Makalah Jadi Fix
Makalah Jadi Fix
Makalah Jadi Fix
Dosen Pengampu:
Dr. Imam Supriyadi, M. Th. I
Disusun oleh:
1. Arum Aisyah Abdullah
(C91215107)
2. Ayu Dewi Setyowati
(C91215109)
3. Bilqis
(C91215110)
Alhamdulillah berkat rahmat, hidayah dan inayah Allah SWT kami dapat
merampungkan makalah ini. Walaupun banyak hal yang harus ditempuh sebelumnya, namun
hasil akhirnya sudah membanggakan kami secara pribadi. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa agama islam. Shalawat
dan salam juga semoga tercurahkan kepada sahabat dan kerabat yang telah membantu
perjuangan penyebaran agama islam.
Pada kesempatan ini sesuai dengan tugas yang diberikan, maka kami membuat dan
menyusun makalah yang berisikan tentang Pengelola Zakat.
Dalam proses membuat dan menyusun ada kiranya terdapat kesalahan, baik dalam
teknik hal penulisan, penyampaian materi, ataupun dalam hal isi. Semuanya tak lebih dari
proses belajar bersama menuju sesuatu yang baik ke depannya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan mungkin juga dapat diperbaiki oleh penyaji berikutnya.
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian, Asas-asas, dan Tujuan Pengelola Zakat.............................................3
B. Organisasi Pengelola Zakat..................................................................................8
C. Wilayah Pembagian Tugas BAZ dan LAZ.........................................................13
D. Distribusi Pengelolaan Zakat..............................................................................14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................................22
B. Saran...................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................25
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat merupakan salah bentuk ibadah yang tidak bisa terlepas dari ajaran
islam, sehingga zakat dijadikan salah satu pasal yang ada didalam rukun islam, secara
garis besar zakat bukan saja ibadah yang mendekatkan diri kepada sang halik namun
yang paling penting adalah sifatnya yang mulia yaitu saling tolong menolong dalam
membantu mereka yang tidak mampu.
Salah satu pakar ekonomi Ibnu Kaldun dengan begitu pentingnya zakat
sehingga ia mengatakan, seorang tidak dianjurkan memakan atau menikmati sebuah
hasil kerja sementara orang lain dalam kedaan lapar. Dengan demikian zakat memiliki
dua sisi selain untuk mendekatkan diri kepada yang halik namun dilain sisi juga untuk
menciptakan kesejahteran sosial lewat zakat.
Dengan begitu pentingnya zakat, sehingga sejak zaman dahulu hingga
sekarang zakat merupakan salah satu penyumbang bagi masukan negara, hususnya
negara-negara islam didunia. Indonesia sendiri dalam kuruan waktu beberapa tahun,
jika dihitung-hitung dana zakat hampir menembus beberapa teriliun setiap tahunnya,
namun lagai-lagi yang menjadi kendala adalah perosedur pengelolaannya, bagi
manapun dan besar apapun
oktimal penyalaluranya tampa adanya lembaga dalam hal ini lembaga amil zakat.
Dengan begitu berpengaruhnya lembaga zakat dalam menyalurkan zakat
maka makalah ini mencoba membahas tentang lembaga pengelola zakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, asas, dan tujuan pengelola zakat ?
2. Bagaimana organisasi dalam pengelolaan zakat ?
3. Bagaimana wilayah pembagian tugas BAZ dan LAZ ?
4. Bagaimana distribusi pengelolaan zakat ?
1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian, asas, dan tujuan pengelola zakat.
2. Untuk mengetahui organisasi dalam pengelolaan zakat.
3. Untuk mengetahui wilayah pembagian tugas BAZ dan LAZ.
4. Untuk mengetahui distribusi pengelolaan zakat.
BAB II
2
PEMBAHASAN
Hal
ini
disebabkan
pendistribusian
mencangkup
pula
pengumpulan. Apa yang akan didistribusikan jika tidak ada sesuatu yang lebih dulu
dikumpulkan atau didahulukan. Lagi pula, zakat tidak begitu sukar dikumpulkan
karena muzakki lebih suka menyetor zakat dari pada menunggu untuk dipungut,
sedangkan pendistribusiannya lebih sulit dan memerlukan berbagai sarana dan
fasilitas serta aktifitas pendataan dan pengawasan. Tanpa itu sangat mungkin
pendistribusian zakat diselewengkan.
