Akuntansi Forensik FIX

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

I.

Akuntansi Forensik

1.1 Akuntansi Forensik


Istilah akuntansi forensic merupakan terjemahan dari forensic accounting dalam
bahasa Inggris. Menggunakan makna ketiga dari kata forensic dalam kamus tersebut,
maka akuntansi forensic adalah penerapan disiplin akuntansi pada masalah hukum.
Akuntansi forensic dipraktikan dalam bidang yang luas, seperti:
1. Dalam penyelesaian sengketa antar individu;
2. Di perusahaan swasta dengan berbagai bentuk hokum, perusahaan tertutup
maupun yang memperdagangkan saham atau obligasinya di bursa, joint
venture, special purpose companies;
3. Di perusahaan yang sebagian dan seluruh sahamnya dimiliki Negara, baik di
pusat maupun daerah(BUMN, BUMD);
4. Di departemen/ kementerian, pemerintah pusat dan daerah, MPR,
DPR/DPRD, dan lembaga-lembaga Negara lainnya, mahkamah(seperti
Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Yudisial), komisi-komisi (seperti KPU
dan KPPU), yayasan, koperasi, Badan Hukum Milik Negara, Badan Layanan
Umum, dan seterusnya.
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting
(JFA), mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah akuntansi yang
akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam
kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial
atau administratif.

1.2 Disiplin dan Profesi Forensik Lainnya


Dalam siding pengadlan ahli-ahli forensic dari disipling yang berbeda, termasuk
ankuntan forensic, dapat dihadirkan untuk memberikan keterangan ahli. Di Negaranegara yang berbahasa inggris, mereka disebut expert witness (saksi ahli).
1

Dalam praktik, kelompok ahli lainnya juga terdiri atas para akuntan atau
pelaksana audit investigasi yang memberi keterangan ahli demi keadilan. Istilah
akuntan forensic dan akuntansi forensic dikenal, misalnya dalam strategi pencapaian
dikejaksaan sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pembrantasan Korupsi. Dalam strategi penindakan, mantan Jaksa Agung
Abdul Rahman Saleh antara lain mencantumkan: Pelatihab asset tracing, legal
audit, dan forensic accounting.
1.3 Akuntansi Forensik di Pengadilan
Di Indonesia penggunaan akuntan forensik di sektor publik lebih menonjol dari
sektor privat karena jumlah perkaranya yang lebih banyak. Akan tetapi, ada alasan
lain, yakni kecenderungan untuk menyelesaikan sengketa sektor privat di luar
pengadilan.
Di sektor publik, para penuntut umum (dari kejaksaan dan KPK) menggunakan
ahli dari BPK, BPKP dan Inspektorat Jenderal dari Departemen yang bersangkutan.
Di lain pihak, terdakwa dan tim pembelanya menggunakan ahli dari kantor-kanton
akuntan publik; kebanyakan ahli ini sebelumnya berpraktik di BPKP.
Pengertian ahli menurut KUHAP terkait dengan seseorang, perorangan atau
individu. Meskipun pers memberitakan dokter forensik dari Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, ia tampil sebagai ahli di pengadilan atas nama pribadinya, sebagai
individu, dan bukan wakil dari perguruan tinggi dimana mereka mengajar atau
meneliti.
1.4 Model Akuntansi Forensik
Akuntansi forensik awalnya adalah perpaduan yang paling sederhana antara ilmu
akuntansi dan hukum. Contohnya : penggunaan akuntan forensik dalam pembagian harta
gono-gini. Disini terlihat unsur akuntansinya, unsur hitung menghitung besarnya harta
yang diterima pihak (mantan) suami dan (mantan) istri. Segi hukumnya dapat

diselesaikan di dalam dan di luar pengadilan, secara litigasi atau non-litigasi.Dalam


kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan (disamping akuntansi dan hukum).
bidang

tambahan

ini

adalah

audit,

sehingga

model

akuntansi

forensiknya

direpresentasikan dalam tiga bidang, yaitu Akuntansi, Hukum dan Audit.


