Aspek Traumatologi Dalam Bidang Forensik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 108

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti kekerasan
atas jaringan tubuh yang masih hidup, sedangkan logos berarti ilmu.
Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma
atau perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan
(rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas
jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas. Luka merupakan kerusakan
atau hilangnya hubungan antara jaringan (discontinuous tissue) seperti jaringan
kulit, jaringan lunak, jaringan otot, jaringan pembuluh darah, jaringan saraf dan
tulang.1
Sejarah dan perkembangan Ilmu Forensik tidak dapat dipisahkan dari
sejarah dan perkembangan hukum acara pidana. Luka merupakan salah satu
kasus tersering dalam kedokteran Forensik. Luka dapat terjadi pada korban
hidup maupun korban mati. Dalam sebuah survey di sebuah rumah sakit di
selatan tenggara kota London dimana didapatkan 425 pasien yang dirawat oleh
karena kekerasan fisik yang disengaja. Beberapa jenis senjata digunakan
pada

68

dari

147

kasus penyerangan di jalan raya, terdapat 12% dari

penyerangan menggunakan besi batangan dan pemukul baseball atau benda


benda serupa itu, lalu di ikuti dengan penggunaan pisau 18%, terdapat nilai
yang sangat berarti dari kasus penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah
sakit dan 90% mengalami luka yang serius.1
Hal yang harus dicatat bahwa terdapat 2 dari 3 penyerangan terjadi di
dalam tempat tinggal atau klub-klub dengan menggunakan pisau, kaca, dan
bermacam-macam senjata. 40% kasus penikaman terjadi di jalan raya dan 23%
di dalam tempat tinggal dan klub-klub, 50% pasien sedang mabuk atau
minum pada saat sebelum waktu penyerangan, 27% pasien tersebut adalah
penganguran. Luka-luka yang disebabkan oleh pukulan (46%), tendangan (17%)
1

bermacam-macam senjata (17%), pisau dan pecahan kaca (15%), sisanya


disebabkan oleh gigitan manusia dan penyebab-penyebab lain yang tidak
diketahui. Selama tahun 2006, jumlah kejahatan meningkat dari 256.543 (tahun
2005) menjadi 296.119. Inilah peningkatan kejahatan yakni sekitar 15,43 persen.
Jumlah penduduk yang beresiko terkena kejahatan rata-rata 123 orang per
100.000 penduduk Indonesia di 2006. Bila dibandingkan tahun 2005 terjadi
kenaikan 1,65 persen.2
Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP
dijelaskan bahwa penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli
tersebut adalah Visum et Repertum, dimana di dalamnya terdapat penjabaran
tentang keadaan korban, baik korban luka, keracunan, ataupun mati yang diduga
karena tindak pidana. Bagi dokter yang bekerja di Indonesia perlu mengetahui
ilmu kedokteran Forensik termasuk cara membuat Visum et Repertum. Seorang
dokter perlu memahami tentang cara mendeskripsikan luka dimana bertujuan
untuk mempermudah tugas-tugasnya dalam membuat Visum et Repertum yang
baik dan benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa
meyakinkan hakim untuk memutuskan suatu tindak pidana. Pada kenyataannya
dalam praktek, dokter sering mengalami kesulitan dalam membuat Visum et
Repertum karena kurangnya pengetahuan tentang luka. Padahal Visum et
Repertum harus di buat sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal
dan material, sehingga dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah untuk
kepentingan peradilan. Dengan demikian, jelas bagi kita bahwa sebagai
kalangan medis, penting untuk mengetahui dan mendeskripsikan berbagai hal
mengenai luka dan trauma. Sehingga traumatologi menjadi pokok pembahasan
dalam makalah ini.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. LUKA AKIBAT BENDA TAJAM


A. LUKA TUSUK
A.1 DEFINISI
Luka tusuk merupakan luka yang diakibatkan oleh benda atau alat
berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul. 1 Kedalaman luka tusuk di
dalam tubuh dapat lebih besar daripada ukuran luka di kulit. Akhir dari tusukan
pada kulit biasanya lancip, tanpa memar dan abrasi. Alat yang digunakan pada
luka tusuk kebanyakan adalah pisau, yang juga dapat membuat luka irisan. Alat
atau senjata lain yang dapat menyebabkan terjadinya luka tusuk yaitu pedang,
pisau dapur, pisau lipat. Penggaris, obeng, pecahan gelas, garpu, bolpoin dan
pensil pun dapat menyebabkan terjadinya luka tusukan.2

Gambar 2.1 Obeng dapat menyebabkan luka tusuk


Semakin lancip suatu alat yang digunakan untuk menusuk maka akan
semakin mudah menembus kulit. Saat ujung pisau sudah menembus kulit, maka
bagian lainnya akan mengiris bagian tubuh dengan mudah. Selama tidak
bersentuhan dengan tulang, pisau mudah masuk kedalam tanpa kekuatan yang
berlebih.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berapa besar kekuatan yang dibutuhkan
senjata untuk penetrasi ke dalam tubuh, yaitu :
Ketajaman ujung senjata: ujung senjata yang tajam akan semakin mudah
menembus kulit.
Kecepatan tusukan: semakin besar gaya dorong yang diberikan maka
akan semakin mudah menembus kulit.
Pakaian yang dikenakan : pakaian dapat meningkatkan tahanan terhadap
penetrasi.
Perlukaan pada tulang : penetrasi pada jaringan-jaringan yang lebih
padat akan membutuhkan kekuatan yang lebih besar.3

Gambar 2.2 Panah merah merupakan sisi tumpul pisau dan panah biru merupakan
sisi lancip pisau

Alat yang memiliki titik atau ujung dapat menyebabkan luka tusuk. Tidak
A.2 KARAKTERISTIK LUKA
Pada luka tusuk, panjang luka pada kulit dapat sama, lebih kecil ataupun
lebih besar dibandingkan dengan lebar pisau. Pada bagian tertentu pada tubuh,
dimana terdapat dasar berupa tulang atau serat otot, luka itu mungkin nampak

berbentuk seperti kurva. Panjang luka penting diukur dengan cara merapatkan
kedua tepi luka sebab itu akan mewakili lebar alat. Panjang luka di permukaan
kulit tampak lebih kecil dari lebar alat, apalagi bila luka melintang terhadap otot.
Bila luka masuk dan keluar melalui alur yang sama maka lebar luka sama
dengan lebar alat. Tetapi sering yang terjadi lebar luka melebihi lebar alat kerena
tarikan ke samping waktu menusuk dan waktu menarik. Demikian juga bila alat
/ pisau yang masuk kejaringan dengan posisi yang miring.
Bentuk dan ukuran dari luka tusuk di kulit tergantung pada jenis pisau,
arah dorong, gerakan pisau saat menusuk, pergerakan korban saat ditusuk, dan
keadaan elastisitas kulit. Ketajaman alat dapat menentukan batas luka, tepinya
dapat tajam dan teratur, kulit terkelupas, memar ataupun bergerigi.2
Bagian-bagian pisau :

Grip
Guard
Ricasso
Back
Spine
Edge
Point

Gambar 2.3 Bagian-bagian pisau


Terbentuknya luka tusukan dapat dipengaruhi oleh seberapa dalam pisau
yang ditusukkan dan bagian dari poros pisau yang berkontak dengan kulit yang
tertembus. Jika pisau ditusukan dengan kuat ke dalam tubuh sampai bagian
guard pada pisau, maka bentuk guard pada pisau dapat terlihat di kulit. Jika
5

pisau ditusukan sampai pada bagian Ricasso, luka dapat berbentuk persegi pada
kedua ujungnya.
Bentuk tusukan luka di kulit tidak hanya dapat ditentukan oleh bentuk
pisau, tetapi juga ditentukan oleh sifat-sifat kulit. Luka tusuk berbentuk panjang
dan tipis saat kulit dalam keadaan tegang, dan dapat lebih luas lagi saat kulit
berelaksasi.
Garis Langer juga dapat mempengaruhi bentuk luka. Garis Langer adalah
pola dari serat elastis dalam lapisan dermis kulit, yang kira-kira sama antara
individu satu dan individu lainnya. Ahli bedah plastik memanfaatkan dari pola
serat ini untuk menghilangkan bekas luka. Jika seseorang ditusuk di garis ini,
yaitu tegak lurus dengan serat, serat akan memisahkan tepi luka, menciptakan
luka yang terbuka. Luka tusukan yang sejajar dengan garis Langer akan
menghasilkan luka seperti celah sempit.
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi bentuk luka yaitu bentuk dan
ukuran senjata yang digunakan, arah dorongan, gerakan senjata pada luka,
gerakan korban yang ditusuk, dan keadaan elastisitas kulit. Bentuk luka
merupakan gambaran yang penting dari luka tusuk karena karena hal itu akan
sangat membantu dalam membedakan berbagai jenis senjata yang mungkin telah
dikumpulkan oleh polisi dan dibawa untuk diperiksa. Daerah tepi luka dapat
memberikan informasi ketajaman senjata yang digunakan. Senjata yang tumpul
misalnya akan membuat tepi luka mengalami abrasi. Pinggir luka dapat
menunjukan bagian yang tajam (sudut lancip) dan tumpul (sudut tumpul) jika
digunakan pisau bermata satu. Kedua sudut luka berbentuk lancip jika
digunakan pisau bermata dua. Bentuk luka juga tergantung seberapa banyak
bagian pisau (senjata) yang masuk ke dalam tubuh, oleh karena itu penting
mengetahui berbagai kemungkinan bentuk senjata yang digunakan.
Perlu diingat bahwa benda lain yang dapat menembus tubuh, seperti pahat,
obeng atau gunting, akan menyebabkan perbedaan bentuk luka yang kadangkadang berbentuk segi empat atau, yang lebih jarang berbentuk satelit.
Selain kekhususan senjata yang digunakan, sifat ke-elastisan kulit dan arah
tusukan terhadap serabut elastis juga mempengaruhi bentuk luka. Apabila arah

tusukan membentuk sudut yang tegak lurus dengan distribusi serabut elastis
tubuh yang sesuai dengan Langers line, hal ini akan menyebabkan tepi luka
akan melebar dan cetakan luka tidak sesuai dengan senjata yang digunakan.2

Gambar 2.4 Luka tusuk pada beberapa tempat, menggunakan pisau yang sama
tetapi memiliki variasi ukuran luka yang berbeda.

Gambar 2.5 Luka yang tegak lurus dengan garis Langer (B), luka yang searah
dengan garis Langer (C).
Bentuk Luka tusuk tergantung dari lokasi luka dan bentuk penampang alat
penyebab luka. Pada alat-alat tubuh parenkim dan tulang, bentuk luka tusuk
sesuai penampang alat penyebabnya.
Pada kulit atau otot
a.

Alat pisau:
7

Arah sejajar serat elastis otot: bentuk luka seperti celah


Arah tegak lurus serat elastis otot: bentuk luka menganga.
Arah miring terhadap serat elastis otot: bentuk luka
asimetris
b.

Alat ganco / lembing bentuk luka seperti celah bila luka


didaerah pertemuan serat elastis / otot, maka bentuk luka bulat
(sesuai dengan penampang alat)

c.

Alat penampang segitiga atau segiempat bentuk luka bintang


berkaki tiga atau empat.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah


satunya adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau ditarik keluar, hal
tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi
yang dilakukan pada saat penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola
luka yang dapat ditemukan3 4 :
1.

Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan


kemudian ditusukkan kembali melalui saluran yang berbeda.
Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai dengan gambaran
biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan

2.

yang lebih dalam maupun pada organ.


Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke
salah satu sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan

3.

memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor.


Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke
arah lain, sehingga saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar
yang terlihat juga lebih luas dibandingkan dengan lebar senjata

4.

yang digunakan.
Tusukan masuk

yang

kemudian

dikeluarkan

dengan

mengggunakan titik terdalam sebagai landasan, sehingga saluran


luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada bagian
superfisial, sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar
senjata yang digunakan.

5.

Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut


luka berbentuk ireguler dan besar.

A.3 ANATOMI LUKA TUSUK


a. Luka Tusuk Pada Kepala dan Leher
Luka tusukan pada kepala dan leher jarang terjadi. Luka tusuk pada
leher dapat menyebabkan kematian yang cepat oleh karena perdarahan,
emboli udara atau asfiksia yang disebabkan karena perdarahan jaringan
lunak yang hebat dengan tekanan kompresi di trakea dan pembuluh darah
di leher.
Korban dapat meninggal karena terpotongnya arteri karotis, vena
jugularis, faring, dan trakhea. Terpotongnya arteri karotis dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak atau dapat menyebabkan thrombus
yang menyumbat arteri cerebralis. Terpotongnya vena jugularis dapat
menimbulkan emboli udara yang dapat menyumbat arteri pulmonalis.
Terpotongnya trachea dapat menyebabkan aspirasi darah kedalam paru
paru.

Gambar 2.6 Luka tusukan pada trakhea

Kematian jangka panjang mungkin terjadi karena selulitis, atau


terjadi akibat trombosis pada arteri dengan emboli dan infark pada
serebral. Jika ada kasus dimana ada luka tusuk pada kepala dan leher,
maka wajib dilakukan untuk foto sinar-X untuk melihat apakah ada emboli
udara. Dalam luka tusuk pada leher, pisau tidak hanya melukai pembuluh
darah besar, tetapi juga trakhea, dengan tampak hasil perdarahan hebat
sampai ke bronkus.
Luka tusuk pada otak juga jarang ditemui. Sebagian besar tusukan
terjadi pada mata atau daerah temporal karena tulang pada daerah tersebut
sangat tipis dibandingkan tulang kepala yang lain. Luka tusukan pada otak
tidak terlalu membahayakan, korban masih dapat berlari dan menghindar
dari pelaku. Kematian dalam kasus seperti itu terjadi karena perdarahan
intrakranial atau infeksi. Pada hasil otopsi, ukuran luka tengkorak yang
dihasilkan oleh senjata yang ditusukkan, hasilnya sama dengan ukuran
senjata yang digunakan. Perdarahan yang terjadi pada luka tusukan otak
mungkin dapat mengenai subdural, subarachnoid, intraserebral, atau
kombinasi dari ketiganya.3 4
b. Luka Tusuk di Dada
Luka tusukan yang paling bahaya terletak di daerah dada kiri.
Seseorang akan cenderung menusuk dada sebelah kiri. Selain itu, jika
seseorang berniat untuk membunuh maka orang tersebut akan menusuk
pada dada sebelah kiri, hal ini karena sebagaian besar jantung terletak di
dada sebelah kiri sehingga orang tersebut berpikir korban akan lebih cepat
mati.

10

Gambar 2.7 Bunuh diri dengan luka tusuk pada dada kiri

Luka tusukan pada dada akan mengakibatkan cedera pada jantung


yang sangat mengancam jiwa. Jarang sekali kematian disebabkan oleh
luka pada tusukan di paru-paru. Luka tusukan pada dada kanan biasanya
melukai ventrikel kanan, aorta, ataupun atrium kanan. Dan pada dada kiri
biasanya melukai ventrikel kanan. Sebagian besar kematian disebabkan
kombinasi

dari

hematothorax,

perdarahan

eksternal,

dan

hemoperikardium. Luka tusuk yang mengenai arteri koroner dapat sangat


cepat menimbulkan kematian. Pada luka tusuk, kerusakan pada atrium
dapat lebih serius dibandingkan kerusakan dari ventrikel karena otot
ventrikel masih dapat berkontraksi, sehingga dapat memperlambat atau
mengakhiri pendarahan. Luka tusuk jantung biasanya ditemukan di depan
dada dan menembus ke belakang. Sebagian besar luka tusuk pada dada
kiri juga dapat melubangi paru-paru.
Luka tusukan dari paru-paru, menyerupai seperti tusukan pada
jantung, biasanya tertusuk pada bagian depan dada, jarang dari sisi
samping. Kebanyakan luka tersebut berkaitan dengan luka tusuk pada
11

jantung. Kematian pada luka tusukan paru-paru biasanya terjadi


perdarahan besar karena hematothoraks. Pneumotoraks pun juga dapat
terjadi tetapi tidak secepat hematothoraks. Luka tusuk pada bagian dada
yang lebih rendah dapat menimbulkan cedera tidak hanya pada jantung
dan paru-paru, tetapi juga dapat melukai organ perut. Luka tusukan fatal
pada perut biasanya melukai hepar ataupun pembuluh darah utama, seperti
aorta, vena cava, iliaka, atau pembuluh mesenterika. Kadang-kadang pada
luka perut kematian tidak terjadi secara langsung tetapi korban biasanya
mati karena robeknya usus sehingga terjadi peritonitis. 3 4
c. Luka Tusuk Pada Tulang Belakang
Luka tusukan pada tulang belakang juga jarang ditemui. Seperti pada
luka tusukan kepala, pisau yang digunakan dapat pecah dan ditemukan
pecahannya di tulang belakang. Cedera pada medula spinalis dapat
menyebabkan kelumpuhan.3 4
d. Luka Tusuk Pada Abdomen
Dapat menimbulkan kerusakan pada hepar, lien, gaster, pankreas,
renal, vesika urinaria, usus sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak. Luka tusuk lebih sering terjadi pada kuadran atas dari
abdomen dibandingkan dengan kuadran bawah. Kematian tidak terjadi
secara langsung pada luka tusuk di abdomen. Faktanya baru beberapa hari
bahkan sampai beberapa minggu luka tusuk dapat menyebabkan kematian.

Gambar 2.8 Luka Tusuk pada Abdomen.


Tampak omentum keluar dari dalam Abdomen

12

e. Luka Tusukan Pada Ekstremitas


Luka tusuk pada ekstremitas juga dapat menyebabkan kematian.
Tusukan dapat mengenai pembuluh darah ekstremitas seperti arteri
femoralis. Sebagian besar kasus ini terjadi pada orang yang mengonsumsi
alcohol dimana korban ditikam saat mengkonsumsi alkohol dan tidak
sadar kalau sedang mengalami luka tusukan. Sehingga, mereka terus
berjalan walaupun perdarahan hebat terjadi dan pada akhirnya korban
kehabisan darah dan meninggal. Luka tusukan pada ekstremitas atas
seringkali terjadi karena korban mencoba menangkis tusukan dari lawan.
Jarang sekali menangkis menggunakan ekstremitas bawah. 3 4
A.4 MEKANISME
Berat ringannya luka tusuk tergantung dari 2 faktor yaitu lokasi anatomi
terjadinya luka dan kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda
yang digunakan dan arah tusukan. Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus
yang menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk
mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ organ padat berespon
terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah
mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke
dalam rongga peritoneal sehingga akan menyebabkan peradangan atau infeksi.5

A.5 CARA KEMATIAN 2


1. Pembunuhan
Sebagian besar kematian akibat luka tusuk terjadi karena pembunuhan.
Dalam pembunuhan tersebut, beberapa luka biasanya banyak tersebar di
tubu. Luka yang melibatkan dada dan perut dapat mengancam jiwa.
Ciri luka tusuk pada pembunuhan :

Lokasi disembarang tempat, juga di darah daerah yang tidak


mungkin dijangkau tangan sendiri

13

Jumlah luka dapat satu atau lebih

Adanya tanda tanda perlawanan dari korban yang mengakibatkan


luka tangkis

Tidak ditemukan luka tusuk percobaan ( tentative stabs )

2. Bunuh diri
Bunuh diri dengan metode menusuk diri jarang ditemukan. Ketika
seseorang memutuskan untuk menusuk diri mereka sendiri, orang tersebut
biasanya akan membuka kancing atau membuka pakaian di mana daerah
tersebut akan ditusuk. Luka tusuk yang paling sering melibatkan dada
bagian tengah dan kiri dan jumlahnya menyebar, dengan banyak luka dan
dengan penetrasi minimal. Luka tusukan bunuh diri mempunyai variasi
dalam ukuran dan kedalamannya, dan berakhir dengan satu atau dua luka
tusukan di dinding dada maupun ke organ internal.
Ciri luka tusuk pada bunuh diri :

Lokasi pada daerah daerah dimana terdapat organ penting dan


dapat dicapai oleh tangan korban sendiri, misalnya dada dan perut

Jumlah luka yang mematikan biasanya satu

Ditemukan

luka

tusuk

percobaan

disekitar

luka

utama,

bergerombol dan dengan kedalaman yang berbeda beda

Tidak ditemukan luka tangkis

Bila pada daerah yang ada pakaiannya, maka pakaian akan


disingkirkan lebih dahulu

Kadang kadang

tangan yang memegang senjata mengalami

cadaveric spasme
3. Kecelakan
Pada kasus tertentu hasil pemeriksaan luka tusuk kadang kadang
dapat membantu menentukan alat atau benda penyebab luka yaitu, bila
luka tusuk dibagian tubuh yang bentuknya stabil, misalnya dada dan
ditemukan beberapa alat yang dicurigai sebagai penyebab luka, ditemukan
patahan ujung senjata penyebab luka.