Adapun tugas para pengelola zakat menurut Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pada pasal 1 berbunyi bahwa pengelolaan
zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Berdasarkan undangundang tersebut, tugas para pengelola zakat meliputi:
1
Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern, (Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010), h. 6263
a. Perencanaan; pada tahap ini para pengelola zakat merencanakan programprogram zakat yang diawali dengan sosialisasi zakat kepada masyarakat,
mendata jumlah muzakki dan jumlah mustahik yang berhak menerima
harta zakat.
b. Pelaksanaan; pada tahap ini para pengelola zakat melakukan kegiatan inti
yang meliputi pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
c. Pengoordisian; pada tahap ini para pengelola zakat melakukan koordinasi
kepada pihak-pihak yang bisa diajak untuk mengembangkan dan
memberdayakan zakat sebagai potensi untuk meninggikan taraf hidup
masyarakat, seperti pemerintah pusat dan daerah, lembaga-lembaga
formal dan non formal, lembaga-lembaga keuangan dan lain sebagainya.2
Dalam melaksanakan zakat ditatanan kehidupan masyrakat islam di
Indonesia, pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT, yang terdapat
didalam surat At-Taubah: 60.
Artinya :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana . (QS.At-Taubah: 60).
Didalam surat At-Taubah: 60 tersebut dikemukakan bahwa salah satu
golongan yang berhak menerima zakat adalah (mustahik zakat), mustahik zakat
adalah: orang yang bertugas mengurus zakat (amilina alaiha). Imam Qurtubi
mendefinisikan bahwa amil adalah: orang yang ditugaskan (diutus oleh imam atau
pemerintah) untuk mengambil, menulis, menghitung dan mencatat zakat yang diambil
dari para muzakki yang kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.
2
Dilain sisi berdasarkan definisi yang dikemukan oleh Imam Qurtubi tentang
amil, nampaknya fungsi amil menempati posisi yang sangat erat, mengingat kebijakan
zakat diarahkan kepada perwujutan keadilan sosial dan perikemanusiaan serta
memelihara kemanan dan ketahanan kedilan sosial disamping merupakan pendorong
dan pensetabilan ekonomi umat.3
Surat at-Taubah ayat 103 lebih lanjut dapat dijadikan acuan di dalam
membentuk suatu lembaga pengelolaan zakat:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar
lagi Maha mengetahui.
Lembaga atau jamaah pengelola zakat tersebut tampaknya menuntut
kepempinan yang berwibawa, yakni yang mampu menggerakan kaum musilimin
bahwa zakat berfungsi membersihkan diri dari kekikiran dan cinta harta yang
berlebihan. Selain itu, mensucikan (menyuburkan sifat kebaikan) bahkan lebih serius
lagi haruslah sampai kepada tingkatan yang menetramkan jiwa.
Pada zaman Rasulullah SAW, dikenal sebuah lembaga yang disebut Baitul
Maal. Baitul Maal ini memiliki tugas dan fungsi mengelola keuangan negara. Sumber
pemasukannya berasal dari dana zakat, infaq, ghanimah, dan lain-lain. Sedangkan
penggunaannya untuk ashnaf mustahiq yang telah ditentukan, untuk kepentingan
dawah, pendidikan, pertahanan, kesejahteraan sosial, pembuatan infrastrukur, dan
lain sebagainya.4
Kenyataan menunjukkan bahwa di Indonesia, organisasi pengelola zakat telah
ada sejak dahulu. Baik dalam bentuk pesantren, yayasan-yayasan sosial, maupun
bentuk-bentuk lainnya. Lembaga-lembaga ini biasanya menerima dana-dana zakat,
infaq, shadaqah, maupun wakaf dari masyarakat yang kemudian disalurkan melalui
3
Yusuf Qardawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robbani
Press 1997), h. 57
4
Ismail Nawawi, Zakat dalam perspektif fiqh, social, dan ekonomi, (Surabaya: CV
Putra Media Nusantara, 2010), h. 51-52
dapat
mengumpulkan
zakat
dan
mendistribusikannya
untuk
meningkatkan
kinerja
pengumpulan,
pendistribusian,
dan
pendayagunaan zakat.
