Referat Syok Anafilaktik

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
I.

Latar Balakang Masalah


Syok merupakan suatu sindroma klinik yang mempunyai ciri-ciri

berupa hipotensi, tachycardia, kulit yang terasa dingin, sianosis perifer,


hiperventilasi, perubahan status mental dan penurunan pembentukan urine.
Pada umumnya syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan
berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan
jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan
hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena
reaksi alergi atau infeksi). 1
Reaksi

anafilaksis

merupakan

sindrom

klinis

akibat

reaksi

imunologis (reaksi alergi) yang bersifat sistemik, cepat dan hebat yang dapat
menyebabkan gangguan respirasi, sirkulasi, pencernaan dan kulit. Jika reaksi
tersebut cukup hebat sehingga menimbulkan syok disebut sebagai syok
anafilaktik yang dapat berakibat fatal. 1,2
Angka kejadian anafilaksis diseluruh dunia tidak sepenuhnya
diketahui, hal ini dikarenakan under-recognition dari pasien dan paramedis
serta under diagnosis dari tenaga medis professional. Menurut the
American college of allergy,asthma and immunology epidemiology of
anaphylaxis, insiden terjadinya anafilaksis didunia berkisar antara 30 950
kasus per 100.000 orang tiap tahunnya. Insiden anafilaksis sangat bervariasi,
di Amerika Serikat disebutkan bahwa angka kejadian anafilaksis berat antara
1-3 kasus/10.000 penduduk, paling banyak akibat penggunaan antibiotik
golongan penisilin dengan kematian terbanyak setelah 60 menit penggunaan
obat. Sementara di Indonesia, khususnya di Bali, angka kematian dari kasus
anafilaksis dilaporkan 2 kasus/10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005
dan mengalami peningkatan prevalensi pada tahun 2006 sebesar 4
kasus/10.000 total pasien anafilaksis.1,2

Ditingkat pelayanan dasar, anafilaksis sering diartikan sebagai


penyebab kematian yang tidak diketahui. Kematian oleh karena anafilaksis
sering tidak terdiagnosis dikarenakan tidak adanya riwayat yang detail dari
saksi mata, investigasi kematian yang kurang lengkap , temuan patologi pada
pemeriksaan

post-mortem

yang

sedikit

dan

kurangnya

pemeriksaan

laboratorium yang spesifik. Oleh karena itu syok anafilaktik adalah suatu
tragedi dalam dunia kedokteran, yang membutuhkan pertolongan cepat dan
tepat. Tanpa pertolongan yang cepat dan tepat, keadaan ini dapat menimbulkan
malapetaka yang berakibat ganda. Disatu pihak penderita dapat meninggal
seketika, dilain pihak dokternya dapat dikenai sanksi hukum yang
digolongkan sebagai kelalaian atau malpratice.. Untuk itu diperlukan
pengetahuan serta keterampilan dalam pengelolaan syok anafilaktik. 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. SYOK
A. DEFINISI
Syok adalah

suatu keadaan dimana pasokan darah tidak

mencukupi untuk kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Syok juga


didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang mengakibatkan penurunan
kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang
bersirkulasi secara efektif dan biasanya berhubungan dengan tekanan
darah rendah serta kematian sel maupun jaringan.1
B. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI SYOK
Berdasarkan penyebabnya, ada beberapa macam syok yang cukup
sederhana dan mudah dipahami. Ada empat kategori syok, tujuan dari
pembagian ini adalah untuk mempermudah diagnosa hemodinamiknya
sehingga terapi yang tepat dapat dilakukan sebelum diagnosa klinis dapat
ditegakkan. Klasifikasi syok tersebut antara lain sebagai berikut 1,2 :
1) Syok hipovolemik
Disebabkan oleh kehilangan volume akut sebesar 20-25% dari volume
darah yang beredar.
2) Syok kardiogenik
Syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila
lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan
tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular.
3) Syok distributif
Terjadinya gangguan distribusi aliran darah, pada seseorang yang sehat
mendadak timbul demam tinggi dan keadaan umum memburuk setelah
dilakukan tindakan instrumentasi atau prosedur invasif. Syok distributif
dikenali dari penurunan denyut vaskular akibat vasodilatasi arterial,
venous pooling, dan redistribusi aliran darah. Hal ini dapat disebabkan
oleh bakteria hidup dan produk mereka dalam syok septik, berbagai

