Vaskularisasi Ekstremitas Inferior Dan Mekanisme Pembekuan Darah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

Vaskularisasi Ekstremitas Inferior dan Mekanisme Pembekuan Darah

Ivan Yoseph Saputra


Fakultas Kedokteran Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
Alamat korespondensi: [email protected]

Abstrak: Darah merupakan substansi penting dalam tubuh yang berfungsi sebagai sel transport
yang ikut dalam mekanisme metabolisme dalam tubuh, dan pertahanan tubuh. Darah teridiri atas
eritrosit, limfosit, dan plasma darah. Normalnya darah mengalir disepanjang pembuluh darah.
Pada saat seseorang mengalami pendarahan, terjadi proses hemostasis di mana tubuh akan
berusaha untuk mempertahankan jumlah darah dengan mengurangi pendarahan dengan clotting/
koagulasi darah.
Kata kunci: darah, pembuluh darah, koagulasi darah
Abstract: Blood is an important substance in the body that functions as a transport cell. Blood
involved in the human metabolism, and the bodys defenses. Blood comprised of erythrocytes,
lymphocytes, and blood plasma. Normally the blood flow along the veins. If someone is bleeding,
hemostasis process occurs in which the body will attempt to maintain the blood level by reducing
the amount of bleeding by clotting / coagulation of blood.
Keywords: blood, veins, blood coagulation
Pendahuluan
Metabolisme dalam tubuh manusia terjadi sepanjang seseorang hidup. Dalam tubuh manusia
metabolisme bersifat aerob (membutuhkan oksigen). Oksigen dalam tubuh manusia didapat
melalui mekanisme respirasi, mekanisme respirasi terjadi melalui proses pengambilan O 2 dan
pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme CO2. Pembuluh darah bertugas untuk melakukan
transportasi O2 dan CO2. Darah adalah substansi penting yang harus dipertahankan jumlah nya
dalam tubuh. Apabila seseorang mengalami pendarahan perlu adanya mekanisme hemostasis
untuk mempertahankan kadar darah.

Latar Belakang Masalah


Seorang anak laki-laki berusia dua tahun dibawa oleh ibunya ke puskesmas dengan keluhan
anaknya sering mengalami lebam-lebam pada paha dan kaki bila terbentur benda keras. Selain
itu, ibu anak laki-laki tersebut juga mengatakan bahwa kemarin anaknya mengalami luka
berdarah pada kaki yang sulit dihentikan sehabis terjatuh dari tangga.
Rumusan Masalah
Seorang anak laki-laki mudah mengalami lebam pada paha dan kaki bila terbentur dan darah
sukar membeku apabila terjadi pendarahan.
Analisis Masalah

Vaskularis
asi
Ekstremit
as Inferior

Seorang
Anak LakiLaki Mudah
Mengalami
Lebam dan
Darah Sukar
Membeku

Mekanis
me
Pembeku
an Darah

Histolog
i
Pembul
uh
darah

Komposi
si dan
Biosinte
sis
Darah

Hipotesis
Darah yang sukar membeku disebabkan karena kegagalan mekanisme koagulasi darah.
Sasaran Pembelajaran
1.
2.
3.
4.

Mahasiswa mengetahui vaskularisasi ekstremitas inferior


Mahasiswa mengetahui struktur mikroskopis pembuluh darah
Mahasiswa mengetahui komposisi dan biosintesis darah
Mahasiswa mengetahui mekanisme pembekuan darah

