Refleksi Kasus Sindroma Nefrotik Fam
Refleksi Kasus Sindroma Nefrotik Fam
Refleksi Kasus Sindroma Nefrotik Fam
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Divisi : Neurologi, Kardiologi & Nefrologi
Refleksi Kasus
Sindroma Nefrotik
Disusun oleh:
Famela Asditaliana 1310029044
Pembimbing:
dr. Sherly Yuniarchan, Sp.A
LEMBAR PENGESAHAN
TUTORIAL KLINIK
Sindroma Nefrotik
Dipresentasikan pada tanggal 26 April 2016
Disusun oleh :
Famela Asditaliana 13100290
BAB I
PENDAHULUAN
Pembimbing,
2.1
Latar Belakang
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri
dari
proteinuria
massif
(40
mg/m2
LPB/jam
atau
rasio
dr.pada
Sherly
protein/kreatinin
urineYuniarchan,
sewaktu >2Sp.A
mg/mg atau dipstick 2+),
hipoalbuminemia
(2,5
gr/dL),
edema,
dan
dapat
disertai
BAB II
LAPORAN KASUS
1.1
Identitas
Nama
: An. AK
Usia
: 5 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Sendawar
Anak ke
: 2 dari 2 saudara
: 899104
Anamnesis
Alloanamnesa tanggal 04 April 2016, pukul 13.00 WITA
Keluhan Utama
Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Bengkak diawali pada daerah kelopak mata terutama pada pagi hari saat bangun
tidur, dan bengkak berkurang saat siang dan sore hari yang kemudian menyebar ke
daerah muka, dan kemaluan pasien. Ibu penderita mengaku frekuensi BAK 4 kali
dalam sehari. Keluhan Riwayat sering terbangun pada malam hari untuk BAK
disangkal. Keluhan bengkak ini tidak disertai sesak napas, muntah, demam, dan
kejang. Selama bengkak anak tidak pernah tampak pucat, lemah, lesu atau
kehilangan nafsu makan. Anak masih bisa beraktivitas ringan.
Riwayat Pengobatan
Ibu penderita membawa berobat ke dokter, diberikan obat (ibu penderita lupa nama
obatnya), tetapi tidak ada perubahan, keluhan bengkak makin menjalar.
Riwayat Alergi
Riwayat Psikososial
Anak masih bisa beraktivas ringan dirumah. Anak makan 3 kali sehari dengan sayur
dan lauk pauk. Anak tidak tampak lebih kecil dibanding teman sebayanya. Tetapi
akhir-akhir ini anak merasa malu karena badannya bengkak.
Ibu selalu rutin dalam memeriksakan kehamilan ke bidan sebulan sekali pada awal
kehamilan dan 2 kali sebulan pada akhir kehamilan. Lahir spontan di rumah
ditolong bidan. Tidak ada penyulit. BB 3000 gram. PB 48 cm. Anak langsung
menangis.
Ibu memberikan hanya ASI sampai umur 10 bulan, lalu dilanjutkan susu formula
setelah umur 10 bulan dan bubur susu dengan bubur tim setelah umur 14 bulan,
dilanjutkan nasi umur 18 bulan sampai sekarang.
Riwayat Imunisasi
BB Lahir
PB Lahir
Gigi keluar
: 3000 gr
: 48 cm
:-
BB sekarang
TB sekarang
Berdiri
: 20 kg
: 110 cm
: 8 bln
Tersenyum
:-
Berjalan
: 12 bln
Miring
:-
Tengkurap
:-
Masuk TK
:-
Duduk
:-
Masuk SD
:-
Merangkak
:-
Sekarang kelas
:-
1.3
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
Suhu
: 36,40C
Tek. Darah
: 100/70 mmHg
Nadi
Pernafasan
Antropometri
BB saat di RS : 20 kg
TB
BB dulu
: 15 kg
: 110 cm
Status Gizi
BB/U
: > - 2 SD - < 1 SD
Kesan
: Gizi Baik
Status Generalis
Kepala
Mata
Leher
Thoraks
Abdomen
: Perut supel, distensi abdomen (-), Bising usus (+) normal, heparlien tidak teraba, asites (-), suara timpani di seluruh lapang
abdomen.
