Penyakit Kulit Mikosis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Mikosis dibagi
menjadi 3 yaitu mikosis superfisialis, intermedia dan profunda. Mikosis
superfisialis merupakan jamur yang hanya menginvasi jaringan superfisialis
yang terkeratinisasi (kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang lebih
dalam. Mikosis profunda menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus
intestinal, traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan kardiovaskuler,
susunan saraf pusat, otot, tulang, dan kadang kulit. Mikosis intermediate
dapat memberi bentuk klinis baik sistemik maupun superfisialis (Budimulja,
2007).
Mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis.
Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu
dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan
jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat. Di
Indonesia angka yang tepat, berapa sesungguhnya insidens dermatomikosis
belum ada. Di Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutankedua
setelah dermatitis. Angka insidens tersebut diperkirakan kurang lebih
samadengan di kota-kota besar Indonesia lainnya. Di daerah pedalaman
angka ini mungkinakan meningkat dengan variasi penyakit yang berbeda.
(Adiguna, 2001).
Beberapa rumah sakit di kota besar di Indonesia telah mengumpulkan
data-datatentang insiden penyakit dermatofitosis, antara lain RSCM, RS Dr
Hasan Sadikin, RSDr Kariadi, RS Dr Sarjito, RS Dr Muwardi, RS Dr
Soetomo, RSD Dr Sjaiful Anwar,RSDr Wahidin Sudirohusodo, RS H. Adam
Malik, RS Dr M. Jamil, RSUP Palembang, dan RSUP Persahabatan. Data
diambil dari tahun 1996 sampai dengan 1998. Berikut tabelinsiden
dermatomikosis tahun 1996, 1997, dan 1998 di berbagai rumah sakit
pendidikandokter di Indonesia. Insidensi penyakit jamur yang terjadi di
berbagai rumah tersebut bervariasi antara 2,93%-27,6%. Meskipun angka ini
tidak menggambarkan populasi umum. (Adiguna, 2001).

Pada referat ini akan dibahas tentang penyakit-penyakit mikosis


superfisialis, gambaran klinis sampai dengan penatalaksanaannya.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan referat ini yaitu:
1. Untuk mengetahui penyakit mikosis superfisialis.
2. Untuk mengetahui gambaran klinis dari masing-masing penyakit mikosis
superfisialis.
3. Untuk mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan dari masing-masing
penyakit mikosis superfisialis.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Mikosis dibagi


menjadi 3 yaitu mikosis superfisialis, intermedia dan profunda. Mikosis
superfisialis merupakan jamur yang hanya menginvasi jaringan superfisialis
yang terkeratinisasi (kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang lebih
dalam. Mikosis profunda menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus
intestinal, traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan kardiovaskuler,
susunan saraf pusat, otot, tulang, dan kadang kulit. Mikosis intermediate
dapat memberi bentuk klinis baik sistemik maupun superfisialis. Kelainan
kulit pada mikosis profunda dapat berupa efek primer maupun akibat proses
dari jaringan dibawahnya (perkontinuitatum). Beberapa mikosis profunda
antara lainmiestoma, sporotrikosis, kromomikosis, zigomikosis. Mikosis
intermediate disebabkan oleh Candida spp (kandidosis). Mikosis
superfisialis/dermatomikosis superfisialis terdiri dermatofitosis dan
nondermatofitosis (Budimulja, 2007).
A. Dermatofitosis
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai
daya tarik terhadap keratin (keratinofilik) sebagai sumber nutrisi untuk
membentuk kolonisasi sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang
lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum
basalis. Dermatofita termasuk kelas Deuteromycetes (fungi imperfectii)
yang diklasifikasikan menjadi 3 genus yaitu Epidermophyton,
Microsporum danTrychopyton. Sinonim dermatofitosis antara lain, tinea,
ringworm, kurap, teige, herpes sirsinata (Budimulja, 2007; Gandahusada
et al., 1998).
Pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasinya antara lain, tinea
kapitis, tinea barbe, tinea kruris, tinea pedis et manum, tinea unguiium
dan tinea korporis. Selain itu juga dikenal istilah khusus yaitu, tinea
imbrikata, tinea favosa/favus, tinea fasialis, tinea sirsinata/arkuata, serta
tinea inkognito. Tinea imbrikata merupakan dermatofitosis dengan

