Kedokteran Kerja

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

LO 1 Keterkaitan Ilmu Kedokteran dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Hubungan antara pekerjaan dan kesehatan seseorang mulai dikenal sejak beberapa
abad yang lalu, antara lain dengan didapatkannya penyakit akibat cacing atau gejala sesak
napas akibat timbunan debu dalam paru pada pekerja pertambangan.
Kaitan timbal balik pekerjaan yang dilakukan dan kesehatan pekerja semakin banyak
dipelajari dan terus berkembang sejak terjadinya revolusi industri. Pekerjaan mungkin
berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki
tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian pula status
kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerjaan yang sehat
memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja
yang terganggu kesehatannya
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar
kesehatan pada sektor industri saja melainkan juga mengarah pada upaya kesehatan untuk
semua orang dalam melakukan pekerjaannya (Total health of all at work). Dan ilmu ini
tidak hanya hubungan antara efek lingkungan kerja dengan kesehatan, tetapi juga hubungan
antara status kesehatan pekerja dengan kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus
dikerjakannya, dan tujuan dari kesehatan kerja adalah mencegah timbulnya gangguan
kesehatan daripada mengobatinya (Harrington, 2003).
Kesehatan kerja lebih memfokuskan lingkup kegiatannya pada peningkatan kualitas
hidup tenaga kerja melalui penerapan upaya kesehatan yang bertujuan untuk:
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja

2.

Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat

3.

lingkungan kerja atau pekerjaannya.


Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental dan

4.

pendidikan atau keterampilannya.


Meningkatkan efisiensi dan produktivitas pekerja.

Kesehatan kerja mencakup kegiatan yang bersifat komprehensif berupa upaya


promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Kesehatan kerja menurut Sumakmur diartikan sebagai spesialis ilmu kesehatan yang
menganalisa akibat praktek dan cara kerja terhadap derajat kesehatan pekerja yang
bersangkutan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental, serta menganalisa alternatif
usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja dan
lingkungan kerja. Kesehatan kerja bersifat medis dan sasarannya adalah manusia atau
pekerja.
Contoh:
1. Kurangnya pencahayaan yang mengakibatkan sakit mata.
2. Tidak adanya sistem sirkulasi udara sehingga debu-debu atau partikel-partikel kecil
akan mengganggu sistem pernapasan pekerja. Universitas Sumatera Utara 30
3. Pekerja yang bekerja dengan menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya.
4.Tingkat kebisingan yang melebihi batas ambang pendengar yang dapat
mengakibatkan ketulian pada pekerja.
Kondisi di atas memerlukan pencegahan dengan melakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan pekerja secara berkala.
2) Memberikan keterangan prosedur kerja sebelum bekerja.
3) Pembuatan ventilasi yang baik.
4) Mengubah cara-cara kerja yang dapat menyebabkan penyakit kerja.
5) Pemakaian alat-alat pelindung diri secara teratur dan disiplin untuk menghindari
resiko kecelakaan kerja.

Hakikat kesehatan kerja adalah dua hal:

1. alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-

2.

tingginya untuk kesejahteraan tenaga kerja


sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada
meningginya efisiensi dan daya produktifitas faktor manusia dalam
produksi.

Menurut Felton (1990) dalam (Budiono dkk, 2003): Occupational Health is the
extension of the principles and practice of occupational medicine, to include the conjoint
preventive or constructive activities of all members of the occupational health team.

Keselamatan kerja: merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat
kerja,

bahan

dan

pengolahannya,

landasan

tempat

kerja

dan

lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan


Menurut Sumamur (1996), keselamatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan
beserta prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh
derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif
dan kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan
dan lingkungan serta terhadap penyakit umum.
Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja menurut Keputusan Menteri Tenaga
Kerja R.I. No. Kep. 463/MEN/1993 adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga
kerja dan orang lainnya di tempat kerja /perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat,
serta agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.

Menurut Budiono dkk (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan


dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain:

a) Beban kerja Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
b) Kapasitas kerja, yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran
jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
c) Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun
psikososial.