14

Pedoman :
a. Panjang luka adalah ukuran maksimal dari lebar senjata.
b. Dalam luka adalah ukuran maksimal dari panjang luka.
A.6. PENYEBAB KEMATIAN
Sebab-sebab kematian pada luka tusuk dibagi menjadi dua, yaitu langsung
dan tidak langsung. Pada kematian langsung biasanya terjadi perdarahan,
kerusakan organ tubuh yang penting (jantung, hepar, pembuluh darah besar,
dsb), dan emboli udara. Pada kematian tidak langsung biasanya terjadi karena
sepsis atau infeksi.
Penyebab kematian paling sering pada kasus pembunuhan yang
disebabkan oleh luka tusuk adalah perdarahan hebat pada pembuluh darah besar.
Cepat atau tidaknya kematian tergantung pada jumlah pembuluh darah yang
terluka, dan juga jenis pembuluh darah apa saja yang terkena (arteri atau vena).
Perdarahan arteri dari pembuluh darah besar bisa mengakibatkan kematian yang
relatif cepat. Kehilangan darah lebih dari 1 liter dari pembuluh darah besar dapat
berakibat fatal. Namun beberapa liter darah mungkin juga dapat hilang dari
pembuluh vena yang lebih kecil sebelum kematian terjadi. Dalam luka tusuk
pada bronkus, dapat terjadi perdarahan kecil yang terakumulasi pada rongga
dada dan rongga perut.
Ketika terjadi tusukan pada leher, juga harus dipertimbangkan penyebab
kematian seperti aspirasi darah dan emboli udara. Terpotongnya trakhea dapat
menyebabkan aspirasi darah ke dalam paru-paru. Kehilangan darah dari
pembuluh darah yang kecil, misalnya pada pembuluh darah pada kelenjar tiroid
dimana cukup untuk menyebabkan aspirasi. Dalam luka terbuka pada pembuluh
darah vena jugularis, udara dapat masuk ke pembuluh darah ketika tubuh berada
dalam posisi tegak. Terpotongnya vena jugularis dapat menimbulkan emboli
udara yang dapat menyumbat arteri pulmonalis. Jika ada udara yang terangkut
ke ventrikel kanan melalui aliran darah, emboli udara dapat terjadi, yang dapat
menyebabkan kematian.

15

Kematian karena

tamponade jantung dan kegagalan proses regulasi

sentral jarang terjadi. Tamponade jantung terjadi setelah darah mengalir dari
jantung atau pembuluh darah besar yang berdekatan tidak dapat keluar dari
perikardium. 3 4
B. LUKA IRIS
B.1 DEFINISI
Luka iris adalah luka superfisial akibat permukaan benda tajam yang
ditekankan ringan sambil digeser secara tangensial pada permukaan
kulit. Luka iris dapat disebabkan oleh pisau dapur, pisau cukur, box
cutter atau benda bertepi tajam lain misalnya pecahan kaca, logam,
bahkan kertas. 5 6

Gambar 2.9 Tekanan ringan benda tajam (pisau) sambil digeser pada
permukaan kulit menghasilkan luka
B.2. KARATERISTIK DAN ANATOMI LUKA IRIS 5 6
Ciri utama luka iris dibanding luka akibat benda tajam lainnya adalah
1. Panjangnya melebihi kedalamannya, sebab terjadi akibat tekanan ringan
benda tajam sewaktu digeserkan pada permukaan kulit, seperti pada
gambar di bawah ini. Dengan demikian panjang dan dalam luka iris sama
sekali tidak menginformasikan ukuran benda tajam penyebab. Luka iris

16

berukuran 3 cm bisa saja diakibatkan oleh pisau dapur berukuran 6 cm,


pisau cukur berukuran 2 cm, atau bahkan sepotong pecahan kaca. 3

Gambar 2.10 Luka iris pada wajah, tampak panjang luka melebihi
kedalamannya
2. Ujung luka iris seringkali superfisial, kemudian agak dalam di tengah,
dan kembali superfisial pada ujung lainnya. Benda tajam yang mengenai
kulit secara oblik akan membentuk bevel luka. Jika sudutnya jauh lebih
ekstrim maka luka akan memiliki flap. Bila irisan benda tajam mengenai
permukaan kulit yang tidak rata maka dengan sekali geser akan terbentuk
banyak luka dengan tepi terputus-putus disebut wrinkle wound. 3

Gambar 2.11 Wrinkle wound, pisau tergeser pada permukaan kulit yang tidak
rata
3. Luka iris menyerupai laserasi (luka robek), sehingga kerap sulit
dibedakan. Luka robek yang merupakan luka akibat kekerasan benda
tumpul umumnya bertepi tidak rata dan memiliki jembatan jaringan
disertai abrasi atau kontusio di sekitarnya. Sebaliknya, luka iris tepinya

17

teratur, sekelilingnya bersih dan tidak memiliki jembatan jaringan. Akan


tetapi luka iris oleh permukaan yang tidak terlalu tajam dan ireguler
kadang menghasilkan luka yang juga disertai abrasi dan kontusio,
walaupun memang tidak ditemukan jembatan jaringan3.

Gambar 2.12 Bandingkan luka iris (A) dan luka robek (B). Adanya
jembatan jaringan membantu membedakan keduanya)
4. Luka iris umumnya terjadi pada bagian tubuh yang mudah terpapar
misalnya kepala, leher, dan lengan.

Pada kasus bunuh diri atau

percobaan bunuh diri, luka iris umumnya ditemukan pada area fatal dan
mudah dijangkau misalnya permukaan radial pergelangan tangan
kontralateral. Sedangkan pada kasus pembunuhan umumnya di daerah
leher3.
5. Luka iris pada leher umumnya merupakan akibat upaya pembunuhan.
Sangat jarang akibat kecelakaan atau bunuh diri. Ada dua gambaran luka
iris pada kasus pembunuhan, bergantung dari arah mana pelaku melukai.
Umumnya, leher korban diiris dari arah belakang, kepala dipegang, leher
dipaparkan,

lalu

pisau

diiriskan

melintang

hingga

mencapai

tenggorokan. Luka iris bisa mencapai tepi bawah telinga hingga ke sisi
sebelah.

18

Gambar 2.13 Luka iris leher pada sebuah kasus pembunuhan dari arah
belakang. A. Irisan bermula dari tepi bawah telinga menuju ke bawah
hingga mencapai midline leher, lalu kembali ke sisi leher sebelah. B.
Tepi terminal luka terletak lebih rendah dibanding tepi.
Luka iris pada kasus pembunuhan dari arah depan umumnya pendek dan
membentuk sudut tertentu. Bila pelaku menggunakan tangan kanan maka
luka iris umumnya di sisi kiri leher korban, bila luka juga terjadi pada
sisi kanan maka biasanya jumlahnya lebih sedikit. Luka melintang
cenderung teletak medial dan mengalami sedikit perluasan ke kiri atau ke
kanan3.

19

Gambar 2.14 Luka iris leher pada sebuah kasus pembunuhan dari arah
depan
Luka iris khusus
a. .Hesitation wound (luka percobaan) merupakan luka iris yang
mengawali perlukaan yang lebih fatal pada upaya bunuh diri,
biasanya akibat rangsangan nyeri atau timbul keraguan selama
upaya tersebut. Luka percobaan sangat supefisial bahkan
menyerupai ketebalan selembar kertas3.

Gambar 2.14 Tampak luka percobaan di sekeliling luka iris utama pada
upaya bunuh diri
b. Defense wound (luka tangkis) adalah luka iris akibat upaya
perlawanan korban terhadap pelaku bersenjata tajam. Luka

20

tangkis umumnya berlokasi di telapak tangan akibat upaya


memegang dan menahan senjata pelaku, di lengan atas dan sisi
ulnar lengan bawah akibat menangkis serangan pelaku. Pada
kasus tertentu luka tangkis dapat ditemukan di kaki atau tungkai
akibat upaya korban menendang. Tangkisan dilakukan korban
untuk melindingi area vitalnya3.

Gambar 2.15 Luka tangkis pada telapak tangan akibat upaya


menggenggam senjata tajam
B.3 MEKANISME 4 5 6
Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik)
biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang luka
diikat (Ligasi).

B.5 CARA DAN PENYEBAB KEMATIAN 5 6 7


Penyebab kematian pada luka iris biasanya disebabkan oleh terpotongnya
arteri besar yang perdarahannya tidak segera di hentikan, seperti pada arteri

21

pada leher. Jika terjadi pada arteri kecil biasanya jarang menimbulkan
kematian, karena proses koagulasi dan lebar dari pembuluh darahnya yang
memungkinkan terjadinya penghentian perdarahan.
C. LUKA BACOK (chopped wound)
C.1. DEFINISI 8 9
Luka bacok adalah luka yang diakibatkan senjata tajam yansg berat dan
diayunkan dengan tenaga akan menimbulkan luka menganga. Contoh: pedang,
arit, kapak, golok, dll. Luka ini sering sampai ketulang. Kehadiran luka iris
yang terdapat pada kulit, dengan fraktur comminuted mendasari atau terdapat
alur yang dalam pada tulang, menunjukkan bahwa disebabkan oleh senjata
yang bersifat membacok.
C.2.KARAKTERISTIK 8 9
karakteristik luka bacok:
Ukuran luka bacok baiasanya besar
Tepi luka bacok tergantung pada mata senjatanya
Sudut luka bacok tergantung pada mata senjata
Hampir selalu mengakibatkan kerusakan pada tulang
Kadang-kadang memutuskan tubuh yang terkena bacokan
Disekitar luka dapat ditemukan luka memar (contusio) atau luka lecet
(abrasio)
C.3. ANATOMI DAN MEKANISME

7 9 10

1. Luka Bacok Pada Kepala dan Leher


Luka Bacok pada kepala dan leher sering terjadi. Luka Bacok pada
leher dapat menyebabkan kematian yang cepat oleh karena perdarahan,
emboli udara atau asfiksia yang disebabkan karena perdarahan jaringan
lunak yang hebat pada luka yang menganga. Korban dapat meninggal
dalam waktu yang sangat cepat karena terpotongnya arteri karotis, vena
jugularis biasanya terkena pada bagian lateral leher. Terpotongnya arteri
karotis dapat menyebabkan perdarahan yang banyak atau dapat
menyebabkan thrombus yang menyumbat arteri cerebralis. Terpotongnya
vena jugularis dapat menimbulkan embuli udara yang dapat menyumbat
22

arteri pulmonalis. Luka Bacok pada otak paling sering ditemui. Sebagian
besar Bacokan terjadi pada

daerah temporal karena bacokan sering

diayunkan secara kuat dari arah samping. Luka bacokan pada kepala
sangat membahayakan,. Kematian dalam kasus seperti ini terjadi karena
perdarahan hebat yang diakibat luka yang menganga besar.
2. Luka Bacok pada thorax
Luka bacokan yang paling sering terjadi

terletak di daerah

punggung. Seseorang akan cenderung mengayunkan senjata dari belakang


korban. Selain itu, jika seseorang berniat untuk membunuh maka orang
tersebut akan membacok berulang-ulang dengan kekuatan yang sangat
kuat.
3.

Luka Bacokan Pada Ekstremitas


Luka bacok pada ekstremitas dapat juga menyebabkan kematian.
Bacokan

dapat mengenai pembuluh darah ekstremitas seperti arteri

femoralis. Dalam hampir semua kasus ini, korban dibacok saat


mengkonsumsi alkohol dan tidak sadar kalau sedang mengalami luka
bacokan. Sehingga, mereka terus berjalan walaupun perdarahan hebat
sedang terjadi dan pada akhirnya korban kehabisan darah dan mati. Luka
bacokan pada ekstremitas atas seringkali terjadi karena korban mencoba
menangkis bacokan dari lawan. Jarang sekali menangkis menggunakan
ekstremitas bawah.

C.5.CARA DAN PENYEBAB KEMATIAN 7 9 10


Penyebab kematian paling sering pada kasus pembunuhan yang
disebabkan oleh luka bacok adalah perdarahan hebat pada pembuluh darah
besar. Cepat atau tidaknya kematian tergantung pada jumlah pembuluh darah

23

yang terluka, ukuran luka, dan juga jenis pembuluh darah apa saja yang terkena
(arteri atau vena).

Tabel 2.1 Perbedaan luka pada pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan

2. TRAUMA TUMPUL
A. LUKA ROBEK
A.1 DEFINISI
Luka robek atau laserasi adalah luka terbuka yang disebabkan karena
persentuhan dengan benda tumpul dengan kekuatan yang mampu merobek
seluruh lapisan kulit dan jaringan di bawahnya.7
A.2 KARATERISTIK DAN ANATOMI
ciricirinya sebagai berikut : 11

Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tak rata
Bila ditautkan tidak dapat rapat ( karena sebagaian jaringan hancur )
Tebing luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan
Di sekitar garis batas luka di temukan memar
Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan tulang
( misalnya daerah kepala, wajah atau ekstremitas )

24

Gambar 2.16 Luka robek pada tungkai bawah kiri


Karena terjadinya luka disebabkan oleh robeknya jaringan maka bentuk dari
luka tersebut tidak menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya. Jika benda
tumpul yang mempunyai permukaan bulat atau persegi dipukulkan pada kepala
maka luka robek yang terjadi tidak berbentuk bulat atau persegi. Kekerasan
akibat benda tumpul dapat menyebabkan luka memar, luka lecet atau luka robek.
Perbedaan trauma tajam dan trauma tumpul 11
Trauma

Tajam

Tumpul

Bentuk luka

Teratur

Tidak teratur

Tepi luka

Rata

Tidak rata

Jembatan jaringan

Tidak ada

Ada

Rambut

Ikut terpotong

Tidak ikut terpotong

Dasar luka

Berupa garis atau titik

Tidak teratur

Sekitar luka

Tidak ada luka lain

Ada luka lecet atau


memar

Tabel 2.2 Perbedaan trauma tumpul dan tajam


A.3 MEKANISME

11

25

Luka robek atau laserasi merupakan luka terbuka yang terjadi akibat
kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot.
Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu
tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan
kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar.
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan
dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan,
tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka
oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah
terjadinya kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah
awal kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab
kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang
berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan. Sehingga pukulan yang terjadi
karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk
semisirkuler. Sering terjadi robekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda
dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan swallow tails. Beberapa benda
dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,
perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu
pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke
sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan
bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk skar atau krusta. Jaringan
parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi
saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan
penyembuhan selesai. Laserasi yang terjadi setelah korban meninggal dapat
dibedakan dengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Laserasi yang multipel
yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan
yang hebat sehingga dapat menyebabkan kematian. Adanya diskontinuitas kulit

26

atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan
luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan.
Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya
pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat
menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan
bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak
pada paru atau sirkulasi sistemik.
Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari
suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa. Hal yang harus
diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi
dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
hebat.
A.4 CARA KEMATIAN
a.

Pembunuhan
Sebagian kematian akibat luka robek terjadi karena pembunuhan.
Dalam pembunuhan tersebut ,beberapa luka biasanya banyak tersebar di
tubuh. Luka robek tidak terlalu mengancam jiwa namun luka yang
melibatkan kepala dapat mengancam jiwa.
Ciri luka robek pada pembuhan :

Lokasi disembarang tempat, juga di daerah daerah yang tidak


mungkin dijangkau tangan sendiri

Jumlah luka dapat satu atau lebih

Adanya tanda tanda perlawanan dari korban yang mengakibatkan


luka

b.

Kecelakan
Luka robek dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat
dari suatu trauma seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa. Hal
yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit

27

yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan hebat.
A.5. PENYEBAB KEMATIAN 10 11
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Laserasi yang multipel
yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan
yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya
diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang
berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke
dalam jaringan.
Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya
pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat
menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan
bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak
pada paru atau sirkulasi sistemik.
Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari
suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa. Hal yang harus
diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi
dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
hebat.

B. LUKA MEMAR
B.1 DEFINISI
Luka memar (bruise / contussion) adalah jenis kekerasan benda tumpul (blunt
force injury) yang merusak atau merobek pembuluh darah kapiler dalam
jaringan subkutan sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya.2
B.2 KARAKTERISTIK 3

28

Luka memar dikarakteristikkan sebagai luka yang tidak merusak lapisan luar
kulit, namun merusak atau merobek pembuluh darah kapiler dalam jaringan
subkutan sehingga darah meresap ke jaringan sekitar dan dapat menyebabkan
pembengkakan. Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan
informasi mengenai bentuk dari benda tumpul adalah apa yang dikenal dengan
istilah perdarahan tepi (marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban
terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat terdapat tekanan justru tidak
menimbulkan kelainan, perdarahan akan menepi sehingga terbentuk
perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua
kembang ban yang berdekatan.

Gambar 2.17 Luka memar pada lengan bawah kanan


B.3. ANATOMI 3
Bagian paling atas adalah lapisan sel keratinisasi stratum korneum yang
ketebalannya bermacam-macam pada bagian-bagian tubuh tertentu. Lapisan ini
paling tebal pada tumit dan telapak tangan sementara pada daerah yang
terlindungi seperti skrotum dan kelopak mata lapisan ini lebih tipis. Tidak
terdapat pembuluh darah pada lapisan epidermis. Lapisan epidermis umumnya
berkerut, permukaan bawahnya terdiri dari papilla yang masuk ke dalam dermis.
Dermis (korium) terdiri dari jaringan ikat dengan adneksa kulit sperti folikel

29

rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Terdapat banyak pembuluh


darah, saraf, pembuluh limfe serta ujung saraf taktil, tekan dan panas. Bagian
bawah dari dermis terdapat jaringan adiposa dan (tergantung dari bagian tubuh)
fascia, jaringan lemak, dan otot yang berurutan di bawahnya.