macam bahan vasoaktif dalam syok anafilaktik, atau karena hilangnya


denyut vaskular dalam syok neurogenik.
4) Syok obstruktif
Terjadinya gangguan anatomis dari aliran darah berupa hambatan aliran
darah pada arus balik vena dan tau aliran ke jantung.
Tipe
Hipovolemik

Gangguan Sirkulasi Primer


Penurunan volume darah sistemik

Penyebab
Perdarahan
Diare
Diabetes Mellitus

Distributif

Vasodilatasi- Venous Pooling-Penurunan

Luka bakar
Sepsis

preload
Maldistribusi dari aliran darah regional

Anafilaksis
Cidera spinal Syok neurogenik

Kardiogenik

Penurunan kontraktilitas otot jantung

Intoksikasi obat-obatan
Penyakit jantung kongenital
Aritmia
Cidera hipoksik / iskemik
Kardiomiopati
Gangguan metabolik
Miokarditis
Intoksikasi obat

Obstruktif

Obstruksi mekanik terhadap pengisian

Kawasaki disease
Tamponade jantung

ventrikel maupun aliran keluar

Emboli paru masif


Tension pneumothorax

C. GEJALA DAN TANDA


1) Gejala Syok
Gejala yang timbul tergantung kepada penyebab dan jenis syok.
Namun secara umum, gejalanya bisa berupa: 3

Perubahan satus mental , dapat gelisah

Nyeri kepala

Nyeri dada, sesak nafas

Nyeri abdomen

Hematochezia

2) Tanda
Hemodinamik tidak stabil, dapat berupa hipotensi, sistolik
<90mmHg, MAP <60 mmHg atau penurunan sistolik>40mmHg
dari garis batas tekanan darah
Iskemia dalam EKG
Penurun jumlah urin atau oligouri
Peningkatan konsentrasi urea dan creatinin
Akral dingin, cappillary refill > 3 detik
Tanda-tanda syok sesuai jenis syok
Syok
Tekanan darah
Nadi
CVP
Cardiac
Arterio-venous O2-diff
Laktat

Hipovolemik

Syok Kardiogenik

Syok
Distributif

Stadium Syok
1) Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti
kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup
lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan
yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin
normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau
ringan
2) Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,
ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih
lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat
oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan
tetapi kesadaran relatif masih baik.

3) Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi
syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada
syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi
oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).
Gangguan Hemodinamika Pada Syok
Penurunan
Perfusi ke jaringan

SYOK

Tubuh melakukan
kompensasi

Peningkatan
Symphato-adrenal

AUTOREGULASI

Kemampuan organ-organ vital

Vasokonstriksi

Arteriole
(Otak, Jantung, Ginjal)
Pe Tekanan Darah
Tujuan : Agar aliran darah tetap baik
( meskipun terjadi pe Tekanan Darah )
Terjadi Arteriosklerosis
(Pada kulit, otot skelet)
* Proses tersebut berlanjut :
Terjadi Hemokonsentrasi Viskositas darah meningkat Agregasi Eritrosit
dan Trombosit , dan terjadi anoxia kemudian infark jaringan. Terdapat fibrin
intravaskuler Aktivasi fibrinolisis Bleeding Diathesis
* Proses koagulasi intravaskuler ini bisa terjadi di semua jaringan tetapi yang
mudah terkena adalah organ : Paru-paru, Liver dan Ginjal

Pelepasan Zat-zat Vasoaktif


A. Syok Melepaskan zat-zat vasoaktif antara lain :
- Katekolamin
- Histamin
- Prostaglandin
- Angiotensin I
B. Syok + Cardiac output yang normal/tinggi (Syok Septik) Melepaskan
zat-zat vasoaktif, antara lain :
- Plasmakinin
- Histamin