susunan skuama yang konsentris dan disebabkan Tricophyton


Concentricum. Tinea favosa/favus secara klinis antara lain terbentuk
skutula dan berbau seperti tikus yang disebabkan oleh Tricophyton
Schoenleini. Tinea fasialis serta axilaris menunjukkan lokasi kelainan.
Tines sirsinar/arkuata merupakan penamaan deskriptif morfologis.
Sedangkan tinea inkognito adalah dermatifitosis dengan bentuk klinis
tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid topikal kuat
(Budimulja, 2007).
1. Tinea pedis
Tinea pedis sering disebut athelete foot/ringworm of the
foot/kutu air adalah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela
jari dan telapak kaki. Tinea pedis disebabkan oleh Trichophyton
rubrum (umumnya), Trichophyton mentagrophytes, Epidermophyton
floccosum dan C.albicans. Individu dengan imun yang rendah
mudah terkena infeksi, HIV/AIDS, transplantasi organ, kemoterapi,
steroid dan nutrisi parenteral diakui dapat menurunkan resistansi
pasien terhadap infeksi dermatofitosis. Kondisi seperti umur,
obesitas, diabetes melitus juga mempunyai dampak negatife terhadap
kesehatan pasien secara keseluruhan dan dapat menurunkan imunitas
dan meningkatkan terjadinya tinea pedis (Budimulja, 2007; Siregar,
2005).
Ada 4 jenis tinea pedis yaitu (Budimulja, 2007; Siregar, 2005;
Kumar et al., 2011; Chamlin et al., 2008):
a. Interdigitalis/intertriginosa kronik
Diantara jari 4 dan 5 terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan
tipis. Dapat meluas ke bawah jari(subdigital) dan ke sela jari
yang lain. Sering terlihat maserasi (kulit putih dan rapuh) disertai
bau yang tidak enak. Dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri
sehingga terjadi selulitis, limfangitis, limfadenitis dan dapat juga
erisipelas.
b. Moccasin/tipe papuloskuamosa hiperkeratotik kronik
Pada seluruh kaki, dari telapak kaki, tepi sampai punggung kaki,
terlihat kulit menebal dan bersisik halus dan seperti bedak.
Eritema biasanya ringan dan terlihat pada bagian tepi lesi. Tepi
lesi dapat dilihat papul dan kadang-kadang vesikel.

c. Tipe akut ulserasi


Lesi akut, eritem, edema, berbau. Mempengaruhi telapak kaki dan
terkait dengan maserasi, penggundulan kulit. Ko infeksi bakterial
ganas biasanya dari garam negatif kombinasi dengan
T.mentagrophytes menghasilkan vesikel pustule dan ulcer
bernanah yang besar pada permukaan plantar
d. Tipe subakut/vesiculbulosa
Terlihat vesikel, vesikopustul dan kadang bula intertriginosa.
Dapat sampai ke punggung kaki dan tumit dengan eksudat jernih
kecuali jika mengalami infeksi sekunder.proses subakut dapat
diikuti selulitis, limfangitis, limfadenitis dan erisipelas.

Gambar 1. Tinea pedis


Tinea manum adalah dermatofitosis pada tangan. Semua bentuk
yang dilihat di kaki dapat terjadi pula pada tangan (Budimulja,
2007).
Diagnosis banding tinea pedis yaitu:
a. Interdigitalis
Diagnosis banding berupa psoriasis, soft corns, koinfeksi
bakteri, kandidiasis, erythrasma.
b. Tipe Moccasin
Diagnosis banding berupa psoriasis, keturunan atau yang
diperoleh keratoderma pada telapak tangan dan kaki, dyshidrosis.
c. Vesicul-bulosa
Diagnosis banding berupa Pustular psoriasis, palmoplantar
pustolosis, pyoderma bakteri.

Penataksanaan tinea pedis terdiri dari topikal dan sistemik.


Topikal seperti bedak, krim atau spray. Krim dan spray lebih berguna
daripada bedak. Topikal antifungal seperti Clotrinazole, miconazole,
sulconazole, oxiconazole, ciclopirox, econazole, ketoconazole,
naftifine, terbinafine, flutnmazol, bifonazole, dan butenafine tetapi
clotrhnazole, miconazole membutuhkan waktu 4 minggu
dibandingkan jika menggunakan terbinafine yang membutuhkan
waktu 1-2minggu. Kalau terjadi maserasi diantara jari, pisahkan jari
dengan busa atau gunakan kapas pada malam hari. Aluminium
kloride 10% atau aluminium acetat juga dapat berguna. Topikal yang
berguna untuk organisme gram-negatif adalah salep antibiotik
seperti gentamicin untuk lesi interdigitalis. Keratolitik agen
mengandung salisil acid, resorcinol, lactic acid dan urea berguna di
beberapa kasus walaupun dapat mengakibatkan maserasi. Sistemik
yang dapat digunakan antara lain Griseofulvin 500-1000 mg/hari,
anak-anak 10- 20 mg/kg/hari. Terbinafine 250 mg/hari untuk 1-2
minggu. Itraconazole 200 mg 2 kali sehari untuk 1 minggu, untuk
kasus ringan diberikan 100mg 2 kali sehari. Fluconazole 150
mg/minggu untuk 4 minggu. Pencegahan yang dapat dilakukan
antara lain, memberikan penjelasan kepada pasien mengenai
pentingnya kebersihan pada kaki, menjaga kaki tetap kering ,
membersikan kuku kaki, menggunakan sepatu yang pas dan kaos
kaki kering dan bersih, serta menggunakan sandal atau flip-flop pada
tempat mandi umum atau kolam renang dapat mencegah terjadinya
tinea pedis (William et al, 2008).
2. Tinea unguium
Nama lain dari tinea unguium adalah Onikomikosis, ring worm
of the nails. Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung
jamur penyebab dan permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal
proksimal bila dimulai dari pangkal kuku, Subinguinal distal bila di
mulai dari tepi ujung dan Leukonikia trikofita bila dimulai dari
bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak mengkilat lagi,
rapuh dan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku

tampak adanya detritus yang banyak mengandung elemen jamur.


Onikomikosis ini merupakan penyakit jamur yang kronik, tidak
memberikan keluhan subjektif, tidak gatal, dan tidak sakit. Kadangkadang penderita baru datang berobat setelah seluruh kukunya sudah
terkena penyakit. Penyebab utama adalah: T.rubrum, T.metagrofites.
Diagnosis bandingnya adalah kandidiasis kuku, Psoriasis yang
menyerang kuku, Akrodermatitis persisten (Budimulja, 2007).
3. Tinea kruris
Nama lain Eczema marginatum."Dhobi itch", "Jockey itch".
Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun,
bertambah hebat bila disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan
yang timbul dapat bersifat akut atau menahun. Kelainan yang akut
memberikan gambaran yang berupa makula yang eritematous
dengan erosi dan kadang-kadang terjadi ekskoriasis. Pinggir kelainan
kulit tampak tegas dan aktif. Apabila kelainan menjadi menahun
maka efloresensi yang nampak hanya makula yang hiperpigmentasi
disertai skuamasi dan likenifikasi. Gambaran yang khas adalah
lokalisasi kelainan, yakni daerah lipat paha sebelah dalam, daerah
perineum dan sekitar anus. Kadang-kadang dapat meluas sampai ke
gluteus, perot bagian bawah dan bahkan dapat sampai ke aksila.
Penyebab utama adalah Epidermofiton flokkosum, Trikofiton
rubrum dan T.mentografites. Diferensial Diagnosa antara lain,
Kandidiasis inguinalis, Eritrasma, Psoriasis vulgaris, Pitiriasis rosea

Gambar 2. Tinea kruris

Penatalaksanaan untuk tine kruris yaitu, menghilangkan faktor


risiko serta obat anti jamur. Menghilangkan faktor penunjang sangat
penting, misalnya mengusahakan daerah lesi selalu kering dengan
memakai baju yang menyerap keringat. Obat anti jamur yang
dioleskan adalah terapi pilihan untuk lesi yang terbatas dan dapat
dijangkau. Berbagai macam obat imidazol dan alilamin tersedia
dalam beberapa formulasi.Semuanya memberikan keberhasilan
terapi yang tinggi (70-100%) dan jarang ditemukan efek samping.
Obat ini digunakan pagi dan sore hari selama sekurang-kurangnya 24 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm di luar batas lesi dan
diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh.
Pengobatan dengan obat yang diminum diperlukan jika lesi luas atau
gagal dengan pengobatan topikal. Obat oral yang dapat digunakan
adalah griseofulvin microsized 500-1000 mg/hari selama 2-6
minggu, meskipun beberapa laporan menunjukkan kemungkinan
kasus kebal terhadap pengobatan, ketokonazol 200 mg/hari selamak
urang lebih 4 minggu, itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu atau
200 mg/hari selama 1 minggu, terbinafin 250 mg/hariselama 1-2
minggu.
4. Tinea korporis
Nama lainnya adalah Tinea circinata/Tinea glabrosa. Penyakit
ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti
kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang banyak
berkeringat serta kelembaban kulit yang lebih tinggi. Predileksi
biasanya terdapat dimuka, anggota gerak atas, dada, punggung dan
anggota gerak bawah. Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi
yang bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif. Dengan
perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa melebar dan
akhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau
sinsiner. Pada bagian tepi tampak aktif dengan tanda-tanda eritema,
adanya papel-papel dan vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi
relatif lebih tenang. Bila tinea korporis ini menahun tanda-tanda