B.4. MEKANISME 12
Terjadinya luka memar biasanya diawali oleh adanya suatu benturan atau
kekerasan dengan energi yang cukup untuk mengganggu permeabilitas
pembuluh darah sehingga terjadi pembengkakan di sekitar daerah tubuh yang
terkena benturan. Pembengkakan ini ditimbulkan oleh ekstrafasasi cairan dari
intravaskuler ke ruang intertisiel. Mula-mula pembengkakan timbul warna
merah kebiruan lalu warnanya berubah menjadi biru kehitaman pada hari ke-1
sampai hari ke-3. Setelah itu warnanya berubah menjadi biru kehijauan
kemudian coklat. Warna menghilang pada minggu pertama sampai minggu ke4. Proses perubahan struktur jaringan diatas yang sering disebut sebagai proses
peradangan (inflamasi) memiliki beberapa variasi tergantung lokasi dan
struktur jaringan disekitar luka memar. Apabila terjadi pada daerah jaringan
ikat longgar (mata, leher, atau pada lansia) maka luka memar yang tampak
seringkali tidak sebanding dengan kekerasan, dalam arti lebih luas.
Ada 4 faktor yang mempermudah terjadinya luka memar (contusio), yaitu:
1. Jaringan lemak yang berada dibawah jaringan sublutan.
2. Kulit (epidermis) yang tipis.
3. Wanita lebih mudah mengalami luka memar (contusion) daripada laki-laki.
4. Penyakit, seperti defisiensi vitamin K, penyakit kronis, hemophilia,
sirosis, dan lain-lain.
Hal yang harus diingat bahwa luka memar yang disebabkan oleh serangan benda
tumpul tidak dapat dilihat dengan segera. Dapat terlihat jejas sepanjang jaringan
tubuh yeng terkena trauma. Penampakan tempat dan waktu dari perubahan
warna harus dinilai secara teliti sebelum membuat diagnosa pasti. Luka memar
yang jelas terlihat pada wajah, leher, tungkai bawah, dan di sekitar mata kaki
30

dan kaki. Selain itu tidak semua luka memar disebabkan oleh serangan, luka
memar karena serangan dan yang bukan karena serangan dapat bercampur, jadi
diperlukan penekanan untuk membedakan antara lesi yang lama dengan yang
baru ketika memeriksa sebuah kasus yang dicurigai karena serangan.
Mekanisme jejas sel pada luka memar merupakan suatu proses biomolekuler sel
yang meliputi:
1. Ischemia.
Pada jejas reversible seperti luka memar, sel akan mengalami penurunan
aktifitas oksidasi fosforilasi karena sel mengalami iskemia (kekurangan suplai
nutrisi), sehingga terjadilah penurunan jumlah ATP (kalsium bebas dalam
sitosol meningkat) dan penurunan kemampuan pompa natrium. Penurunan
kemampuan pompa natrium ini berakibat ion natrium berakumulasi di dalam
sel, terjadi pembengkakan sel (peningkatan isoosmotik), dan difusi ion kalium
dari dalam sel.
Efek dari iskemia tidak berhenti sampai disini, Jejas sel pada luka memar juga
memacu peningkatan glikolisis anaerob yang mengakibatkan :
a. Penipisan cadangan glikogen.
b. Akumulasi asam laktat.
c. Akumulasi fosfat anorganik.
d. Penurunan pH intrasel.
Pada ribosom juga terjadi penurunan sintesis protein, fungsi mitokondria
menjadi

jelek,

kenaikan

permeabiltas

membran,

hingga

kerusakan

sitoskeleton. Pada akhirnya mitokondria, reticulum endoplasma, dan sekitar


sel ikut membengkak.
2. Radikal Bebas (Activated Oxygen Species).
Jejas sel pada luka memar juga melibatkan radikal bebas, ini dapat dilihat pada
proses kerusakan oleh karena proses peradangan. Radikal bebas sendiri ialah
sejenis bahan kimia yang memiliki satu elektron tanpa pasangan pada orbit
luarnya. Sifat radikal bebas tidak mantap, sangat reaktif, dalam sel
mengadakan reaksi dengan bahan kimia anorganik dan organik, protein,
lemak, dan karbohidrat. Sumber radikal bebas berasal dari hidrolisis air

31

menjadi OH dan H+ dengan ionisasi radiasi, raksi reduksi-oksidasi pada


fisiologi normal (respirasi, oksidasi intrasel, dan resksi logam transisi), dan
metabolism bahan kimia eksogen.
Mekanisme jejas oleh karena radikal bebas meliputi:
a. Peroksidasi lemak dalam selaput organel sampai merusak retikulum
endoplasma, mitokondria, dan komponen mikrosom lain.
b. Peroksidasi lipid pada membran.
c. Kerusakan pada DNA karena radikal bebas bereaksi dengan Thymine.
Karena termasuk dalam proses peradangan (inflamasi), maka luka
memar memiliki 5 tanda mayor dari peradangan, yaitu: Rubor
(kemerahan), Kalor (panas), Dolor (rasa sakit), Tumor (pembengkakan),
dan Fungsio Laesa (perubahan fungsi).
Ketika luka timbul, beberapa efek kemungkinan akan muncul, antara lain:
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Kehilangan seluruh atau sebagain fungsi ini atau fungsio laesa, merupakan
efek gabungan dari bengkak, nyeri yang disertai sirkulasi abnormal, dan
lingkungan kimiawi local yang abnormal.
b. Respon stres simpatis.
Akibat sensasi Dolor (rasa sakit) dari peradangan disebabkan oleh perubahan
pH local atau konsentrasi local ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung
syaraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamine.
c. Perdarahan dan pembekuan darah.
d. Kontaminasi bakteri.
e. Kematian sel.
B.5 CARA KEMATIAN
1.Penganiayaan
Sebagian besar kematian yang disebabkan memar terjadi karena penganiayaan.
Dalam penganiayaan tersebut, lokasi memar menggambarkan kerusakan organ
dalam yang terkena, sehingga dapat menyebabkan kematian.
2. Kecelakaan

32

Pada beberapa kasus tertentu luka memar dapat menyebabkan kematian.


Kecelakaan yang menimbulkan memar dan akhirnya menyebakan kematian ini
diakibatkan oleh hantaman keras benda tumpul yang dampaknya merusak
organ dalam yang terkena.
B.6 PENYEBAB KEMATIAN 12
Pada luka memar dilihat dari jenis lukanya seperti tidak mematikan, namun yang
membuat luka ini mematikan adalah bukan dari jenis lukanya, namun organ
dalam yang terkena, sebagai contoh memar pada daerah perut kanan atas dapat
menjadi tanda terjadi ruptur hepar, sehingga dapat menyebabkan kematian.
C.LUKA LECET
C.1 DEFINISI

Luka lecet adalah luka akibat kekerasan benda yang memiliki permukaan
yang kasar sehingga sebagian atau seluruh lapisan epidermis hilang. Luka lecet
adalah suatu kerusakan yang mengenai lapisan atas dari epidermis akibat
kekerasan dengan benda yang mempunyai permukaan kasar, sehingga epidermis
menjadi tipis, sebagian atau seluruh lapisannya hilang. Luka lecet mengeluarkan
serum, yang semakin mengeras dan membentuk keropeng, namun luka lecet
dapat juga berdarah karena terkadang cukup dalam untuk mengenai papila
vaskular yang berada di bawah permukaan epidermis dan dalam hal ini juga
perdarahan dapat terjadi pada tahap awal. Abrasi yang sesungguhnya tidak
berdarah karena pembuluh darah terdapat pada dermis. Luka lecet merupakan
luka pada kulit yang superfisial, akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan
dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing..2 3 4 5
Lecet sering dihasilkan dari pergerakan permukaan kulit ke permukaan
yang lebih kasar atau sebaliknya. Dengan demikian luka tersebut dapat memiliki
penampilan yang linier, dan pemeriksaan dekat mungkin menunjukkan
epidermis superfisial yang mengerut pada salah satu ujung luka, menunjukkan
arah perjalanan dari permukaan lawan. Dengan demikian, pukulan tangensial

33

bisa horizontal atau vertikal, atau mungkin dapat disimpulkan bahwa korban
telah diseret di atas permukaan yang kasar.6

Gambar 2.18 Mekanisme terjadinya abrasi.6


Pola dari luka lecet lebih jelas daripada memar karena luka lecet sering
memberikan kesan yang cukup rinci tentang bentuk objek yang menyebabkan
luka yang sekali ditimbulkan, tidak memanjang atau tertarik, sehingga luka
menunjukkan tepatnya wilayah penerapan kekerasan. Pada pencekikan manual,
luka lecet berukuran kecil, berbentuk bulan sabit yang disebabkan oleh kuku
korban atau penyerang, mungkin tanda-tanda hanya terlihat pada leher. Seorang
korban menolak sebuah pelecehan seksual atau serangan lain mungkin mencakar
penyerangnya dan meninggalkan lecet paralel linear pada wajah penyerang.
Beberapa lecet mungkin terkontaminasi dengan bahan asing, seperti kotoran
atau kaca, yang mungkin memiliki signifikansi medikolegal yang penting.6
Bahan tersebut harus disimpan hati-hati untuk analisis forensik berikutnya.
Dalam kasus tersebut, konsultasi dengan seorang ilmuwan forensik dapat
memastikan cara terbaik pengumpulan dan pelestarian bukti.6
C.2 KARATERISTIK DAN MEKANISME
Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam 3 tipe :

34

a. Luka lecet gores (scratch)


Abrasi yang lebih superficial yanghampir tidak merusak kulit dengan
eksudasi sedikit atau tidak ada serum (dan dengan demikian sedikit
atautidak ada pembentukan keropeng) dapat disebut luka lecet
gores.Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan
permukaan kulit. Dari gambaran kedalaman luka pada kedua ujungnya
dapat ditentukan arah kekerasan yang terjadi.. Salah satu jenis luka lecet
gores yang paling umum adalah abrasi linier atau yang dikenal sebagai
goresan. Luka lecet yang sama seperti luka lecet gores dapat dihasilkan
ketika tubuh korban diseret di atas permukaan yang kasar. Penjeratan
juga dapat menghasilkan luka lecet gores.Hal ini sangat umum
ditemukan dalam buku tentang penumpukan epidermis pada ujung distal
dari luka lecet gores, memungkinkan seseorang untuk menentukan
arahgerakan dari benda tumpul atau tubuh pada permukaan kasar. Hal
tersebut merupakan fenomena yang lebih teoritis daripada nyata
danbiasanya tidak terjadi padaderajat yang signifikan.3,4,6
b. Luka lecet serut (graze)/geser (friction abrasion)
Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit dengan
permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/miring terhadap
kulit. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.Luka
lecet ini merupakan variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya
dengan permukaan kulit lebih lebar. Abrasi kebanyakan disebabkan gerakan
lateral daripada tekanan vertikal. Ketika tanda abrasi ini ditemui, arah kekuatan
dapat ditentukan dari sisa epidermis yang terbawa sampai ujung abrasi.
Pemeriksaan visual, bila perlu menggunakan lensa, dapat menunjukkan
pergerakan dari tubuh.3,8,10

35

Gambar 2.19. . Road rash5


Luka lecet geser disebabkan oleh tekanan linear pada kulit disertai
gerakan bergeser, misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban
pecut. Luka lecet geser yang terjadi semasa hidup mungkin sulit dibedakan dsri
luka lecet geser yang terjadi segera pasca mati.3
c. Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)
Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul secara tegak
lurus terhadap permukaan kulit. Bentuk luka lecet tekan umumnya sama dengan
bentuk permukaan benda tumpul tersebut. Kulit pada luka lecet tekan tarnpak
berupa daerah kulit yang kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya.Abrasi
yang terjadi mengikuti pola obyek . tidak hanya epidermis yang rusak, kulit
dapat tertekan mengikuti pola obyek, sehingga dapat terjadi memar intradermal.
Contohnya ketika ban motor melewati kulit, meninggalkan pola pada kulit
dimana kulit juga tertekan mengikuti alur ban tersebut.3,8,10

36

Gambar.2 Luka lecet tekan pada sisi kanan wajah.4


d.Luka lecet Crushing / luka lecet berpola
Ketika penekanan vertikal pada permukaan kulit, tidak ada goresan yang
terjadi namun epidermis hancur dan obyek yang menghantam tercetak. Jika
hantaman tersebut kuat dan daerah permukaan kontak kecil akan terjadi luka
berlubang kecil dan abrasi hantaman terjadi. Lecet tersebut cenderung
terlokalisir dan sering terlihat pada penonjolan tulang di mana lapisan tipis kulit
meliputi tulang. Kerusakan yang terjadi berupa penekanan hingga depresi ringan
dari permukaan atau paling tidak memar atau tonjolan udem lokal. Abrasi ini
salah satu dari abrasi yang menunjukkan cetakan dari obyek yang membuat
luka.4,8

37

Gambar 2.20 (A) Luka lecet berpola pada leher, (B) Tanda/pola
pemanggangan seorang pria melompat dari lantai 8 gedung dan mendarat
pada besi pemanggangan.4

Contoh luka lecet :9


a) Karena persentuhan Benda kasar misalnya terseret di jalan aspal
b) Karena tali tampar yaitu pada leher orang gantung diri , diikat dengan
tali tampar.
c) Karena bersentuhan dengan benda runcingseperti duri, kuku
d) Karena persentuhan dengan benda yang meninggalkan bekas seperti ban
mobil
Ciri luka lecet :9
1. Sebagian/seluruh epitel hilang
2. Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)
3. Timbul reaksi radang (Sel PMN)
4. Biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut
Memperkirakan umur luka lecet:9
Hari ke 1 3 : warna coklat kemerahan karena eksudasi darah dan cairan
lymphe.
Hari ke 4 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram.
Hari ke 7 14 : pembentukan epidermis baru
Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap
C.3. ANATOMI
Bagian paling atas adalah lapisan sel keratinisasi stratum korneum yang
ketebalannya bermacam-macam pada bagian-bagian tubuh tertentu. Pada tumit
dan telapak tangan adalah yang paling tebal sementara pada daerah yang

38

terlindungi seperti skrotum dan kelopak mata hanya pecahan dari millimeter.
Berkaitan dengan forensik pada perkiraan perlukaan penetrasi pada kulit. 8
Kemudian epidermis yang tidak terdapat pembuluh darah. Lapisan
epidermis umumnya berkerut, permukaan bawahnya terdiri dari papilla yang
masuk ke dalam dermis. Dermis (korium) terdiri dari jaringan ikat dengan
adneksa kulit sperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
Terdapat banyak pembuluh darah, saraf pembuluh limfe serta ujung saraf taktil,
tekan, panas.. bagian bawah dari dermis terdapat jaringan adiposa dan
(tergantung dari bagian tubuh) fascia, jaringan lemak, dan otot yang berurutan di
bawahnya.8

Klasifikasi penyembuhan luka


Klasifikasi penyembuhan luka terbagi menjadi dua yaitu :11
1. Sanatio Per Primam Intentionem
2. Sanatio Per Secundam Intentionem
Sanatio Per Primam Intentionemyaitu proses penyembuhan luka yang
segera diusahakan bertaut dengan jahitan atau dengan cara dijahit. Proses
penyembuhan luka ini biasanya lebih halus dan kecil.11
Sanatio Per Secundam Intentionemyaitu proses penyembuhan luka yang
terjadi secara alami tanpa pertolongan dari luar. Cara penyembuhan luka ini
biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang
baik, terutama kalau lukanya menganga lebar. 11
Luka lecet termasuk cara penyembuhan secara Sanatio Per Secundam
Intentionem.11

Tahap penyembuhan luka


Pemeriksaan

histologi

luka

lecet

untuk

menentukan

usia

luka

memungkinkan untuk dilakukan. Robertson dan Hodge menyediakan metode

39

pendekatan yang paling logikal. Mereka mengungkapkan empat tahap pada


penyembuhan luka lecet 10
1. Pembentukan Keropeng
Serum, sel darah merah, dan fibrin didepositkanpada abrasi. Hal
ini tidak digunakan untuk menunjukkan penuaan, tetapi menunjukkan
kelangsungan hidupsetelah cedera. Infiltrasi sel polimorfonuklear pada
pembentukan perivaskular menandakan bahwa lamanya cederasekitar 46 jam. Waktu awal untuk setiap reaksi seluler adalah 2 jam, tetapi
biasanya tidak terlihat jelas sampai 4-6 jam. Setelah 8 jam, dasar dari
keropeng ditandai oleh zona infiltrasi sel polimorfonuklearyang
mendasari daerah epitel yang cedera. Setelah 12 jam, telah terbentuk
tigalapisan: zona permukaan terdiri dari fibrin dan sel darah merah (atau
epitel hancur dalamkasus lecet tubrukan), zona yang lebih dalam terdiri
dari infiltrasi sel polimorfonuklear, dan lapisan abnormal kolagen yang
rusak. Setelah 12sampai 18 jam berikutnya, zona terakhir ini semakin
disusupi oleh sel-sel polimorfonuklear.
2. Regenerasi Epitel
Regenerasi sel epitel muncul di folikel rambut dan di tepi
abrasi.Pertumbuhan epitel dapat muncul pada 30 jam pertama pada luka
lecet superficial dan terlihat jelas setelah 72 jam pada kebanyakan luka
lecet.
3. Granulasi Subepitel dan hiperplasia epitel
Hal ini menjadi lebih jelas selama 5 sampai 8 hari. Hal ini terjadi
hanya setelah penutupan epitel dari sebuah abrasi.Infiltrasi perivascular
dan sel inflamasi kronis sekarang mulai muncul.Epitel atasnya menjadi
semakin hiperplastik, dengan pembentukankeratin. Tahap ini yang paling
menonjol selama 9 sampai 12 hari setelah cedera.
4. Regresi dari epitel dan granulasi jaringan
Tahap ini dimulai sekitar 12 hari. Selama fase ini,epitel
diremodelling dan menjadi lebih tipis dan bahkan atrofik. Serat kolagen,
yang mulai muncul di fase granulasi subepidermal terlambat, sekarang
mulai muncul.Mula-mula bekuan darah mengisi luka dan

anyaman

fibrin terbentuk. Granulosit dan monosit fagositik mulai proses

40

pembersihan. Tunas kapiler dan fibroblast dengan cepat berproliferasi ke


bekuan darah. Tumas kapiler mengeluarkan enzim litik untuk memecah
fibrin dan memungkinkan pembentukan anyaman. Tunas itu kemudian
mengalami

kanalisasi,

membentuk

lengkung

vaskuler

yang

menghasilkan penyediaan darah yang kaya zat gizi, oksigen, granulosit,


dan monosit yang dibutuhkan untuk menghilangkan jaringan mati dan
bekuan darah. Sel polimorfonuklear yang banyak dalam jaringan
intersisiel menghasilkan perlawanan primer terhadap infeksi dan juga
ikut mengeluarkan nanah dari jaringan granulasi pada saat sel mati
dibersihkan. Fibroblast yang berproliferasi menyertai pembuluh ini dan
mulai menimbun kolagen.
Dalam waktu 4-6 hari, jaringan granulasi sehat berwarna merah
muda membentuk dasar untuk menyokong dan memberi makan
epitelium yang meluas (atau cangkokan kulit). Sejalan dengan waktu,
fibroplasia akan terus berlangsung dan terjadi ikatan. Banyak pembuluh
darah yang atropi. Dengan adanya penyembuhan akhir, akan terbentuk
jaringan parut putih yang tertutup selapis tipis epitelium.
* Perbedaan luka lecet antemortem dan postmortem