Dalam audit secara umum maupun audit yang khusus untuk mendeteksi adanya fraud
(kecurangan), si auditor (internal maupun ekternal) secara proaktif berupaya melihat
kelemahan-kelemahan dalam sistem pengendalian intern, terutama yang berkenaan
dengan perlindungan terhadap asset (safeguarding of asset), yang rawan akan terjadinya
fraud. Ini adalah bagian dari keahlian yang harus dimiliki oleh auditor. Sama seperti
seorang ahli security memeriksa instalasi keamanan diperusahaan minyak atau dihotel,
dan memberi laporan mengenai titik-titik lemah dari segi keamanan dan pengamatan
perusahaan minyak atau hotel tersebut.
Kalau dari suatu audit umum (general audit atau opinion audit) diperoleh temuan
audit, atau ada tuduhan (allegation) dari pihak lain, atau ada keluhan (complaint), auditor
bersikap reaktif. Ia menanggapai temuan, tuduhan atau keluhan tersebut.

1.5 Segitiga Akuntansi Forensik


Konsep yang digunakan dalam segitiga akuntansi forensik adalah konsep hukum
yang paling penting dalam menetapkan ada atau tidaknya kerugian. Disektor publik
maupun privat, akuntansi forensik berurusan dengan kerugian. Di sektor publik ada
kerugian negara dan kerugian keuangan negara. Di sektor privat juga ada kerugian yang
timbul karena cidera janji dalam suatu perikatan. Kerugian adalah titik pertama dalam
segitiga akuntansi forensik.

Titik kedua adalah perbuatan melawan hukum. Tanpa perbuatan melawan hukum,
tidak ada yang dapat dituntut untuk menggant kerugian. Titik ketiga adalah adanya
keterkaitan antara kerugian dan perbuatan melawan hukum atau ada hubungan kausalitas
antara kerugian dan perbuatan melawan hukum.
Perbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas adalah ranahnya para ahli dan
praktisi hukum. Perhitungan besarnya kerugian adalah ranahnya para akuntan forensik.
Dalam mengumpulkan bukti untuk menetapkan adanya hubungan kausalitas, akuntan
forensik dapat membantu ahli dan praktisi hukum.
1.6 FOSA dan COSA
Komponen pertama, proactive audit yang berda diluar paying akuntansi forensic.
Berbagai istilah dipakai untuk fraud audit yang proaktif. Ada yang menggunakan kajian
system, karena dalam fraud audit ini dilakukan kajian system yang bertujuan
mengidentifikasikan potensi-potensi atau risiko terjadinya fraud. Sedangkan kompenen
kedua, investigative audit, merupakan bagian dari akuntansi forensic.

Sistematika Fosa dan Cosa

Langkah pertama adalah mengumpulkan materi untuk menilai adanya potensi atau
resiko fraud dalam system dari entitas yang dikaji. Perlatan FOSA yang dapat
dipergunakan :

Memahami entitas dengan baik


Segitiga fraud
Wawancara, bukan introgasi
Kuesioner, ditindak lanjuti dengan substansiasi
Observasi lapangan
4

Sampling dan timing


Titik lemah dalam sistem pengadaan barang dan jasa
Profiling
Analisis data

Potensi fraud dalam sistem dari entitas yang bersangkutan dapat dilihat pada:

Kelemahan sistem dan kepatuhan


Entitas sering kali menyajikan pihak pihak yang disebutnya stakeholders

FOSA mendapatkan informasi melalui berbagai sumber :


Entitas yang bersangkutan seharusnya merupakan sumber penting
Pressure group seperti media dan Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan
sumber informasi penting
Whistleblowers merupakan sumber yang memberikan warna lain dalam
pengumpulan materi untuk mengidentifikasikan potensi dan resiko fraud
Masyarakat sering kali berani melaporkan ketidakberesan dalam suatu entitas
Google atau search engine lainnya
Langkah kedua dalam FOSA adalah menganalisis dan menyimpulkan berbagai
informasi yang diperoleh dalam langkah pertama. Pelaksana FOSA mnggabungkan
berbagai analisis tentang potensi atau resiko fraud yang satu sama lain mungkin tidak
sejalan, dan ada kesenjangan.