Pembahasan
1. Vaskularisasi Ekstrimitas Inferior
Vaskularisasi ekstremitas inferior dimulai dari ventricle sinistra jantung menuju ke arah inferior
menjadi arteri thoracalis atau arteri descendens, kemudian pada daerah abdominal sesudah
menembus diafragma menjadi aorta pars abdominalis. Sebelum mencapai pelvis terjadi
percabangan aorta pars abdominalis yang disebut dengan bifurcatio aorta. Percabangan
bifucartio aorta akan menjadi arteri illiaca communis dextra dan sinistra. Arteri illiaca
communis bercabang menjadi arteri illiaca eksterna dan arteri illiaca interna. Arteri illiaca
eksterna berjalan ke arah inferior menembus ligamentum inguinal menjadi arteri femoralis.
Cabang arteri illiaca communis lainya, arteri illiaca interna/hypogastric berjalan ke arah inferoposterior akan mempendarahi dinding visceral pelvis, gluteus, organ reproduksi, dan tungkai atas
medial.1,2

Gambar 1. Aorta Pars Abdominalis Arteri Illiaca Communis. 1


Arteri femoralis berjalan ke arah inferior akan mempercabangkan cabang superfisial dan
cabang profundus; cabang superfisial arteri femoralis adalah arteri epigastrica inferior, arteri
pudenda eksterna, dan arteri circumflexa illium superfisialis. Arteri epigastrica inferior berjalan
menuju dinding perut depan sampai umbilicus, arteri pudenda eksterna berjalan medial menuju
alat kelamin, dan arteri circumfleksa illium superfisialis berjalan menuju spina illiaca anterior
posterior. Cabang profundus arteri femoralis adalah arteri profuna femoris. Arteri profunda
femoris akan mempercabangkan arteri circumfleksa femoris medialis, arteri circumfleksa
lateralis, dan arteri perforantes I,II, dan III, yang akan menembus otot-otot adduktor. Arteri
circumfleksa femoris lateralis akan bercabang lagi menjadi ramus descendens dan ramus
ascendens. Pada ramus descendens akan beranastomosis dengan arteri disekitar patella. Pada
arteri femoralis setelah menembus musculus adduktor magnus melalui hiatus adduktorius akan
berjalan ke arah posterior menjadi arteri poplitea.1,2

Gambar 2. Arteri Femoralis dan Percabanganya. 1


Arteri poplitea bercabang menjadi arteri genus superior medialis, arteri genus superior
lateralis, arteri genus inferior medialis, arteri genus inferior lateralis, arteri genus media,
arteriae suralis. Arteri genus superior medialis dan lateralis akan melingkari tulang tibia. Arteri
genus media akan bercabang ke arah ventral mempendarahi ligamentum-ligamentum disekitar
regio genus. Arteri genus inferior medialis dan lateralis akan melingkari tulang tibia (lebih
inferior daripada arteri genuss superior medialis dan lateralis. Antara arteri genus superior
medialis dan lateralis, arteri genus inferior medialis dan lateralis akan beranastomosis menjadi
rete articulare genus. Arteri poplitea akan berjalan lagi ke arah inferior mempercabangkan arteri
tibialis anterior, arteri tibialis anterior menembus m. soleus berjalan ke arah ventral. Arteri
tibialis posterior dan arteri tibialis akan dipercabangkan lebih inferior, Arteri tibialis posterior
berjalan ke arah medial, sementara arteri tibialis berjalan ke arah lateral.1,2

Gambar 3. Arteri Poplitea Arteri Tibialis Posterior Arteri Fibularis. 1


Arteri tibialis anterior mempercabangkan arteri reccurens ke distal didaerah malleolus
mempercabangkan arteri malleolus anterior medial dan lateral. Arteri tibialis posterior
mempercabangkan arteri malleolaris posterior medialis pada daerah malleolus, arteri
malleolaris posterior medialis dan arteri malleolaris anterior medialis akan beransastomosis
membentuk rete malleolare laterale, sementara arteri fibularis akan mempercabangkan arteri
malleolaris posterior lateralis, bersama-sama dengan arteri malleolaris anterior lateralis
membentuk rete malleolare mediale.1,2