Peningkatan permeabilitas kapiler

- Prostaglandin E
Vasodilatasi
+
Transudasi IVF
C. Syok Perdarahan Peningkatan tekanan perifer Zat-zat vasoaktif :
- Katekolamin
- Angiotensin
Gangguan Metabolisme Seluler
Hipoksemia

Proses metabolisme oksidatif


(di dalam sel) terganggu

Pembentukan ATP menurun


Permeabilitas dinding sel
meningkat

Aktivasi piruvat
Laktase shunt

Mekanisme sodium-pump terganggu

Asam laktat terbentuk

Na+ masuk, K+ keluar

Sel membengkak
Dinding lisosom pecah
Autodigestion

Pengaruh Terhadap Jantung

Gagal jantung akut karena pankreas yg mengalami iskemia


Syok
Infark Myokard Pengaruh endotoksin terhadap sel myokard
Pengaruh Terhadap Paru-paru
Syok
Perfusi
Dead space ventilation

Gagal jantung kiri

Produksi surfaktan
&

Hipoventilasi
AR D S

Permeabilitas kapiler

Intra Pulmonary Shunting

Oedema paru

Pengaruh Terhadap Ginjal


Penurunan perfusi yang
terus menerus

Iskemia ginjal

Gagal ginjal akut

Tanda tanda :

Produksi urine menurun

Urea darah meningkat

Konsentrasi Na+ > 20 mEq/L

Renin
Angiotensin I

Angiotensin II
Produksi Aldosteron
Kadar Natrium + Air (Cukup)

II. SYOK ANAFILAKSIS


A. DEFINISI
Secara harafiah, anafilaksis berasal dari kata ana yang berarti balik
dan phylaxis yang berarti perlindungan. Dalam hal ini respons imun yang
seharusnya melindungi (prophylaxis) justru merusak jaringan, dengan kata
lain kebalikan dari pada melindungi (anti-phylaxis atau anaphylaxis).1
Anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas yang berat yang
diperantarai oleh IgE (Hipersensitivitas tipe 1) yang mengancam jiwa dan
menimbulkan gejala sistemik / generalisata. Reaksi ini ditandai dengan
gangguan pada airway, breathing dan circulation yang mengancam jiwa
dan berkembang dengan cepat. Syok anafilaktik merupakan salah satu
manifestasi klinik dari anafilaksis yang ditandai dengan adanya hipotensi
yang nyata dan kolaps sirkulasi darah sehingga perfusi dan oksigenasi ke
jaringan tidak adekuat yang didahului dengan terpaparnya alergen yang
sebelumnya sudah tersensitisasi.
Menurut WHO pada tahun 2003, anafilaksis adalah reaksi
hipersensitivitas generalista atau sistemik yang berat dan mengancam
kehidupan. Anafilaksis sendiri dibagi menjadi tiga, alergi, non alergi, dan
idiopatik.Anafilaksis alergi terjadi bila diperantarai suatu mekanisme
imunologi, diperantarai IgE, atau diperantarai antibodi-IgE. Sedangkan
anafilaksis non alergi atau pseudo alergi(atau anafilaktoid) diperantarai
penyebab non imunologi. Sedangkan anafilaksis idiopatik, yaitu
anafilaksis yang tidak diketahui penyebabnya. 2
B. FAKTOR PREDISPOSISI DAN ETIOLOGI
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis
adalah: 1,3

Sifat alergen,

Asma
Merupakan faktor risiko yang fatal berakibat fatal. Lebih dari
90%kematian karena anafilaksis makanan terjadi pada pasien asma

Jalur pemberian obat


Berpengaruh terhadap terjadinya reaksi anafilaksis. Pemberian secara oral
lebih sedikit kemungkinannyamenimbulkan reaksi dan kalaupun ada
biasanya tidak berat, meskipunreaksi fatal dapat terjadi pada seseorang
yang memang alergi setelahmenelan makanan. Selain itu, semakin lama
interval pajanan pertama dankedua, semakin kecil kemungkinan reaksi
anafilaksis akan muncul kembali.Hal ini berhubungan dengan katabolisme
dan penurunan sintesis dari IgEspesifik seiring waktu.