II. MENGAPA AKUNTANSI FORENSIK?


2.1 Corporate Governance
Apa dampak kelemahan corporate governance di korporasi? Secara teoretis dapat
dijelaskan bahwa perusahaan yang lemah governance-nya, akan dihukum oleh pasar
modal berupa lebih rendahnya harga saham mereka. Dengan perkataan lain, saham
mereka seharusnya mempunyai nilai yang lebih tinggi kalu merak mempunyai good
corporate governance.
Konsultan manajemen McKisney melakukan kajian global mengenai hal ini
dalam tahun 2002. Hal yang dilihat adalah sustansi dari penerapan corporate governance,
dan bukan bentuk luarnya . Syarat mengenai adanya Dewan Komisaris da nada Direksi,
mungkin saja seolah-olah terpenuhi. Namun, para komisaris dan direktur adalah anggota

keluarga. Substansi good corporate governance tidak ada, karena oversight tidak
berjalan.
2.2 Corruption Perceptions Index
Index persepsi korupsi sangat di kenal di Indonesia, dengan atau tanpa
pemahaman yang benar. CPI adalah indeks mengenai persepsi korupsi di suatu Negara.
Indeks diumumkan setiap tahunnya oleh TI.
2.3 Global Corruption Barometer
Global Corruption Barometer (GCB) merupakan survey pendapat umum yang
dilakukan sejak tahun 2003. Pada saat penulisan buku AKUNTANSI FORENSIK &
AUDIT INVESTIGATIF karya Theodorus M. Tuanakotta hasil survey GCB yang
tersedia adalah GCB tahun 2009. Survei sebelumnya adalah untuk tahun 2007, tidak ada
survey tahun 2008.
Survei dilakukan oleh Gallup International atas nama Transparency International
(TI), GCB berupaya memahami bagaimana dan dengan cara apa korupsi memengaruhi
hidup orang banyak, dan memberikan indikasi mengeni bentuk dan betapa luasnya
korupsi, dari sundut pandang anggota masyarakat di seluruh dunia.
GCB merupakan alat TI untuk mengukur korupsi secara lintas Negara. Melalui
fokusnya pada pendapat public, GCB merupakan pelengkap CPI dan BPI yang
dilaksanakan atas pendapat para pakar dan pimpinan dunia usaaha.
2.4 Bribe Payers Index
Bribe Payers Index (BPI) tahun 2008 meliputi 2.742 wawancara dengan para
eksekutif bisnis senior di 26 negara, yang dilaksanakan 5 Agustus 2008. Survei dilakuka

atas nama Transparency International oleh Gallup International. Gallup Internatonal


bertanggung jawab atas pelaksanaan survey BPI 2008 secara keseluruhan dan atas proses
pengendalian mutu.
2.5 Global Competitivensess Index
Tingkat kemampuan bersaing suatu Negara mencerminkan sampai berapa jauh
Negara tersebut dapat memberikan kemakmuran kepada warga negaranya. Sejak 1979,
World Economic Forum (WEF) menerbikan laporannya (The Global Competitiveness
Report) yang meneliti factor-faktor yang memungkinkan perekonomian suatu bangsa
dapat mempunyai pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran jangka panjang yang
berkesinambungan.
Laporan terakhir WEF berkenaan dengan data 2007 dan dimasukkan dalam The
Global Competitiveness Report 2008-2009.
Laporan ini memeringatkan tingkat kemampuan bersaing Negara Negara dalam
indeks yang disebut Global Competitivenss Index. Untuk laporan 2008-2009 Indonesia
masuk peringkat 55 di antara 134 negara yang disurvei.