Urogenital
Ekstremitas
1.4
Atas
: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema -/-, pitting edema -
Bawah
: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema +/+, pitting edema +
Pemeriksaan Penunjang
Foto Thorax
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi rutin
Lab
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Kolesterol total
Protein total
Albumin
Asam Urat
GDS
Ureum
Creatinin
Na
K
Cl
01/04/16
12,3
36,3
12,2
338
509
3,83
1,9
4,1
92
34,3
0,7
136
5,2
112
04/04/16
12,4
37,3
7,37
440
05/04/16
12,7
37,7
13,5
384
2,1
2,0
147
3,7
107
11,5-15,5 g/dL
32-42%
4,5-10,5 103/ul
150-450 103/ul
< 200 mg/dl
6,7-7,8 g/dl
3,5-5,0 g/dl
1,5-3,0 g/dl
60 150 mg/dl
10-40 mg/dl
0,5-1,5 mg/dl
135-155
3,5-5,5
95-108
Urine rutin
1/4/16
4/4/16
5/4/16
7/4/16
8/4/16
9/4/16
11/04/16
Warna
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kejernihan
Agak
Keruh
Jernih
Jernih
Agak
keruh
Jernih
Jernih
Jernih
Batas
Normal
Jernih
Berat jenis
1,010
1,006
1,090
1,010
1,009
1,015
1,014
1,013-1,030
pH
5,0
5,3
6,5
7,0
7,5
6,5
6,5
4,6-8,0
Protein urin
+4
+3
+3
+3
+3
+3
Negatif
Hb/Darah
+1
+2
Negatif
Leukosit
1-2
0-1
2-5
1-2
0-1
3-5
0-1
<10 /LPB
Eritrosit
1-2
0-1
1-4
0-1
0-3
1-2
0-1
0-1 /LPB
Epitel
ESBACH
>12
Sedikit
0 1,5 gr %
Immuno-Serologi
C3 Komplemen : 101 mg/dL (74-148)
1.5
Resume
Anamnesis : Bengkak pada wajah dan kemaluan sejak 4 minggu yang lalu. BAK
berwarna keruh. Frekuensi normal.
Pem.Fisik : Tekanan darah 110/80 mmHg. Puffy face (+). Edema palpebra (+). Edema
Skrotum (+)
Hasil lab: leukositosis, hiperlipidemia, hipoalbuminemia, protein urin +4
1.6
Diagnosis
Diagnosa Kerja
1.7
: Sindrom Nefrotik
Penatalaksaanaan
Rencana Pemeriksaan Lanjutan :
-
Pemeriksaan darah rutin, urin lengkap/24 jam, LED, C3, Urine Esbach, FL
(diruangan)
Mantoux Test
Terapi :
Pasang Venflon
Diet TKCPRG
1.8
Transfusi Albumin 20% 100cc selang 2 hari (Pre dan post lasix 20mg/iv)
Captopril 3 x 6,25 mg
Prognosis
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanatiam
: dubia ad bonam
4/4/16
5/4/16
Bengkak wajah,
dan kemaluan.
Batuk berdahak
(+)
Bengkak wajah,
dan kemaluan.
Batuk berdahak
(+)
O
N: 100 x/min;
RR: 18x/min;
T: 36.9oC
KU: cukup
BB = 19,5 Kg
Puffy face (+). Edema palpebra (+).
Edema Skrotum (+)
rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat
N: 98 x/min;
RR: 20 x/min;
T: 36.8oC
KU: cukup
TD: 110/80 mmHg
BB = 19 Kg
Puffy face (+). Edema palpebra (+).
Edema Skrotum (+)
rho (-/-); whez (-/-);
Sindroma Nefrotik +
ISPA
-
Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2
Sindroma
Nefrotik +
Hipertensi
+ ISPA
Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2
Ambroxol syr 3 x 2/3 cth
Diet TKCPRG
10
6/4/16
7/4/16
8/4/16
Bengkak wajah
dan kemaluan
<<
Batuk berdahak
(+)
Bengkak wajah
dan kemaluan
<<
Batuk berdahak
<<
Bengkak wajah
dan kemaluan
<<
Batuk berdahak
<<
Skor TB : 1
N: 102 x/min;
RR: 22 x/min;
T: 37oC
KU: cukup
TD: 100/80 mmHg
BB = 18 Kg
Puffy face (+). Edema palpebra (+).