g. Akuntabilitas. Pengelolaan zakat harus bisa dipertanggung jawabkan
kepada masyarakat dan mudah diakses oleh masyarakat dan pihak lain
yang berkepentingan.
Pengelola zakat yang berkualitas sebaiknya mampu mengelola zakat yang ada
secara efektif dan efisien. Program-program penyaluran zakat harus benar-benar
menyentuh mustahik dan memiliki nilai manfaat bagi mustahik tersebut. Lembaga
pengelola zakat juga harus bersikap responsif terhadap kebutuhan mustahik, muzakki,
dan alam sekitarnya. Hal ini mendorong amil zakat untuk bersifat proaktif, antisipatif,
inovatif, dan kreatif sehingga tidak hanya bersifat pasif dan reaktif terhadap fenomena
sosial yang terjadi, Selain itu, seluruh organisasi pengelola zakat telah memahami
dengan baik syariat dan seluk beluk zakat sehingga pengelolaan zakat tetap berada
dalam hukum Islam, tentunya hal ini sejalan dengan asas-asas pengelolaan zakat.
3. Tujuan Pengelola Zakat.
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011, tujuan pengelolaan zakat adalah:
a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan
zakat. Pengelolaan zakat yang baik akan memudahkan langkah sebuah
LPZ untuk mencapai tujuan inti dari zakat itu sendiri, yaitu optimalisasi
zakat. Dengan bertindak efisien dan efektif, LPZ mampu memanfaatkan
dana zakat yang ada dengan maksimal.
b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan penanggulangan kemiskinan. Pengelolaan zakat dimaksudkan agar
dana zakat yang disalurkan benar-benar sampai pada orang yang tepat dan
menyalurkan dana zakat tersebut dalam bentuk yang produktif sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan zakat untuk
hal yang produktif dapat dilakukan dengan mendirikan Rumah Asuh,
melakukan pelatihan home industry, mendirikan sekolah gratis, dan
sebagainya.7
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h.
127-130
dari
unsur
masyarakat
dan
pemerintah
dengan
tugas
mengkoordinasikan
bawahannya
masing-masing
dan
10
Tugas Badan Amil Zakat. Tugas BAZ dari Nasional sampai Kecamatan
sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
b. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk
penyusunan rencana pengelolaan zakat.
c. Menyelenggarakan
bimbingan
di
bidang
pengelolaan,
tugas
penelitian
dan
pengembangan,
zakat
dan
lembaga
amil
zakat
mempunyai
tugas
pokok
10
beberapa
daerah,
di
masjid-masjid,
bahkan
di
lembaga
d. Zakat
sabillilah,
misalnya
dapat
M. Arief Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006), h. 86
12
Ismail Nawawi, Op.cit, h. 66
11
menggunakan
parameter
yang
jelas
dan
dapat
12
akan kembali hidup dalam keadaan fakir atau miskin. Banyak sekali
pendapat bahwa zakat yang disalurkan kepada dua golongan ini dapat
bersifat produktif, yaitu untuk menambah atau sebagai modal usaha
mereka.
C. Wilayah Pembagian Tugas BAZ dan LAZ
Jakupan wilayah kerja BAZ biasanya sangat terbatas, artinya budget amil
akan sangat terkuras bila harus menjaring daerah-daerah pelosok yang basanya justeru
menuntut perhatian. sedangakna justifikasi menetapkan hak amil hanya 1/8 atau
12,5% saja dari dana yang terkumpul, alokasi dana ini akan cukup minim untuk
biayaya oprasional yang dikembangkan oleh BAZ padahal besar 1/8 ini sangat
bergantung kepada besaran hasil pengumpulan dana zakat itu sendiri.