Riwayat atopi
Pada studi berbasis populasi di OlmstedCounty, 53% dari pasien
anafilaksis memiliki riwayat penyakit atopi. Penelitian lain menunjukkan
bahwa atopi merupakan faktor risiko untukreaksi anfilaksis terhadap
makanan, reaksi anafilaksis yang diinduksi olehlatihan fisik, anafilaksis
idiopatik, reaksi terhadap radiokontras, dan reaksiterhadap latex.
Sementara, hal ini tidak didapati pada reaksi terhadappenisilin dan gigitan
serangga.

Kesinambungan paparan alergen.


Golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis
adalah makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang,
kepiting, kerang, ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur,
dan susu adalah makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi
anafilaksis. Obat-obatan yang bisa menyebabkan anafilaksis seperti
antibiotik khususnya penisilin, obat anestesi intravena, relaksan otot,
aspirin, NSAID, opioid,OAT, vitamin B1, asam folat, agen kometerapi
seperti carboplatin dan doxorubicin serta agen biologis seperti antibody
monoclonal, selain itu dapat juga disebabkan oleh obat-obatan herbal.
Pencetus anafilaksis lain yang juga sering terjadi adalah pemakaian
media kontras untuk pemeriksaan radiologic. Media kontras menyebabkan
reaksi yang mengancam nyawa pada 0,1 % dan reaksi yang fatal terjadi
antara 1 : 10.000 dan 1 : 50.000 prosedure intravena. Kasus berkurang
setelah

dipakainya

media

kontras

10

yang

hyperosmolar.selain

itu

imunoterapi dan uji kulit (terutama intradermal) juga dapat berpotensi


menyebabkan anafilaksis. Lateks (Natural Rubber Latex) yang terdapat
pada peralatan medis seperti masker, endotracheal tube, sarung tangan
juga dapat mencetuskan reaksi anafilaksis.
Penyebab reaksi anafilaksis dan anafilaktoid

C. PATOFISIOLOGI
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam
hipersensitivitas tipe I (Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis
melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan
ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala. 2,3
Reaksi hipersensitivitas tipe I, atau tipe cepat ini ada yang
membagi menjadi reaksi anafilaktik (tipe Ia) dan reaksi anafilaktoid (tipe
Ib). Untuk terjadinya suatu reaksi selular yang berangkai pada reaksi tipe
Ia diperlukan interaksi antara IgE spesifik yang berikatan dengan reseptor
IgE pada sel mast atau basofil dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi
anafilaktoid terjadi melalui degranulasi sel mast atau basofil tanpa peran

11

IgE. Sebagai contoh misalnya reaksi anafilaktoid akibat pemberian zat


kontras atau akibat anafilatoksin yang dihasilkan pada proses aktivasi
komplemen. 2,3
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau
saluran

makan

ditangkap

oleh

Makrofag.

Makrofag

segera

mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan


mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadisel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi
Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor
permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk
alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat
oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan
mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan
beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah
preformed mediators. 2,3
Patofisiologi Reaksi Anafilaksis

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat

12

dari membran sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan


prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang
disebut newly formed mediators.
Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks
(anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil
dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin
memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler
yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi.
Serotonin

meningkatkan

permeabilitas

vaskuler

dan

Bradikinin

menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF)


berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler,
agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik
eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan
menyebabkan bronkokonstriksi.4
Vasodilatasi

pembuluh

darah

yang

terjadi

mendadak

menyebabkan terjadinya fenomena maldistribusi dari volume dan aliran


darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah balik sehingga curah
jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah.
Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada
hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan syok
yang membahayakan penderita.4
Patofisiologi Reaksi Anafilaksis