aktif jadi menghilang selanjutnya hanya meningggalkan daerahdaerah yang hiperpigmentasi saja.
Penyebab utamanya adalah : T.violaseum, T.rubrum,
T.metagrofites. Mikrosporon gipseum, M.kanis, M.audolini.
Penyakit ini sering menyerupai, dermatitis, Pitiriasis rosea, Psoriasis
vulgaris, Morbus hansen tipe tuberkuloid, Lues stadium II bentuk
makulo-papular.
Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit
biasanya hidup pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol
dan alilamin tersedia dalam berbagai formulasi. Dan semuanya
memberikan keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal
digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen yang
digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka perbaikan
perbaikan klinik yang tinggi. Obat yang sering digunakan, Topical
azol terdiri atas, Econazol 1 %, Ketoconazol 2 %, Clotrinazol 1%,
Miconazol 2% dll. Derivat imidazol bekerja dengan cara
menghambat enzim 14-alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol
membran sel jamur. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan
enzim jamur skualen 2,3 epoksidase sehingga skualen menumpuk
pada proses pembentukan ergosterol membran sel jamur yaitu
aftifine 1 %, butenafin 1% Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti
inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian
selama 7 hari berturut-turut. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim
dan losio) bekerja menghambat masuknya bahan esensial selular dan
pada konsentrasi tinggi merubah permeabilitas sel jamur merupakan
agen topikal yang bersifat fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi
dan anti bakteri serta berspektrum luas. Kortikosteroid topikal yang
rendah sampai medium bisa ditambahkan pada regimen anti jamur
topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya diberikan
pada beberapa hari pertama dari terapi (Kuswadji, 2004).
Terapi sistemik dengan obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat
digunakan pada kasus hiperkeratosis terutama pada telapak tangan
dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien imunokompromais,

atau pasien tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ topikal.


Griseofulvin berasal dari penicillium griceofulvum dan masih
dianggap baku emas pada pengobatan infeksi dermatofit genus
Trichophyton, Microsporum, Epidermophyton. Berkerja pada inti sel,
menghambat mitosis pada stadium metafase. Ketokonazol
merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas,
fungistatik, termasuk golongan imidazol. Absorbsi optimum bila
suasana asam. Flukonazol mempunyai mekanisme kerja sama
dengan golongan imidazol, namun absorbsi tidak dipengaruhi oleh
makanan atau kadar asam lambung. Itrakonazol merupakan OAJ
golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat fungistatik
dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun jamur
dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum bersama
dengan makanan. Amfosterin B merupakan anti jamur golongan
polyen yang diproduksi oleh Streptomyces nodosus. Bersifat
fungistatik, pada konsentrasi rendah akan menghambat pertumbuhan
jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai obat pilihan pada
pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa dan tidak
sembuh dengan preparat azol (Kuswadji, 2004).
5. Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit kepala yang
disebabkan oleh jamur dermatofit.Tinea kapitis
biasanya terjadi terutama pada anak anak, meskipun
ada juga kasus pada orang dewasa yang biasanya
terinfeksi Trichophyton tonsurans. Dermatofit ectothrix
biasanya menginfeksi pada perifolikuler stratum
korneum, menyebar keseluruh dan ke dalam batang
rambut dari pertenganahan sampai akhir rambut
sebelum turun ke folikel untuk menembus folikel
rambut dan diangkut ke atas pada permukaannya.
Dan biasanya disebabkan spesies dermatofita seperti
golongan Trichopiton dan Microsporum. Gambaran

tinea kapitis tergantung dari etiologinya (Budimulja,


2007).
a. Grey patch ringworm
Merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan
oleh genus Microsporum dan sering ditemukan
pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul
merah yang kecil disekitar rambut. Papul ini
melebar dan membentuk bercak, yang menjadi
pusat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa
gatal. Warna rambut menjadi abu abu dan tidak
berkilat lagi. Rambut mulai patah dan terlepas dari
akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset
tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut
terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk
alopesia setempat. Tempat tempat ini terlihat
sebagai grey patch.
b. Kerion
Adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea
kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai
sarang lebah dengan sebukan sel radang yang
padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum
canis dan Microsporum gypseum, pembentukan
kerion ini lehih sering dilihat. Agak kurang bila
penyebabnya Tricophyton tonsurans, dan sedikit
sekali bila penyebabnya adalah Tricophyton
violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan
jaringan parutdan berakibat alopesia yang
menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang
kadang dapat terbentuk.
c. Black Dot Ringworm
Terutama disebabkan oleh Tricophyton tonsurans
dan Tricophyton violaceum. Pada permulaan
penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan
yang disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut

yang terkena infeksi patah tepat pada muara


folikel, dan yang tertinggal adalah ujung rambut
yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam
didalam folikel rambut ini memberi gambaran
khas, yaitu black dot. Ujung rambut yang patah,
kalau tumbuh kadang kadang masuk kebawah
permukaan kulit. Dalam hal ini perlu dilakukan
irisan kulit untuk mendapat bahan biakan jamur.

