Askep Hiperparatiroidisme
Askep Hiperparatiroidisme
Askep Hiperparatiroidisme
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Paratiroid
2.1.1 Anatomi Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan
keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal darisulcus pharyngeus keempat cenderung bersatu
dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar
yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang
kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi.
Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar
tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala
dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub
inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi,
jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum. Setiap kelenjar paratiroid
panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki
gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama
terutama mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok
plus retikulum endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon
paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil
dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya
sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar
binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas,
sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi mensekresi
sejumlah hormon.
2.1.2
bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH
dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi
dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada
tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat
reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik
sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R.
Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)
kadar kalsium serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal,
tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium
serum melebihi normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia.
2.3.3 Hiperparatiroid tersier
Hiperparatiroid tersier digunakan untuk menunjukkan perkembangan lanjut tipe
sekunder, dimana terjadi autonomi kelenjar paratiroid. Seperti hiperparatiroid primer, maka
bentuk tersier memerlukan tindakan pembedahan ekstirpasi adenoma, kecuali bila kegagalan
ginjal sudah terlalu berat, maka dilakukan hemodialisis terlebih dahulu kemudian disusul
ekstirpasi adenoma. Pemberian vitamin D kadang-kadang masih diperlukan untuk mencegah
terjadinya hipokalsemia. Pengobatan penyakit hiperparatiroid tersier adalah dengan cara
pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian
kelenjar paratiroid.
b. Hipernefroma
c. Karsinoma sel skuamuosa paru
b.
Poliuria
7
c.
Peningkatan risiko terjadinya batu ginjal dengan akibat selanjutnya berupa obstruksi
Kehilangan kalsium dari jaringan tulang mengawali demineralisasi tulang, fraktur patologis, atau
penyakit kista tulang yang menyebabkan nyeri tulang.
Laboratorium:
Foto Rontgen:
Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan
untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga menderita ulkus
peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang khusus. Karena anoreksia umum
terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan
aktivitas fisik disertai dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejala
konstipasi yang merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS PADA PASIEN DENGAN
HIPERPARATIROIDISME
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
11
a. Nama
b. Umur : Bisa terjadi pada semua kalang umur terutama pada wanita yang berumur 50
tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari pria.
c. Jenis kelamin : Terjadi pada laki-laki dan perempuan
d. Agama dan suku bangsa
3.1.2 Keluhan Utama
a. Sakit kepala, kelemahan, lethargi, dan kelelahan otot
b. Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia, obstipasi, dan nyeri lambung
yang akan disertai penurunan berat badan.
c. Depresi
d. Nyeri tulang dan sendi
3.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Pasien tampak lemah , anoreksia, obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai
penurunan berat badan,Depresi,Nyeri tulang dan sendi
3.1.4 Riwayat penyakit dahulu
3.1.5 Riwayat penyakit dalam keluarga
Tanyakan pada keluarga riwayat penyakit yang dialami pasien seperti: apakah pasien
sebelumnya pernah mengalami penyakit yang sama dan apakah keluarga mempunyai
penyakit yang sama.
3.1.6 Riwayat trauma / fraktur tulang
3.1.7 Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.
3.1.8 Pemeriksaan fisik persistem
a. Sistem Neurologis :
Apatis
Penurunan fungsi kognitif
Mengantuk
Refleks hiperaktif
b. Sistem musculoskeletal
12
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
13
Nyeri
NOC:
NIC :
Definisi :
Pain Level,
Pain Management
Pain control,
menyenangkan dan
Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol
atau menggambarkan
ketidaknyamanan
nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan bahwa
menggunakan manajemen
lampau
nyeri
Mampu mengenali
Batasan karakteristik :
Laporan secara
Menyatakan rasa
berkurang
-
menghindari nyeri
Gerakan melindungi
hati
Muka topeng
personal)
sendiri
-
Fokus menyempit
menentukan intervensi
Tingkah laku
Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
-
Perubahan autonomic
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
Tingkah laku
merintih, menangis,
panjang/berkeluh kesah)
-
Perubahan dalam
kali
fisik, psikologis)
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
16
Intoleransi aktivitas
NOC :
NIC :
Berhubungan dengan :
Toleransi aktivitas
Kelemahan
menyeluruh
Ketidakseimbangan
antara suplei oksigen
dengan kebutuhan
Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama
. Pasien bertoleransi
terhadap aktivitas
denganKriteria Hasil :
DS:
Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa disertai
peningkatan tekanan darah,
nadi dan RR
Melaporkan secara
verbal adanya kelelahan
atau kelemahan.