Kemudian dalam pengelolaan dengan menuju kepada jaringan evektifitas kerja
BAZ dapat dikendalikan pengoptimalkan jika bias bertumpu kepada jaringan yang
mempu mengolah informasi, dengan adanya informasi pemetaan antara garis pemisah
muslim yang surflus dan muslim yang defisit dapat menjadi objek untuk mentransfer
antar lembaga-lembaga Amil Zakat. Kepercayaan pemerintah dengan mengundangundangkan permasalahan sistem pengelolaan zakat sudah cukup untuk menjadi modal
ummat untuk bisa mengorganisir sistem peleksanaan zakat, sebagai mana yang diatur
dalam Undang-Undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat disebutkan
didalam pasal 2 mengenai susunan jaringan dan organisasi BAZ nasional yang
berkedudukan di ibu kota Negara, BAZ provinsi yang berkedudukan di ibu kota
provinsi, BAZ daerah yang berkedudukan di ibu kota kabupaten, dan terakhir BAZ
kecamatan yang berkedudukan di ibu kota kecamatan.14
Pengukuhan BAZ/LAZ dilakukan oleh pemerintah atas usul BAZ/LAZ yang
telah memenuhi persyaratan. Pengukuhan dilaksanakan setelah terlebih dahulu
dilakukan penelitian persyaratan. Pengukuhan dapat dibatalkan apabila BAZ/LAZ
tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan. Pemerintah yang dimaksud adalah :
1. Tingkat Nasional dibentuk oleh Presiden dan usul Menteri Agama. BAZ/LAZ
Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara,
2. Tingkat Propinsi dibentuk oleh Gubernur dan usul Kantor Wilayah
Departemen Agama Propinsi. BAZ/LAZ Propinsi berkedudukan di ibu kota
Propinsi,
14
13
14
Agar dana zakat yang disalurkan itu dapat berdaya guna dan berhasil guna, maka
pemanfaatannya harus selektif untuk kebutuhan konsumtif atau produktif. Mekanisme
distribusi zakat kepada mustahiq bersifat konsumtif dan juga produktif. Menurut
Mufraini distribusi zakat tidak hanya dengan dua cara akan tetapi ada tiga yaitu:
distribusi konsumtif, distribusi produktif, dan investasi.
1. Distribusi Konsumtif Dana Zakat.
Dalam distribusi konsumtif disini dapat diklarifikasi menjadi dua, yaitu:16
a. Tradisional. Zakat dibagikan kepada mustahiq dengan secara langsung untuk
kebutuhan konsumsi sehari-hari. Misalnya pembagian zakat fitrah berupa
beras dan uang kepada fakir miskin setiap idul fitri. Pola ini merupakan
program jangka pendek dalam mengatasi permasalahan umat.
b. Kreatif. Zakat yang diwujudkan dalam bentuk barang konsumtif dan
digunakan untuk membantu orang miskin dalam mengatasi permasalahan
sosial dan ekonomi yang dihadapi. Proses pengkonsumsian dalam bentuk lain
dari barangnya semula.17 Misalnya diberikan dalam bentuk beasiswa untuk
pelajar.
Pola pendistribusian dana zakat secara konsumtif diarahkan kepada:
a. Upaya pemenuhan kebutuhan konsumsi dasar dari para mustahiq. Sama
halnya dengan pola distribusi konsumtif tradisional yang realisasinya tidak
jauh pada pemenuhan sembako bagi kelompok delapan asnaf. Yang menjadi
persoalan kemudian adalah seberapa besar volume zakat, apakah untuk
kebutuhan konsumtif sepanjang tahun, atau hanya untuk memenuhi kebutuhan
makan satu hari satu malam. Pendistribusian yang seperti ini sangat tidak
mendidik jika diberikan sepanjang tahun dan tidak berarti apa-apa jika untuk
satu hari satu malam saja.