III. LINGKUP AKUNSTANSI FORENSIK


3.1 Asset Recovery
Asset recovery adalah upaya pemulihan kerugian dengan cara menemukan dan
menguasai kembali asset yang dijarah, misalnya dalam kasus korupsi, penggelapan, dan
pencurian uang.
Asset Recovery terbesar dalam sejarah akuntansi forensic adalah likuidasi bank
of Credit and Commerce International (BCCI). BCCI bangkrut karena syarat fraud. Para
ahli dan praktisi perbankan menggambarkan kasus BCCI sebagai fraud terbesar dan
paling rumit dalam industry perbankan.
BCCI dituduh melaksanakan pencucian uang., praktik tidak sehat dalam
memberikan pinjaman, penggelapan pembukuan, perdagangan valuta asik yang
amburadul, dan pelanggaran ketentuang perbankan berskala besar. Karena tenggelam

dalam fraud, nama bank itu diplesetkan menjadi Bank of Crooks and Criminals
International.
3.2 Fraud dan Akuntansi Forensik
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, akuntansi forensic pada dasarnya
mengangani fraud. Oleh karena itu, para akuntan forensic di Amerika Serikat
menamakan asosiasi mereka, Association of Certified Fraud Examiners disingkat ACFE.
ACFE mempublikasikan penelitian tentang fraud, seperti konsep Fraud Tree dan Report
to the Nation (laporan mengenai frauddalam bisnis Amerika Serikat).

3.3 Praktik di Sektor Pemerintahan


Di sector public (pemerintahan), praktik akuntansi forensic serupa dengan apa
yang digambarkan diatas, yakni pada sector swasta. Perbedaannya adalah bahwa tahap
tahap dalam seluruh rangkaian akuntansi forensic

terbagi-bagi diantara berbagai

lembaga. Ada lembaga yang melakukan pemeriksaan keuangan Negara, ada beebrapa
lembaga yang merupakan bagian dari pengawasan internal pemerintahaan, ada lembagalembaga pengadilan, ada lembaga yang menunjang kegiatan memerangi kejahatan pada
umumnya, dan korupsi khususnya (seperti PPATK), dan lembaga lainnya seperti KPK.
Juga kelembagaan di Indonesia.
3.4 Akuntansi Forensik di Sektor Publik dan Swasta

10

Untuk Indonesia, akuntansi forensic di sector public jauh lebih dominan


dibandingkan dengan akuntansi forensic di sector swasta. Dalam perekonomian yang
didominasi sector swasta, kita akan melihat kebalikannya.

IV. ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN


FORENSIK serta STANDAR AUDIT INVESTIGATIF
4.1 Atribut Seorang Akuntan Forensik
Pertama menghindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara
prematur. Identifikasi lebih dahulu siapa pelakunya. Banyak auditor berkutat pada
pengumpulan fakta dan temuan, dan tidak da[at menjawab pertanyaan yang paling
pentng: who did it?
Kedua fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan
kecurangan. Banyak kasus kecurangan kandas di sidang pengadilan karena penyidik
atak saksi ahli gagal membuktikan niat melakukan kejahatan atau pelanggaran.

11

Ketiga, be creactive like a perpetrator, do not be predictable seorang auditor


harus kreatif,berpikir seperti pelaku fraud,jangan dapat ditebak. Keempat,auditor harus
tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan.Pengendalian intern
yang bagaimanapun baiknya, tidak dapat mencegah hali ini.
Kelima,dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk
menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif), si auditor musti mempertimbangkan
apakah kecurangan dilakukan di dalam pembukuan atau di luar pembukuan.
4.2 Karakteristik Seorang Pemeriksa Fraud
Pemeriksa Fraud harus memiliki kemampuan yang unik. Disamping keahlian
teknis, seorang pemeriksaan fraud yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan
fakta fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih, (mengikuti ketentuan
perundang undangan ), dan akurat, mampu melaporkan fakta fakta secara akurat dan
lengkap. Kemampuan untuk memastikan kebenaran dari fakta yang dikumpulkan dan
kemudian melaporkannya dengan akurat dan lengkap adalah sama pentingnya.
Pemeriksa fraud adalah gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog dan detektif
(atau investigator).
4.3 Kualitas Akuntan Forensik
Robert J. Lindquist membagikan kuestioner kepada staf Peat Marwick Lindquist
Holmes, tentang kualitas apa saja yang harus dimiliki seorang akuntan forensic,ialah :
1. Kreatif
Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis
yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu bukan merupakan
situasi bisnis yang normal.
12

2. Rasa ingin tahu


Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian
peristiwa dan situasi.
3. Tak menyerah
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah) tidak
mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
4.