Gambar 3. Tinea Kapitis


Diagnosis banding nya antara lian: Dermatitis
Seboroik, folikulitis, dermatitis atopik, alopesia areata.
Dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan kelainan
kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan
bertempat predileksi di tempat-tempat
seboroik.Kelainan kulit terdiri dari eritema dan skuama
yang berminyak dan agak kekuningan. Folikulitis
merupakan radang folikel rambut yang disebabkan
Staphilococcus aureus. Kelainan berupa papul dan
pustule yang eritematosa dan ditengahnya terdapat
rambut, biasanya multiple. Dermatitis atopik
merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan
residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi
selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan
riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan
kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di daerah
lipatan. Pada alopesia areata rambut di bagian pinggir
kelainan mula-mula mudah dicabut dari folikel, akan

tetapi pangkal yang patah tidak nampak. Pada


kelainan ini juga tidak terdapat skuama.
Anti jamur sistemik dan topical memiliki beberapa
khasiat melawan dermatopit. Infeksi yang melibatkan
rambut dan kulit memerlukan antijamur oral untuk
menembus dermatofit yang menembus folikel rambut.
Pengobatan standar tinea kapitis di amerika serikat
masih menggunakan grisofulvin, triazole oral
(itrakonazole, flukonazol) dan terbinafin merupakan
antijamur yang aman, efektif dan memiliki
keuntungan karena durasi pengobatan yang lebih
pendek. Pengobatan topical dengan Selenium sulfide,
Iodine, Ketoconazole. Pengobatan sistemik dengan
Grisofulvin 20-25mg/kg/hr/8minggu, Fluconazole 6
mg/kg/hr/20hr, Itraconazole 3-5mg / kg/hr/ 4-6minggu,
Terbinafine 3-6mg/kg/hr/2-4minggu (Verma, 2008).
6. Tinea barbe
Merupakan dermatofitosis pada dagu dan jenggot yang
menyerang kulit dan folikel rambut. Biasanya disebabkan oeh
golongan microsporum dan trichophyton. Selalu pada orang dewasa.
Penderita biasanya mengeluhkan gatal dan pedih pada daerah yang
terkena, disertai bintik-bintik kemerahan yang terkadang bernanah.
Rambut yang terkena menjadi rapuh dan tidak mengkilat, tampak
reaksi radang pada folikel berupa kemerahan, edema, kadang-kadang
ada pustula. Diagnosis banding antara lain DKA, Akne sistika dan
dermatitis seboroik. Penatalaksanaan adalah dengan menjaga
kebersihan umum, mencukur janggut dengan bersih, serta obat anti
jamur baik topikal maupun sistemik (Budimulja, 2007; Siregar,
2005)..
Dalam patogenesisnya, jamur patogen akan menyebabkan kelainan
pada kulit sehingga atas dasar kelainan kulit inilah kita dapat
membangun diagnosis. Akan tetapi kadang temuan efloresensi tidak khas
atau tidak jelas, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang. Sehingga

diagnosis menjadi lebih tepat. Pemeriksaan mikroskopik langsung


terhadap bahan pemeriksaan merupakan pemeriksaan yang cukup cepat,
berguna dan efektif untuk mendiagnosis infeksi jamur. Hasil pemeriksaan
mikroskopis KOH 10% yang positive , yaitu adanya elemen jamur
berupa hifa yang bercabang dan atau artrospora, dan pemeriksaan kultur
jamur yang bermanfaat untuk menentukan etiologi spesies penyebabnya.
Pemeriksaan dengan lampu wood pada tinea berwarna hijau atau biru
kehijauan. Pemeriksaan dengan pembiakan dengan menanamkan bahan
klinis pada media buatan, yang dianggap paling baik adalah medium
dekstrosa Saboroud agar (Budimulja, 2007).
B. Nondermatofitosis
Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit
yang paling luar. Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat
mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit dan tetap hanya
menyerang lapisan kulit yang paling luar. Yang masuk ke dalam
golongan ini adalah Pityriasis versicolor (PV) / Tinea versicolor, piedra,
tinea nigra, otomikosis serta keratomikosis.
1. Pityriasis versicolor
Tinea versikolor (pitiriasis versikolor, kromofitosis,
dermatomikosis, liver spots, tinea flava, pitiriasis versikolor flava
dan panu) yang disebabkan Malasezia furfur adalah penyakit jamur
superficial yang kronik yang berlangsung lama, biasanya tidak
memberikan keluhan subyektif berupa bercak berskuama halus yang
berwarna putih pada kulit hitam sampai coklat hitam atau merah
pada kulit putih, terutama meliputi badan dan kadang-kadang dapat
menyerang ektremitas proksimal, ketiak, lipat paha, lengan, dada,
tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala yang berambut. Penyakit
infeksi jamur ini berlokasi di stratum korneum. Malasezia furfur
dapat dikultur dari penyakit dan kulit normal dan merupakan bagian
dari flora normal, terdapat pada area sebum pada kulit.
Pityrosporon orbiculare, Pityrosporon ovale, dan Malassezia
ovalis merupakan nama lain (sinonim) dari Malassezia furfur.
Kulit penderita panu dapat mengalami hipopigmentasi atau
hiperpigmentasi. Pada kasus hipopigmentasi, inhibitor tyrosinase