13

Kadar dan Grade Histamin


Histamine (ng/ml)
0-1
1-2
3-5
6-8
9-12
>100

Biological Activities
Tidak ada reaksi
Meningkatkan sekresi asam lambung
Takikardi, reaksi pada kulit (urtikaria,dll)
Turunnya tekanan arteri
Spasme bronkus
Cardiac arrest

Derajat dan Tanda Klinis akibat meningkatnya kadar histamine


Derajat
I
II
III

Tanda Klinis
Tanda kutaneus-mukus : eritema, urtikaria dengan atau tanpa angioderma.
Tanda multiviseral moderat : tanda kutaneus-mukus hipotensi takikardi
dispneu gangguan gastrointestinal.
Tanda mono/multiviseral yang mengancam jiwa : kolaps kardiovaskular, takikardi
atau bradikardi cardiac disrythmia bronkospasme tanda muco-kutaneus

IV

gangguan gastrointestinal.
Cardiac arrest

Patofisiologi
Sel B naive
(membran monomer
IgG & IgM)

14

Alergen
Ditangkap makrofag
Berubah menjadi Antigen Presenting Cell (APC)
Sel Th 2 (helper)

Diperkenalkan ke sel B naive


Sel B naive berikatan dengan antigen dan sel Th 2
Th 2 mengeluarkan sitokin tipe 2 (IL-4, IL-10)

Sel B naive berubah


menjadi sel plasma

Mengubah membran monomer IgG dan IgM pada sel B naive menjadi IgE
IgE terlepas dari sel B dan menempel pada FcR di sel Mast
Paparan ulang alergen

Fase sensitisasi

Alergen menempel pada IgE yang satu dengan yang lainnya


Terjadi Crosslink pada sel Mast
Eksositosis mediator inflamasi histamin, eosinophil chemotactic factor of
anaphylactic (ECF-A), dan neutrophil chemoctatic factor (NCF) oleh sel Mast
Manifestasi klinis

Fase efektor

Hipotensi, pusing, kemerahan, takikardia, sesak, peningkatan sekresi mukus


pada jalan nafas, gatal, hidung tersumbat

D. DIAGNOSIS
1) Anamnesis

15

a. Onset
Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat
yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar dengan
allergen, reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah terpapar
dengan allergen,serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah
terpapar dengan allergen. Namun pada umumnya berlangsung cepat
dan bersifat mendadak.

1,2

b. Riwayat konsumsi makanan susu, telur, gandum, kedelai. Kemudian


kacang tanah, kacang kenari, ikan, kerang.
c. Riwayat konsumsi obat-obatan seperti antibiotik, analgetik, golongan
opiat, foto kontras.
d. Riwayat terkena racun hewan seperti sengatan lebah, gigitan ular.
e. Riwayat penyakit jantung congenital
f. Riwayat diare atau muntah-muntah hebat
Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat,
tetapi kadang-kadang langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan,
anafilaksis juga dibagi dalam derajat ringan, sedang, dan berat.
Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi
hangat, rasa sesak di mulut dan tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti
hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, dan mata
berair. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah

pemajanan.
Derajat sedang dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah
bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk
dan mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga

sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.


Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tandatanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas
disertai kemajuan yang pesat kearah bronkospame, edema laring,
dispnea berat, dan sianosis. Bisa diiringi gejala disfagia, keram pada

