Penyakit Akibat Transfusi Darah
Penyakit Akibat Transfusi Darah
Penyakit Akibat Transfusi Darah
Oleh
Amalia Astrini
Ari Safriansyah
Desi Rushariandini
Hilya
Kadeq N. Prajawanti
Kurnia Rizki
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
PRODI DIV JURUSAN ANALIS KESEHATAN
MATARAM
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena
berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat penulis selesaikan. Dalam makalah ini
penulis membahas mengenai PENYAKIT AKIBAT TRANSFUSI DARAH
Ibu
Immunohematologi/Transfusi Darah
Semua pihak yang telah memberikan masukan untuk makalah ini.
Gunarti
selaku
Dosen
pembimbing
mata
kuliah
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman kami. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan.
Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah...........................................................................2
C.
Tujuan......................................................................................... 2
BAB II.....................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
A.
B.
C.
D.
E.
BAB III..................................................................................................................18
PENUTUP........................................................................................... 18
A.
Kesimpulan................................................................................. 18
B.
Saran......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transfusi darah secara universal dibutuhkan untuk menangani pasien
anemia berat, pasien dengan kelainan darah bawaan, pasien yang mengalami
cedera parah, pasien yang hendak menjalankan tindakan bedah operatif dan pasien
yang mengalami penyakit liver ataupun penyakit lainnya yang mengakibatkan
tubuh pasien tidak dapat memproduksi darah atau komponen darah sebagaimana
mestinya.
Pada negara berkembang, transfusi darah juga diperlukan untuk
menangani kegawatdaruratan melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang berujung
pada anemia berat (WHO, 2007). Tanpa darah yang cukup, seseorang dapat
mengalami gangguan kesehatan bahkan kematian. Oleh karena itu, tranfusi darah
yang diberikan kepada pasien yang membutuhkannya sangat diperlukan untuk
menyelamatkan jiwa. Angka kematian akibat dari tidak tersedianya cadangan
tranfusi darah pada negara berkembang relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan
ketidakseimbangan perbandingan ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional.
Di negara berkembang seperti Indonesia, persentase donasi darah lebih
minim dibandingkan dengan negara maju padahal tingkat kebutuhan darah setiap
negara secara relatif adalah sama. Indonesia memiliki tingkat penyumbang enam
hingga sepuluh orang per 1.000 penduduk. Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan
dengan sejumlah negara maju di Asia, misalnya di Singapura tercatat sebanyak 24
orang yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk, berikut juga di Jepang
tercatat sebanyak 68 orang yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk
(Daradjatun, 2008).
Indonesia membutuhkan sedikitnya satu juta pendonor darah guna
memenuhi kebutuhan 4,5 juta kantong darah per tahunnya. Sedangkan unit
transfusi darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI) menyatakan bahwa pada
tahun 2008 darah yang terkumpul sejumlah 1.283.582 kantong. Hal tersebut
menggambarkan bahwa kebutuhan akan darah di Indonesia yang tinggi tetapi
darah yang terkumpul dari donor darah masih rendah dikarenakan tingkat
kesadaran masyarakat Indonesia untuk menjadi pendonor darah sukarela masih
rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa kendala misalnya karena masih
kurangnya pemahaman masyarakat tentang masalah transfusi darah, persepsi akan
bahaya bila seseorang memberikan darah secara rutin. Selain itu, kegiatan donor
darah juga terhambat oleh keterbatasan jumlah UTD PMI di berbagai daerah, PMI
hanya mempunyai 188 unit tranfusi darah (UTD). Mengingat jumlah
kota/kabupaten di Indonesia mencapai sekitar 440.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan transfusi darah?