[hasil dari aksi/kerja inhibitor tyrosinase dari asam dicarboxylic yang


terbentuk melalui oksidasi beberapa asam lemak tak jenuh
(unsaturated fatty acids) pada lemak di permukaan kulit] secara
kompetitif menghambat enzim yang diperlukan dari pembentukan
pigmen melanocyte. Pada kasus panu dengan makula
hiperpigmentasi, organisme memicu pembesaran melanosom yang
dibuat oleh melanosit di lapisan basal epidermis.
Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superficial dan
ditemukan terutama di badan. Bentuk papulo-vesikuler dapat terlihat
walaupun jarang. Terlihat macula hipopigmentasi dan
hiperpigmentasi pada area dada, punggung, abdomen dan
ekstremitas proksimal.
Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang
merupakan alasan berobat. Pseudoakromia (bekas bercak) akibat
tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksis
jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita

Gambar 4. Tinea versikolor


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah lampu wood
dan kerokan kulit. Pemeriksaan dengan lampu Wood. Fluoresensi
lesi kulit pada pemeriksaan lampu Wood berwarna kuning keemasan.
Sediaan langsung kerokan kulit, dengan larutan KOH 20% terlihat
campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang dapat
berkelompok (spageti dan meatball).
Diagnosis banding adalah Pitiriasis alba, vitiligo, psoriasis,
serta morbus hansen. Ptiriasia alba lesi berbentuk bulat, oval atau
plakat yang tidak teratur. Warna merah muda atau sesuai warna kulit

dengan skuama halus. Setelah eritema menghilang, lesi yang


dijumpai hanya depigmentasi dengan skuama halus. Pada anak-anak
lokasi kelainan pada muka (50-60%) paling sering di sekitar mulut,
dagu, pipi serta dahi. Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik dapat
ditandai dengan adanya makula putih yang dapat meluas, bulat atau
lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis yang lain.
Kadang-kadang terlihat macula hipomelanotik selain makula
apigmentasi. Di dalam makula vitiligo dapat ditemukan makula
dengan pigmentasi normal atau hiperpigmentasi disebut
repigmentasi perifolikuler. Psoriasis, kelainan kulit terdiri atas
bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama di
atasnya. Eritema sirkumskrip yang merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya
terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih
seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikular,
nummular atau plakat, dan berkonfluensi. Morbus Hansen, dilihat
dari cardinal sign yaitu lesi kulit hipopigmentasi/eritema, kerusakan
saraf (menyebabkan hilangnya sensasi/kelemahan otot yang
dipersarafi oleh saraf yang terkena), hasil pemeriksaan sputum BTA
positif.
Pengobatan harus dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten.
Obat-obatan yang dapat dipakai misalnya : suspensi selenium sulfide
(selsun) dapat dipakai sebagai sampo 203 kali seminggu. Obat
digosokkan pada lesi dan didiamkan 15-30 menit, sebelum mandi.
Obat-obat lain yang berkhasiat terhadap penyakit ini adalah: salisil
spiritus 10%; derivate-derivat azol, misalnya mikonazol, klotrimazol,
isokonazol dan ekonazol; sulfur presipitatum dalam bedak kocok 420%; tolsiklat; tolnaftat, dan haloprogin. Jika sulit disembuhkan
ketokonazol dapat dipertimbangkan dengan dosis 1 x 200 mg sehari
selama 10 hari. Umum, menjaga higiene (kebersihan) perseorangan.
Khusus (topikal) bentuk makular: salep Whitfield atau larutan
natrium tiosulfit 20%. bentuk folikular: dapat dipakai tiosulfas
natrikus 20-30%. Obat-obat antijamur golongan imidazol (ekonazol,