Gambar 4. Arteri Tibialis Anterior Arteri Malleolus Anterior. 1


Pada daerah tarsalis, arteri tibialis anterior akan mempercabangkan arteri tarsalis
lateralis dan medialis kemudian sampai pada dorsum pedis berubah nama menjadi arteri
dorsalis pedis. Arteri dorsalis pedis mempercabangkan arteri arcuata yang bercabang lagi pada
bagian metatarsal menjadi arteri metatarasles dorsales II, III, IV, V, selain itu arteri arcuata
beranastomosis dengan arteri tarsalis lateralis. Cabang lainya adalah arteri plantari profundus
yang akan berjalan menuju bagian plantar pedis. Pada daerah metatarsal, arteri dorsum pedis
berubah nama menjadi arteri metatarsales dorsales I. Pada ujung distal metatarsal, arteri
metatarsales arteri digitales dorsales. Arteri tibialis posterior akan mempercabangkan arteri

plantaris medialis dan arteri plantaris lateralis pada daerah plantar pedis. Arteri plantaris
lateralis akan mempercabangkan arcus plantaris profundus. Arteri plantaris profundus akan
bercabang menjadi arteriae metatarsales plantares I-V, dan pada daerah digitales akan menjadi
arteriae digitales platares communis, sampai pada ujung distal berubah menjadi arteriae
digitales profundus. Arteri plantaris medialis bercabang menjadi ramus profundus dan ramus
superfisial arteri plantaris medialis. Arteri plantari medialis ramus profundus akan
beranastomosis dengan arcus plantaris profundus, sementara arteri plantaris medialis ramus
superfisialis berjalan ke arah medial mempendarahi subkutis. 1,2

Gambar 5. Arteri tarsalis pedis. 1


2. Struktur Mikroskopis Pembuluh Darah
Pembuluh darah memiliki struktur mikroskopis yang berbeda-beda bergantung pada fungsinya.
Setiap pembuluh darah memiliki ciri yang sama satu dengan lainya yaitun mempunyai tiga
lapisan pada dindingnya; tunika intima yang tersusun atas endotel dan jaringan ikat areolar,

tunika media yang biasanya tersususun atas jaringan elastin atau otot polos, dan tunika adventisia
yang tersusun oleh jaringan ikat, serat saraf, pembuluh limfe, dan vasa vasorum. Berikut adalah
penggolongan pembuluh darah;3

Gambar 6. Penggolongan Pembuluh Darah. 4

Arteri besar/arteri elastik

Fungsi arteri besar adalah untuk menyalurkan darah, meredam tekanan yang disebabkan
sistol jantung, menjaga agar aliran darah berjalan mulu dan tidak terhentak hentak. Contohnya
A.inominata, subclavia, A.carotis communis, A.illiaca. diamaeter nya kurang lebih 1-2,5cm.
Pada arteri besar, tunika intimanya mengandung sel endotel dengan lamina basalis. Lapisan
subendotel nya terdiri atas jaringan ikat kolagen, elastin dan otot polos,serta terdiri atas lamina
elastika interna. Pada bagian tunika medianya, terdiri atas serat elastin, kolagen dan sel otot

polos. Pada adventisia nya terdapat vasa vasorum dan serat saraf.3

Gambar 7. Struktur Mikroskopis Arteri Besar.4

Arteri sedang/arteri muscular

Fungsi arteri ini adalah membagi darah ke organ yang membutuhkannya. Tunika elastika
interna dan eksterna nya tampak jelas. Pada tunika intima, terdapat lapisan endotel dengan
lamina basalis. Pada tunika media nya terdapat otot polos sirkular, kolagen dan beberapa serat
elastin, namun tidak ditemukan adanya fibroblas. Pada tunika adventisia nya, memiliki tebal
lapisan jaringan ikat kira-kira sama dengan tebal tunika medianya.3

Arteri kecil/ arteriol

Fungsi arteri ini adalah mendistribusikan darah ke jaringan organ dalam dan mengontrol
aliran darah kedalam kapiler. Arteri ini mempunyai 1-2 lapis otot polos pada tunika media. Arteri
kecil mempunyai sampai 8 lapis otot polos pada tunika media.