Akal sehat
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang

menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.


5. Business sense
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan
bukan sekedar memahami bagaimana transaksi di catat.

6. Percaya diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan, sehingga dapat bertahan di
bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela).
4.4 Independen, Objektif, dan Skeptis
Tiga sikap dan tindak pikir yang selalu harus melekat pada diri seorang auditor,
yakni independen, objektif, dan spektis. Ketiga sikap dan tindak pikir juga tidak dapat
dipisahkan dari pekerja akuntan forensic.
4.5 Kode Etik Akuntan Forensik
Para akuntan dan praktisi hukum mengenal kode etik. Kode etik merupakan
bagian dari kehidupan berprofesi. Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi
dengan sesamanya, dengan pemakaian jasanya dan stakeholder lainnya, dan dengan
masyaakat luas.

13

Kode etik berisi nilai - nilai luhur yang amat penting bagi eksistensi profesi.
Profesi bias eksis karena adanta integritas (sikap jujur, walaupun tidak diketahui orang
lain), rasa hormat dan kehormatan, dan nilai - nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa
percaya dari pengguna dan stakeholders lainnya.
4.6 Standar Audit Investigatif
K.H.

Spencer

Pickett

dan

Jennifer

Pickett

merumuskan

beberapa

standar untuk mereka yang melaksanakan investuagasi terhadap fraud. Konteks


yang

mereka

rujuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai

perusahaan. Standar tersebut


antara lain :
Standar 1

: Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui (accepted

best practice). Dalam istilah ini tersirat dua hal yaitu adanya upaya membandingkan
antara Praktek - praktek yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik saat
itu (benchmarking) dan upaya benchmarking dilakukan terus menerus mencari solusi
terbaik.
Standar 2

: Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga

bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan.


Standar 3

: Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi

dan diindeks, dan jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi
apabila

ada

penyelidikan

di kemudian hari untuk memastikan bahwa investigasi

sudah dilakukan dengan benar dan juga

membantu perusahaan

dalam upaya

perbaikan cara-cara investigasi sehingga accepted best practice dapat dilaksanakan.

14

Standar 4

: Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan

senatiasa menghormatinya. Apabila

investigasi

dilakukan

dengan

cara

yang

melanggar hak asasi


pegawai yang bersangkutan dapat membuat perusahaan dan investigator dituntut.
Standar 5

: Beban

pembuktian

ada

pada

yang

menduga

pegawainya

melakukan kecurangan dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut baik
dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana. Di

Indonesia,

terdapat

tindak pidana di mana beban pembuktian terbalik dimungkinkan yang membuat


jaksa penuntut umum harus mengajukan sedikitnya dua alat bukti yang memberikan
keyakinan kepada hakim.
Standar 6

: Cakup seluruh

substansi investigasi dan kuasai seluruh target

yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu. Sejak

investigator

memulai

investigasinya, ia harus menentukan cakupan mengenai hal-hal yang esensial dalam


tugasnya.
Standar 7

Liput

seluruh

tahapan

kunci

dalam

proses

investigasi,

termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan
pihak ketiga, pengamanan
cara

menganai

hal-hal

yang

bersifat

rahasia,

ikuti

tata

atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi,

kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.


4.7 Standar Akuntansi Forensik
Standar ini hanya sebuah ringkasan, dan di sana-sini saduran, dari buku William
T. Thornhill, Forensic Accounting: How to Investigate Financial Fraud.

15

Ini hanyalah sebuah contoh yang disajikan sebagai refrensi untuk menyusun
standar audit investigasi. Oleh karena itu, sebelum mempergunakannya, kita harus
memahami lingkup penugasan yang sangat luas, yang diperinci oleh Thornhill dalam
bentuk standar. Kita dapat mengubahnya sesuai dengan perumusan standar yang selama
ini dipraktikan IAPI.

