Meng Kudu
Meng Kudu
Meng Kudu
)
1. Klasifikasi
: Angiospermae
: Dicotyledoneae
: Lignosae
: Rubiaceae
: Morinda
: M. citrifolia, L. (Djauhariya, 2003)
Wangkudu
(Kalimantan),
Bakulu
(Nusa
Tenggara)
(Suryowinoto, 1997).
3. Deskripsi
Mengkudu termasuk jenis tanaman pohon dan berbatang bengkok,
ketinggian dapat mencapai 3-8 m. Daun tunggal dengan ujung dan
pangkal kebanyakan runcing. Buahnya termasuk buah bongkol, benjolbenjol tidak teratur, berdaging, jika masak daging buah berair. Buah
masak berwarna kuning kotor atau putih kekuning-kuningan dengan
panjang 5-10 cm, lebar 3-6 cm (Suryowinoto, 1997).
Tanaman mengkudu berbuah sepanjang tahun. Mudah tumbuh pada
berbagai tipe lahan, dengan daerah penyebaran dari dataran rendah
hingga ketinggian 1500 dpl. Ukuran dan bentuk buahnya bervariasi, pada
umumnya mengandung banyak biji, dalam satu buah terdapat 300 biji,
namun ada juga tipe buah mengkudu yang memiliki sedikit biji. Bijinya
dibungkus oleh suatu lapisan atau kantong biji, sehingga daya simpannya
lama dan daya tumbuhnya tinggi. Dengan demikian, perbanyakan
mengkudu dengan biji sangat mudah dilakukan (Djauhariya dkk., 2006).
4. Kandungan Kimia
Buah mengkudu (M. citrifolia, L.) mengandung scopoletin, sebagai
analgesik, antiradang, antibakteri. Glikosida, sebagai antibakteri,
antikanker, imunostimulan. Alizarin, Acubin, L. Asperuloside, dan
flavonoid sebagai antibakteri. Vitamin C, sebagai antioksidan (Peter,
2005; Waha, 2000; Winarti, 2005).
5. Efek Anti Bakteri
Efek menghambat pertumbuhan bakteri dari ekstrak mengkudu
diduga berkaitan dengan senyawa flavonoid yang dikandungnya seperti
katekin, epikatekin dan epigalokatekin. Kandungan flavonoid pada
mengkudu sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram
positif. Flavonoid merupakan senyawa antibakteri yang paling banyak
terdapat pada buah mengkudu (Djauhariya, 2003). Flavonoid bersifat
polar sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang juga
bersifat polar pada bakteri Gram positif daripada lapisan lipid yang
nonpolar. Di samping itu pada dinding sel Gram positif mengandung
polisakarida (asam terikoat) merupakan polimer yang larut dalam air,
yang berfungsi sebagai transfor ion positif untuk keluar masuk. Sifat larut
inilah yang menunjukkan bahwa dinding sel Gram positif bersifat lebih
polar. Aktivitas penghambatan ekstrak mengkudu pada bakteri Gram
positif menyebabkan terganggunya fungsi dinding sel sebagai pemberi
bentuk sel dan melindungi sel dari lisis osmotik. Dengan terganggunya
dinding sel akan menyebabkan lisis pada sel (Dewi, 2010)
6. Pembuatan Simplisia (Pengeringan)
Setelah buah dipetik dari kebun, dipilih yang sehat dan segar, tidak
cacat, dicuci bersih di air mengalir, lalu ditiriskan sampai kering.
Selanjutnya dipotong-potong dengan ukuran 0,5 cm, kemudian
dikeringkan dimata hari terik waktunya dari jam 08.00 11.00 pagi. Pada
waktu dikeringkan sebaiknya ditutup dengan kain hitam untuk
mengurangi kerusakan bahan akibat teriknya sinar yang dapat
menurunkan mutu simplisia. Bila pengeringan menggunakan oven vacum
gunakan suhu 40C. Kadar air simplisia antara 10 - 13 %. Buah kering
simplisia
meliputi
pemeriksaan
makroskopik,
yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang
diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Ditjen POM, 1979).
4. Penetapan kadar sari larut air
Ditimbang seksama 5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam labu
bersumbat, ditambahkan dengan 100 ml air jenuh kloroform, dikocok
berkali- berkali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam. Disaring,
diuapkan 20 ml filtrat hingga kering di dalam cawan berdasar rata yang
telah dipanaskan 105oC dan ditara. Dipanaskan sisa pada suhu 105oC
hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut air (Ditjen POM,
2008).