41

Gambar 2.21 Wanita 40 tahun adalahdikeluarkan dari


kendaraanbermotor ketika dia menabrak mobil yang sedang diparkir
dengan kecepatan tinggi. Dia bertahan selama 4jam di rumah sakit
sebelum meninggal karena cedera kepala tertutup.Luka lecet berwarna
merah-coklat gelap di dagu kiri danpipi. Penampilan kemerahan dari
cedera ini menunjukkan adanya luka antemortem dengan reaksi vital yang
terjadi pada traumajaringan

Gambar 2.22 Seorang pria 25 tahun kolaps dan meninggal karena kelainan
jantung yang tidak didiagnosis sebelumnya.pada gambar tampak sebuah
abrasi besar berbentuk bundar penonjolan malar. Seperti biasanya pada
lecet peri-postmortem, tampak
warna kuning-coklatdan tekstur
agakseperti perkamen. Tidak ada bukti adanya reaksi vital. Pada otopsi,
abrasi samatelah kering, berwarna merah-coklat. 10

42

Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet


mempunyai arti penting di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman, oleh karena dari
luka tersebut dapat memberikan banyak hal, misalnya:12 13
1) Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam
tubuh, seperti hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari pemeriksaan
luar hanya tampak adanya luka lecet di daerah yang sesuai dengan alat-alat
dalam tersebut.
2) Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang
menyebabkan luka, seperti :
a. Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak
sebagai suatu luka lecet yang berwarna merah-coklat, perabaan seperti
perkamen, lebarnya dapat sesuai dengan alat penjerat dan memberikan
gambaran/cetakan yang sesuai dengan bentuk permukaan dari alat penjerat,
seperti jalianan tambang atau jalinan ikat pinggang. Luka lecet tekan dalam
kasus penjeratan sering juga dinamakan jejas jerat, khususnya bila alat
penjerat masih tetap berada pada leher korban.
b. Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh ban
kendaraan, maka luka lecet tekan yang terdapat pada tubuh korban seringkali
merupakan cetakan dari ban kendaraan tersebut, khususnya bila ban masih
dalam keadaan yang cukup baik, dimana kembang dari ban tersebut masih
tampak jelas, misalnya berbentuk zig-zag yang sejajar. Dengan demikian di
dalam kasus tabrak lari, informasi dari sifat-sifat luka yang terdapat pada tubuh
korban sangat bermanfaat di dalam penyidikan.
c. Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata menempel pada tubuh
korban, akan memberikan gambaran kelainan yang khas yaitu dengan adanya
jejas laras, yang tidak lain merupakan luka lecet tekan. Bentuk dari jejas laras
tersebut dapat memberikan informasi perkiraan dari bentuk moncong senjata
yang dipakai untuk menewaskan korban.
d. Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau yang
lebih dikenal dengan istilah pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat
menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan sabit; dimana

43

dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan apakah pencekikan
tersebut dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri atau keduanya. Di dalam
penafsiran perlu hati-hati khususnya bila pada leher korban selain didapatkan
luka lecet seperti tadi dijumpai pula alat penjerat; dalam kasus seperti ini
pemeriksaan arah lengkungan serta ada tidaknya kuku-kuku yang panjang pada
jari-jari korban dapat memberikan kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu
merupakan kasus bunuh diri atau kasus pembunuhan, setelah dicekik kemudian
digantung.
e. Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban bersentuhan dengan
radiator, maka dapat ditemukan luka lecet tekan yang merupakan cetakan dari
bentuk radiator penabrak.
3) Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kulit
ari yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka; bila pengumpulan tersebut
terdapat di sebelah kanan maka arah kekerasan yang mengenai tubuh korban
adalah dari arah kiri ke kanan. Di dalam kasus-kasus pembunuhan dimana tubuh
korban diseret maka akan dijumpai pengumpulan kulit ari yang terlepas yang
mendekati ke arah tangan, bila tangan korban dipegang; dan akan mendekati ke
arah kaki bila kaki korban yang dipegang sewaktu korban diseret.

A.4 CARA DAN PENYEBAB KEMATIAN 12 13


1. Cedera Kepala pada Penutup Otak
Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar
disebut duramater, atau sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih
dekat berhubungan dengan tengkorak kepala dibandingakan otak. Antara
tengkorak dan dura terdapat ruang yang disebut ruang epidural atau ekstradural.
Ruang ini penting dalam bidang forensik.
Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini
sangat rapuh, melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak.
Lapisan ini tidak terlalu penting dalam bidang forensik.

44

Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut
arakhnoid. Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini
disebut ruang subdural. Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat.
Perlu diingat, cairan otak terdapat pada ruang subarakhnoid, bukan di ruang
subdural.
Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural,
subdural atau ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri.
c. Perdarahan Epidural (Hematoma)
Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang
tengkorak. Apabila fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat
dengan bagian dalam tengkorak, umumnya arteri meningea media, dapat
menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan yang cepat. Kumpulan
darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan ruang
epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam,
otak mendapatkan kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejalagejala seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi,
stupor dan akhirnya koma. Kematian akan terjadi bila tidak dilakukan terapi
dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala sampai munculnya
gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai lucid
interval

d. Perdarahan Subdural (Hematoma)


Perdarahan ini timbul apabila terjadi bridging vein yang pecah dan
darah berkumpul di ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan
kompresi pada otak yang terletak di bawahnya. Karena perdarahan yang timbul
berlangsung perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan
perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jumlah
perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak
menyebabkan perdarahan subdural yang fatal.

45

Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada


beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat
menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala
yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan
operatif segera untuk dekompresi otak.
Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya
pembekuan pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan
secara bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang
bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut
adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada
dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat
skar tersebut rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan
perdarahan kembali. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada
perdarahan subdural ini bervariasi antar individu, tergantung pada kemampuan
reparasi tubuh setiap individu sendiri.
Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma,
meskipun dapat tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi
pada orang-orang dengan gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada
pecandu alcohol kronik, meskipun tidak menyebabkan perdarahan yang besar
dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural akibat trauma, dapat
timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang normal.
Akan tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme
pembekuan darah, dapat bersifat fatal.
Ada kalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari
perdarahan di tempat lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral
yang keluar dari substansi otak melewati pia mater, kemudian masuk dan
menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang subdural.
e. Perdarahan Subarakhnoid

46

Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi


menjadi 2 kelompok besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak
berhubungan dengan trauma. Penyebabnya antara lain:
1

Nontraumatik:

a. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak


b.Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid
2

Traumatik:
a Trauma

langsung

pada

daerah

fokal

otak

yang

akhirnya

menyebabkan perdarahan subarakhnoid.


Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal

yang menyebabkan robeknya arteri vertebralis


Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang
diakibatkan gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.

Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat


rapuh dindingnya dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang
ringan pun dapat menyebabkan ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan
banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan akhirnya menimbulkan
disfungsi yang serius atau bahkan kematian.
Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang
menyebabkan ruptur pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami
nyeri kepala lebih dahulu akibat mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan
gangguan tingkah laku berupa perilaku mudah berkelahi yang berujung pada
trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari ketinggian tertentu
menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami ruptur
aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan
akhirnya kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi
yang teliti disertai dengan otopsi yang cermat dapat memecahkan teka-teki
tersebut.
Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan
terhadap kepala yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di
dalam tengkorak. Tekanan dan goncangan ini menyebabkan robeknya
pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan subarakhnoid, dan umumnya

47

bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak ditemukan faktor


pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk, perdarahan ini
dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada
kepala.
Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat
mengakibatkan fraktur pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior.
Karena arteri vertebralis melewati bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di
daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut dapat menyebabkan robeknya
arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya menembus sampai
lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi
penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas
meningkat dan perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer
serebri. Pada beberapa kasus, kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan
nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma.
Tipe perdarahan subarakhnoid traumatik yang akan dibicarakan kali ini
merupakan tipe perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak
dan meluas hingga ke sisi lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang
berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar yang terdapat di dasar
otak.Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak ditemukan
adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab terjadinya
perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada
bagian bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun
tidak selalu ada, yang bisa mendukung dugaan apakah kejadian ini murni
dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti pertama yaitu adanya riwayat
gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang nantinya
dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.
d Kontusio otak
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abuabu. Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada
bagian superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik.
Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah menuju otak

48

menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan


sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang
terbentuk cukup besar, edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang
menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian total. Poin kedua terpenting
dalam hal medikolegal adalah penyembuhan kontusio tersebut yang dapat
menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi.
Yang harus dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang
berhubungan dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola
luka ditemukan dalam pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada
trauma sepeti pada kulit kepala, kranium, dan otak.
Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu
atau botol bir, hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio,
dan laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat patah atau tidak. Jika jaringan
dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini terjadi saat kepala relatif tidak
bergerak.
Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang
bergerak mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan
pada kulit kepala dan pada kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan
pada benda yang bergerak-kepala yang diam. Namun, kontusio yang terjadi,
bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini disebut
kontusio contra-coup.
Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto
dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai
dengan demontrasi yang ada., diagram dapat menjelaskan hubungan trauma
yang terjadi. Kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala
yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau
mengenai benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada akan tercampur,
membingungkan, yang tidak memerlukan penjelasan mendetail.
Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai
daerah putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan
kecil atau besar. Perdarahan kecil dinamakan ball hemorrhages sesuai dengan

49

bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang
disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya
berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke.
Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya
tanda trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma
dengan kasus lain yang menyebabkan perdarahan.
Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma
biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat
predileksinya adalah ganglia basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut
berhubungan dengan malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang
lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi.
Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala.
Manifestasi eksternal yang dapat ditemui adalah foam cone busa berwarna
putih atau merah muda pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada
kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang didahului
dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya
trauma kepala.
1

Leher
Dapat berakibat :

Patah tulang leher

Robek pembuluh darah, otot, oesophagus, trachea/larynx

Kerusakan saraf

Dada
Dapat berakibat :

Patah os costae, os. sternum, os. scapula, os. clavicula

Robek organ jantung, paru, pericardium

50

Perut
Dapat berakibat :

Patah os pubis, os sacrum, symphysiolysis, Luxatio sendi sacro


iliaca

Robek organ hepar, lien, ginjal. Pankreas, adrenal, lambung,


usus, kandung seni

Tulang Belakang (Vertebra)


Dapat berakibat :

Fraktura, dislokasi os vertebrae

Dapat karena :

Trauma langsung

Tidak langsung karena tarikan / tekukan

Anggota Gerak
Dapat berakibat :

Patah tulang, dislokasi sendi

Robek otot, pembuluh darah, kerusakan saraf 4,

3. LUKA AKIBAT TERSAMBAR PETIR


A. DEFINISI
Petir merupakan loncatan arus listrik tegangan tinggi antar awan dengan tanah.
Tegangan dapat mencapai 10 megaVolt, dengan kuat arus listrik mencapai
100.000 A.

15

Cedera yang diakibatkan petir terjadi ketika seseorang disambar

51

petir baik secar langsung maupun tidak langsung. Luka-luka karena sambaran
petirpada hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan
ledakan udara.Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan
udara berupa luka-luka yangmirip dengan akibat persentuhan dengan benda
tumpulPetir menghasilkan arus listrik yang dapat menjalar melalui tubuh dan
menyebabkan kerusakan saraf dan organ lainnya. 15
C. KARATERISTIK

16

Tipe dari mekanisme sambaran petir yang menyerang manusia :


a. Serangan langsung ( sekitar 3-5% dari cedera)
b. Percikan dari objek lain yang tersambar petir ( sekitar 30% dari cedera)
c. Kontak tegangan karena menyentuh objek yang tersambar ( sekitar 1-2%
dari cedera)
d. Efek penyebaran energi sambaran petir melalui permukaan bumi
(tanah) , dimana jarak antara korban dengan sumber petirnya jauh
( sekitar 40-50% dari cedera)
e. Energi petir dari langit yang tidak berhasil terhubung dengan energy
petir yang berasal dari permukaan bumi

untuk melengkapi sebuah

saluran petir ( sekitar 20-25% dari cedera)


f. Trauma tumpul jika seseorang terlempar dan barotrauma bila korban
berada cukup dekat dari petir
D. MEKANISME

16 17

Elektron mengalir secara abnormal melalui tubuh menghasilkan cedera


dengan atau kematian melalui depolarisasi otot dan saraf, inisiasi abnormal
irama elektrik pada jantung dan otak, atau menghasilkan luka bakar elektrik
internal maupuneksternal melalui panas dan pembentukan pori di membran sel.
Arus yang melalui otak, baik voltase rendah maupun tinggi
mengakibatkan penurunan kesadaran segera karena depolarisasi saraf otak. Arus
AC dapatmenghasilkan fibrilasi ventrikel jika jalurnya melalui dada. Aliran
listrik yang lamamembuat kerusakan iskemik otak terutama yang diikuti

52

gangguan

nafas.

Seluruhaliran

dapat

mengakibatkan

mionekrosis,

mioglobinemia, dan mioglobinuria dan berbagai komplikasi. Selain itu dapat


juga mengakibatkan luka bakar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efek listrik terhadap tubuh:
a.Jenis / macam aliran listrik
Arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC). Banyak kematian akibat
sengatan arus listrik AC dengan tegangan 220 volt. Suatu arus AC dengan
intensitas 70-80mA dapat menimbulkan kematian, sedangkan arus DC dengan
intensitas 250 mA masih dapat ditolerir tanpa menimbulkan kerusakan.
b.Tegangan / voltage
Hanya penting untuk sifat-sifat fisik saja, sedangkan pada implikasi
biologis kurang berarti. Tegangan yang paling rendah yang sudah dapat
menimbulkan kematian manusia adalah 50 volt. Makin tinggi tegangan akan
menghasilkan efek yang lebih berat pada manusia baik efek lokal maupun
general.
+60% kematian akibat listrik arus listrik dengan tegangan 115 volt. Kematian
akibat aliran listrik tegangan rendah terutama oleh karena terjadinya fibrilasi
ventrikel, sementara itu pada tegangan tinggi disebabkan oleh karena trauma
elektrotermis.
c.Tahanan / resistance
Tahanan tubuh bervariasi pada masing-masing jaringan, ditentukan
perbedaankandungan air pada jaringan tersebut. Tahanan yang terbesar terdapat
pada kulittubuh, akan menurun besarnya pada tulang, lemak, urat saraf, otot,
darah dancairan tubuh. Tahanan kulit rata-rata 500-10.000 ohm.
d.Kuat arus / intensitas /amperage
Adalah kekuatan arus (intensitas arus) yang dapat mendeposit berat
tertentu perak dari larutan perak nitrat perdetik. Satuannya : ampere. Arus yang

53

di atas 60mA dan berlangsung lebih dari 1 detik dapat menimbulkan fibrilasi
ventrikel.
Berikut ini disajikan sebuah tabel mengenai efek aliran listrik terhadap tubuh:

Ma
1,0
1,5
2,0
4,0
15,0
40,0
75-

Efek
Sensasi, ambang arus
Rasa yang jelas, persepsi arus
Tangan mati rasa
Parestesia lengan bawah
Kontraksi otot-otot fleksor mencegah terlepas dari aliran listrik
Kehilangan kesadaran
Fibrilasi ventrikel

100
Dikatakan bahwa kuat arus sebesar 30 mA adalah batas ketahanan seseorang,
pada 40 mA dapat menimbulkan hilangnya kesadaran dan kematian akan terjadi
pada kuat arus 100 mA atau lebih.
e.Adanya hubungan dengan bumi / earthing
Sehubungan dengan faktor tahanan, maka orang yang berdiri pada tanah
yang basah tanpa alas kaki, akan lebih berbahaya daripada orang yang berdiri
dengan mengggunakan alas sepatu yang kering, karena pada keadaan pertama
tahanannya rendah.
f.Lamanya waktu kontak dengan konduktor
Makin lama korban kontak dengan konduktor maka makin banyak jumlah
arus yang melalui tubuh sehingga kerusakan tubuh akan bertambah besar &
luas. Dengan tegangan yang rendah akan terjadi spasme otot-otot sehingga
korban malah menggenggam konduktor. Akibatnya arus listrik akan mengalir
lebih lama sehingga korban

jatuh dalam keadaan syok yang mematikan

Sedangkan pada tegangan tinggi, korban segera terlempar atau melepaskan


konduktor atau sumber listrik yang tersentuh, karena akibat arus listrik dengan

54

tegangan tinggi tersebut dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot, termasuk


otot yang tersentuh aliran listrik tersebut.
g.Aliran arus listrik (path of current)
Adalah tempat-tempat pada tubuh yang dilalui oleh arus listrik sejak
masuk sampai meninggalkan tubuh. Letak titik masuk arus listrik (point of
entry) & letak titik keluar bervariasi sehingga efek dari arus listrik tersebut
bervariasi dari ringan sampai berat. Arus listrik masuk dari sebelah kiri bagian
tubuh lebih berbahaya daripada jika masuk dari sebelah kanan. Bahaya terbesar
bisa timbul jika jantung atau otak berada dalam posisi aliran listrik tersebut.
Bumi dianggap sebagai kutub negatif. Orang yang tanpa alas kaki lebih
berbahaya kalau terkena aliran listrik,alas kaki dapat berfungsi sebagai isolator,
terutama yang terbuat dari karet. Petir / lightning adalah muatan listrik statis
dalam awan dengan voltase sampai 10 mega volt dan kekuatan arus listrik
sampai seratus ribu ampere yang dalam waktu 1/1000 1 detik dilepaskan ke
bumi. Seseorang yang disambar petir pada tubuhnya terdapat kelainan yang
disebabkan oleh faktor arus listrik, faktor panas dan faktor ledakan

Efek listrik akibat sambaran petir ada 3:


1. Current mark / electrik mark / electrik burn
Efek ini termasuk salah satu tanda utama luka listrik (elektrical burn)
2.

Aborescent markings
Tanda ini berupa gambaran seperti pohon gundul tanpa daun akibat
terjadinya vasodilatasi vena pada kulit korban sebagai reaksi dari
persentuhan antara kulit dengan petir. Tanda ini akan hilang sendiri
setelah beberapa jam.

55

Gambar 2.23 aborescent markings


3. Magnetisasi
Logam yang terkena sambaran petir akan berubah menjadi magnet. Efek
ini juga termasuk salah satu tanda luka listrik(electrical burn)

Efek panas akibat sambaran petir ada 2: 16


1. Luka bakar sampai hangus. Rambut, pakaianm sepatu, bahkan seluruh
tubuh korban dapat terbakar atau hangus.
2. Metalisasi. Logam yang dikenakan korban akan meleleh seperti
perhiasan dan komponen arloji. Arloji korban akan berhenti dimana
tanda ini dapat kita gunakan untuk menentukan saat kematian korban.
Efek ini juga termasuk salah satu tanda luka listrik (electrical burn).