V. FRAUD
5.1 Fraud Dalam Perundangan Kita
Pengumpulan dan pelaporan statistic tentang kejahatan di suatu Negara dapat
dilakukan sesuai dengan klasifikasi kejahatan dan pelanggran (tindak pidana) menurut
ketentuan perundang-undangan Negara tersebut. Banyak faktor yang menyebabkan
masyarakat enggan melaporkan kejahatan. Di antaranya, tercermin dari ungkapan seharihari yang sederhana. Oleh karena itu, beberapa kajian luar negeri tentang data kejahatan
di Indonesia memberi peringatan crimes may be unreported.
5.2 Statistik Kejahatan

16

Tidak banyak statistic kejahatan di Indoneia yang dapat di sajikan dalam buku
ini. Pengumpulan dan laporan fraud belum terinci seperti yang didefinisikan oleh
ketentuan perundang undangan kita. Hal ini dari statistic yang disajikan. Rangkaian
statistic kejahatan diawali dari pakar Indonesia yang memublikasikan penelitiannya di
jurnal ilmiah internasional.
5.3 Fraud Dalam KUHP
Beberapa pasal dalam KUHP yang mencakup pengertian Fraud :
1.
2.
3.
4.
5.

Pasal 362 tentang pencurian


Pasal 368 tentang Pemerasan dan pengancaman
Pasal 372 tentang penggelapan
Pasal 378 tentang perbuatan curang
Pasal 396 tentang merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit

Di samping KUHP juga ada ketentuan perundang-undangan lain yang mengatur


perbuatan melawan hukum yang termasuk dalam ketegori fraud, seperti undang-undang
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dan berbagai undang-undang perpajakan
yang mengatur tindak pidana perpajakan.
5.4 Fraud Tree (Pohon Fraud)
Occupational fraud tree mempunyai tiga cabang utama :
1. Corruption
Korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 meliputi 30 tindak pidana korupsi dan
bukan 4 bentuk dalam ranting-ranting: conflicts of interest, bribery, illegal gratuities,
economics extortion.

17

Conflicts of interest atau benturan kepentingan diantaranya bisnis plat merah atau
bisnis pejabat dan keluarga serta krooni mereka yang menjadi pemasik di

lembaga-lembaga pemerintah dan di dunia bisnis.


Bribery atau penyuapan merupakan bagian yang akrab dalam kehidupan bisnis

dan politik Indonesia.


Kickbacks merupakan salah satu bentuk penyuapan di mana si penjual
mengikhlaskan sebagian dari hasil penjualannya.
Kickback berbeda
dengan bribery.
Dalam bribery pemberinya

tidak

Mengorbankan suatu penerimaan.


Bid Rigging merupakan permainan tender.
Illegal Gratuities adalah pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk
terselubung dari penyuapan.

2. Asset Misappropriation
Adalah penganbmbilan asset secara illegal atau disebut dengan mencuri. Asset
misappropriation dalam bentuk penjarahan cash dilakukan dalam 3 bentuk:

Skimming, uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan.
Larceny, uang sudah masuk ke perusahaan dan kemudian baru dijarah.
Fraudulent disbursement, sekali uang arus sudah terekam dalam sistem atau

sering disebut penggelapan uang.


Tahap-tahap sebelum Fraudulent disbursement
Billing schemes
Payroll schemes
Expense reimbursement schemes
Chek tampering
Register disbursement
False voids
3. Fraudulent Statements
Ranting pertama menggambarkan fraud dalam menyusun laporan keuangan.
Fraud ini berupa salah saji. Cabang ranting ini ada 2: pertama, menyajikan asset lebih
tinggi dari yang sebenarnya. Kedua, menyajikan asset lebih rendah dari sebenarnya.
Kedua, menyajikan asset lebih rendah dari yang sebenarnya.
18