mikonazol, klotrimazol, dan tolsiklat) dalam krim atau salep 1-2%


juga berkhasiat. Ketokonazol 200 mg/hari, Itrakonazol 100 mg/hari.
2. Piedra
Kedua tipe dari Piedra (Piedra Hitam dan Putih) muncul di
daerah iklim berbeda. Piedra hitam timbul di daerah lembab, tropis
basah dan merupakan infeksi umum di pusat daerah tropis di
Amerika utara dan Asia tenggara. Sedangkan Piedra putih muncul di
daerah dingin dan semi tropis. Piedra juga bisa tumbuh di rambut
dari host mati dan rambut yang sudah lepas, yang membuat Piedra
digolongkan sebagai Necrotropic, dan Lipophilic karena bisa
memakai lemak sebagai sumber makanan utamanya (Piedraia,
Trichosporon). Infeksi piedra dicirikan dengan adanya nodul yang
melekat kuat yang mengelilingi seluruh atau sebagian rambut.
Nodul pada Piedra hitam lebih keras dan lebih besar dari nodul
Piedra putih.
Piedra hitam adalah penyakit yang menyerang pada rambut
kepala, janggut, kumis akan tampak benjolan atau penebalan yang
keras warna hitam. Penebalan ini sukar dilepaskan dari corong
rambut tersebut. Umumnya rambut lebih suram, bila disisir sering
memberikan bunyi seperti logam. Penyakit ini tidak menimbulkan
gejala khusus. Biasanya rambut penderita mudah patah pada saat
disisir.
Serangan awal ke rambut manusia oleh Piedra hitam
didapatkan dengan memproduksi hifa yang merusak yang
memaksakan jalannya dibawah atau diantara jaringan kutikula. Oleh
Piedraia hortai , gangguan pada rambut disebabkan pada tekanan
mekanis yang dihasilkan oleh pertumbuhan jamur. Kerusakan keratin
rambut oleh Piedra hitam pada dasarnya adalah hasil dari proses
enzimatik. Hal ini dapat didukung oleh gejala sitologi dari aktivitas
ezim yang intens, seperti tampaknya banyak mitokondria yang
diamati dari sel jamur Piedraia hortai.
Mencukur atau memotong rambut yang terinfeksi adalah
perawatan terbaik untuk kedua tipe Piedra, tapi ini kadang tidak
dianggap bisa diterima, terutama oleh wanita atau mencuci kepala

setiap hari dengan larutan sublimat 1/2000 atau shampoo yang


mengandung antimikotik. Terapi anti jamur mungkin dilakukan
untuk membantu selama pencukuran. Piedra hitam bisa diobati
dengan Terbinafine oral, yaitu obat anti jamur. Prognosa untuk
Piedra adalah baik, karena dibawah kondisi normal infeksi ini tidak
berbahaya.
3. Tinea nigra
Tinea nigra adalah infeksi pada lapisan kulit (stratum
korneum) akibat serangan exophiala weneckii. Gejalaklinis:
munculbercak-bercak (macula) berwarna coklat kehitaman. Bercak
tersebut terisi oleh hifa bercabang, bersepta dan sel-sel bertunas,
akan tetapi tetap terlihat datar menempel pada kulit tidak membentuk
bagian yang menonjol, sepertisisik. Penatalaksanaan nya yaitu,
edukasi atau pencegahan menjaga kebersihan badan dan pakaian
serta mencegah kontak/ menghindari penderita tineanigra.
Pengobatan dengan pemberian asam undersilenat atau anti jamur
azol.
4. Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi jamur superfisial atau sub akut pada
kulit yang terletak pada kanalis auditorius externus. Jamur yang
bertanggungjawab pada keadaan klinis ini ditemukan sebagai
saprofit terhadap lingkungan. Jamur biasanya menginvasi secara
sekunder pada jaringan luka yang pertama kali disebabkan oleh
infeksi bakteri. Gejalaklinis berupa, paada liang telinga akan tampak
berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini kebagian
luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan daun telinga
sebelah dalam. Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi
skuama halus. Bila meluas sampai kedalam, sampai ke membran
timpani, makaakan dapat mengeluarkan cairan serosanguinos.
Penatalaksanaan yaitu dengan ditujukan untuk menjaga agar
liang telinga tetap kering ,jangan lembab, dan disarankan untuk tidak
mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang yang kotor seperti
korek api, garukan telinga, atau kapas. Kotoran-kotoran telinga harus

sering dibersihkan (Mansjoer, Triyanti,Savitri, dkk, 2001).


Pengobatan yang dapatdiberikanseperti, larutanasamasetat 2-5 %
dalam alkohol yang diteteskan kedalam liang telinga biasanya dapat
menyembuhkan. Tetes telinga siap beli seperti Vosol ( asam
asetatnonakueus 2%), Cresylate ( m-kresil asetat ) dan Otic
Domeboro ( asamasetat 2%) bermanfaat bagi banyak kasus. Larutan
timol 2% dalam spiritus dilutes (alkohol 70%) atau meneteskan
larutan burrowi 5% satu atau dua tetes dan selanjutnya dibersihkan
dengan desinfektan biasanya memberi hasil pengobatan yang
memuaskan. Dapat jugadiberikan Neosporin dan larutan gentian
violet 1-2%. Akhir-akhir ini yang sering dipakai adalah fungisida
topikal spesifik, seperti preparat yang mengandung nystatin,
ketokonazole, klotrimazole, dan anti jamur yang diberikan secara
sistemik (Boel, 2003).
5. Keratomikosis
Keratomikosis adalah suatu infeksi kornea oleh jamur.
Biasanya dimulai dengan suatu rudapaksa pada kornea oleh ranting
pohon, daun, dan bagian tumbuh-tumbuhan. Saat ini infeksi jamur
sering diakibatkan oleh pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang
kurang tepat. Manifestesi klinis adalah sakit hebat pada mata dan
silau setelah tukak terlihat menonjol di tengah kornea dan
bercabang-cabang dengan endothelium plaque. Pada kornea tedapat
lesi gambaran satelit dan lipatan. Descemet disertai hipopion.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10%,
dan biasanya ditemukan hifa. Bahkan pada agar Saboraud dilakukan
dengan kerokan pada pinggir tukak kornea sesudah diberikan obat
anestetikum, kemudian dibilas bersih dan dibiakkan padasuhu 37C.
Terapi mengenai jenis keratomikosis yang dihadapi bisa dibagi
menjadi beberapa penyebab. Belum diidentifikasi jenis jamur
penyebabnya. Jamur berfilamen, Ragi(yeast), GolonganActinomyces
yang sebenarnya bukan jamur sejati. Untukgolongan I : Topikal
Amphotericin B 1,02,5 mg/ml, Thiomerosal (10 mg/ml), Natamycin