LO 2. Identifikasi dan Penilaian Potensi Bahaya Lingkungan Kerja

LO 3. Pengendalian Keselamatan Kerja (APD)


Alat pelindung diri (APD) merupakan suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri
atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana secara teknis dapat mengurangi
tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi. Peralatan pelindung diri tidak
menghilangkan atau pun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi
jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga kerja
dengan bahaya (Sumamur, 2009).
Beberapa faktor yang mempengaruhi pekerja enggan menggunakan peralatan
perlindungan diri antara lain :
a. Sulit, tidak nyaman, atau mengganggu untuk digunakan.
b. Pengertian yang rendah akan pentingnya peralatan keamanan.
c. Ketidakdisiplinan dalam penggunaan.
Sumamur (1992), menyebutkan bahwa dalam aneka pendekatan keselamatan dan
kesehatan kerja antara lain akan diuraikan pentingnya perencanaan yang tepat, pakaian
kerja yang tepat, penggunaan alatalat perlindungan diri, pengaturan warna, tanda-

tanda petunjuk, label-label, pengaturan pertukaran udara dan suhu serta usaha-usaha
terhadap kebisingan.

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK


INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI
Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai
kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh
tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.
Pasal 3 (1): APD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:
a. pelindung kepala;
b. pelindung mata dan muka;
c. pelindung telinga;
d. pelindung pernapasan beserta perlengkapannya;
e. pelindung tangan; dan/atau
f. pelindung kaki.
(2) Selain APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk APD:
a. pakaian pelindung;
b. alat pelindung jatuh perorangan; dan/atau
c. pelampung

LO 4. UU K3

Sumber hukum peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)


berlandaskan pada pasal 27 ayat 2 UUD Tahun 1945 yang dinyatakan bahwa Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal
ini memberi makna yang luas bahwa disamping warga negara berhak mendapat pekerjaan
yang manusiawi juga mendapatkan perlindungan terhadap aspek keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) agar dalam melaksanakan pekerjaan tercipta kondisi kerja yang
nyaman,

sehat,

dan

aman

serta

dapat

mengembangkan

kemampuan

dan

ketrampilannya agar dapat hidup layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia.

Tujuan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja (K3):


1. Melindungi pekerja dari resiko kecelakaan kerja.
2. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh.
3. Agar pekerja/buruh dan orang-orang di sekitarnya terjamin keselamatannya.
4. Menjaga agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan
berdaya guna.
Ketentuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja tersebut diatur dalam UU No.13
Tahun 2003
Pasal 86 tentang K3
1. Setiap pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja
b. moral dan kesusilaan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama
2. Untuk melindungi keselamatan pekerja / buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 87 tentang SMK3:
1.

setiap perusahaan wajib menerapkan system manajemen keselamatan dan


kesehatan kerja yang terintegrasi dengan system manajemen perusahaan. 2.
ketentuan mengenai penerapan system manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

UndangUndang No. 1 Tahun 1970


Menerangkan bahwa keselamatan kerja yang mempunyai ruang lingkup yang
berhubungan dengan mesin, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja, serta cara mencegah
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, memberikan perlindungan sumber-sumber
produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas.

LO 5. Hiperkes
Dalam bidang kesehatan kerja kita mengenal suatu pendekatan pencegahan penyakit
akibat kerja yang disebut hygiene industri atau Hiperkes (Hygiene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja). Hiperkes adalah lapangan ilmu kesehatan dan keselamatan kerja yang mengurusi
problematik kesehatan dan keselamatan pekerja secara menyeluruh.
Pentingnya sertifikasi kesehatan kerja atau hiperkes bagi dokter dan perawat
perusahaan diatur pemerintah melalui PERMENAKERTRANS No. 01 tahun 1976 tentang
Wajib Latih Hiperkes bagi dokter perusahaan dan PERMENAKERTRANS No. 01 tahun
1979 tentang wajib Latih Hiperkes bagi paramedis perusahaan.
Hiperkes berkembang setelah abad ke-16. Pada tahun 1556 oleh Agricola dan 1559
oleh Paracelcus di daerah pertambangan. Benardi Rammazini (1633-1714), dikenal sebagai