2. Apa saja macam-macam reaksi transfusi?
3. Bagaimanakah resiko transfusi darah terhadap penerima?
4. Bagaimana tindakan pencegahan dan reaksi dari transfusi darah?
5. Bagaimanakah komplikasi dari transfusi darah?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan transfusi darah
2. Dapat mengetahui macam-macam reaksi transfusi
3. Dapat mengetahui bagaimana resiko transfusi darah terhadap penerima
4. Dapat mengetahui bagaimana tindakan pencegahan dan reaksi dari
transfusi darah
5. Dapat mengetahui bagaimana komplikasi dari transfusi darah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Transfusi Darah
Transfusi darah adalah proses mentransfer darah atau darah berbasis
produk dari satu orang ke dalam sistem peredaran darah orang lain. Transfusi
darah dapat menyelamatkan jiwa dalam beberapa situasi, seperti kehilangan darah
besar karena trauma, atau dapat digunakan untuk menggantikan darah yang hilang
selama operasi. Transfusi darah juga dapat digunakan untuk mengobati anemia
berat atau trombositopenia yang disebabkan oleh penyakit darah. Orang yang
menderita hemofilia atau penyakit sel sabit mungkin memerlukan transfusi darah
sering. Awal transfusi darah secara keseluruhan digunakan, tapi praktek medis
modern umumnya hanya menggunakan komponen darah.
Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis utama tergantung pada
sumber mereka:
Transfusi homolog, atau transfusi darah yang disimpan menggunakan
orang lain. Ini sering disebut Allogeneic bukan homolog.
Autologus transfusi, atau transfusi menggunakan darah pasien sendiri
disimpan.
Donor unit darah harus disimpan dalam lemari es untuk mencegah
pertumbuhan bakteri dan memperlambat metabolisme sel. Transfusi harus dimulai
dalam 30 menit setelah unit telah diambil keluar dari penyimpanan dikendalikan.
Darah hanya dapat diberikan secara intravena. Karena itu membutuhkan insersi
kanula sekaliber cocok. Sebelum darah diberikan, rincian pribadi pasien
dicocokkan dengan darah untuk ditransfusikan, untuk meminimalkan risiko reaksi
transfusi. Kesalahan administrasi merupakan sumber signifikan dari reaksi
transfusi dan upaya telah dilakukan untuk membangun redundansi ke dalam
proses pencocokan yang terjadi di samping tempat tidur.
Sebuah unit (hingga 500 ml) biasanya diberikan selama 4 jam. Pada
pasien dengan risiko gagal jantung kongestif, banyak dokter mengelola diuretik
untuk mencegah overload cairan, suatu kondisi yang disebut Transfusi Overload
Peredaran Darah Terkait atau taco. Acetaminophen dan / atau antihistamin seperti
zat-zat
berbahaya
ke
dalam
aliran
darah.
Pasien mungkin menggigil, demam, nyeri dada dan punggung bawah, serta mual.
Ginjal dapat rusak parah, dan dialisis mungkin diperlukan. Reaksi hemolitik dapat
mematikan jika transfusi tidak dihentikan segera saat reaksi dimulai.
d. Reaksi Hemolitik Tertunda
Reaksi ini terjadi ketika tubuh perlahan-lahan menyerang antigen
(antigen selain ABO) pada sel-sel darah yang ditransfusikan. Sel-sel darah
mengalami pemecahan setelah beberapa hari atau minggu transfusi dilakukan.
Biasanya tidak ada gejala, tetapi sel-sel darah merah yang ditransfusikan hancur
dan dan jumlah sel darah merah pasien mengalami penurunan. Dalam kasus yang
jarang ginjal mungkin akan terpengaruh, dan pengobatan mungkin diperlukan.
Seseorang mungkin tidak mengalami jenis reaksi seperti ini kecuali
mereka pernah mendapat transfusi di masa lalu. Orang-orang yang mengalami
jenis reaksi hemolitik tertunda ini perlu menjalani tes darah khusus sebelum
menerima transfusi darah kembali. Unit darah yang tidak memiliki antigen yang
menyerang tubuh harus digunakan.
REAKSI IMUNOLOGI
A. Reaksi Transfusi Hemolitik
Reaksi transfusi hemolitik merupakan reaksi yang jarang terjadi tetapi
serius dan terdapat pada satu diantara dua puluh ribu penderita yang mendapat
transfusi (8).
bisa diterangkan asalnya, dan ikterus. Pada penderita yang teranestesi hal ini sukar
untuk dideteksi dan memerlukan perhatian khusus dari ahli anestesi, ahli bedah
dan lain-lain.
Tanda-tanda yang dapat dikenal ialah takhikardi, hemoglobinuri, hipotensi,
perdarahan yang tiba-tiba meningkat, selanjutnya terjadi ikterus dan oliguri.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya hemoglobinemi dan hemoglobinuri.
Urine menjadi coklat kehitaman sampai hitam dan mungkin berisi hemoglobin
dan butir darah merah.