56

Gambar 2.24 Efek metalisasi

Efek ledakan:
Efek ledakan akibat sambaran petir terjadi akibat perpindahan volume

udara yang cepat dan ekstrim. Setelah kilat menyambar, udara setempat menjadi
vakum lalu terisi oleh udara kembali sehingga menimbulkan suara
menggelegar / ledakan. Akibat pemindahan udara ini, pakaian korban koyak,
korban terlontar sehingga terdapat luka akibat persentuhan dengan benda
tumpul, misalnya abrasi, kontusi, patah tulang tengkorak, epidural / subdural
bleeding.
1.1 Indikasi cedera akibat petir dicatat pada pemeriksaan fisik meliputi: 16
a. Dingin, pulseless ekstremitas - tanda ketidakstabilan vasomotor
b. Kebingungan, amnesia, kelumpuhan, dan kehilangan kesadaran
c. Gangguan pendengaran sementara atau pecah membran timpani Disebabkan oleh gelombang kejut concussive
d. Hipotensi - Biasanya dari ketidakstabilan vasomotor dan spasme
pembuluh darah
e. Paresis

lama atau kelumpuhan ekstremitas

Mengindikasikan

kemungkinan cedera tulang belakang


f. Dilatasi pupil - Biasanya akibat dari gangguan otonom sementara, cedera
kepala yang tidak serius.

57

1.2 Manifestasi klinik akibat sambaran petir : 16


a. Gejala kardiorespirasi
Henti jantung dan henti nafas

adalah penyebab langsung

kematian. Petir dapat mengakibatkan jantung ke periode asistole, yang


mana jantung sering pulih spontan pada keadaan ini. Pengontrolan
sistem saraf otonom dari irama jantung telah terbukti dapat dipengaruhi
oleh petir. Dalam beberapa kasus, henti napas dapat bertahan lebih lama
daripada henti jantung dan serangan jantung sekunder karena hipoksia.
Masalah pada jantung akibat sambaran petir dapat disebabkan oleh syok
elektrik, ataupun karena spasme vaskular.
b. Gejala neurologis
Efek langsung dari arus listrik dari sambaran petir pada SSP
adalah tingkat kesadaran yang berubah yang bervariasi dari disorientasi
dengan amnesia retrograde hingga hilangnya kesadaran. Dalam kasus
yang paling parah, kelumpuhan pusat pernafasan mungkin terjadi dan
menyebabkan kematian mendadak.Pasien yang sadar biasanya mampu
c. Gejala pada Kulit
Keraunopati merupakan gambaran umumnya cedera yang
berhubungan dengan petir, dan juga istilah ini bersinonim dengan
ferning, suatu pola perubahan warna kulit terlihat di beberapa badan
setelah sambaran petir. Temuan dapat ditemukan baik pada korban hidup
maupun korban meninggal. Temuan ini jarang didapatkan namun
merupakan suatu tanda yang patognomonik untuk korban sambaran petir.

58

.
Gambar 2.25 keraunopati
Karena petir biasanya memiliki kontak yang sangat singkat
dengan kulit, luka bakar yang dalam jarang terjadi. Jika luka bakar
terjadi, memperlakukan mereka seperti cedera tegangan tinggi. Berikut
jenis luka bakar yang disebabkan oleh petir:

linear

Punctate

Thermal
Luka ini diakibatkan karena

petir mengenai pakaian dan

kemudian terbakar.

Contact - Terjadi ketika logam, seperti perhiasan, ritsleting, atau


gesper ikat pinggang, berkontak dengan kulit selama sambaran
petir, dapat membentuk "tato" logam, seperti kalung, ke dalam
kulit

Flash - membakar Superficial yang mengakibatkan perubahan


warna coklat dari kulit
Manifestasi kulit cedera petir biasanya terdiri dari garis-garis

eritematosa yang tidak pucat pada diaskopi. Eritema mulai memudar


dalam 4-6 jam dengan tidak ada perubahan kulit residual. Manifestasi
kulit seperti ini mungkin berkaitan dengan fenomena flashover, dari
transmisi listrik statis sepanjang pembuluh darah superfisial.

59

Luka bakar linear terjadi pada area yang lembab pada tubuh,
seperti di bawah payudara dan di linea midaxillaris. Luka-luka bakar
derajat pertama dan kedua hadir beberapa menit hingga jam setelah
sambaran petir dan hasil dari penguapan keringat menjadi uap pada
tubuh pasien.

Gambar 2.26 Luka bakar jenis liniar


Luka bakar punctuate

biasanya multiple, seperti gambaran

puntung rokok kecil (small cigarette-like), diskret, melingkar karena


petir mengenai kulit yang kering dan seringnya bagian tengah lebih berat
seperti gambaran rosset. Diameter mulai dari beberapa millimeter hingga
sentimeter.

Gambar 2.27 Luka bakar jenis punctate

60

Gambar 2.28 manifestasi kutaneus dari luka sambaran dengan gangren


bilateral di bawah siku

d. Gejala Muskuloskeletal
Sambaran

petir

dapat

menyebabkan

cedera

sistem

muskuloskeletal baik oleh trauma mekanis atau oleh bagian dari arus
listrik. Ketika seseorang tersambar petir, dapat saja tubuhnya terlempar
dan mungkin menyebabkan patah tulang atau dislokasi ekstremitas.
Fraktur tengkorak, tulang rusuk, kaki, dan tulang belakang sering
terjadi.).
e. Gejala mata dan adneksa
Petir dapat melukai mata dan adneksa nya. Hampir setiap jenis
cedera mata telah dilaporkan dengan cedera petir, termasuk katarak,
lubang makula, pemisahan retina, dan iritis Katarak mungkin. Gangguan
sistem saraf otonom menyebabkan pupil melebar dan non-reaktif. Ini
reaksi terhadap sambaran petir biasanya jangka pendek dan tidak boleh
digunakan sebagai indikator kematian otak pada pasien yang telah
terluka oleh petir.
f. Gejala pada telinga
Meskipun cedera pada telinga relatif jarang terjadi di listrik-saat
kecelakaan, hal itu terjadi di lebih dari satu setengah dari pasien dengan
cedera petir. Petir dapat melukai telinga melalui 2 mekanisme yaitu Efek

61

langsung dan ledakan. Pengaruh langsung dari hasil kilat dari bagian dari
arus listrik. kerusakan teinga akibat sambaran petir dapat seperti
gangguan pendengaran yang umum, seperti tinnitus dan gejala syaraf
lainnya termasuk pusing.
Perforasi membran timpani terjadi pada lebih dari separuh pasien
terluka oleh petir. Cedera ini disebabkan oleh efek ledakan, patah tulang
tengkorak basilar, atau kerusakan membakar langsung dari petir.
Membran timpani pecah dari petir beregenerasi dengan baik tanpa
intervensi bedah.
g.

Gejala pada ekstremitas


Sambaran petir dapat menyebabkan vasospasme sementara
hingga berat yang menyebabkan ekstremitas korban menjadi dingin,
membiru, berbintik-bintik, nadi teraba melemah. Keadaan ini biasanya
membaik dengan sendirinya dalam beberapa jam, dan jarang sekali
membutuhkan pemeriksaan pencitraan pembuluh darah ataupun tindakan
bedah.

h. Gejala pada organ visera lainnya


Keadaan kontusio pulmonal dan perdarahan

dilaporkan pada

kasus sambaran petir. Trauma tumpul abdomen jarang didapatkan. Tidak


ada satupun kelainan abdomen

lain yang biasanya didapatkan pada

trauma listrik tegangan tinggi seperti nekrosis kandung kemih, ataupun


thrombosis mesentrika didapatkan pada korban sambaran petir.

E. CARA DAN PENYEBAB KEMATIAN 17 18


Kebanyakan oleh energi listrik itu sendiri. Sering trauma listrik disertai
trauma mekanis. Ada kasus karena listrik yang menyebabkan korban jatuh dari
ketinggian,dalam hal ini sukar untuk mencari sebab kematian yang segera.
Sebab kematian karena arus listrik yaitu:

62

a..Fibrilasi ventrikel
Bergantung

pada

ukuran

badan

dan

jantung.

Dalziel

(1961)

memperkirakan pada manusia arus yang mengalir sedikitnya 70 mA dalam


waktu 5 detik dari lengan ke tungkai akan menyebabkan fibrilasi. Yang paling
berbahaya adalah jika arus listrik masuk ke tubuh melalui tangan kiri dan keluar
melalui kaki yang berlawanan/kanan. Kalau arus listrik masuk ke tubuh melalui
tangan yang satu dan keluar melalui tangan yang lain maka 60% yang
meninggal dunia.
b. Paralisis respiratorik
Akibat spasme dari otot-otot pernafasan, sehingga korban meninggal
karena asfiksia, sehubungan dengan spasme otot-otot karena jantung masih tetap
berdeny9ut sampai timbul kematian. Terjadi bila arus listrik yang memasuki
tubuh korban di atas nilai ambang yang membahayakan, tetapi masih di batas
bawah yang dapat menimbulkan fibrilasi ventrikel. MenurutKoeppen, spasme
otot-otot pernafasan terjadi pada arus 25-80 mA, sedangkan ventrikel fibrilasi
terjadi pada arus 75-100 mA.
c.Paralisis pusat nafas
Jika arus listrik masuk melalui pusat di batang otak, disebabkan juga
oleh trauma pada pusat-pusat vital di otak yang terjadi koagulasi dan akibat efek
hipertermias. Bila aliran listrik diputus, paralisis pusat pernafasan tetap ada,
jantung pun masih berdenyut, oleh karena itu dengan bantuan pernafasan buatan
korban masih dapat ditolong. Hal tersebut bisa terjadi jika kepala merupakan
jalur arus listrik. Pemeriksaan yang dapat ditemukan berupa :
Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan luar yang ditemukan adalah:
a. Electrical Mark
Terbentuk di daerah tempat masuk aliran listrik. Berbentuk bundar
atau oval dengan bagian yang datar dan rendah di tengah, dikeliilingi oleh

63

kulit yang menimbul. Bagian tersebut biasanya pucat dan kulit diluar
electrical mark akan menunjukkan hiperemis. Bentuk dan ukurannya
tergantung dari benda yang berarus lisrtrik yang mengenai tubuh.

Gambar 2.29 electrical mark


b. Joule Burn/ Endogenous Burn
Ini terjadi bilamana kontak antara tubuh dengan benda yang
mengandung arus listrik cukup lama. Pada bagian tengah yang dangkal dan
pucat pada electric mark dapat menjadi hitam hangus terbakar.

Gambar 2.30 joule burn

c. Exogenous Burn
Ini terjadi bila tubuh manusia terkena benda yang berarus listrik
dengan tegangan tinggi, yang sudah mengandung panas, misalnya: tegangan
di atas 330 volt. Pada exogenous burn tubuh korban hangus terbakar dengan

64

kerusakan yang sangat berat, yang tidak jarang disertai patahnya tulangtulang.

Gambar 2.31 exogenous burn

Pemeriksaan Dalam

Pada pemeriksaan dalam atau autopsi akan didapati hasil sebagai


berikut:
N
o
1

Bagian

Perubahan yang Ditemui

Ventrikel III-IV
Paru

Perdarahan kecil
Edema

3
4
5
6
7
8

Organ visera
Gastro intestinal
Hati
Skeletal
Otot
Perikar,

Kongesti

Pada tegangan tinggi puncak lobus paru bisa

terbakar dan ditemukan pneumotorak


Kongesti
Perdarahan mukosa
Lesi yang tidak khas
Terbentuk butiran-butiran kalsium fosfat
menyerupai mutiara (pearl like bodies)
Putus karena ada perubahan hialin
pleura, Bintik-bintik perdarahan

65

yang

konjungtiva
Vaskuler

Nekrosis

Pemeriksaan Tambahan 18
Pemeriksaan tambahan yang dapat kita lakukan adalah:
a. Patologi Anatomi
Pada pemeriksaan ini dilakukan dengan cara:

Sel diwarnai dengan mettoxyl lineosin.

Sel dilihat di bawah mikroskop.

Hasil yang terlihat adalah:

Sel yang terkena trauma listrik akan berwarna lebih gelap


dan lebih memipih.

Sel pada stratum korneum akan menggelembung dan vakum.


Ada juga sel yang berbentuk karbonasi.

Sel dan inti dari stratum basalis akan lebih gelap dan akan
berbentuk palisade.

Folikel rambut dan kelenjar keringat akan memanjang dan


memutar ke bagian yang terkena dari aliran listrik.

4.LUKA TEMBAK
A.DEFINISI

19 20

Luka tembak, atau dalam bahasa Inggris disebut gunshot wound, adalah
luka yang disebabkan karena adanya oenetrasi peluru kedalam tubuh yang
diproyeksikan lewat sejanta api, umumnya ditandai dengan luka masuk kecil
dan dapat disertai dengan luka keluar yang lebih besar. Luka ini biasanya
disertai dengan kerusakan pada pembuluh darah, tulang dan jaringan sekitar.
Luka tembak masuk terjadi apabila anak peluru memasuki suatu objek
dan tidak keluar lagi, sedangkan pada luka tembak keluar, anak peluru
menembus objek secara keseluruhan. Umumnya luka tembak ditandai dengan
luka masuk yang kecil dan luka keluar yang lebih besar. Luka ini biasanya juga

66

disertai dengan kerusakan pada pembuluh darah, tulang, dan jaringan sekitar
Luka tembak terjadi karena energi dari peluru saat menembus tubuh.
Semakin besar energi yang dihasilkan peluru, semakin parah luka yang dapat
terjadi. Energi akan meningkat seiring besar, berat dan kecepatan pelurunya.
Secara umum, peluru berukuran besar yang ditembakkan dari senapaan
menyebabkan luka yang lebih besar dibandingkan dengan peluru berukuran
kecil yang ditembakkan dari pistol. Beberapa klasifikasi dari luka tembak :
1. Luka Tembak Masuk:
a. luka tembak tempel
b. luka tembak sangat dekat (dibawah 15 cm)
c. luka tembak jarak dekat (>15 cm dan <70 cm)
d. luka tembak jarak jauh (>70 cm)
2. Luka Tembak Keluar (luka tembus)
B. KARATERISTIK LUKA TEMBAK 17
Tabel. Perbedaan luka tembak masuk dan keluar
Luka tembak masuk
Ukurannya kecil (berupa satu

Luka tembak keluar


Ukurannya lebih besar dan lebih tidak

titik/stelata/bintang), karena peluru

teratur dibandingkan luka tembak

menembus kulit seperti bor dengan

masuk, karena kecepatan peluru

kecepatan tinggi

berkurang hingga menyebabkan robekan

Pinggiran luka melekuk kearah dalam

jaringan.
Pinggiran luka melekuk keluar karena

karena peluru menembus kulit dari luar


Pinggiran luka mengalami abrasi
Bisa tampak kelim lemak.
Pakaian masuk kedalam luka, dibawa

peluru menuju keluar.


Pinggiran luka tidak mengalami abrasi.
Tidak terdapat kelim lemak
Tidak ada

oleh peluru yang masuk.


Pada luka bisa tampak hitam,

Tidak ada

terbakar, kelim tato atau jelaga.


Pada tulang tengkorak, pinggiran luka

Tampak seperti gambaran mirip

bagus bentuknya.

Kerucut

67

Bisa tampak berwarna merah terang

Tidak ada

akibat adanya zat karbon monoksida.


Disekitar luka tampak kelim ekimosis
Luka tembak masuk
Perdarahan hanya sedikit.
Pemeriksaan radiologi atau analisis

Tidak ada
Luka tembak keluar
Perdarahan lebih banyak
Tidak ada

aktivitas netron mengungkapkan adanya


lingkaran timah / zat besi di sekitar luka.

Faktor-faktor yang mempengaruhi cedera akibat senjata api :

Jenis peluru

Kecepatan peluru

Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan

Densitas jaringan tubuh dimana peluru masuk

C. ANATOMI 9
Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan
1. Jika senjata ditembakkan pada jarak yang sangat dekat atau menempel
dengan kulit :
a. Jaringan subkutan 5 sampai 7,5 cm disekitar luka tembak masuk
mengalami laserasi
b. Kulit disekitar luka terbakar atau hitam karena asap. Kelim tato
terjadi karena bubuk mesiu senjata yang tidak terbakar.
c. Rambut di sekitar luka hangus.
d. Pakaian yang menutupi luka terbakar karena percikan api dari
senjata.
e. Walaupun jarang bisa ditemukan bercak berwarna abu-abu atau
putih di sekitar luka. Hal ini terjadi jika bubuk mesiu tidak
berasap dan tidak terdapat bagian kehitaman pada kulit.
2. Tembakan jarak dekat
a. Jaraknya adalah 15-70 cm dari kulit.

68

b. Ukuran luka lebih kecil dibandingkan peluru


c. Warna hitam dan kelim tato lebih luar disekitar luka
d. Tidak ada luka bakar atau kulit yang hangus.

3. Tembakan jarak jauh


a. Jaraknya adalah di atas 70 cm.
b. Ukuran luka jauh lebih kecil dibandingkan peluru.
c. Kehitaman atau kelim tato tidak ada

D. MEKANISME 17 18
Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada trauma
mekanik seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi akibat adanya
transfer energi dari luar menuju jaringan. Kerusakan yang terjadi pada jaringan
tergantung pada absorpsi energi kinetiknya, yang juga akan menghamburkan
panas, suara serta gangguan mekanik yang lainya. Energi kinetik ini akan
mengakibatkan daya dorong peluru ke suatu jaringan sehingga terjadi laserasi,
kerusakan sekunder terjadi bila terdapat ruptur pembuluh darah atau struktur
lainnya dan terjadi luka yang sedikit lebih besar dari diameter peluru.
Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan dari peluru yang
menembus jaringan akan terjadi gelombang tekanan yang mengkompresi jika
terjadi pada jaringan seperti otak, hati ataupun otot akan mengakibatkan
kerusakan dengan adanya zona-zona disekitar luka. Dengan adanya lesatan
peluru dengan kecepatan tinggi akan membentuk rongga disebabkan gerakan
sentrifugal pada peluru sampai keluar dari jaringan dan diameter rongga ini
lebih besar dari diameter peluru, dan rongga ini akan mengecil sesaat setelah
peluru berhenti, dengan ukuran luka tetap sama. Organ dengan konsistensi yang

69

padat tingkat kerusakan lebih tinggi daripada organ berongga. Efek luka juga
berhubungan dengan gaya gravitasi. Pada pemeriksaan harus dipikirkan adanya
kerusakan sekunder seperti infark atau infeksi.