b. Upaya pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan
sosial dan psikologis. Diarahkan kepada pendistribusian konsumtif non
makanan, walaupun untuk keperluan konsumsi mustahiq. Misalnya untuk
peningkatan kesejahteraan social yaitu pengupayaan renovasi tempat-tempat
pemukiman. Sedangkan untuk kesejahteraan psikologis adalah dengan
16
Fachruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia (Yogyakarta: Sukses Offset, 2008),
h. 314
17
Amiruddin, dkk. Anatomi Fiqh Zakat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 3
15
kemiskinan,
menghilangkan
kebodohan,
dan
menyiapkan
adalah hak milik dari mustahiq delapan asnaf. Konsep distribusi produktif yang
dikedepankan oleh sejumlah lembaga pengumpul zakat, biasanya dipadukan
dengan dana lain yang terkumpul, misal infaq dan sadaqah.
Dalam Pendistribusian Zakat Produktif disini dapat diklarifikasikan menjadi
dua bagian yaitu antara lain:18
a. Tradisional/konvensional. Zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang
produktif, dimana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para
mustahiq dapat menciptakan suatu usaha. Misalnya pemberian bantuan ternak
kambing, sapi.
b. Kreatif. Zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir, baik
untuk permodalan proyek sosial seperti membangun sekolah, tempat ibadah,
maupun sebagai modal usaha untuk membantu mengembangkan usaha para
pedagang atau pengusaha kecil.19
Zakat secara produktif ini bukan tanpa dasar, zakat ini pernah terjadi di zaman
Rasulullah dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Salim
Bin Abdillah Bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah telah memberikan
kepadanya zakat lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi.
Dalam kaitan dengan penyaluran zakat yang bersifat produktif, ada pendapat
menarik yang dikemukakan oleh Syekh Yusuf Qardhawi, dalam bukunya yang
fenomenal, yaitu Fiqh Zakat, bahwa pemerintah Islam diperbolehkan membangun
pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian
kepemilikan dan keuntungannya bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan
terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa. Dan untuk saat ini peranan
pemerintah dalam pengelolaan zakat digantikan oleh Badan Amil Zakat atau
Lembaga Amil Zakat.20
Menurut K.H. Didin Hafidhuddin,M.Sc. BAZ ataupun LAZ, jika memberikan
zakat
yang
pula melakukan
pembinaan
dan
Ibid
Departemen Agama, Manajemen Pengelolaan Zakat (Depok: Direktorat Pengembangan
Zakat dan Wakaf, 2005), h. 35-36.
20
Yusuf Al-Qardawi. Hukum Zakat, Edisi terjemahan (Bogor: Litera AntarNusa, . 1997), h.
121
19
17
Antara pola mudharabah dan qardul hasan hampir sama. Namun yang
membedakan adalah apabila usaha tersebut untung, maka mustahiq dan BAZ/LAZ
saling membagi hasil keuntungan. Mustahiq mengambil sejumlah persen laba dan
18
Namun persolalan yang sangat akan muncul adalah siapa yang akan
menginvestasikan dana tersebut?. Dalam kajian fiqh klasik, pembahasan yang
sudah akrab berkisar pada kemungkinan mustahiq sendiri yang menginvestasikan
dana tersebut atau si muzakki yang menginvestasikannya. Para ahli fiqh klasik
menyebutkan bahwa:21
a. Bila mustahiq yang menginvestasikan dana zakat. Seorang mustahiq dapat
menginvestasikan dana zakatnya setelah mustahiq menerima dana zakatnya.
Ketika zakat diserahkan maka otomatis akan jadi milik sepenuhnya. Ada
empat
golongan
dari
delapan
asnaf
yang
diperbolehkan
untuk
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
21
pelaksanaan,
dan
pengoordinasian
dalam
pengumpulan,
kemaslahatan umat Islam. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat
mempunyai
tugas
pokok
mengumpulkan,
mendistribusikan
dan
23
juga
amanah
dalam
mendistribusikannya
DAFTAR PUSTAKA
Abdad, M. Zaidi. 2003. Lembaga perekonomian ummat di dunia islam. Bandung: Angkasa
Bandung.
24
Agama.
2005.
Manajemen
Pengelolaan
Zakat.
Depok:
Direktorat
25