Mampu melakukan
aktivitas sehari hari (ADLs)
secara mandiri
Adanya dyspneu
atau ketidaknyamanan saat
beraktivitas.
DO :
Respon abnormal
dari tekanan darah atau nadi
terhadap aktifitas
Perubahan ECG :
aritmia, iskemia
Keseimbangan aktivitas
dan istirahat
Diagnosa Keperawatan/
Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi
NOC:
a.
Nutritional status:
Berhubungan dengan :
Adequacy of nutrient
Ketidakmampuan untuk
b.
c.
Nutritional Status :
Weight Control
ekonomi.
DS:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama.nutrisi kurang
Nyeri abdomen
Muntah
Albumin serum
Kejang perut
Hematokrit
Hemoglobin
setelah makan
DO:
gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
Diare
capacity
Jumlah limfosit
berlebih
Konjungtiva pucat
19
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
Konstipasi berhubungan
dengan
NOC:
NIC :
Bowl Elimination
Manajemen konstipasi
Hidration
o Fungsi:kelemahan otot
abdominal, Aktivitas fisik tidak
mencukupi
o Perubahan lingkungan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama . konstipasi
pasien teratasi dengan
kriteria hasil:
Feses lunak
o Farmakologi: antasid,
antikolinergis, antikonvulsan,
antidepresan, kalsium
karbonat,diuretik, besi,
overdosis laksatif, NSAID,
opiat, sedatif.
o Mekanis: ketidakseimbangan
elektrolit, hemoroid, gangguan
neurologis, obesitas, obstruksi
pasca bedah, abses rektum,
tumor
o Fisiologis: perubahan pola
makan dan jenis makanan,
penurunan motilitas
gastrointestnal, dehidrasi,
intake serat dan cairan kurang,
perilaku makan yang buruk
adekuat
Aktivitas adekuat
Hidrasi adekuat
DS:
-
Nyeri perut
Ketegangan perut
Anoreksia
Nyeri kepala
- Peningkatan tekanan
abdominal
-
Mual
DO:
-
Distensi abdomen
Feses keras
Perkusi tumpul
Sering flatus
Muntah
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Hormon paratiroid dapat mempengaruhi banyak sistem didalam tubuh manusia. Efek
utama mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh. Kelainan hormon paratiroid
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tumor jinak (adenoma soliter), paratiroid
carsinoma, dan hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid yang dapat mengakibatkan terjadinya
hiperparatiroidisme. Dikatakan hiperparatiroidisme apabila kelenjar paratiroid memproduksi
hormon paratiroid lebih banyak dari biasanya. Sedangkan hipoparatiroidisme sendiri merupakan
kebalikan dari hiperparatiroidisme. Adapun klasifikasi dari hiperparatiroid yaitu hiperparatiroid
primer, hiperparatiroid sekunder, dan hiperparatiroid tersier. Perbedaan dari ketiga klasifikasi
tersebut yakni pada hasil laboratoriumnya. Pada hiperparatiroid primer kadar kalsium
meningkat/hiperkalsemia dan kadar PTH juga menigkat, sedangkan hiperparatiroidisme
22
sekunder terlihat adanya hipersekresi hormon paratiroid sebagai respon terhadap penurunan
kadar kalsium yang terionisasi dalam darah..
4.2 Saran
Melihat dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para tenaga medis
dan perawat harus lebih profesional dan berpengalaman dalam mengkaji seluruh sistem
metabolisme yang mungkin terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar paratiroid. Karena
penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan penatalaksanaan pengobatan yang cepat
dan tepat pula pada kelainan kelenjar paratiroid.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.8.Volume 2. Jakarta: EGC.
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC,Jakarta
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta
FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta
23