bapak Hiperkes, yang membahas hiperkes di industri tekstil terutama mengenai penyakit
akibat kerja (PAK).
Hiperkes pada dasarnya merupakan penggabungan dua disiplin ilmu yang berbeda
yaitu medis dan teknis yang menjadi satu kesatuan sehingga mempunyai tujuan yang sama
yaitu menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Faktor yang mempengaruhi sehat
dan produktifitas yaitu
1. Beban kerja (fisik, mental, sosial)
2. Beban tambahan dari lingkungan (fisik, kimia, biologis, fisiologis, psikologi)
3. Kapasitas kerja berupa keterampilan, kesegaran jasmani, kesehatan tingkat gizi, jenis
kelamin, umur, ukuran tubuh.
Istilah Hiperkes menurut Undang-Undang tentang ketentuan pokok mengenai
Tenaga Kerja yaitu lapangan kesehatan yang ditujukan kepada pemeliharaan-pemeliharaan
dan mempertinggi derajat kesehatan tenaga kerja, dilakukan dengan mengatur pemberian
pengobatan, perawatan tenaga kerja yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara-cara dan
syarat yang memenuhi norma-norma hiperkes untuk mencegah penyakit baik sebagai akibat
pekerjaan, maupun penyakit umum serta menetapkan syarat-syarat kesehatan bagi tenaga
kerja.
Pengertian dari Higiene Perusahaan sendiri adalah spesialisasi dalam ilmu higiene
beserta prakteknya yang dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab
penyakit kualitatif & kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui
pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada
lingkungan tersebut serta lebih lanjut pencegahan agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu
perusahaan terhindar dari akibat bahaya kerja serta dimungkinkan mengecap derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (Soeripto, Ir., DIH., 1992).

Hiperkes merupakan cabang dari Ilmu Kesehatan Masyarakat, yang mempelajari


cara-cara pengawasan serta pemeliharaan kesehatan tenaga kerja dan masyarakat di sekitar
perusahaan, dan segala kemungkinan gangguan kesehatan dan keselamatan akibat proses
produksi di perusahaan.
Ada 2 jenis ancaman yaitu kesehatan (fisik, mental dan sosial) tenaga kerja maupun
masyarakat, serta kecelakaan yang menimbulkan cacat fisik, mental dan sosial. Oleh karena
itu,

baik

secara

individual

maupun

secara

bersama-sama

diperlukan

upaya

pemeliharaan/pencegahan terhadap berbagai kemungkinan yang diakibatkan kegiatan


perusahaan.
Higiene perusahaan adalah upaya pemeliharaan lingkungan kerja (fisik, kimia,
radiasi dan sebagainya) dan lingkungan perusahaan. Terutama bertujuan pengamatan dengan
pengumpulan data, merencanakan dan melaksanakan pengawasan terhadap segala
kemungkinan gangguan kesehatan tenaga kerja dan masyarakat di sekitar perusahaan.
Dengan demikian sasaran kegiatan perusahaan adalah lingkungan kerja serta lingkungan
perusahaan. Penyehatan lingkungan kerja dan perusahaan, merupakan upaya pencegahan
timbulnya penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan proses produksi perusahaan.
Penilaian lingkungan kerja merupakan penilaian terhadap semua segi (tenaga kerja,
alat produksi bahan baku, bahan jadi serta bahan sisa, dan proses produksi sendiri) dalam
merencanakan tindakan pencegahan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.