5. Penetapan kadar sari larut etanol
Ditimbang seksama 5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam labu
bersumbat, ditambahkan 100 ml etanol (95% P), dikocok berkali-kali
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring,
diuapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan berdasar rata yang telah
dipanaskan 105oC dan ditara. Dipanaskan sisa pada suhu 105oC hingga
bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut etanol (Ditjen POM, 2008).
6. Penetapan kadar abu total
Ditimbang seksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan
dan dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara,
dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang.
Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas,
diaduk, disaring melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan kertas saring
beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Dimasukkan filtrat ke
dalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total
dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Ditjen POM,
2008).
7. Penetapan kadar abu tidak larut asam
Dididihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total
dengan 25 ml asam klorida encer LP selama 5 menit. Dikumpulkan bagian
yang tidak larut dalam asam, disaring melalui kertas saring bebas abu,
dicuci dengan air panas, dipijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar
abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji,
dinyatakan dalam % b/b (Ditjen POM, 2008).
Tabel Karakteristik Simplisia dan Ekstrak Etanol Buah Mengkudu
Karakteristik
Simplisia (%b/b)
Ekstrak (%b/b)
Kadar air
7,5 *
10*
Susut pengeringan
8,15
10,39
29,41
36,35
15,47
66,20
5,02
5,20
0,45
3,20
HgCl2 + 2KI
HgI2 +
HgI2 + 2KI
K2[HgI2]
2KCI
+ K2[HgI4]
N
N
K+
Endapan Kalium-Alkaloid
3KI
BiI3 + 3KNO3
Coklat
BiI3 + KI
K[BiI4]
Kalium Tetraiodobismutat
+ [BiI4]+
+ K[BiI4]
N
N
K+
Orange
Endapan Kalium-Alkaloid
MgCl2 + H2
Produk yang dihasilkan pada reaksi diatas adalah MgCl2 dan H2.
Dimana MgCl2 berada dalam kesetimbangan. Reaksinya adalah
sebagai berikut:
MgCl+ + Cl-
MgCl2
+ MgCl+
H
Amil alkohol
C
O MgCl
H
C
OH
Flavon
dari
golongan
senyawa
kimia
lain.
Penambahan
O - Fe
2+
+ Fe3+
N
+ H+
N
Kompleks warna
Coklat Kehitaman
CO
CH 2OH O
OH
OH
H2O
CH2OH
O
OH
CO2H
OH
OH
OH
OH
OH
NaOH
OH
ONa
Residu kembali dimaserasi lagi dengan cara yang sama, sampai 3x.
Ekstrak hasil maserasi atau filtrat yang dihasilkan, ditampung menjadi satu
dan diuapkan, untuk memisahkan pelarutnya. Penguapan dilakukan
dengan menggunakan alat Rotary evaporator pada suhu 45-50C, sampai
pelarut habis menguap, sehingga didapatkan ekstrak kental buah
mengkudu (M. citrifolia, L.).
3. Pemantauan Ekstak Dengan Metode KLT
Ekstrak yang didapatkan dari hasil ekstraksi metode maserasi
dipantau menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis dengan tujuan
agar diketahui kandungan pada senyawa pada ekstrak dan juga untuk
mengetahui apakah senyawa target yang diinginkan (epigalokatekin galat)
telah terekstraksi dari simplisia.
Sebelum KLT dilakukan, plat silica gel diaktivasi dengan cara
dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Aktivasi plat silica gel tersebut
dilakukan karena silica gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang
terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus silanol
bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mempu membentuk
ikatan hydrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.
Adanya air dari atmosfer / lingkungan yang diserap oleh permukaan silica
gel mampu mendeaktifkan permukaan silica gel karena air akan menutup
sisi aktif silica gel sehingga akan menggangu proses adsorpsi desorpsi
pada saat proses elusi.
Fase Gerak (Eluen) yang digunakan adalah n-butanolasam asetat
air (3:1:5) karena flavonoid merupakan senyawa polar sehingga eluen
yang digunakan cenderung bersifat semi polar lebih ke polar.
Fase gerak
Fase diam
Larutan uji
: 5% dalam etanol P
Volume Penotolan
dalam ekstrak akan larut kedalam pelarut dengan polaritas yang sama
sehingga akan dihasilkan beberapa fraksi ekstrak.
Metode fraksinasi yang digunakan adalah metode ekstraksi cair
cair dimana metode ini merupakan pemisahan komponen kimia diantara
dua pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagian komponen larut
pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua. Proses fraksinasi
ini dilakukan dengan menggunakan corong pisah. Prinsip corong pisah
adalah memisahkan zat atau senyawa tertentu yang teerdapat dalam
sampel berdasarkan perbedaan berat jenis antara dua fase pelarut yang tak
saling campur.