Kapiler tipe visceral atau fenesterated capillary

Memiliki pori-pori, terdapat di pancreas, usus, kelenjar endokrin dan ginjal.

Kapiler tipe muscular atau kapiler sempurna/utuh (continous capillary)

Sel endotel kontinu, banyak terdapat otot, jaringan saraf, dan jaringan ikat.

Sinusoid (discontinous capillary)

Memiliki khas berongga tipis dan memiliki diameter yang besar, banyak ditemukan di hepar.

Gambar 8. Kapiler Darah. 4

Vena besar

Vena besar , seperti vena kava, memiliki tunika intima yang mirip dengan vena sedang.

Tunika media dari vena besar kurang sempurna perkembangannya, kadang tidak ada. Bila ada,
struktur histologisnya mirip dengan vena sedang. Sedangkan tunika adven nya, beberapa kali
lebih tebal dibandingkan dengan tunika medianya, terdiri atas jaringan ikat dengan serat kolagen
yang tersusun longitudinal, terdapat berkas otot polos yang sangat mencolok dan tersusun
longitudinal.3

Vena sedang

Vena sedang memiliki selapis sel endotel pada tunika intimanya. Tunika medianya jauh lebih
tipis daripada arteri sedang, dan memiliki serat kolagen yang lebih menonjol daripada serat otot
polos. Tunika adventisia nya lebih tebal daripada tunika medianya, jaringan ikat dan beberapa
otot polos.3

Vena kecil

Vena kecil merupakan vena yang berhubungan dengan kapiler darah tempat terjadinya
pertukaran zat antar jaringan. Sel otot polos pada vena kecil ini mula-mula selapis, kemudian
lapisan otot polos bertambah banyak mengelilingi endotel.3
3. Komposisi dan Biosintesis Darah
Darah merupakan substansi penting dalam tubuh yang berfungsi sebagai penyalur mekanisme
metabolisme dalam tubuh, pertahanan tubuh. Volume darah dalam tubuh adalah sekitar 7- 8 %
dan pada laki laki 5 -6 liter dan perempuan 4-5 liter. Komposisi darah terdiri atas plasma darah,
eritrosit, trombosit, dan leukosit.

Gambar 9. Komposisi Darah. 4

Plasma

Plasma darah memiliki warna yang bening kekuningan 95% dari plasma ini terdiri dari air
dan garam memiliki ph berkisar 7,35- 7,45 jika terlalu asam disebut asidosis dan jika terlalu basa
disebut alkalosis. Banyak mengandung karbohidrat,

lemak, protein, vitamin, mineral,

Faktorpembekuan darah, dan sisa metabolism. Karbohidrat berupa glukosa, lemak berupa
cholesterol, trigeliserida, HDL cholesterol, dan

LDL cholesterol, molekul protein berupa

albumin dan globulin (imunoglobin ,IG a,IG g, IG m,IG d, dan IG e), hasil sisa metabolisme
berupa ureum, kreatinin, dan asam urat. Faktor pembekuan darah berupa fibrinogen.

Eritrosit
Eritrosit mempunyai bentuk yang bikonkaf, bentuk bikonkaf ini bertujuan untuk

memperluas permukaan eritrosit mencapai 30- 40 % sehinga saturasi hb meningkat, tidak


memiliki inti, memiliki ukuran diameter antara 6-9 mikron. Jumlahnya di dalam tubuh berkisar
4,8- 5,4 juta/mm3, mengandung hemoglobin 34% yang berfungsi sebagai transport oksigen, Hb
yang berikatan dengan O2 akan berwarna merah sedangkan yang tidak akan berwarna biru.
Eritrosit banyak mengandung enzim carbonic anhidrase dan atp- ase.