PROMOSI K3
C. Promosi Budaya K3 Di Tempat Kerja

Jika dilihat dalam konteks yang lebih luas, promosi budaya K3 di tempat kerja adalah
rangkaian kesatuan kegiatan yang mencakup manajemen dan pencegahan dini
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan akibat kerja (baik penyakit umum mapun
penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan) serta peningkatan kesehatan pekerja secara
optimal.
Secara umum tujuan promosi budaya K3 di tempat kerja adalah untuk
mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja dan membentuk sikap masing-masing pekerja
mengenai kesehatannya secara Individu, sehingga dari hari ke hari mereka akan menentukann
keputusan atas pilihannya secara personal, menuju gaya hidup yang sehat dan lebih positif.
Sedangkan tujuan khusus promosi budaya K3 antara lain:
1. Membantu pekerja untuk mengenal sedini mungkin lingkungan tempat
kerjanya yang berisiko menimbulkan kecelakaan kerja.
2.

Mempengaruhi pekerja untuk selalu menggunakan alat-alat keselamatan


yang telah tersedia.

3. Mempengaruhi pekerja untuk selalu menggunakan alat-alat keselamatan yang


telah tersedia.
4. Mempengaruhi pekerja untuk menerapkan pola atau gaya hidup sehat dan
positif. Misalnya makan makanan yang mengandung gizi yang cukup, tidak
merokok atau minum minuman beralkohol atau perilaku tidak sehat lainnya.
5. Membantu pekerja untuk terbiasa mengatasi stress yang dialami dalam
kehidupannya.
6. Mengajarkan pekerja mengenai kemampuan P3K.
7. Mengajarkan pekerja mengenai penyakit umum dan penyakit yang
berhubungan

dengan

meminimalisir akibatnya.

pekerjaan

serta

bagaimana

mencegah

serta

Untuk mencapai sasaran masyarakat pekerja yang produktif, sehat dan aman
diperlukan pendekatan sistem yang mampu mengajak partisipasi masyarakat pekerja.
Langkah strategis ke arah itu dapat dilaksanakan melalui Pendekatan Pemberdayaan
Masyarakat Pekerja (PPMP). Ciri PPMP tersebut antara lain: penyelenggaraan program
promosi budaya K3 di tempat kerja harus bertumpu pada partisipasi aktif masyarakat pekerja
atau kerja sama interaktif antara penyelenggara program promosi budaya K3 di tempat kerja
dengan masyarakat pekerja.
Implementasi pendekatan dan pemberdayaan masyarakat pekerja dapat dilakukan
melalui beberapa tahapan, antara lain:
1. Advokasi & Sosialisasi Budaya K3
2. Telaah Mawas Diri
3. Peningkatan Kesadaran K3 Jangka Panjang
Jika program promosi budaya K3 dikelola dengan baik, sebenarnya cukup besar
keuntungan yang didapat, yakni disatu sisi dapat menumbuhkan semangat para pekerja untuk
senantiasa membiasakan diri bertindak aman dan sehat di tempat kerja. Sementara di sisi lain
mampu meningkatkan kebugaran fisik dan meningkatkan moral/semangat pekerja untuk
bertindak positif, sehingga produktivitas kerja dapat tercapai secara optimal.
Ada beberapa elemen penting dalam program promosi budaya K3 di tempat kerja,
yaitu:
1. Pelatihan/Pendidikan K3
2. Kebugaran Fisik (Physical Fitness)
3. Kontrol Berat Badan dan Gizi (Nutrition and Weight Control)
4. Manajemen Stress (Stress Management)
5. Penghentian Merokok (Smoking Cessation)
6. Penyalahgunaan Obat dan Alkohol (Alcohol an Drug Abuse)

7. Pelatihan P3K
Sanitasi
Salah satu usaha yang dilakukan untuk mencapai persyaratan hiperkes. Sanitasi
termasuk usaha-usaha dan tindakan yang dilakukan untuk mengubah secara langsung maupun
tidak langsung pengaruh lingkungan yang buruk bagi kesehatan manusia menjadi lingkungan
yang

menguntungkan.

Sanitasi

Perusahaan

adalah

tindakan-tindakan

menciptakan

kebersihan, menjaga kesehatan dan memelihara kenyamanan lingkungan kerja di dalam


perusahaan yang memenuhi persyaratan Hiperkes

Anda mungkin juga menyukai