5.6 Manfaat Fraud Tree


Fraud Tree memetakan fraud dalam lingkungan kerja. Peta ini membantu akuntan
forensic mengenali dan mendiagnosis fraud yang terjadi. Ada gejala-gejala penyakit
fraud dalam auditing dikenal sebagai red flags (indikasi). Dengan memahami gejalagejala ini dan menguasai teknik-teknik audit investigative, akuntan forensic dapat
mendeteksi fraud tersebut. Akuntan forensic yang memeriksa tindak pidana korupsi perlu
membuat Pohon Tindak Pidana Korupsi.
5.7 Fraud Triangle
A. Pressure
Menurut Cressey menemukan bahwa non-shareable problems yang dihadapi
orang yang diwawancarainya timbul dari situasi yang dapat dibagi enam kelompok :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Violation Of Ascribed Obligation


Problems Resulting from Personal Failure
Business Reversals
Physical Isolation
Status Gaining
Employer-employee Relations
B. Perceived Opportunity
Adanya non-shareable financial problem saja, tidaklah akan menyebabkan orang

melakukan fraud. Persepsi ini, perceived opportunity, merupakan sudut kedua dari fraud
triangle. Ada dua komponen persepsi tentang peluang ini yaitu general information dan
technical skill atau keahlian.
C. Rationalization
Sudut ketiga fraud triangle adalah rationalization atau mencari pembenaran
sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Ratinalization diperlukan agar si
pelaku dapat mencerna perilakunya yang melawan hukum untuk tetap mempertahankan
jati dirinya sebagai orang yang dipercaya.
19

VI. MENCEGAH FRAUD


6.1 Gejala Gunung Es
Meskipun belum ada penelitian mengenai besarnya fraud (termasuk korupsi) di
Indonesia, sulit untuk menyebutkan suatu angka yang andal. Akan tetapi, penilitian yang
dilakukan di luar negeri (dengan sampling) mengindikasikan bahwa fraud yang
terungkap, sekalipun secara absolut fraud besar, namun dibandingkan dengan seluruh
fraud yang sebenarnya terjadi relative kecil.
6.2 Pengendalian Intern
Definisi pengendalian internal menurut Davia et al: internal control is a system
of a special purpose processes and procedures designed and practiced for the primary
if not sole purpose of preventing or deterring fraud (sebuah sistem proses dan prosedur
yang dirancang dan dilaksanakan untuk tujuan tertentu untuk mencegah atau
menghalangi penipuan).
Pengendalian internal harus dirancang sedemikian rupa sehingga ia tanggap dan
respontif terhadap kebutuhan entitas yang bersangkutan. Setiap perusahaan mempunyai
kebutuhan yang berbeda-beda, baik, yang kecil dan yang besar; maupun yang
manufacturing dan jasa. Terlepas dari perbedaan-perbedaan antar perusahaan, dasardasar utama dari desain pengendalian intern untuk menangani fraud memiliki banyak
kesamaan. Pengendalian tersebut dapat digolongkan dalam pengendalian aktif dan
pengendalian pasif

20

6.3 Pengendalian Intern Aktif dan Pasif


Pengendalian Intern Aktif
Pengendalian internal aktif biasanya merupakan bentuk pengendalian internal yang
paling banyak diterapkan. Sarana-sarana pengendalian intern aktif yang sering dipakai
dan umumnya sudah dikenal dalam sistem akuntansi, meliputi:
1. Tanda tangan;
Ini merupakan saran pengendalian intern aktif karena dokumen yang seharusnya
ditanda tangani tetapi belum ditandatangani adalah tidak sah. Asumsinya, tanpa tanda
tangan apa yang seharusnya dilaksanakan tidak dapat terlaksanan.
2. Tanda tangan kaunter (countersigning);
Pembubuhan lebih dari satu tanda tangan dianggap lebih aman, khususnya bagi pihak
ketiga atau pihak di luar perusahaan atau lembaga yang bersangkutan. Anggapanny
adalah penanda tangan lainnya mengawasi rekannya.
3. Password dan PIN (Personnel Identification Numbers);
Sarana ini menjadi popular ketika manusia berinteraksi dengan komputer. Tanpa
password atau PIN, seseorang tidak bisa mengakses apa yang diinginkannya itu. Oleh
karena itu, password atu PIN dianggap sarana dalam pengendalian intern aktif.
4. Pemisahan tugas;
Pemisahan tugas menghindari seseorang daoat melaksanakan sendiri
seluruh transaksi. Merupakan bagian dari pengendalian intern aktif karena secara
21