Edema Skrotum (+)
rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat
Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2
Ambroxol syr 3 x 2/3 cth
Diet TKCPRG
Jus Ikan Gabus
N: 94 x/min;
RR: 16 x/min;
T: 36.7oC
KU: cukup
TD: 100/70 mmHg
BB = 17,5 Kg
Edema palpebral (+)
rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat
Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2
Ambroxol syr 3 x 2/3 cth
Diet TKCPRG
N: 94 x/min;
RR: 16 x/min;
T: 36.7oC
KU: cukup
TD: 100/70 mmHg
BB = 16,5 Kg
Edema palpebral (-)
rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat
Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2
Ambroxol syr 3 x 2/3 cth
Diet TKCPRG
11
9/4/16
11/4/16
Bengkak wajah
dan kemaluan
<<
Batuk berdahak
<<
Bengkak wajah
dan kemaluan(-)
Batuk
berdahak(-)
N: 94 x/min;
RR: 16 x/min;
T: 36.7oC
KU: cukup
TD: 100/70 mmHg
BB = 16 Kg
Edema palpebral (+)
rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat
N: 94 x/min;
RR: 16 x/min;
T: 36.7oC
KU: cukup
TD: 100/70 mmHg
BB = 15 Kg
Edema palpebral (-)
rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat
Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2
Ambroxol syr 3 x 2/3 cth
Diet TKCPRG
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria
massif (40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2
mg/mg atau dipstick 2+), hipoalbuminemia (2,5 gr/dL), edema, dan dapat disertai
hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).
Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara
lain :
1. Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4 mg/m2 LBP/jam)
selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
2. Relaps, yaitu proteinuria 2+ (proteinuria 40 mg/m 2 LBP/jam) selama 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu.
3. Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan
pertama setelah respon awal, atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan.
4. Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi 2 kali dalam 6 bulan
pertama atau 4 kali dalam periode satu tahun.
5. Dependen steroid, yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid
diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini
terjadi 2 kali berturut-turut.
6. Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi pada pengobatan
prednisone dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
13
3.2
Epidemiologi
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan
kebanyakan terjadi pada umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda
pada anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 8590% pasien dibawah umur 6 tahun dan paling; di Indonesia dilaporkan 6 kasus per
100.000 anak per tahun. Pada penelitian di Jakarta (Wila Wirya) menemukan hanya
44,2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang
dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan penelitiannya diantara 521 pasien, 76,4%
merupakan tipe kelainan minimal.
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun diperkirakan
berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi pada usia 2-3
tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai
onset sebelum berusia 10 tahun.
3.3
Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik primer (idiopatik)
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain.
Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik
primer adalah sindrom nefrotik kongenital, salah satu jenis sindrom nefrotik yang
ditemukan sejak anak itu lahir atau usia dibawah 1 tahun.
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik.
Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis :sindrom nefrotik
kelainan minimal, glomerulonephritis proliferative (mesangial proliferation), dan
glomerulosklerosis fokal segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit
berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa; dengan kata lain, ketiga gangguan
ini mewakili suatu spektrum dari satu penyakit tunggal.
Klasifikasi
14
Pada 85% dari kasus sindrom nefrotik pada anak, glomerulus terlihat
normal atau memperlihatkan peningkatan minimal pada sel mesangial dan
matriksnya. Penemuan pada mikroskop immunofluorescence biasanya negatif,
dan mikroskop elektron hanya memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot
processes (podosit) pada glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM
berespon dengan terapi kortikosteroid.
15
menebal dan terdapat proliferasi difus sel-sel mesangial dan suatu penambahan
matriks mesangial. Perluasan mesangium berlanjut ke dalam kumparan kapiler
perifer, menyebabkan reduplikasi membrane basalis (jejak-trem atau kontur
lengkap). Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi
streptococcus yang progresif dan pada sindrom nefrotik. Ada MPGN tipe I dan
tipe II.
3.4
Patofisiologi
Protenuria
16
Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari
sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis
glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam
urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG)
mempunyai
mekanisme
penghalang
untuk
mencegah
kebocoran
protein.
Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya
meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam
urin), tetapi mungkin normal atau menurun.