> 10 mg/ml, golongan Imidazole. UntukgolonganII :Topikal


Amphotericin B 0,15%, Miconazole 1%, Natamycin 5% (obat
terpilih), econazole 1% (obat terpilih). Untukgolongan III :
Econazole 1%, Amphoterisin B 0,15 %, Natamycin 5%,
Clotrimazole 1%, fluoconazol 2 % (Jack, 2009).
UntukgolonganIV :Golongan Sulfa, berbagai jenis Antibiotik.
Steroid topikal adalah kontraindikasi terrutama pada saat terapi awal.
Diberikan juga obat sikloplegik (atropin) guna mencegah sinekia
posterior untuk mengurangi uveitis anterior (USU, 2008).

III.

KESIMPULAN

Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Mikosis dibagi


menjadi 3 yaitu mikosis superfisialis, intermedia dan profunda. Mikosis
superfisialis merupakan jamur yang hanya menginvasi jaringan superfisialis
yang terkeratinisasi (kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang lebih
dalam. Mikosis profunda menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus
intestinal, traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan kardiovaskuler,
susunan saraf pusat, otot, tulang, dan kadang kulit. Mikosis intermediate
dapat memberi bentuk klinis baik sistemik maupun superfisialis.
Mikosis superfisialis/dermatomikosis superfisialis terdiri dermatofitosis
dan nondermatofitosis. Pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasinya
antara lain, tinea kapitis, tinea barbe, tinea kruris, tinea pedis et manum, tinea
unguiium dan tinea korporis. Yang masuk ke dalam golongan ini adalah
Pityriasis versicolor (PV) / Tinea versicolor, piedra, tinea nigra, otomikosis
serta keratomikosis.
Pemeeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain dengan KOH,
lampu wood serta biakan. Pengobatan dilakukan dengan menjaga higienitas
serta obat anti jamur baik topikal maupun sistemik.

DAFTAR PUSTAKA
Adiguna, MS. 2001. Epidemiologi dermatomikosis di Indonesia. Dermatomikosis
superfisialis. Jakarta: Balai Pustaka FKUI. 16.
Boel, T. (2003).MikosisSuperfisial.Retrieved from USU digital
Library
Budimulja, Unandar. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta:
FKUI. 89-105.
Chamlin L Sarah, Lawley P Leslie. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. 2008. Tinea Pedis. 7th edition.2. New York; McGraw-Hill
Medicine. 709-712.
Gandahusada, Srisasi, Henry Ilahude DAP dan Wita Pribadi. 1998. Parasitologi
Kedokteran Edisi ketiga. Jakarta: FKUI. 277-300.
Kumar V, Tilak R, Prakash P, Nigam C, Gupta R. 2011. Asian journal of medical
science. Tinea Pedis. 134- 135
Kuswadji, Widaty KS. 2004. Obat anti jamur. Dermatomikosis superfisialis.
Jakarta: Balai penerbit FKUI. 108-16.
Mansjoer, A; Triyanti, K; Savitri, R ,dkk. (2001).
Otomikosis.KapitaSelektaKedokteran ,Jakarta: Media
Aesculapius
Siregar, R.S. 2005. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC.
10-40.
USU. Keratomikosis. 2008. Available from
http://usu.ac.id.Diaksespadatanggal 2 april 2013
Verma. S, Heffernan. MP. 2008. Fungal Disease. In, Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. Ed.7th. Vol 1 & 2. New York,
Amerika. 1807-18.
William, James D, Berger G Timothy, Elston M Dirk. 2008. Andrews disease of
the skin; Diseases resulting from fungi and yeast 10th edition. Canada;
Saunders Elsevier. 303-305

Anda mungkin juga menyukai