16

abdomen, muntah, diare, dan kejang-kejang. Henti jantung dan koma


jarang terjadi. Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia
ventrikel atau renjatan yang irreversible. 1,2
2) Pemeriksaan Fisik
a. Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang
berlebihan.
b. Pada rhinitis alergi dapat dijumpai allergic shiners, yaitu daerah di
bawah palpebra inferior yang menjadi gelap dan bengkak.
c. Pada kulit terdapat eritema, edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat
atau dingin, lembab/basah, dan diaphoresis.
d. Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun,
penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal
nafas, dan penurunan volume tidal. Obstruksi saluran napas yang
komplit adalah penyebab kematian paling sering pada anafilaksis.
Bunyi napas mengi terjadi apabila saluran napas bawah terganggu
karena bronkospasme atau edema mukosa.
e. Penurunan kesadaran sampai terjadi koma merupakan gangguan pada
susunan saraf pusat.
f. Pada sistem kardiovaskular terjadi hipotensi, takikardia, pucat,
keringat dingin, tanda-tanda iskemia otot jantung (angina), kebocoran
endotel yang menyebabkan terjadinya edema, disertai pula dengan
aritmia.
g. Pada ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan
pengeluaran urine (oligouri atau anuri)
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi rutin: hemokonsentrasi, eosinofilia
b. Foto thoraks: hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis yang
disebabkan mukus di jalan nafas

17

c. EKG: konduksi yang abnormal, atrial atau disritmia

ventrikular,

perubahan gelombang ST-T karena iskemia miokardial atau jejas, dan


kor pulmonale akut.
d. Plasma histamine dan serum tryptase meningkat
e. Diagnostik imunologis: untuk menentukan diagnosis, diperlukan
berbagai tes immunologis untuk mengetahui ada atau tidak adanya
IgE antibody, diantaranya yaitu:
o Skin test
o Wheal and Flare skin test
o Test prick
o RAST (radioallergosorbent test)
f. Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati,
gangguan fungsi trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem
hematologi. Sementara gangguan pada system neuroendokrin dan
metabolik, terjadi supresi kelenjar adrenal, resistensiinsulin, disfungsi
tiroid, dan perubahan status mental.
g. Pada keadaan syok terjadi perubahan metabolisme dari aerob menjadi
anaerob sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan piruvat.
h. Secara histologis terjadi keretakan antar sel, sel membengkak,
disfungsi mitokondria. 1,2
Organ Systems
Cardiovascular
Pulmonary

Signs and Symptoms


Hypotension, tachycardia, arrhythmias
Bronchospasm, cough, dyspnea, pulmonary edema,

Dermatogical

laryngeal edema, hypoxia


Urticaria, facial edema, pruritus

Diagnosis Pada pasien dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan


2 organ atau lebih setelah terpapar dengan alergen tertentu. Untuk membantu
menegakkan diagnosis maka American Academy of Allergy, Asthma

and

Immunology telah membuat suatu kriteria.


Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit
hingga beberapajam) dengan terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau kedua-duanya
(misalnya bintik-bintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan,
pembengkakan bibir, lidah, uvula), dan salah satu dari respiratory compromise
(misalnya sesak nafas, bronkospasme, stridor, wheezing , penurunan PEF,

18

hipoksemia) dan penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan
disfungsi organ sasaran (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia).
Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak
setelah terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit
hingga beberapa jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit (misalnya bintikbintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibirlidah- uvula); Respiratory compromise (misalnya sesaknafas, bronkospasme,
stridor, wheezing, penurunan PEF, hipoksemia); penurunan tekanan darah atau
gejala yang berkaitan (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia); dan gejala
gastrointestinal yang persisten (misalnya nyeri abdominal, kram, muntah).
Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada
alergen yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik).
Pada bayi dan anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau
penurunan darah sistolik lebih dari 30%. Sementara pada orang dewasa, tekanan
darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%
dari tekanan darah awal

E. TATALAKSANA
Jika terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan alergen
baik peroral maupun parenteral, maka tindakan pertama yang paling penting
dilakukanadalah mengidentifikasi dan menghentikan kontak dengan alergen
yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis. Segera baringkan penderita
pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk
meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah
jantung dan menaikkan tekanan darah. Torniquet, pasang torniquet di bagian
proksimal daerah masuknya obat atau sengatan hewan longgarkan 1-2 menit