Edema
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori
underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya
edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan intestitium dan
terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan
plasma
terjadi
hipovolemia
dan
ginjal
melakukan
kompensasi
dengan
17
Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein
(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat
meningkat, normal, atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di
hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein,
VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan
sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan
tekanan onkotik.
3.5
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh
dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari
daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan
oleh edema di daerah pretibial pada sore hari.
Anak biasanya dating dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya terjadi di
sekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai
gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari ke hari.
18
Seiring waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan
edema genital. Anoreksia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi
dan hematuria jarang ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema
adalah penyakit hati, penyakit jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis,
dan malnutrisi protein.
Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan bayi
yang jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan edema interstisial dibandingkan
anak yang lebih besar. Efusi transudat lain sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila
tidak diobati edema dapat menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan,
lingkar perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umunya normal atau rendah, namun
21% pasien mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya sementara, terutama pada
pasien yang pernah mengalami deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini
disebabkan oleh sekresi rennin berlebihan, sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor
lainnnya, sebagai respon tubuh terhadap hipovolemia. Pada sindrom nefrotik kelainan
minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) jarang ditemukan
hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC (Internasional Study of Kidney
Disease in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik,
15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum
darah yang bersifat bersementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai sebagai
gejala syok dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat
peritonitis.
Diagnosis banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain-Associated
Renal
Disorders,
Focal
Segmental
Glomerulosclerosis,
Glomerulonephritis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :
Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/ kreatinin pada
urin pertama pagi hari
19
Penatalaksanaan
Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya
penderita di rawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan
evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan
edukasi bagi orang tua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux.
Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan
tuberculosis (OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal,
atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan
kemampuan pasien.
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap kontra
indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiperfiltasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerolus.
Sehingga cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (Recommended
20
b. Pengobatan Relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien,
tetapi pada sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50%
diantaranya mengalami relaps sering. Skema pengobatan relaps dapat dilihat di
gambar 2, yaitu diberikan prednisone dosis penuh sampai remisi (maksimal 4
minggu) dilanjutkan dengan prednisone dosis alternating selama 4 minggu.
21
22
23
alkylating
agent,
siklofosfamid
bersifat
sitotoksik
dan
disseminate,
sistisis
hemoragik,
alopesia,
keganasan,
24
2. Klorambusil
Klorambusil efektif bila dikombinasikan dengan terapi steroid dalam
menginduksi remisi pada penderita ketergantungan steroid dan kambuh
sering. Dosis yang umumnya digunakan adalah 0,2 mg/kgBB/hari selama
8-12 minggu.
3. Levamisol
Levamisol sebenarnya merupakan obat antihelmentik. Obat ini juga
mempengaruhi fungsi sel T seperti imunosupresan lainnya, tetapi sifatnya
memberikan stimulasi terhadap sel T. Dosis levamisol 2,5 mg/kgBB
diberikan selang sehari selama 4-12 bulan.
4. Siklosporin
Pemberian siklosporin (CyA) dilakukan sesudah remisi dicapai dengan
steroid. Umumnya terapi ini digunakan bila siklofosfamid kurang efektif.
Dosis awal yang digunakan yaitu 5 mg/kgBB/hari.
Dalam penggunaannya, kadar dalam darah perlu dikontrol karena
memberikan efek nefrotoksik. Siklosporin dapat menyebabkan kelainan
histologist bahkan pada penderita yang ginjalnya normal sekalipun. Efek
samping lain yang sering ditemukan yaitu hipertrikosis, hyperplasia gusi,
gejala gastrointestinal, dan hipertensi.
e. Penderita lama (pengobatan relaps)
25
(tanpa terapi), remisi parsial/rest protein 1+ tanpa obat, proteinuria +/++ tanpa
edema dan disertai gejala infeksi, berikan antibiotika (ampisillin atau
amoksisillin) 3-5 hari. Bila tetap ada proteinuria maka dianggap sebagai relaps.
g. Pengobatan tambahan
Mengatasi edema anasarka dengan memberikan diuretik, furosemid 12mg/kgBB/kali, 2 kali sehari peroral
Edema menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1g/kgBB atau plasma 1020 ml/kgBB/hari, dilanjutkan dengan furosemid i.v. 1 mg/kgBB/kali
3.8
1.