Efek yang dapat ditimbulkan dari luka tembak


Pada saat seseorang melepaskan tembakan dan kebetulan mengenai
sasaran yaitu tubuh korban, maka pada tubuh korban tersebut akan
didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai unsur atau
komponen yang keluar dari laras senjata api tersebut. Adapun komponen
atau unsur-unsur yang keluar pada setiap penembakan adalah:
anak peluru
butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar
asap atau jelaga
api
partikel logam
Bila senjata yang dipergunakan sering diberi minyak pelumas, maka

minyak yang melekat pada anak peluru dapat terbawa dan melekat pada luka.
Bila penembakan dilakukan dengan posisi moncong senjata menempel dengan
erat pada tubuh korban, maka akan terdapat jejas laras. Selain itu bila senjata
yang dipakai termasuk senjata yang tidak beralur (smooth bore), maka
komponen yang keluar adalah anak peluru dalam satu kesatuan atau tersebar
dalam bentuk pellet, tutup dari peluru itu sendiri juga dapat menimbulkan
kelainan dalam bentuk luka. Komponen atau unsur-unsur yang keluar pada
setiap peristiwa penembakan akan menimbulkan kelainan pada tubuh korban
sebagai berikut:
1. Akibat anak peluru (bullet effect): luka terbuka.
Luka terbuka yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:

Kecepatan

Posisi peluru pada saat masuk ke dalam tubuh

70

Bentuk dan ukuran peluru

Densitas jaringan tubuh di mana peluru masuk

Peluru yang mempunyai kecepatan tinggi (high velocity), akan


menimbulkan luka yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan
peluru yang kecepatannya lebih rendah (low velocity). Kerusakan
jaringan tubuh akan lebih berat bila peluru mengenai bagian tubuh yang
densitasnya lebih besar.
Pada organ tubuh yang berongga seperti jantung dan kandung kencing,
bila terkena tembakan dan kedua organ tersebut sedang terisi penuh
(jantung dalam fase diastole), maka kerusakan yang terjadi akan lebih
hebat bila dibandingkan dengan jantung dalam fase sistole dan kandung
kencing yang kosong; hal tersebut disebabkan karena adanya penyebaran
tekanan hidrostatik ke seluruh bagian.
Mekanisme terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru:
a. Pada saat peluru mengenai kulit, kulit akan teregang
b. Bila kekuatan anak peluru lebih besar dari kulit maka akan terjadi
robekan
c. Oleh karena terjadi gerakan rotasi dari peluru (pada senjata yang
beralur atau rifle bore), terjadi gesekan antara badan peluru
dengan tepi robekan sehingga terjad kelim lecet (abrasion ring)
d. Oleh karena tenaga penetrasi peluru dan gerakan rotasi akan
diteruskan ke segala arah, maka sewaktu anak peluru berada dan
melintas dalam tubuh akan terbentuk lubang yang lebih besar dari
diameter peluru
e. Bila peluru telah meninggalkan tubuh atau keluar, lubang atau
robekan

yang

terjadi

akan

mengecil

kembali,

hal

ini

dimungkinkan oleh adanya elastisitas dari jaringan


f. Bila peluru masuk ke dalam tubuh secara tegak lurus maka kelim
lecet yang terbentuk akan sama lebarnya pada setiap arah
g. Peluru yang masuk secara membentuk sudut atau serong akan
dapat diketahui dari bentuk kelim lecet
71

h. Kelim lecet paling lebar merupakan petunjuk bahwa peluru


masuk dari arah tersebut
i. Pada senjata yang dirawat baik, maka pada klim lecet akan
dijumpai pewarnaan kehitaman akibat minyak pelumas, hal ini
disebut kelim kesat atau kelim lemak (grease ring/ grease mark)
j. Bila peluru masuk pada daerah di mana densitasnya rendah, maka
bentuk luka yang terjadi adalah bentuk bundar, bila jaringan di
bawahnya mempunyai densitas besar seperti tulang, maka
sebagian tenaga dari peluru disertai pula dengan gas yang
terbentuk akan memantul dan mengangkat kulit di atasnya,
sehingga robekan yang tejadi menjadi tidak beraturan atau
berbentuk bintang
k. Perkiraan diameter anak peluru merupakan penjumlahan antara
diameter lubang luka ditambah dengan lebar kelim lecet yang
tegak lurus dengan arah masuknya peluru
l. Peluru

yang

hanya

menyerempet

tubuh

korban

akan

menimbulkan robekan dangkal, disebut bullet slap atau bullet


graze
m. Bila peluru menyebabkan luka terbuka dimana luka tembak
masuk bersatu dengan luka tembak keluar, luka yang terbentuk
disebut gutter wound
2. Akibat butir-butir mesiu (gunpowder effect): tattoo, stipling
a. Butir butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar
akan masuk ke dalam kulit
b. Daerah di mana butir-butir mesiu tersebut masuk akan tampak
berbintik-bintik hitam dan bercampur dengan perdarahan
c. Oleh karena penetrasi butir mesiu tadi cukup dalam, maka bintikbintik hitam tersebut tidak dapat dihapus dengan kain dari luar
d. Jangkauan butir-butir mesiu untuk senjata genggam berkisar
sekitar 60 cm

72

e. Black powder adalah butir mesiu yang komposisinya terdiri dari


nitrit, tiosianat, tiosulfat, kalium karbonat, kalium sulfat, kalium
sulfida, sedangkan smoke less powder terdiri dari nitrit dan
selulosa nitrat yang dicampur dengan karbon dan gravid
3. Akibat asap (smoke effect): jelaga
a. Oleh karena setiap proses pembakaran itu tidak sempurna, maka
terbentuk asap atau jelaga
b. Jelaga yang berasal dari black powder komposisinya CO2 (50%)
nitrogen 35%, CO 10%, hydrogen sulfide 3%, hydrogen 2 %
serta sedikit oksigen dan methane
c. Smoke less powder akan menghasilkan asap yang jauh lebih
sedikit
d. Jangkauan jelaga untuk senjata genggam berkisar sekitar 30 cm
e. Oleh karena jelaga itu ringan, jelaga hanya menempel pada
permukaan kulit, sehingga bila dihapus akan menghilang.
4. Akibat api (flame effect): luka bakar
a. Terbakarnya butir-butir mesiu akan menghasilkan api serta gas
panas yang akan mengakibatkan kulit akan tampak hangus
terbakar (scorching, charring)
b. Jika tembakan terjadi pada daerah yang berambut, maka rambut
akan terbakar
c. Jarak tempuh api serta gas panas untuk senjata genggam sekitar
15 cm, sedangkan untuk senjata yang kalibernya lebih kecil,
jaraknya sekitar 7,5 cm
5. Akibat partikel logam (metal effect): fouling
a. Oleh karena diameter peluru lebih besar dari diameter laras, maka
sewaktu peluru bergulir pada laras yang beralur akan terjadi
pelepasan partikel logam sebagai akibat pergesekan tersebut

73

b. Partikel atau fragmen logam tersebut akan menimbulkan luka


lecet atau luka terbuka dangkal yang kecil-kecil pada tubuh
korban
c. Partikel tersebut dapat masuk ke dalam kulit atau tertahan pada
pakaian korban.
6. Akibat moncong senjata (muzzle effect): jejas laras
a. Jejas laras dapat terjadi pada luka tembak tempel, baik luka
tembak tempel yang erat (hard contact) maupun yang hanya
sebagian menempel (soft contact)
b. Jejas laras dapat terjadi bila moncong senjata ditempelkan pada
bagian tubuh, dimana di bawahnya ada bagian yang keras
(tulang)
c. Jejas laras terjadi oleh karena adanya tenaga yang terpantul oleh
tulang dan mengangkat kulit sehingga terjadi benturan yang
cukup kuat antara kulit dan moncong senjata
d. Jejas laras dapat pula terjadi jika si penembak memukulkan
moncong senjatanya dengan cukup keras pada tubuh korban,
akan tetapi hal ini jarang terjadi
e. Pada hard contact, jejas laras tampak jelas mengelilingi lubang
luka, sedangkan pada soft contact, jejas laras sebetulnya luka
lecet tekan tersebut akan tampak sebagian sebagai garis lengkung
f. Bila pada hard contact tidak akan dijumpai kelim jelaga atau
kelim tato, oleh karena tertutup rapat oleh laras senjata, maka
pada soft contact jelaga dan butir mesiu ada yang keluar melalui
celah antara moncong senjata dan kulit, sehingga terdapat adanya
kelim jelaga dan kelim tato.

7. Pengaruh pakaian pada luka tembak masuk

74

Jika tembakan mengenai tubuh korban yang ditutup pakaian, dan


pakaiannya cukup tebal, maka dapat terjadi:

Asap, butir-butir mesiu dan api dapat tertahan pakaian

Fragmen atau partikel logam dapat tertahan oleh pakaian

Serat-serat pakaian dapat terbawa oleh peluru dan masuk ke


dalam lubang luka tembak.

E.

CARA DAN PENYEBAB KEMATIAN


Pada dada meskipun penetrasi tembakan minimal kerusakan berat
pada pleura dan paru dapat terjadi, dan kematian dapat terjadi karena
Hematothorak dengan atau tanpa luka laserasi atau memar pada paru.
Ketika bagian kepala terkena, menghancurkan tulang tengkorak atau
wajah dan dapat terjadi kerusakan intracranial, meskipun peluru
logam tidak menembus kranium.
5.LUKA AKIBAT SENGATAN LISTRIK
A. DEFINISI
Luka Listrik adalah luka yang disebabkan oleh trauma listrik, yang
merupakan jenis trauma yang disebabkan oleh adanya persentuhan dengan
benda yang memiliki arus listrik, sehingga dapat menimbulkan luka bakar
sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi energi panas.
Arus listrik bergerak dari tempat yang berpotensial tinggi ke potensial
rendah. Arahnya sama dengan arah gerak muatan-muatan positif
(berlawanan arah dengan elektron-elektron). 19
Bagian-bagian listrik, antara lain :
a. Arus listrik (I)
a. Arus listrik searah atau direct current (DC)
mengalir secara terus menerus ke satu arah, dipakai dalam
industri

elektrolisis,

misalnya

pada

pemurnian

dan

pelapisan/penyepuhan logam. Juga digunakan pada telepon (3075

50 volt), dan kereta listrik (600-1500 volt). Sumber misalnya


baterai dan accu.
b. Arus listrik bolak-balik atau alternating current (AC)
mengalir bolak-balik, digunakan di rumah-rumah dan pabrikpabrik, biasanya 110 volt atau 220 volt, jauh lebih berbahaya
daripada arus DC, tubuh manusia 4-6 kali lebih sensitif terhadap
arus AC.
b. Frekuensi listrik
Satuan : cycle per second atau hertz, yang paling sering digunakan 50
dan 60 hertz, yang paling tinggi 1 jt hertz dengan voltage 20.000-40.000
volt tidak begitu berbahaya dapat digunakan sebagai diatermi. Tubuh
sangat tidak peka terhadap frekuensi yang sangat tinggi atau sangat
rendah, contohnya kurang dari 40 hertz atau lebih dari 1.000 hertz.
c. Tegangan (voltage/V)
Satuan : volt. 1 volt = tenaga listrik yang dibutuhkan untuk menghasilkan
intensitas

listrik sebesar

1 ampere

melalui sebuah

konduktor

(penghantar) yang memiliki tahanan sebesar 1 ohm.


-

Voltase rendah (110-460 V) misalnya penerangan, pabrik, tram


listrik.

Voltase tinggi (= 1.000 V) misalnya transpor arus listrik.

Voltase sangat tinggi (20.000-1.000.000 V) misalnya deep X-rays


therapy dan diatermi. Diatermi : frekuensi 1 juta Hz dan tegangan 20
ribu - 40 ribu volt. Kuat arus yang sering kita gunakan dibawah 6
ampere. LET GO CURRENT = kuat arus dari aliran listrik dimana
korban masih bisa melepaskan diri darinya.

d. Tahanan/hambatan listrik (resistance/R)


Satuan : ohm. Menurut hukum Ohm, besarnya intensitas listrik
(I) sama dengan besarnya tegangan/voltage (V) dibagi dengan tahanan
(R) dari medium.
Panas yang terjadi tergantung dari :
1. banyaknya arus

V
I
--R

=
76

2. lamanya kontak
3. besarnya hambatan
Hal ini sesuai dengan rumus :
Keterangan

W = panas yang dihasilkan (kalori)


I = kuat arus (ampere)
R = hambatan (ohm)

W = I2 R t

t = waktu (detik)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, trauma listrik terjadi saat seseorang
menjadi bagian dari sebuah perputaran aliran listrik atau bisa disebabkan pada
saat berada dekat dengan sumber listrik.
Secara umum, terdapat 2 jenis tenaga listrik:
a. Tenaga listrik alam, seperti petir dan kilat.
b. Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah (DC) seperti baterai
dan accu, dan arus listrik bolak-balik (AC) seperti listrik PLN pada
rumah maupun pabrik. 20
d.

KARATERISTIK

20

Korban mungkin ditemukan sedang memegang benda yang membuatnya


kena listrik, kadang-kadang ada busa pada mulut. Yang perlu dilakukan
pertama kali adalah mematikan arus listrik atau menjauhkan kawat listrik
dengan kayu kering. Lalu kemudian korban diperiksa apakah hidup atau
sudah meninggal dunia. Bilamana belum ada lebam mayat, maka
mungkin korban dalam keadaan mati suri dan perlu diberi pertolongan
segera yaitu pernafasan buatan dan pijat jantung dan kalau perlu segera
dibawa ke Rumah sakit. Pernafasan buatan ini jika dilakukan dengan baik
dan benar masih merupakan pengobatan utama untuk korban akibat
listrik. Usaha pertolongan ini dilakukan sampai korban menunjukkan
tanda-tanda hidup atau tanda-tanda kematian pasti.
a.

Pemeriksaan Jenazah

77

a. Pemeriksaan Luar
Sangat penting karena justru kelainan yang menyolok adalah
kelainan pada kulit. Dalam pemeriksaan luar yang harus dicari
adalah

tanda-tanda

listrik

atau

current

mark/electric

mark/stroomerk van jellinek/joule burn. Tanda-tanda listrik


tersebut antara lain :
1. Electric mark adalah kelainan yang dapat dijumpai pada tempat
dimana listrik masuk ke dalam tubuh. Electric mark berbentuk
bundar atau oval dengan bagian yang datar dan rendah di tengah,
dikeliilingi oleh kulit yang menimbul. Bagian tersebut biasanya
pucat dan kulit diluar elektrik mark akan menunjukkan hiperemis.
Bentuk dan ukurannya tergantung dari benda yang berarus lisrtrik
yang mengenai tubuh.

Gambar 2.32 electric mark


2. Joule burn (endogenous burn) dapat terjadi bilamana kontak
antara tubuh dengan benda yang mengandung arus listrik cukup
lama, dengan demikian bagian tengah yang dangkal dan pucat
pada electric mark dapat menjadi hitam hangus terbakar.

78

Gambar 2.33 Joule burn


3.

Exogenous burn, dapat terjadi bila tubuh manusia terkena

benda yang berarus listrik dengan tegangan tinggi, yang memang


sudah mengandung panas; misalnya pada tegangan di atas 330
volt. Tubuh korban hangus terbakar dengan kerusakan yang sangat
berat, yang tidak jarang disertai patahnya tulang-tulang.

Gambar 2.34 exogenous burn

b. Pemeriksaan Dalam

79

Pada autopsi biasanya tidak ditemukan kelainan yang


khas. Pada otak didapatkan perdarahan kecil-kecil dan terutama
paling banyak adalah pada daerah ventrikel III dan IV. Organ
jantung akan terjadi fibrilasi bila dilalui aliran listrik . Pada paru
didapatkan edema dan kongesti. Pada korban yang terkena listrik
tegangan tinggi, Custer menemukan pada puncak lobus salah satu
paru terbakar, juga ditemukan pneumothorak, hal ini mungkin
sekali disebabkan oleh aliran listrik yang melalui paru kanan.
Organ viscera menunjukkan kongesti yang merata. Petekie atau
perdarahan mukosa gastro intestinal ditemukan pada 1 dari 100
kasus fatal akibat listrik. Pada hati ditemukan lesi yang tidak
khas., sedangkan pada tulang, karena tulang mempunyai tahanan
listrik yang besar, maka jika ada aliran listrik akan terjadi panas
sehingga tulang meleleh dan terbentuklah butiran-butiran kalsium
fosfat yang menyerupai mutiara atau pearl like bodies.

Otot

korban putus akibat perubahan hialin. Perikard, pleura, dan


konjungtiva korban terdapat bintik-bintik pendarahan. Pada
ekstremitas, pembuluh darah korban mengalami nekrosis dan
ruptur lalu terjadi pendarahan kemudian terbentuklah gangren.

c. Pemeriksaan Tambahan
Yang dilakukan adalah pemeriksaan patologi anatomi pada
electric mark. Walaupun pemeriksaan itu tidak spesifik untuk tanda
kekerasan oleh listrik tetapi sangat menolong untuk menegakkan
bahwa korban telah mengalami trauma listrik.
Hasil pemeriksaan akan terlihat adanya bagian sel yang
memipih, pada pengecatan dengan metoxyl lineosin akan bewarna
lebih

gelap

dari

normal.

Sel-sel

pada

stratum

korneum

menggelembung dan vakum. Sel dan intinya dari stratum basalis


menjadi lonjong dan tersusun secara palisade. Ada sel yang

80

mengalami karbonisasi dan ada pula bagian sel-sel yang rusak dari
stratum korneum. Folikel rambut dan kelenjar keringat memanjang
dan memutar ke arah bagian yang terkena listrik.
C. ANATOMI DAN MEKANISME 20
Elektron mengalir secara abnormal melalui tubuh menghasilkan
cedera dengan atau kematian melalui depolarisasi otot dan saraf,
inisiasi abnormal irama elektrik pada jantung dan otak, atau
menghasilkan luka bakar elektrik internal maupun eksternal melalui
panas dan pembentukan pori di membran sel.
Arus yang melalui otak, baik voltase rendah maupun tinggi
mengakibatkan penurunan kesadaran segera karena depolarisasi saraf otak.
Arus AC dapat menghasilkan fibrilasi ventrikel jika jalurnya melalui dada.
Aliran listrik yang lama membuat kerusakan iskemik otak terutama yang
diikuti gangguan nafas. Seluruh aliran dapat mengakibatkan mionekrosis,
mioglobinemia, dan mioglobinuria dan berbagai komplikasi. Selain itu dapat
juga mengakibatkan luka bakar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efek listrik terhadap tubuh:
a. Jenis / macam aliran listrik
Arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC). Banyak kematian akibat
sengatan arus listrik AC dengan tegangan 220 volt. Suatu arus AC
dengan intensitas 70-80 mA dapat menimbulkan kematian, sedangkan
arus DC dengan intensitas 250 mA masih dapat ditolerir tanpa
menimbulkan kerusakan.
b. Tegangan / voltage
Hanya penting untuk sifat-sifat fisik saja, sedangkan pada implikasi
biologis kurang berarti. Tegangan yang paling rendah yang sudah dapat
menimbulkan kematian manusia adalah 50 volt. Makin tinggi tegangan
akan menghasilkan efek yang lebih berat pada manusia baik efek lokal
maupun general. +60% kematian akibat listrik arus listrik dengan

81

tegangan 115 volt. Kematian akibat aliran listrik tegangan rendah


terutama oleh karena terjadinya fibrilasi ventrikel, sementara itu pada
tegangan tinggi disebabkan oleh karena trauma elektrotermis.
c. Tahanan / resistance
Tahanan tubuh bervariasi pada masing-masing jaringan, ditentukan
perbedaan kandungan air pada jaringan tersebut. Tahanan yang terbesar
terdapat pada kulit tubuh, akan menurun besarnya pada tulang, lemak,
urat saraf, otot, darah dan cairan tubuh. Tahanan kulit rata-rata 50010.000 ohm.
Di dalam lapisan kulit itu sendiri bervariasi derajat resistensinya, hal
ini bergantung pada ketebalan kulit dan jumlah relatif dari folikel
rambut, kelenjar keringat dan lemak. Kulit yang berkeringat lebih jelek
daripada kulit yang kering. Menurut hitungan Cardieu, bahwa
berkeringat dapat menurunkan tahanan sebesar 3000-2500 ohm. Pada
kulit yang lembab karena air atau saline, maka tahanannya turun lebih
rendah lagi antara 1200-1500 ohm. Tahanan tubuh terhadap aliran listrik
juga akan menurun pada keadaan demam atau adanya pengaruh obatobatan yang mengakibatkan produksi keringat meningkat.
Pertimbangkan tentang transitional resistance, yaitu suatu
tahanan yang menyertai akibat adanya bahan-bahan yang berada di
antara konduktor dengan tubuh atau antara tubuh dengan bumi, misalnya
baju, sarung tangan karet, sepatu karet, dan lain-lain.
d. Kuat arus / intensitas /amperage
Adalah kekuatan arus (intensitas arus) yang dapat mendeposit berat
tertentu perak dari larutan perak nitrat perdetik. Satuannya : ampere.
Arus yang di atas 60 mA dan berlangsung lebih dari 1 detik dapat
menimbulkan fibrilasi ventrikel.
Berikut ini disajikan sebuah tabel mengenai efek aliran listrik
terhadap tubuh :
mA