Eritrosit pada bayi dibentuk di hati, sumsum tulang, dan limfa. Pada anak- anak di sumsum
tulang, sumsum tulang pipih. Sel eritrosit di tubuh manusia berumur 120 hari. Berdasarkan
susunan polipeptidanya HB dapat dibagi menjadi 3 yaitu HbA(2 alfa dan 2 beta),HbA2(2 alfa
dan 2 delta), dan HbF(2 alfa dan 2 gama).HbF adalah Hb yang dimiliki oleh fetus, Hb ini tidak
dipengaruhi oleh DPG/BPG.
Struktur dari eritrosit terdiri dari heme dan globin. Heme merupakan senyawa profirin
ditambah Fe+2 dan globin merupakan protein yang mengandung rantai polipeptida. Porfirin
mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat basa lemah dan adanya
gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan juga bersifat asam. Titik isoelektriknya
berkisar pada pH 3-4, sehingga pada pH trersebut porfirin mudah diendapkan dalam larutan air.
Berbagai jenis porfirinogen tidak berwarna, sedangkan berbagai jenis porfirin berwarna. Porfirin
dan derivat-derivatnya mempunyai spektrum absorbsi yang khas pada daerah yang dapat dilihat
dan pada daerah ultraviolet. Larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pita absorbsi pada 400
nm yang disebut pita Soret. Porfirin dalam asam mineral kuat atau pelarut organik dan kemudian
disianari sinar ultraviolet akan memancarkan fluoresensi merah yang kuat. Sifat fluoresensi ini
sangat khas sehingga sering dipakai untuk mendeteksi porfirin bebas dengan jumlah yang
sedikit.
Sifat absorbsi dan fluoresensi yang khas dari porfirin disebabkan oleh ikatan rangkap yang
menyatukan cincin pirol. Ikatan rangkap ini tidak ada pada porfirinogen sehingga tidak
menunjukkan sifat-sifat tersebut. Jika porfirinogen mengalami oksidasi dengan melepaskan 6
atom H akan terbentuk porfirin yang mempunyai ikatan rangkap.
Biosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali eritrosit dewasa yang
tidak mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme terjadi pada sel-sel prekursor eritoid di
sumsum tulang dan sebagian besar sisanya di sel hepar. Biosintesis heme dapat dibagi menjadi 2
tahap, yaitu: (1) Sintesis porfirin; (2) Sintesis heme. Biosintesis heme dimulai di mitokondria
melalui reaksi kondensasi antara suksinil-KoA yang berasal dari siklus asam sitrat dan asam
amino glisin. Reaksi ini memerlukan piridoksal fosfat untuk mengaktivasi glisin, diduga
piridoksal bereaksi dengan glisin membentuk basa Shiff, di mana karbon alfa glisin dapat
bergabung dengan karbon karbosil suksinat membentuk -amino--ketoadipat yang dengan
cepat mengalami dekarboksilasi membentuk d-amino levulinat (ALA). Rangkaian reaksi ini
dikatalisis oleh ALA sintase/sintetase yang merupakan enzim pengendali laju reaksi pada

biosintesis porfirin.AmLev yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol. Di sitosol 2 molekul


AmLev dengan perantaraan enzim ALA dehidratase/dehidrase membentuk porfobilinogen yang
merupakan prazat pertama pirol. ALA dehidratase merupakan enzim yang mengandung seng dan
sensitif terhadap inhibisi oleh timbal Empat porfobilinogen selanjutnya mengadakan kondensasi
membentuk tetrapirol linier yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim
uroporfirinogen I sintase (porfobilinogen deaminase).4
Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen I
yang simetris atau diubah menjadi uroporfirinogen III yang asimetris dan membutuhkan enzim
tambahan yaitu uroporfirinogen III kosintase Pada kondisi normal hampir selalu terbentuk
uroporfirinogen III. Uroporfirinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi, semua gugus
asetatny (A) menjadi gugus metil (M) membentuk koproporfirinogen III. Reaksi ini dikatalisis
oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase. Enzim ini juga mampu mengubah uroporfirinogen I
menjadi koproporfirinogen I. Selanjutnya, koproporfirinogen III masuk ke dalam mitokondria
serta mengalami dekarboksilasi dan oksidasi, gugus propionat (P) pada cincin I dan II berubah
menjadi vini (V). Reaksi ini dikatalisis oleh koproporfirinogen oksidase dan membentuk
protoporfirinogen IX. Enzim tersebut hanya bisa bekerja pada koproporfirinogen III, sehingga
protoporfirinogen I umumnya tidak terbentuk. Protoporfirinogen IX selanjutnya mengalami
oksidasi oleh enzim protoporfirinogen oksidase membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin IX
yang dihasilkan akan mengalami proses penyatuan dengan Fe++ melalui suatu reaksi yang
dikatalisis oleh heme sintase atau ferokelatase membentuk heme.

