajiban Perjanjian ini atau membuat tidak mungkin untuk kewajiban yang
disepakati, Pihak yang mengalami Keadaan Terpaksa tersebut wajib memberitahukan kepada
Pihak lain melalui Surat Tertulis dalam waktu 15 hari setelah itu, memberikan informasi rinci
tentang Keadaan Terpaksa, menjelaskan alasan ketidakmampuan untuk melaksanakan semua
atau bagian dari Perjanjian ini. Para Pihak harus sepakat untuk memutuskan Pengakhiran
Perjanjian dan/atau untuk membebaskan bagian dari kewajiban dan/atau untuk menunda
pelaksanaan kewajiban.

Pasal 17
Hukum yang Berlaku
Pembentukan, validitas, interpretasi, pelaksanaan dan penyelesaian sengketa sehubungan
Perjanjian ini tunduk pada Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 18
Penyelesaian Perselisihan
Setiap perselisihan yang timbul sehubungan dengan Perjanjian ini diselesaikan melalui
musyawarah dan dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak ada kesepakatan dalam
musyawarah tersebut maka penyelesaian perselisihan diselesaikan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pasal 19
Bahasa
Perjanjian ini dibuat dengan menggunakan Bahasa Indonesia

Pasal 20
Lampiran
20.1 Lampiran disusun sesuai dengan prinsip-prinsip Perjanjian ini dan merupakan bagian tak
terpisahkan dari Perjanjian ini serta memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Perjanjian
ini. Lampiran meliputi: Anggaran Dasar Perusahaan Joint Venture.
20.2 Perjanjian ini dibuat 2 (dua) rangkap untuk kemudian disimpan oleh masing-masing
Pihak dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.

Pasal 21
Pemberitahuan
21.1 pemberitahuan sehubungan dengan hak-hak pihak dan kewajiban dikirimkan masingmasing Pihak melalui surat tertulis, dan/atau media-media lain yang tidak mengurangi
substansi pemberitahuan tersebut.
21.2 Pemberitahuan dianggap disampaikan setelah Pihak yang memberitahukan menerima
konfirmasi dan/atau tanda terima dari Pihak yang diberitahukan

21.3 Alamat Para Pihak yang tercantum dalam Perjanjian ini akan menjadi alamat surat
menyurat.
Demikian Perjanjian ini ditandatangani oleh wakil yang berwenang dari masing-masing
Pihak pada tanggal tertera tersebut di atas

Anda mungkin juga menyukai