Terapi reaksi transfusi hemolitik : pemberian cairan intravena dan
diuretika. Cairan digunakan untuk mempertahankan jumlah urine yang keluar.
Diuretika yang digunakan ialah:
Bila terjadi hipotensi penderita dapat diberi larutan Ringer laktat, albumin dan
darah yang cocok. Bila volume darah sudah mencapai normal penderita dapat
diberi vasopressor. Selain itu penderita perlu diberi oksigen. Bila terjadi anuria
yang menetap perlu tindakan dialisis.
Cara menghindari reaksi transfusi :
a. Tes darah, untuk melihat cocok tidaknya darah donor dan resipien.
b. Memilih tips dan saringan yang tepat.
ada transfusi darurat :
PBanyak situasi terjadi dimana kebutuhan darah sangat mendesak sebelum
dilakukan pemeriksaan cocok tidaknya darah secara lengkap. Dalam situasi
demikian tidak perlu dilakukan pemeriksaan secara lengkap, dan jalan singkat
untuk melakukan tes bisa dikerjakan sebagai berikut :
1. Type-Specific, Partially Crossmatched Blood
Bila kita menggunakan darah un-crossmatched, maka paling sedikit
harus diperoleh tipe ABO-Rh dan sebagian crossmatched.
2. Tipe-Specific, Uncrossmatched Blood.
Untuk penggunaan tipe darah yang tepat maka tipe ABO-Rh harus sudah
ditentukan selama penderita dalam perjalanan ke rumah sakit.
3. O Rh-Negatif (Universal donor) Uncrossmatched Blood
11
3.
VIII. Mutu atau derajat faktor V pada darah simpan sampai 21 hari sekitar 30%
atau lebih, sedangkan derajat yang dibutuhkan untuk hemostasis antara 15-50%.
Derajat faktor VIII pada darah simpan 21 hari berkisar antara 15-50%.
Jadi terdapat sedikit dasar kebenarannya untuk menyamakan penggunaan
FFP pada transfusi masif. Kenyataannya darah simpan kurang dari 10 hari masih
bisa memberikan faktor koagulasi yang cukup pada penderita.
Satu yang harus diingat ialah bahwa penggunaan FFP yang berlebihan
menambah transmisi penyakit pada penderita, misalnya hepatitis dan AIDS.
Kecenderungan terjadinya perdarahan biasanya sesudah penderita mendapat
transfusi banyak dan cepat dengan menggunakan campuran ACD. Ini terjadi bila
kita memberikan darah 20-30 unit, dan untuk penderita debil dan anak kecil lebih
berkurang lagi. Manifestasi kliniknya yaitu terdapatnya oozing pada daerah
operasi, perdarahan pada gusi, petechiae dan echymosis. Untuk mengatasi ini
biasanya penderita mendapat darah ACD lagi. Selama pemberian darah masif
tetap dengan bahan-bahan yang kekurangan faktor-faktor pembeku, maka selama
itu pula perdarahan akan timbul, dan demikian selanjutnya hingga merupakan
lingkaran setan.
Etiologi kecenderungan perdarahan ini kemungkinan adalah terjadinya
dilutional thrombocytopenia, kekurangan faktor-faktor labil, dan DIC.
Tujuan terapi disini ialah untuk mempertahankan faktor-faktor V dan VIII
mendekati 30%, sebab 20% faktor V dan 30% faktor VIII diperlukan untuk
hemostasis penderita yang dioperasi. Untuk mempertahankan faktor V dan VIII
pada derajat 30% maka kepada penderita diberikan 2-3 unit FFP (Fresh Frozen
Plasma) untuk tiap 10 unit packed cells dan transfusi plasma protein
fracyion . Setiap pemberian 5 unit darah perlu diperiksa jumlah platelet .
Trombositopenia Pada penderita yang mendapat transfusi darah 10 unit atau lebih
sering terjadi trombositopenia dan penderita perlu mendapat platelet.
a. Perdarahan selama operasi sering terjadi pada penderita dengan kadar
platelet kurang dari 100.000/ cumm (4,6,8). Untuk mempertahankan
jumlah platelet antara 50.000-100.000/cumm, maka penderita diberikan
platelet konsentrat sebanyak 6-8 unit tiap pemberian 20 unit darah, kalau
12
tidak bisa, penderita dapat diberi darah segar yang umurnya kurang dari 6
jam.
b. Tiap unit platelet konsentrat menambah jumlah platelet sebanyak 10-12
ribu/cumm pada penderita muda dengan berat badan 70 kg.
c. Darah segar dapat mempertahankan kadar platelet pasca operasi di atas 90
ribu/cumm.