Gambar 10. Biosintesis Porfirin.


Enzim yang bertindak sebagai regulator biosintesis heme adalah ALA sintase. Heme yang
mungkin bekerja melalui molekul aporepresor menghambat sintesis ALA sintase, dalam hal ini
kemungkinan terjadi feed back negative. Obat yang metabolismenya menggunakan hemoprotein
spesifik di hati (sitokrom-P450) menyebabkan konsentrasi heme intraseluler menurun. Hal ini
menyebabkan represi terhadap ALA sintase menurun. Aktivitas ALA sintase meningkat sehingga
sintesis heme juga meningkat. Pemberian glukosa dan hematin dapat mencegah pembentukan
ALA sintase sehingga menurunkan sintesis heme.4
4. Proses Pembekuan Darah
Pada saat endotel mengalami luka, kolagen terkspose terhadap platelets sehingga platelets
mengaktifkan reseptor membran Ia/IIa. Keadaan ini diperkuat dengan vWF (von Willebrand
factor), yang meningkatkan jumlah ikatan platelets dengan reseptor membran Ia/IIa. Aktivasi
platelets akan melepaskan granul-granul berupa ADP, serotonin, platelet-activating factor (PAF),
vWf, platelet faktor 4, dan thromboxane A2. Sehingga terjadi protein-G cascade yang
meningkatkan kadar Ca2+ pada sitosol platelets. Ion kalsium akan mengaktifkan protein kinase C,
di mana kinase C akan mengaktifkan phosphlipase A2 (PLA2). PLA2 akan memodifikasi
membran glikoprotein IIb/IIIa, meningkatkan affinitasnya terhadap fibrinogen. Platelet yang

sudah teraktivasi akan berubah bentuk dari spherical menjadi stellate, ikatan silang antara
fibrinogen dengan glikoprotein IIb/IIIa membantu aggregasi platelets yang berdekatan.4,5

Gambar 11. Sinonim Faktor Clotting Darah. 5


Proses koagulasi adalah hemostasis tahap kedua yang menyebabkan terbentuknya
formasi fibrin. Proses ini teridiri atas jalur intrinsik yang melibatkan jalur kontak aktivasi, serta
jalur ekstrinsik yang berhubungan dengan jalur faktor jaringan. Awalnya proses ini dimulai dari
jalur ekstrinsik di mana jaringan pembuluh darah yang terluka akan menyebabkan FVII keluar
dari sirkulasi darah (diaktivasi oleh thrombin, FXIa, FXII, dan FXa) dan terjadi kontak dengan
tissue factor (TF). Bertemunya FVII dengan TF akan mengaktifkan kompleks TF-FVIIa.
Kompleks ini akan mengaktivasi FIX dan FX. Aktivasi FX akan secara cepat diinhibisi oleh
tissue factor pathway inhibitor (TFPI). FXa dan ko-faktor nya FVa akan membentuk
prothrombinase kompleks, yang akan mengaktivasi prothrombin menjadi thrombin. Thrombin
akan mengaktivasi komponen lain dari cascade koagulasi, termasuk FV dan FVIII. FIXa bersama
dengan ko-faktor nya FVIIIa akan membentuk tenase-complex (activating complex), yang akan
mengaktivasi FX. Siklus ini akan berulang terus-menerus sampai terjadi hemostasis.4,5