Ekstraksi cair cair pada praktikum kali ini menggunakan 3 jenis
pelarut yang dibedakan berdasarkan tingkat kepolaran nya. Pelarut yang
digunakan adalah air (polar), etil asetat (semipolar) dan n-hexane
(nonpolar). air bersifat polar karena molekul H2O (air) memiliki momen
dipol yang bernilai 1,84D. Nilai momen dipol ini didapatkan berdasarkan
jumlah vector dari momen ikatan H-O dan momen PEB. Atom O lebih
elektronegatif dari pada atom H sehingaa arah momen ikatan O-H akan
mengarah ke atom O. Sedangkan untuk arah momen pasangan electron
bebas mengarah dari atom O menuju pasangan electron bebas, kedua hal
tersebut menyebabkan air bersifat polar. Alasan dari pemilihan ketiga
pelarut tersebut adalah agar semua senyawa yang ikut tertarik dengan
menggunakan etanol dapt terpisahkan berdasarkan kepolarannya sehingga
dari hasil fraksinasi ini akan dihasilkan 3 fraksi yaitu fraksi air, fraksi etil
asetat dan fraksi n-hexane.
5. Pemantauan Fraksi Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pemantauan fraksi dilakukan untuk melihat atau mengidentifikasi
pada fraksi mana zat aktif yang diinginkan berada (polar, semi polar atau
non polar) dan biasanya disertai dengan pengujian secara kualitatif dengan
menggunakan reangen pereaksi seperti pada skrining fitokimia flavonoid.
Pemantauan fraksi dilakukan dengan metode KLT menggunakan fase
gerak (Eluen) yang sama pada saat pemantauan ekstrak. Fraksi dengan Rf
yang paling mendekati Rf standar merupakan fraksi yang mengandung
senyawa aktif target.
Fase gerak
Fase diam
Larutan uji
: 5% dalam etanol P
Volume Penotolan
dalam
fraksi
sebelumnya
agar
didapat
senyawa
tunggal.
udara yang mungkin ada diantara fase diam maka fase diam yang
dimasukkan harus dimampatkan sedemikian rupa dengan cara kolom di
ketuk-ketuk atau dengan bantuan batang pengaduk untuk memampatkan
fase diam. Kemudian fase diam (serbuk silica) di basahi dengan
menggunakan kloroform. Pembasahn ini dilakukan untuk menjenuh kan
silica dengan eluen yang bersifat nonpolar. Setelah fase diam dibasahkan
dilanjutkan dengan menambahkn ekstrak yang telah di gerus bersama
serbuk silica.
Proses elusi dilakukan dengan menggunakan fase gerak berupa
campran antara n-butanol : asam asetat : air dengan gradient yang berbeda.
Proses elusi dengan perbandingan eluen yang berbeda beda disebut dengan
elusi secara gradient. Teknik ini dipilih karena dapat memisahkan komponen
dalam suatu cmpuran berdasarkan kepolarannya sehingga akan didapat
fraksi fraksi yang mengandung komponen yang sesuai dengan polaritasnya
masing masing. Perbandigan eluen tersebut adalah n-butanol : asam asetat :
air dengan perbandingan (10:1:0); (9:1:1); (8:1:2); (7:1:3); (6:1:4); (5:1:5);
(4:1:6); (3:1:7); (2:1:8); (1:1:9) dan (0:1:10). Fase gerak yang pertama di
masukkan kedalam kolom adalah fase gerak yang paling non polar yaitu nbutanol : asam asetat : air dengan perbandingan (10:1:0) karena karena
apabila yang digunakan adalah eluen semipolar, maka ditakutkan eluen
semipolar akan menarik semua senyawa yang terdapat dalam ektrak dan
tidak terjadi pemisahan karena eluen semipolar cenderung dapat malarutkan
senyawa polar maupun non polar. Sehingga digunakan pelarut non polar
terlebih dahulu karena pelarut non polar hanya dapat melarutkan senyawa
non polar, sehingga dapat terjadi pemisahan senyawa berdasarkan tingkat
kepolarannya.