teoritis, pelaku fraud yang berindak seorang diri, tidak dapat melaksanakan fraudnya.
5. Pengendalian aset secara fisik;
Pengendalian aset secara fisik pada dasarnya mengatur gerak-gerik barang (masuk,
keluar dan penyimpannya) memelukan otorisasi.
6. Pengendalian persediaan secara real time (real-time inventory control);
Ini bukan sekedar perpetual inventory yang dikenal sebelum perang dunia kesatu. Ini
adalah perpetual inventory yang mengikuti pergerakan persediaan secara on time. Dalam
bentuknya yang canggih, persedaan diberi bar code atau bahkan ditanam dengan radio
chip yang merekam keberadaannya. Keuntungan nyatanya adalah pencatatan menjadi
akurat.
7. Pagar, gembok, dan semua bangunan dan penghalang fisik;
Pengendalian Intern Pasif
Tujuan pengendalian intern aktif dan pengendalian intern pasif sama, yakni
mencegah terjadinya fraud. Dalam pengendalian internal aktif, hal ini dilakukan denan
membuat barikad-barikade, bermacam-macam lapisan pengamanan, sebelum pelaku
fraud bisa menembus pertahanan. Dalam pengendalian intern pasif, dari permukaan
kelihatan tidak ada pengamanan, namum ada pereda yang membuat pelanggar atau
pelaku fraud akan jera.
Perbedaan antara pengendalian intern aktif dan pengendalian intern pasif adalah:
(1) Dalam hal biaya, pengendalian intern aktif jauh lebih mahal dari pengendalian intern
pasif; (2) pengendalian aktif kasat mata atau dapat diduga (preditable) dan dapat
22

ditembus. Pengendalian intern pasif, di lain pihak, tadak kasat ata dan unpredictable
(orangyang ditangkap tangan seolah-olah mendapat lotre terkutuk), dan karenanya tidak
terelakan. Dalam pengendalian intern pasif pertanyaannya adalah seberapa nekadnya si
calon pelaku.
Beberapa pengendalian intern pasif meliputi:
1) Pengendalian yang khas untuk masalah yang dihadapi (customized controls)
Sebenarnya costumized controls merupakan hasil dari berpikir positif ketika
pengendalian intern aktif tidak memberikan pemecahan. Pengendalian intern pasif
ini customized untuk masalah yang dihadapi.
2) Jejak audit (audit trails)
Sistem yang terkomputerisasi sering kali menggunaan pengendalian intern pasif
karena ada jejak-jejak mutasi atau perubahan dalam catatan yang ditinggalkan atau
terekam dalam sistem. Ini akan menjadi pengendalian intern pasif yang efektif apabila
jejak-jejak yang berupa perbuatan fraud dapat menunjuk kepada pelakunya.
3) Audit yang focus (focused sudits)
Focused audit adalah audit terhadap hal-hal tertentu yang sangat khusus, yang
berdasaran pengalaman rawan dan sering dijadikan sasaran fraud.
4) Pengintaian atas kegiatan kunci (surveillance of key activities)
Pengintaian ini dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara, mulai dari kamera
video yang merekam kegiatan di suatu ruangan sampai ruang kaca denngan cermin satu

23

arah. Surveillance juga dapat dilakukan dengan jaringan komputer, dari waktu ke waktu
untu melihat kegiatan pegawai yang memanfaatkan fasilitas kantor.
5) Pemindahan tugas (rotation of key personnel)
Rotasi karyawan kunci merupakan pengendalian intern pasif yang efektif kalau
kehadirannya merupakan persyaratan utama dalam melakukan fraud.

24

Anda mungkin juga menyukai