Efek

82

1,0
1,5
2,0
4,0
15,0

Sensasi, ambang arus


Rasa yang jelas, persepsi arus
Tangan mati rasa
Parestesia lengan bawah
Kontraksi otot-otot fleksor mencegah terlepas dari

40,0
75-100

aliran listrik
Kehilangan kesadaran
Fibrilasi ventrikel

Dikatakan bahwa kuat arus sebesar 30 mA adalah batas ketahanan


seseorang, pada 40 mA dapat menimbulkan hilangnya kesadaran dan
kematian akan terjadi pada kuat arus 100 mA atau lebih.
e. Adanya hubungan dengan bumi / earthing
Sehubungan dengan faktor tahanan, maka orang yang berdiri
pada tanah yang basah tanpa alas kaki, akan lebih berbahaya daripada
orang yang berdiri dengan mengggunakan alas sepatu yang kering,
karena pada keadaan pertama tahanannya rendah.
f. Lamanya waktu kontak dengan konduktor
Makin lama korban kontak dengan konduktor maka makin
banyak jumlah arus yang melalui tubuh sehingga kerusakan tubuh akan
bertambah besar & luas. Dengan tegangan yang rendah akan terjadi
spasme otot-otot sehingga korban malah menggenggam konduktor.
Akibatnya arus listrik akan mengalir lebih lama sehingga korban jatuh
dalam keadaan syok yang mematikan Sedangkan pada tegangan tinggi,
korban segera terlempar atau melepaskan konduktor atau sumber listrik
yang tersentuh,

karena akibat arus listrik dengan tegangan tinggi

tersebut dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot, termasuk otot


yang tersentuh aliran listrik tersebut.
g. Aliran arus listrik (path of current)
Adalah tempat-tempat pada tubuh yang dilalui oleh arus listrik
sejak masuk sampai meninggalkan tubuh. Letak titik masuk arus listrik
(point of entry) & letak titik keluar bervariasi sehingga efek dari arus

83

listrik tersebut bervariasi dari ringan sampai berat. Arus listrik masuk
dari sebelah kiri bagiah tubuh lebih berbahaya daripada jika masuk dari
sebelah kanan. Bahaya terbesar bisa timbul jika jantung atau otak berada
dalam posisi aliran listrik tersebut. Bumi dianggap sebagai kutub negatif.
Orang yang tanpa alas kaki lebih berbahaya kalau terkena aliran listrik,
alas kaki dapat berfungsi sebagai isolator, terutama yang terbuat dari
karet.
D. CARA DAN PENYEBAB KEMATIAN 18 20
Kebanyakan oleh energi listrik itu sendiri. Sering trauma listrik disertai
trauma mekanis. Ada kasus karena listrik yang menyebabkan korban jatuh
dari ketinggian, dalam hal ini sukar untuk mencari sebab kematian yang
segera.
Sebab kematian karena arus listrik yaitu :
a. Fibrilasi ventrikel
Bergantung pada ukuran badan dan jantung. Dalziel (1961)
memperkirakan pada manusia arus yang mengalir sedikitnya 70 mA
dalam waktu 5 detik dari lengan ke tungkai akan menyebabkan
fibrilasi. Yang paling berbahaya adalah jika arus listrik masuk ke
tubuh

melalui

tangan

kiri

dan

keluar

melalui

kaki

yang

berlawanan/kanan. Kalau arus listrik masuk ke tubuh melalui tangan


yang satu dan keluar melalui tangan yang lain maka 60% yang
meninggal dunia.
b. Paralisis respiratorik
Akibat spasme dari otot-otot pernafasan, sehingga korban
meninggal karena asfiksia, sehubungan dengan spasme otot-otot
karena jantung masih tetap berdenyut sampai timbul kematian. Terjadi
bila arus listrik yang memasuki tubuh korban di atas nilai ambang
yang membahayakan, tetapi masih di batas bawah yang dapat
menimbulkan fibrilasi ventrikel. Menurut Koeppen, spasme otot-otot
pernafasan terjadi pada arus 25-80 mA, sedangkan ventrikel fibrilasi
terjadi pada arus 75-100 mA.

84

c. Paralisis pusat nafas


jika arus listrik masuk melalui pusat di batang otak, disebabkan
juga oleh trauma pada pusat-pusat vital di otak yang terjadi koagulasi
dan akibat efek hipertermias. Bila aliran listrik diputus, paralisis pusat
pernafasan tetap ada, jantung pun masih berdenyut, oleh karena itu
dengan bantuan pernafasan buatan korban masih dapat ditolong. Hal
tersebut bisa terjadi jika kepala merupakan jalur arus listrik.
6.LUKA BAKAR
A. DEFINISI
Luka bakar merupakan kerusakan atau kehilangan jaringan yang diakibatkan
oleh kontak dengan panas kering (api), panas lembab (uap dan cairan panas),
kimiawi (bahan-bahan korosif), barang-barang elektrik (aliran listrik atau
lampu), friksi atau energi. Luka bakar adalah luka yang terjadi bila sumber
panas bersentuhan dengan tubuh atau jaringan dan besarnya luka ditentukan oleh
tingkat suhu dan durasi kontak. 2
Penyebab luka bakar berdasarkan penyebabnya, dibedakan menjadi trauma
termal, trauma listrik, trauma petir, trauma benda kimia, trauma radiasi, dan
trauma suhu sangat rendah. Trauma termal merupakan penyebab paling sering
dari sumber panas kepada tubuh (lidah api, permukaan yang panas, logam yang
panas, dan lelehan-lelehan yang panas. Suhu tinggi dapat menyebabkan
terjadinya heat exhaustion primer. Temperatur kulit yang tinggi dan pelepasan
panas

yang

rendah

menimbulkan

kolaps

pada

seseorang

karena

ketidakseimbangan antara darah sirkulasi dengan lumen pembuluh darah. Hal ini
sering terjadi pada paparan panas, aktivitas berlebihan dan pakaian yang terlalu
tebal. Heat exhaustion sekunder terjadi akibat dehidrasi. Heat stroke terjadi
akibat kegagalan kerja pusat pengatur suhu karena temperatur pusat tubuh
terlalu tinggi. Kekerasan

oleh

benda

bersuhu

tinggi

akan

dapat

menimbulkan luka bakar yang cirinya amat tergantung dari jenis bendanya,
ketinggian suhunya serta lamanya kontak dengan kulit. Api, benda padat
panas atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II, III, atau IV.

85

Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, atau III. Gas panas
dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III, atau IV.
Kekerasan oleh hawa bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian
tubuh yang terbuka; seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau hidung.
Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah
superfisial sehingga terlihat pucat. Selanjutnya akan terjadi paralise dari
vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah tersebut menjadi kemerahan.
Pada keadaan yang berat dapat terjadi gangren.
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar
sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi panas. Besarnya pengaruh
listrik pada jaringan tubuh tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase),
kuatnya arus (amper), besarnya tahanan (keadaan kulit kering atau basah),
lamanya kontak serta luasnya daerah terkena kontak. Bentuk luka pada daerah
kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan lapisan kulit dengan tepi
agak menonjol dan di sekitarnya terdapat daerah pucat, dikelilingi daerah
hyperemis. Sering ditemukan adanya metalisasi. Pada tempat keluarnya arus
dari tubuh juga sering ditemukan luka. Bahkan kadang-kadang bagian dari baju
atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh juga
ikut terbakar. Tegangan

arus

kurang

dari

65

volt

biasanya

tidak

membahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan.


Sedangkan kuat arus (amper) yang dapat mematikan adalah 100 mA. Kematian
tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernafasan atau pusat
pernafasan. Sedangkan faktor yang sering mempengaruhi kefatalan adalah
kesadaran seseorang akan adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya.
Bagi orang-orang tidak menyadari adanya arus listrik pada benda yang
dipegangnya biasanya pengaruhnya lebih berat dibanding orang-orang yang
pekerjaannya setiap hari berhubungan dengan listrik.
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang
tegangannya dapat mencapai 10 mega volt dengan kuat arus sekitar
100.000 A ke tanah. Luka-luka karena sambaran petir pada dasarnya
merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara.

86

Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa
luka-luka yang mirip dengan luka akibat persentuhan dengan benda tumpul.
Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan
saraf pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi
karena efek ledakan ataun efek dari gas panas yang ditimbulkannya. Pada
korban mati sering ditemukan adanyaarborescentmark (percabangan pembuluh
darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-benda dari
logamyang dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.
Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai
tubuh manusia. Ciri-ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia
tersebut, yaitu dibagi menjadi bahan kimia golongan asam dan bahan kimia
golongan basa. Termasuk zat kimia korosif golongan asam antara lain: asam
mineral, yaitu: H2SO4, HCL, NO3;asam organik, yaitu: asam oksalat, asam
formiat dan asam asetat; garam mineral, yaitu: AgNO3, dan zinc
chlorida;halogen, yaitu: F, Cl, Ba dan J. Cara kerja zat kimia korosif dari
golongan ini sehingga mengakibatkan luka ialah mengekstraksi air dari jaringan,
mengkoagulasi protein menjadsi albuminat, dan mengubah hemoglobin menjadi
acid hematin. Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif adalah
luka terlihat kering, berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh
nitric acid berwarna kuning kehijauan, perabaan keras dan kasar. Zat-zat kimia
korosif yang termasuk golongan basa antara lain KOH, NaOH, dan NH4OH.
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah mengadakan
ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin dan sabun,
dan mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin. Ciri-ciri luka yang terjadi
sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini adalah luka terlihat basah dan
edematous, berwarna merah kecoklatan, dan perabaan lunak dan licin. 21
B.KARATERISTIK DAN ANATOMI LUKA BAKAR 20
Derajat keparahan luka bakar ditentukan berdasarkan etiologi, kedalaman
dan luas luka.

87

.1. Luka Bakar Berdasarkan Etiologi


Berdasarkan etiologinya dapat dibagi menjadi 3, yaitu termal, luka bakar listrik,
dan luka bakar kimiawi.
a. Termal
Luka bakar akibat panas, umumnya terjadi akibat meningkatnya suhu
yang mengakibatkan kematian sel. Pada keadaan ini dapat menyebabkan
luka lepuh akibat terpapar zat panas.
b. Luka bakar listrik
Luka bakar listrik umumnya terjadi akibat aliran listrik yang menjalar ke
tubuh.
c. Luka bakar kimiawi
Luka bakar ini terjadi akibat paparan zat yang bersifat asam maupun
basa. Karakteristik keduanya memiliki perbedaan dalam hal kedalaman
luka bakar yang terjadi. Luka bakar akibat paparan zat yang bersifat basa
umumnya mengakibatkan luka yang lebih dalam dibandingkan akibat zat
asam. Hal ini disebabkan zat basa akan menyatu dengan jaringan lemak
di kulit sehingga menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih progresif,
sedangkan luka bakar akibat asam akan menyebabkan koagulasi protein.4
2. Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu yang menyebabkan
cedera, lamanya paparan dan ketebalan kulit. Berdasarkan dalamnya jaringan
yang rusak akibat luka bakar tersebut, luka bakar dapat diklasifikasikan menjadi
derajat I, II, III dan IV.7 Pada luka bakar derajat 1 (superficial burn), kerusakan
hanya terjadi di permukaan kulit. Kulit akan tampak kemerahan, tidak ada bulla,
sedikit oedem dan nyeri, dan tidak akan menimbulkan jaringan parut setelah
sembuh. Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn) mengenai sebagian dari
ketebalan kulit yang melibatkan semua epidermis dan sebagian dermis. Pada
kulit akan ada bulla, sedikit oedem, dan nyeri berat. Pada luka bakar derajat 3
(fullthickness burn), kerusakan terjadi pada semua lapisan kulit dan ada
nekrosis. Lesi tampak putih dan kulit kehilangan sensasi rasa, dan akan

88

menimbulkan jaringan parut setelah luka sembuh. Luka bakar derajat 4 disebut
charring injury. Pada luka bakar ini kulit tampak hitam seperti arang karena
terbakarnya jaringan. Terjadi kerusakan seluruh kulit dan jaringan subkutan
begitu juga pada tulang akan gosong.2

Gambar 2.35 Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Kedalamannya.4


3. Luka Bakar Berdasarkan Luas
Penilaian luasnya luka bakar memilki peranan yang sangat penting dalam
menentukan luasnya luka bakar yang terjadi yang berpengaruh terhadap
banyaknya terapi cairan yang diberikan. Luas luka bakar ditentukan berdasarkan
total body surface area (TBSA). Metode yang seringkali dipakai untuk
menentukan luas luka bakar adalah mengacu pada rule of nine untuk dewasa.
Sedangkan pada anak digunakan lund browder chart.Perhitungan luas luka
bakar

berdasarkan Rule

Of

Nine oleh

Polaski

dan

Tennison

dari

WALLACE adalah sebagai berikut:3,4


1.

Kepala dan leher : 9%

2.

Ekstremitas atas : 2 x 9% (kiri dan kanan)

3.

Paha dan betis-kaki : 4 x 9% (kiri dan kanan)

4.

Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9%

5.

Perineum dan genitalia : 1%

89

Gambar 2.Penilaian Luas Luka Bakar.4

Gambar 2..36 rule of nine

Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya
yaitu mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan luas
atau persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak
tangan mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.3,4
Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association
ialah:3,4,5
1. Luka bakar ringan
a. Luka bakar derajat II < 15% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 2%
2. Luka bakar sedang
a. Luka bakar derajat II 15% 25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10% 20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 10%
3. Luka bakar berat
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
d. Luka bakar mengenai wajah, telinga, mata, dan genitalia/perineum
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain
e.

MEKANISME

20

Luka bakar disebabkan oleh peralihan energi dari suatu sumber panas kepada
tubuh

dan

panas

dapat

dipindahkan

melalui

hantaran

atau

radiasi

elektromagnetik. Luka bakar pun menghasilkan respon bermacam respon


90

meliputi: respon pada kulit, respon sistemik, kardiovaskular, efek pada cairan
elektrolit dan volume darah, pulmoner, dan respon sistemik lainnya.

Gambar 2.36 Patofisiologi luka bakar


Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka
bakar tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil
(smaller burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang
mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas misalnya 25 %
dari total permukaan tubuh atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri
dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan luasnya injuri.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat
selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan
hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan
diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Insiden, intensitas dan
durasi perubahan patofisiologik pada luka bakar sebanding dengan luasnya luka
bakar yang terlihat pada seberapa luas permukaan tubuh yang terkena. Kejadian
sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan
hemodinamik akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadinya

91

perpindahan cairan, natrium, serta protein dari ruang intravaskular kedalam


ruang interstisial.
Segera setelah luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (katekolamin,
histamin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) dari jaringan yang
mengalami

injuri.

Substansi-substansi

ini

menyebabkan

meningkatnya

permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes kedalam sekitar jaringan.


Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh akan lebih meningkatkan
permeabilitas

kapiler.

Injuri

yang

langsung

mengenai

membran

sel

menyebabkan sodium masuk dan potasium keluar dari sel. Secara keseluruhan
akan

menimbulkan

tingginya

tekanan

osmotik

yang

menyebabkan

meningkatnya cairan intraseluler dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih
lanjut menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang
luas menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka
maupun jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan
sirkulasi volume darah intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon
terhadap pelepasan katekolamin dan terjadinya hipovolemia relatif, yang
mengawali turunnya curah jantung. Kadar hematokrit meningkat yang
menunjukan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping
itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar
dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa
dengan suhu tubuh normal perhari adalah 350 ml. Keadaan ini dapat
mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang intravaskuler tidak
diisi kembali dengan cairan intravena maka syok hipovolemik dan ancaman
kematian bagi penderita luka bakar yang luas dapat terjadi.
Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler
menurun, tetapi tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah
injuri. Curah jantung kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi
kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan
pada curah jantung ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali
menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian
menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena

92

kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh
kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu
berikutnya.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat
terjadi syok luka bakar. Disamping itu, kehilangan cairan akibat evaporasi lewat
luka bakar dapat mencapai 3 sampai dengan 5 liter atau lebih selama periode 24
jam sebelum permukaan kulit yang terbakar ditutup. Selama syok luka bakar,
biasanya korban mengalami hiponatremia, hiperkalemia, dan atau hipokalemia.
Pada saat luka bakar, sebagian besar sel darah merah dihancurkan dan sebagian
yang lainnya mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia. Walaupun
demikian, nilai hematokrit korban dapat meninggi akibat kehilangan plasma.
Pada korban yang mengalami luka bakar biasanya disertai dengan
kerusakan pulmoner, yang ditandai dengan cedera inhalasi, berikut adalah
klasifikasinya: cedera saluran napas atas, cedera inhalasi dibawah glotis, yang
mencakup keracunan karbon monoksida dan defek restriktif. Cedera saluran
napas atas terjadi akibat panas langsung atau edema, bentuknya obstruksimekanis saluran atas yang menyerang faring dan laring. Cedera inhalasi
dibawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak
sempurna atau gas berbahaya, cedera ini menyebabkan hilangnya fungsi silia,
hipersekresi, edema mukosa yang berat, dan kemungkinan bronkospasme.
Keracunan karbon monoksida akan mengakibatkan seseorang tidak mampu
memenuhi kebutuhan oksigen yang adekuat kepada jaringan, hal ini karena
afinitas hemoglobin terhadap karbon monoksida 200 kali lebih besar daripada
afinitasnya terhadap oksigen. Sedangkan defek restriktif terjadi jika timbul
edema dibawah luka bakar full thickness yang melingkar pada leher dan toraks.
Fungsi sistem imun mengalami depresi. Depresi pada aktivitas limfosit,
suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas komplemen
dan perubahan/gangguan pada fungsi neutrofil dan makrofag dapat terjadi pada
korban yang mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini
meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam
kelangsungan hidup korban.