Dalam kolom komponen akan terpisah membentuk pita pita yang
pada elusi seterusnya akan keluar meninggalkan kolom sebagai fraksi
fraksi komponen yang terpisah. Agar terjadi pemisahan yang sempurna,
kolom yang digunakan harus sepanjang dan ketinggian dari pita pita yang
dihasilkan harus pendek . karena semakin panjang kolom yang digunakan
maka proses elusi akan manjadi semakin lama yang akan menghasilkan
pemisahan yang optimal. Setiap eluen yang keluar ditampung kedalam vial
yang berbeda.
7. Pemantauan Subfraksi Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pemantauan subfraksi dilakukan untuk mengetahui berada di
subfraksi manakah senyawa aktif target. Pemantauan subfraksi dilakukan
dengan metode KLT menggunakan fase gerak (Eluen) yang sama pada saat
pemantauan ekstrak. Subfraksi dengan Rf yang paling mendekati Rf
standar merupakan subfraksi yang mengandung senyawa aktif target.
Fase gerak
Fase diam
Larutan uji
: 5% dalam etanol P
Volume Penotolan
Epigalokatekin galat
8. Kromatografi Lapis Tipis Preparative
Subfraksi pada pemantauan subfraksi yang memberikan nilai R f
paling mendekati nilai Rf standar di satukan. KLT preparative merupakan
KLT yang dilakukan dengan menggunakan lapisan fase diam yang lebih
tebal yakni sekita 0,5 mm 2 mm dan ukuran plat kromatografi biasanya
20 cm x 20 cm. Namun, pada praktikum digunakan plat KLT biasa dengan
ukuran tinggi 9 cm dengan lebar 4cm. Fase diam yang digunakan adalah
silica gel. Senyawa senyawa yang yang telah terpisahkna pada plat KLTP
dapat diperoleh kembali dengan mengerok penjerap ditempat yang sesuai
pada plat yang telah dikembangkan dan dilarutkan dalam pelarut.
9. Uji Kemurnian
Uji kemurnian dilakukan dengan meggunakan metode Kromatografi
Lapis Tipis 2 dimensi. Uji kemurnian dilakukan pada hasil pengerokan
pada KLT preparative yang telah dilakukan sebelumnya. Uji kemurnian
dilakukan untuk mengetahui apakah hasil pengerokan tersebut telah
menghasilkan analit murni atau belum.
Eluen yang digunakan pada KLT 2 dimensi terdiri dari 2 eluen yang
berbeda kepolaran. Penggunaan fase gerak dengan tingkat kepolaran yang
berbeda tersebut berguna untuk memastikan keberadaan senyawa tunggal
dalam sampel.
Plat silica yang digunakan memiliki tinggi 4 cm, penanndaan pada
plat silica dilakukan pada 0,5 cm dari bagian bawah plat dan 0,5 dari bagian
atas plat yang artinya jarak rambat eluen adalah 3 cm. Bagian bawah plat
silica ditandai untuk tempat penotolan sampel dan batas tinggi eluen yang
digunakan, sedangkan penandaan pada bagian atas plat berfungsi sebagai
batas elusi dari eluen yang digunakan yang akan berpengaruh pada nilai Rf
yang dihasilkan. Sampel ditotolkan pada bagian yang telah diberi tanda pada
bagian kiri bawah plat, penotolan dilakukan dengan ukuran bercak sekecil
dan sesempit mungkin yang bertujuan mencegah terjadinya penurunan
resolusi sehingga spot yang dihasilkan tidak menyebar dan tidak
menghasilkan puncak ganda.
Setelah sampel ditotolkan, plat dimasukkan kedalam chamber yang
telah berisi eluen pertama kurng lebih sebnyak 5 mL dan telah terjenuhkan
oleh uap dari eluen. Eluen yang terdapat dalam chamber tidak boleh
mengenai sampel yang ditotolakn karena dapat menyebabkan pelebaran
ukuran spot dan larutnya sampel dalam eluen. Proses elusi dilakukan
dalam keadaan chamber tertutup untuk mencegah keluar nya uap eluen
yang menjenuhkan chamber. Setelah beberapa menit proses elusi
dihentikan karena eluen telah mencapai tanda batas atas. Kemudian Plat
silica diangkat dan eluen pertama diuapkan. Setelah eluen pertama habis
menguap, eluen kedua dimasukkan kedalam chamber kurang lebih
sebnyak 5 mL. Plat di putar 90 o kearah kiri sehingga spot yang dihasilkan
ketika elusi pertama berada dibagian bawah. Plat tersebut dimasukkan
kedalam chamber yang berisi eluen kedua untuk proses elusi. KLT dua
arah atau dua dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel
ketika komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia yang
hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir. Selain itu, dua sistem fase
gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan sehingga
memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai
tingkat polaritas yang berbeda.