Komplikasi
Infeksi
Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah
selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan
komplemen faktor B dan D di urin. Bila terjadi penyulit infeksi bacterial
(pneumonia pneumokokal atau peritonitis, selulitis, sepsis, ISK) diberikan
antibiotic yang sesuai dan dapat disertai pemberian immunoglobulin G
intravena.
Untuk
mencegah
infeksi
digunakan
vaksin
pneumokokus.
26
Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom nefrotik
resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500mg/hari dan
vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas
50mg/kgBB intravena.
4. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom nefrotik
relaps dapat mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia,
ekstremitas dingin dan sering disertai sakit perut.
Penyulit lain yang dapat terjadi diantaranya hipertensi, syok hipovolemik,
gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik (setelah 5-15 tahun). Penanganan sama
dengan penanganan keadaan ini pada umumnya. Bila terjadi gagal ginjal kronik,
selain hemodialisis, dapat dilakukan transplantasi ginjal.
3.9
Prognosis
Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang baik
terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis jangka panjang
sindrom nefrotik kelainan minimal selama pengamatan 20 tahun menunjukan hanya 45% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada glomerulosklerosis, 25% menjadi
27
gagal ginjal terminal dalam 5 tahun, dan pada sebagian besar lainnya disertai
penurunan fungsi ginjal.
PEMBAHASAN
KASUS
TEORI
ANAMNESIS
- laki-laki
- 5 tahun
wanita (2:1)
tahun
-
KASUS
PEMERIKSAAN FISIK
- N: 98 x/min;
RR: 20 x/min;
T: 36.8oC
KU: cukup
TD: 110/80 mmHg
BB = 19 Kg
Puffy face (+). Edema palpebra (+). Edema
Skrotum (+).rho (-/-); whez (-/-);
abd soefl, BU(+)N;
akral hangat
Edem genitalia
28
KASUS
TEORI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
UL:
Proteinuria +4
Hemogblobi urin : +
Darah lain:
Esbach ;
12 gr%
Albumin : 2,1
Kolesterol : 509
Ur : 34,3
Cr : 0,7
menurun
-
SN resisten steroid
SN dependen teroid
KASUS
TEORI
DIAGNOSIS
Edema
Proteinuria +4
Hipoalbumin ( 1,9)
Hiperkolestrolemia (509)
Edema
Proteinuria massif
Hipoalbuminemia
KASUS
TEORI
29
PENATALAKSANAAN
Cek UL/Hari
Inj. Lasix 1 x 20 mg
Captopril 3x6,25mg p.o
Lasix 1 x 20 mg p.o
Cefixime 2 x 1 tab
Vit.B Comp 1 x 1 tab
Prednison tab 3-3-2
Ambroxol syr 3 x 2/3 cth
Diet TKCPRG
KASUS
Dubia ad bonam
Prognosis
baik
bila
penderita
sindrom
nefrotik
gagal
ginjal
terminal,
sedangkan
pada
DAFTAR PUSTAKA
30
1. Alatas, Husein dkk. 2005. Kosensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak.
Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, h.1-18.
2. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom Nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381426
3. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J (on line) (20) : screens. Available from :
URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm. akses : on September 8, 2009
4. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18
th
ed.
Saunders. Philadelpia.
5. Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin
Dunia Kedokteran No. 150. Jakarta, h.50-54
6. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta
7. Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia Kedokteran No. 134.
Jakarta, h.32-37
8. Markum, et.al. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
9. Noer MS, Soemyarso N. 2009. Sindrom Nefrotik. (on line) (1) : screens. Available from :
URL:http//www.pediatrik.com. Akses : 8 september 2009
10. Suraatmaja S, Soetjiningsih, Penyunting. Pedoman Diagnosis Terapi Ilmu Kesehatan
Anak RSUP Sanglah Denpasar. Cetakan ke-2. Denpasar:Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNUD/RSUP Sanglah; 2000. h.159-162
11. Cohen Eric P. Nephrotic Syndrome: Differential Diagnoses & Workup. Update: Aug 25,
2009
12. Garna, Herry dkk. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak FK
UNPAD. Edisi ke-4. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. h.601606
31