Perdarahan yang hebat akibat trombositopenia pada transfusi masif mulai
terjadi sesudah transfusi 10 unit darah atau lebih. Jadi tidak rasional bila kita
memberi darah lama pada penderita yang mendapat transfusi sebanyak 10-15 unit.
b) Disseminated intravascular coagulation (dic)
DIC sukar diidentifikasi pada penderita yang mendapat transfusi masif.
DIC merupakan kombinasi antara perdarahan dan trombosis, suatu hal dua
kejadian yang bertentangan. Untuk membantu keadaan yang bertentangan ini,
kecenderungan perdarahan diterapi dengan antikoagulan, yaitu heparin. Pada
jaringan hipoksia yang asidotik dengan bendungan aliran darah, baik langsung
ataupun lewat pelepasan beberapa toksin akan terjadi pelepasan tromboplastin
jaringan. Picu ini akan mempengaruhi proses koagulasi, menghasilkan faktor I, II,
VII, VIII dan platelet.
Seandainya trombus dan fibrin mengendap pada mikrosirkulasi organorgan vital, maka akan terganggu aliran darahnya.
Sesudah terjadi aktivasi sistem koagulasi yang tidak normal maka trombus
dan fibrin akan mengendap pada mikrosirkulasi Untuk mengatasikeadaan
hiperkoagulasi, maka sistem fibrinolitik diaktifkan sehingga melarutkan fibrin
yang berlebihan. Keadaan ini disebut fibrinolisis sekunder. Fibrinolisis primer
dapat juga terjadi pada waktu transfusi masif dengan tujuan untuk mengaktifkan
sistem fibrinolitik tanpa terjadi DIC. Pada fibrinolisis primer sejumlah besar
plasmin atau aktivator fibrinolitik dilepaskan, yang menyebabkan larutnya
penjendalan dan fibrin
Diagnosis didasarkan atas analisis laboratorium terhadap faktor koagulasi,
platelet, dan hasil fibrinolisis.
a.
13
3.
14
15
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Transfusi darah adalah proses mentransfer darah atau darah berbasis
produk dari satu orang ke dalam sistem peredaran darah orang lain. Transfusi
darah dapat menyelamatkan jiwa dalam beberapa situasi, seperti kehilangan darah
besar karena trauma, atau dapat digunakan untuk menggantikan darah yang hilang
selama operasi.
Beberapa macam reaksi transfusi, antara lain:
Reaksi Alergi
Reaksi Demam
Reaksi Hemolitik Kekebalan Akut
Reaksi Hemolitik Tertunda
Kesalahan dalam transfusi darah dari pendonor ke resipien juga dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit seperti HIV, Hepatitis, dll.
B. Saran
Berdasarkan makalah ini kami berharap, jika kita akan melakukan
transfusi darah maka, sebaiknya dalam melakukan transfusi darah kita harus lebih
berhati-hati, karena jika terjadi kesalahan maka akan dapat menyebabkan keadaan
yang berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
17
https://id.wikipedia.org/wiki/Transfusi_darah
http://www.alodokter.com/selain-bermanfaat-transfusi-darah-juga-berisiko
http://ksrpmi-its.blogspot.co.id/2013/06/transfusi-darah-dan-beberapa-risiko.html
http://www.academia.edu/9045609/KOMPLIKASI_TRANSFUSI_DARAH
http://www.blogdokter.net/2010/10/18/sekelumit-tentang-transfusi-darah/
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0CC0QFjA
DahUKEwjn7eGQz-fIAhXJnpQKHbtuBcw&url=http%3A%2F
%2Fmedlinux.blogspot.com%2F2009%2F02%2Fkomplikasi-transfusi-darahdan.html&usg=AFQjCNHVFEi65JI2wvoCjrCQZ90ALgbniQ&bvm=bv.1061308
39,d.dGo
http://www.slideshare.net/riski_albughari/3-komplikasi-transfusi-darah
https://novidyawahyuningtyas.wordpress.com/2015/03/05/komplikasi-transfusidarah-imunohematologi/
http://buletinkeperawatan.blogspot.co.id/2014/03/komplikasi-transfusi.html
18