Gambar 12. Mekanisme Koagulasi Darah.4


Jalur intrinsik dimulai pada saat terbentuknya kompleks antara kolagen, prekallikrein
(Fletcher Factor) atau serine protease, dan FXII (Hageman Factor). Prekallikrein dirubah
menjadi kallikrein (enzim) dan FXII diubah menjadi FXIIa. FXIIa akan mengubah FXI menjadi
FXIa. FXIa akan mengaktivkan FIX yang juga bersama dengan ko-faktor nya FVIIIa
membentuk tenase kompleks, yang akan mengaktifkan FX menjadi FXa. FXa akan mengubah
prothrombin menjadi thrombin. Di mana pada akhir proses koagulasi, thrombin digunakan untuk
mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin.4,5

Gambar 13. Jalur Intrinsik Koagulasi Darah. 5


Kalsium dan fosfolipid diperlukan untuk mekanisme tenase dan prothrombin. Kalsium
akan memediasi ikatan kompleks FXa dan FIXa terhadap membran fosfolipid. Vitamin K juga
merupakan faktor yang essensial, dibutuhkan sebagai ko-faktor dari FII, FVII, FIX, dan FX.5
Terdapat beberapa zat yang diperlukan sebagai regulator koagulasi sehingga tidak terjadi
koagulasi yang berlebihan, seperti; protein C, antithrombin, TFPI, plasmin, 1-antitripsin, dan
prostacyclin. Protein C sebagai antikoagulan bekerja dengan menurunkan FVa dan FVIIIa.
Antithrombin sebagai inhibitor serine protease menurunkan prekallikrein, FIXa, FXa, FXIa, dan
FXIIa, serta meningkatkan heparin. Tissue factor pathway inhibitor (TFPI) menurunkan tissue
factor. Plasmin, mencegah terjadinya formasi fibrin yang berlebihan (degradasi fibrin). 1antitripsin meningkatkan aktivitas antithrobin. Prostacyclin akan mengaktivasi adenilil siklase
yang akan mensintesis cAMP. cAMP akan menginhibisi aktivasi platelet dengan mengurangi
kadar kalsium dalam sitosol.5

Gambar 14. Regulasi Koagulasi Darah. 4


Penutup
Darah merupakan substansi penting dalam tubuh yang berfungsi sebagai jaringan sel transport
yang ikut dalam mekanisme metabolisme dalam tubuh, dan pertahanan tubuh. Darah teridiri atas
eritrosit, limfosit, dan plasma darah. Normalnya darah mengalir disepanjang pembuluh darah.
Pada saat seseorang mengalami pendarahan, terjadi proses hemostasis di mana tubuh akan
berusaha untuk mempertahankan jumlah darah dengan mengurangi pendarahan/ clotting/
koagulasi darah. Pada kasus diatas anak laki-laki tersebut mengalami gangguan dalam
mekanisme koagulasi darah, hal ini dapat disebabkan oleh karena defisiensi faktor koagulasi atau
kadar zat-zat antikoagulan yang berlebihan dalam tubuh.
Daftar Pustaka
1. Sobotta J. Atlas of human anatomy.14th ed. Munchen: Elsevier Urban and Fischer; 2006.h.
351-75.
2. Netter F H. Atlas anatomi manusia. 5 th ed. Singapore: Elsevier (Singapore) Pte Ltd.h.
492, 500, 518-9.
3. Luiz CJ. Histologi dasar: teks & atlas. Edisi ke-10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2007.h. 219-34.

4. Sherwood L. Human physiology: from cells to system. 7 th ed. Stamford: Brooks/Cole


Cengage Learning;2010.h.392-410.
5. Guyton AC, Hall JE. Medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2006.h. 459-62.

Anda mungkin juga menyukai