19

tiap 10 menit. Tindakan selanjutnya adalah penilaian airway, breathing, dan


circulation dari tahapan resusitasi jantung paru untuk memberikan kebutuhan
bantuan hidup dasar. 1
1) Airway
Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar tidak ada sumbatan sama
sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur
agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan triple

airway manuver yaitu ekstensi kepala, tarik

mandibula ke depan, dan buka mulut. Penderita dengan sumbatan jalan


napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi
endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
2) Breathing
Segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tandatanda bernapas spontan, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila
tidak bia persiapkandari mulut kemulut. Pada syok anafilaktik yang
disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas
total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial,
selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas
dan oksigen 5-10 liter/menit.
3) Circulation
Bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. Pasang cathether intra
vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atau Nacl fisiologis, 0,5
smpai 1 liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring dengan tensi
dan produksi urine Pertahankan tekanan darah sistole >100mmHg
diberikan 2-3L/m2 luas tubuh /24 jam. Bila < 100mmHg beri vasopressor
(Dopamin), tensi tak terukur 20 cc/kg. Apabila sistole < 100 mmHg 500
cc/30menit jam dan apabila sistole > 100 mmHg 500 cc/ 1 Jam. Bila
perlu pasang CVP

20

Medikamentosa
a.

Adrenalin 1:1000, 0,3 0,5 ml SC/IM lengan atas , paha,


sekitar lesi pada venom .Dapat diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30
menit, Pemberian IV pada stadium terminal / pemberian dengan dosis1 ml
gagal , 1:1000 dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan 1-2 ml selama
5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB).

b.

Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2


mg/kg BB) sampai 50 mg dosis tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam
selama 48 jam bila tetap sesak + hipotensi segera rujuk, (anak :1-2 mg
/kgBB/ IV) maximal 200mg IV.

c.

Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg


BB dilarutkan dalam 10 ml garam faali atau D5, IV selama 20 menit
dilanjutkan 0,2 1,2 mg/kg/jam.

d.

Corticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg


selama 4-6 jam, pemberian selama 72 jam .Hidrocortison IV, beri
cimetidin 300mg setelah 3-5 menit.1

21

22

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai
oleh Ig E yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun
hebat. Syok anafilaktik memang jarang dijumpai, tetapi mempunyai angka
mortalitas yang sangat tinggi. Beberapa golongan alergen yang sering
menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, dan bisa atau racun
serangga. Faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya anafilaksis,
yaitu sifat alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan
paparan alergen. Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe I, terdiri
dari fase sensitisasi dan aktivasi yang berujung pada vasodilatasi pembuluh darah
yang mendadak, keaadaan ini disebut syok anafilaktik. Manifestasi klinis
anafilaksis sangat bervariasi. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal
kemudian menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat yang dapat terjadi
pada satu atau lebih organ target.
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang yang baik akan membantu
seorang dokter dalam mendiagnosis suatu syok anafilaktik. Penatalaksanaan syok
anfilaktik harus cepat dan tepat mulai dari hentikan allergen yang menyebabkan
reaksi anafilaksis; baringkan penderita dengan kaki diangkat lebih tinggi dari
kepala; penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru; pemberian
adrenalin dan obat- obat yang lain sesuai dosis; monitoring keadaan hemodinamik
penderita bila perlu berikan terapi cairan secara intravena, observasi keadaan
penderita bila perlu rujuk ke rumah sakit. Apabila ditangani secara cepat dan tepat
sesuai dengan kaedah kegawatdaruratan, reaksi anafilaksis jarang menyebabkan
kematian.

23

DAFTAR PUSTAKA
1.

Soenarjo, Jatmiko Dwi H. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi


Intensif Fakultas Kedokteran UNDIP/ RSUP Dr.Kariadi, Semarang. 2010

2.

Muhiman, Muhardi, dkk, Anestesiologi, Staf Pengajar Bagian Anestesiologi


dan Terapi Intensif, Penerbit : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, Cetakan Pertama, 1989.

3.

Omoigui, Sota, Buku Saku Obat-obatan Anestesia, Edisi ke-II, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Cetakan Pertama, Tahun 1997.

4.

Price Sylvia, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Edisi 6. EGC,


Jakarta, 2006

24

Anda mungkin juga menyukai