93

Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume


darah, destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cedera akan menghasilkan
hemoglobin bebas dalam urin. Jika terjadi kerusakan di otot (akibat luka bakar
listrik), myoglobin akan dilepaskan dari sel-sel otot dan diekskresikan melalui
ginjal, bila aliran darah yang melewati tubulus renal tidak cukup maka
hemoglobin dan myoglobin akan menyumbatnya sehingga timbul komplikasi
nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal. Pertahanan imunologik tubuh sangat
berubah akibat luka bakar, kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan
pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, hal ini membuat seseorang
yang menderita luka bakar berisiko tinggi mengalami sepsis.
Selain itu, hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh
untuk mengatur suhu, sehingga seorang yang menderita luka bakar dapat
memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama pascaluka bakar, namun kemudian akan mengalami hipertermia sekalipun tidak
disertai infeksi karena hipermetabolisme menyetel kembali suhu tubuh inti. Ada
dua komplikasi gastrointestinal yang potensial yaitu: ileus paralitik (tidak
adanya peristalsis usus) dan ulkus curling, berkurangnya peristalsis dan bising
usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar.
D.CARA DAN PENYEBAB KEMATIAN LUKA BAKAR
Death)

(Manner of

20 21 22

Kematian akibat luka bakar dapat bersifat segera (immediate) atau tertunda
(delayed). Kematian segera artinya kematian yang langsung terjadi akibat
paparan panas mengenai tubuh, misalnya tubuh yang terbakar atau terkena
cedera inhalasi. Sedangkan kematian yang tertunda adalah kematian yang terjadi
dalam 1 atau 4 hari akibat syok, kehilangan cairan berlebih, lower nephron
nephrosis, pulmonary edema, pneumonia, atau akibat infeksi dan kegagalan
respirasi akut lainnya.
a. Keracunan Zat Karbon Monoksida
Kebanyakan kematian pada luka bakar biasanya terjadi pada kebakaran yang
hebat yang terjadi pada gedung-gedung atau rumah-rumah bila dibandingkan

94

dengan kebakaran yang terjadi pada kecelakaan pesawat terbang atau mobil.
Pada kasus-kasus kebakaran yang terjadi secara bertahap maka CO poisoning
dan smoke inhalation lebih sering bertanggung jawab dalam penyebab
kematian korban dibanding dengan luka bakar itu sendiri. CO poisoning
merupakan aspek yang penting dari penyebab kematian pada luka bakar,
biasanya korban menjadi tidak sadar dan meninggal sebelum api
membakarnya, ini dapat menjawab pertanyaan mengapa korban tidak
melarikan diri pada waktu terjadi kebakaran. Sehingga dalam menentukan
penyebab dari kematian, maka luas dan derajat luka bakar serta saturasi darah
yang mengandung CO harus dinilai secara hatihati. Gas CO ini dibentuk
dari pembakaran yang tidak sempurna misalnya kayu yang terbakar, kertas,
kain katun, batu bara yang terbakar akan menghasilkan gas CO. CO dalam
darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat menunjukkan
bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh karena gas ini
hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru. Pada perokok dapat
dijumpai saturasi CO dalam darah hanya lebih dari 5%, dan ini dapat
menunjukan bahwa korban masih bernafas pada waktu terjadinya kabakaran,
demikian juga pada korban atherosclerosis coroner yang berat dapat
meninggal dengan kadar COHB yang lebih rendah dari pada individu yang
sehat. Bila CO merupakan penyebab mati yang utama maka saturasi dalam
darah paling sedikitnya dibutuhkan 40% COHB, kecuali pada orang tua,
anak-anak dan debilitas dimana pernah dilaporkan mati dengan kadar 25 %.
Sebenarnya kadar COHB pada korban yang sekarat selama kebakaran, sering
tidak cukup tinggi untuk menyebabkan kematian. Banyak kasus-kasus fatal
menunjukan saturasi 50- 60 %, walaupun kadarnya secara umum kurang dari
kadar yang terdapat dalam darah pada keracunan CO murni, seperti
pembunuhan

dengan

gas

mobil

atau

industrial

exposure,

dimana

konsentrasinya dapat mencapai 80 %. Selain itu adanya gas-gas toksik dan


pengurangan oksigen dalam atmosfer dapat menyebabkan kematian dengan
kadar CO yang rendah.
b. Menghirup asap pembakaran (Smoke Inhalation)

95

Pada banyak kasus kematian, dimana cedera panas pada badan tidak sesuai
dengan penyebab kematian maka dikatakan penyebab kematian adalah smoke
inhalation. Asap yang berasal dari kebakaran terutama alat-alat rumah tangga
seperti furniture, cat , kayu, pernis, karpet dan komponen-komponen yang
secara struktural terdiri polystyrene, polyurethane, polyvinyl dan materialmaterial plastik lainnya dikatakan merupakan gas yang sangat toksik bila
dihisap dan potensial dalam menyebabkan kematian.
c. Trauma Mekanik
Kematian oleh karena trauma mekanik biasanya disebabkan karena runtuhnya
bangunan disekitar korban, atau merupakan bukti bahwa korban mencoba
untuk melarikan diri seperti memecahkan kaca jendela dengan tangan. Lukaluka ini harus dicari pada waktu melakukan pemeriksaan luar jenasah untuk
memastikan apakah luka-luka tersebut signifikan dalam menyebabkan
kematian. Trauma tumpul yang mematikan tanpa keterangan antemortem
sebaiknya harus dicurigai sebagai suatu pembunuhan.
d. Anoksia dan hipoksia
Kekurangan oksigen dengan akibat hipoksia dan anoksia sangat jarang
sebagai penyebab kematian. Bila oksigen masih cukup untuk menyalakan api
maka masih cukup untuk mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh tikus
dan lilin yang diletakkan dalam tabung yang terbatas kadar oksigennya
ternyata walaupun lilin padam lebih dahulu tikus masih aktif berlari
disekitarnya. Radikal bebeas dapat diajukan sebagai salah satu kemungkinan
dari penyebab kematian, oleh karena radikal bebas ini dapat menyebabkan
surfaktan menjadi inaktif, jadi mencegah pertukaran oksigen dari alveoli
masuk kedalam darah.
e. Luka bakar itu sendiri
Secara umum dapat dikatakan bahwa luka bakar seluas 30 50 % dapat
menyebabkan kematian. Pada orang tua dapat meninggal dengan presentasi
yang jauh lebih rendah dari ini, sedangkan pada anak-anak biasanya lebih
resisten. Selain oleh derajat dan luas luka bakar prognosis juga dipengaruhi
oleh lokasi daerah yang terbakar, keadaan kesehatan korban pada waktu

96

terbakar. Luka bakar pada daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan
dikatakan sulit dalam perawatannya, oleh karena mudah mengalami
kontraktur.

f. Paparan panas yang berlebih


Environmental hypertermia dapat menjadi sangat fatal dan bisa menyebabkan
kematian. Bila tubuh terpapar gas panas, air panas atau ledakan panas dapat
menyebabkan syok yang disertai kolaps kardiovaskuler yang mematikan.
*Keadaan yang ditemukan pada mayat dengan luka bakar

17 18 20

Pada kebakaran yang hebat, apakah di dalam gedung atau yang terjadi pada
kecelakaan mobil yang terbakar, sering terlihat bahwa keadaan tubuh korban
yang terbakar sering tidak mencerminkan kondisi saat matinya. Berikut keadaan
umum yang ditemukan pada mayat dengan luka bakar.
a. Skin split
Kontraksi dari jaringan ikat yang terbakar menyebabkan terbelahnya kulit
dari epidermis dan korium yang sering menyebabkan artefak yang
menyerupai luka sayat dan sering disalah artikan sebagai kekerasan tajam.
Artefak postmortem ini dapat mudah dibedakan dengan kekerasan tajam
antemortem oleh karena tidak adanya perdarahan dan lokasinya yang
bervariasi disembarang tempat. Kadang-kadang dapat terlihat pembuluh
darah yang intak yang menyilang pada kulit yang terbelah
b. Abdominal wall destruction
Kebakaran parsial dari dinding abdomen bagian depan akan menyebabkan
keluarnya sebagian dari jaringan usus melalui defek yang terjadi ini.
Biasanya ini terjadi tanpa perdarahan, apakah perdarahan yang terletak diluar
atau didalam rongga abdomen.
c. Skull fractures

97

Bila kepala terpapar cukup lama dengan panas dapat menyebabkan


pembentukan uap didalam rongga kepala yang lama kelamaan akan
mengakibatkan kenaikan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan
terpisahnya sutura-sutura dari tulang tengkorak. Pada luka bakar yang hebat
dan kepala sudah menjadi arang atau hangus terbakar dapat terlihat artefak
fraktur tulang tengkorak yang berupa fraktur linear. Disini tidak penah diikuti
oleh kontusio serebri, subdural atau subarachnoid.
d. Pseudo epidural hemorrhage
Keadaan umum yang biasanya terdapat pada korban yang hangus terbakar
dan kepala yang sudah menjadi arang adalah pseudo epidural hemorrhage
atau epidural hematom postmortem. Untuk membedakan dengan epidural
hematom antemortem tidak sulit oleh karena pseudo epidural hematom
biasanya berwarna coklat, mempunyai bentukan seperti honey comb
appearance, rapuh tipis dan secara tipikal terletak pada daerah frontal,
parietal, temporal dan beberapa kasus dapat meluas sampai ke oksipital.
e. Non-cranial fractures
Artefak berupa fraktur pada tulang-tulang ekstremitas juga sering ditemukan
pada korban yang mengalami karbonisasi oleh karena tereksposure terlalu
lama dengan api dan asap. Tulangtulang yangterbakar mempunyai warna
abu-abu

keputihan

dan

sering

menunjukan

fraktur

kortikal

pada

permukaannya. Tulang ini biasanya hancur bila dipegang sehingga


memudahkan trauma postmortem pada waktu transportasi ke kamar
mayatatau selama usaha memadamkan api. Mayat sering dibawa tanpa tangan
dan kaki, dan mereka sudah tidak dikenali lagi di TKP karena sudah
mengalami fragmentasi
f. Pugilistic Posture.
Pada mayat yang hangus terbakar, tubuh akan mengambil posisi pugilistic.
Koagulasi dari otot-otot oleh karena panas akan menyebabkan kontraksi
serabut otot otot fleksor dan mengakibatkan ekstremitas atas mengambil
sikap seperti posisi seorang boxer dengan tangan terangkat didepannya, paha
dan lutut yang juga fleksi sebagian atau seluruhnya. Posisi pugilistic ini

98

tidak berhubungan apakah individu itu terbakar pada waktu hidup atau
sesudah kematian. pugilistic attitude atau heat rigor ini akan hilang
bersama dengan timbulnya pembusukan.
Identifikasi korban dengan luka bakar 20
Proses identifikasi korban dapat segera ditegakkan melalui identifikasi personal,
fotografi, atau fingerprintsbila tidak terdapat kerusakan yang berat dari luka
bakar. Akan tetapi bila tubuh sudah hangus terbakar seperti arang dan terjadi
mutilasi pada kepala atau ekstremitas sehingga tidak didapatkan lagi sidik
jarinya maka metode lain harus digunakan.
Metode yang terbanyak dan paling dipercaya adalah dental identification
karena gigi relatif tahan terhadap api. Metode lain yang dapat dipercaya tetapi
kurang umum penggunaannya adalah membandingkan x-ray yang diambil
antemortem dan postmortem dari korban. Bila identifikasi tidak dapat dilakukan
melalui finger prints, dental charts, dental x-rays atau antemortem x-ray maka
hanya cara yang dapat digunakan dalam menegakan identifikasi yaitu melalui
pemeriksaanDNA.
Disamping itu, kelengkapan data-data pembanding seperti karakter fisik, lukaluka lama atau bekas operasi dan tato tetap harus dilakukan dalam
mengidentifikasi jenazah.
* Penentuan intravitalitas luka bakar20
Faktor yang tidak kalah penting dalam patologi forensik adalah bagaimana cara
membedakan apakah korban mati sebelum atau sesudah kebakaran
a. Jelaga dalam saluran nafas. Pada kebakaran rumah atau gedung dimana
rumah atau gedung beserta isi perabotannya juga terbakar seperti bahanbahan yang terbuat dari kayu, plastik akan menghasilkan asap yang berwarna
hitam dalam jumlah yang banyak. Akibat dari inhalasi ini korban akan
menghirup partikel karbon dalam asap yang berwarna hitam. Sebagai tanda
dari inhalasi aktif antemortem, maka partikel-partikel jelaga ini dapat masuk
kedalam saluran nafas melalui mulut yang terbuka, mewarnai lidah, dan
faring, glottis, vocal cord, trachea bahkan bronchiolus terminalis. Sehingga,
99

secara histologi ditemukan jelaga yang terletak pada bronchiolus terminalis


merupakan bukti yang absolut dari fungsi respirasi. Sering pula dijumpai
adanya jelaga dalam mukosa lambung, ini juga merupakan bukti bahwa
korban masih hidup pada wakrtu terdapat asap pada peristiwa kebakaran.
Karbon ini biasanya bercampur dengan mukus yang melekat pada trachea dan
dinding bronkus oleh karena iritasi panas pada mukosa. Ditekankan sekali
lagi bahwa ini lebih nyata bila kebakaran terjadi didalam gedung dari pada di
dalam rumah.
b. Saturasi COHB dalam darah. CO dalam darah merupakan indikator yang
paling berharga yang dapat menunjukkan bahwa korban masih hidup pada
waktu terjadi kebakaran. Oleh karena gas ini hanya dapat masuk melalui
absorbsi pada paru-paru. Akan tetapi bila pada darah korban tidak ditemukan
adanya saturasi COHB maka tidak berarti korban mati sebelum terjadi
kebakaran. Pada nyala api yang terjadi secara cepat, terutama kerosene dan
benzene, maka level karbonmonoksida lebih rendah atau bahkan negative
dari pada kebakaran yang terjadi secara perlahan-lahan dengan akses oksigen
yang terbatas seperti pada kebakaran gedung.
Satu lagi yang harus disadari bahwa kadar saturasi CO dalam darah
tergantung beberapa faktor termasuk konsentrasi CO yang terinhalasi dari
udara, lamanya eksposure, rata-rata dan kedalaman respiration rate dan
kandungan Hb dalam darah. Kondisi-kondisi ini akan mempengaruhi
peningkatan atau penurunan rata-rata absorbsi CO. sebagai contoh api
yangmenyala dalam ruangan tertutup, akumulasi CO dalam udara akan cepat
meningkat sampai konsentrasi yang tinggi, sehingga diharapkan absorbsi CO
dari korban akan meningkan secara bermakna.
Pada otopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan korban yang
meninggal pada keracuan CO dengan melihat warna lebam mayat yang
berupa cherry red pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, akan tetapi
pada orang yang anemik atau mempunyai kelainan darah warna cherry red ini
menjadi sulit dikenali. Warna cherry red ini juga dapat disebabkan oleh

100

keracuan sianida atau bila tubuh terpapar pada suhu dingin untuk waktu yang
lama.
d. Reaksi jaringan. Tidak mudah untuk membedakan luka bakar yang akut
yang terjadi antemortem dan postmortem. Pemeriksaan mikroskopik luka
bakar tidak banyak menolong kecuali bila korban dapat bertahan hidup
cukup lama sampai terjadi respon respon radang. Kurangnya respon
tidak merupakan indikasi bahwa luka bakar terjadi postmortem.
Pemeriksaan slide secara mikroskopis dari korban luka bakar derajat tiga
yang meninggal tiga hari kemudian tidak ditemukan reaksi radang, ini
diperkirakan oleh karena panas menyebabkan trombosis dari pembuluh
darah pada lapisan dermis sehinggga sel-sel radang tidak dapat mencapai
area luka bakar dan tidak menyebabkan reaksi radang. Blister juga bukan
merupakan indikasi bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi
kebakaran, oleh karena blister ini dapat terjadi secara postmortem.
Blister yang terjadi postmortem berwarna kuning pucat, kecuali pada
kulit yang hangus terbakar. Agak jarang dengan
e. dasar merah atau areola yang erythematous, walaupun ini bukan
merupakan tanda pasti. Secara tradisionil banyak penulis mengatakan
bahwa untuk dapat membedakan blister yang terjadi antemortem dengan
blister yang terjadi postmortem adalah dengan menganalisa protein dan
chlorida dari cairan itu. Blister yang dibentuk pada antemortem
dikatakan mengandung lebih banyak protein dan chloride, tetapi inipun
tidak merupakan angka yang absolut.
f. Pendarahan subendokardial ventrikel

kiri

jantung.

Perdarahan

subendokardial pada ventrikel kiri dapat terjadi oleh karena efek panas.
Akan tetapi perdarahan ini bukan sesuatu yang spesifik karena dapat
disebabkan oleh berbagai mekanisme kematian. Pada korban kebakaran
perdarahan ini merupakan indikasi bahwa sirkulasi aktif sedang berjalan
ketika tereksposure oleh panas tinggi yang tidak dapat ditolerasi oleh
tubuh dan ini merupakan bukti bahwa korban masih hidup saat terjadi
kebakaran.

101

7. ASPEK MEDIKOLEGAL

Kualifikasi luka
Pada kesimpulan visum et repertum untuk orang / korban hidup, yaitu pada
visum ete repertum lanjutan harus dilengkapi dengan kualifikasi luka.
Kualifikasi luka ini akan memudahkan hakim untuk menjatuhkan pidana.
Kualifikasi luka ini dapat berdasarkan
1. KUHP pasal 352
Penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan

pekerjaan

jabatan

atau

mata

pencaharian

(sebagai

pengasniayaan ringan).
2. KUHP pasal 351 ayat 1
Penganiayaan yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian.
3. KUHP pasal 351 ayat 2
Penganiayaan yang menimbulkan luka berat.
4. KUHP pasal 353
1. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
3. Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun
5. KUHP Pasal 354
1. Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena
melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun
6. KUHP Pasal 355
1. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lams lima belas tahun.

102

7.KUHP Pasal 356


Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah
dengan sepertiga:
1. bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah ,
2.

istrinya atau anaknya.


jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejsbat ketika atau
karena

menjalankan

tugasnya

yang

sah;

3. jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang herbahaya


bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.
Kata penganiayaan merupakan istilah hokum yang tidak dikenal dalam istilah
kedokteran. Dan karena penganiayaan biasanya menimbulkan luka, maka dalam
kesimpulan visum et repertum kata penganiayaan diganti dengan kata LUKA.
Dengan demikian kualifikasi luka menjadi

Luka yang tergolong luka yang tidak menimbulkan penyakit atau

halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian.


Luka yang tergolong luka yang menimbulkan penyakit atau halangan

untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian.


Luka yang tergolong luka berat
Menurut KUHP pasal 90, maka Luka berat berarti :
3. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
4. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan
5.
6.
7.
8.
9.

atau pekerjaan pencarian.


Kehilangan salah satu pancaindera.
Mendapat cacat berat.
Menderita sakit lumpuh.
Terganggunya daya pikir selama lebih dari empat minggu.
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Di dalam kasus hidup juga banyak ditemukan berbagai jenis tindak kekerasan.
Beberapa ketentuan pidana yang mengatur tentang tindak kekerasan pada kasus
hidup adalah :
Ketentuan pidana diatur dalam UU RI Nomor 23 tahun 2004 pasal 44 sampai
dengan pasal 53, diantaranya :
UU RI Nomor 23 tahun 2004 pasal 44
103

1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup


rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun atau denda paling banyak Rp.
15.000.000,- (Lima belas juta rupiah)
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
korban jatuh sakit atau luka berat, dipidanakan penjara paling lama 10 tahun
atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah)
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan
matinya korban, dipidana penjara paling lama 15 (Lima belas) tahun atau
denda paling banyak Rp. 45.000.000,- (Empat puluh lima juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-harian, dipidana dengan pidana penjara paling lamsza 4
(empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah).
UU RI Nomor 23 tahun 2004 pasal 45
3. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00
(tiga juta rupiah)
UU RI Nomor 23 tahun 2004 pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12
(dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam
104

juta rupiah)

UU RI Nomor 23 tahun 2004 pasal 48


Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47
mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurangkurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak
berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan
tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau
denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian
terpenting. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati.
Luka bisa terjadi akibat kekerasan benda tajam, tumpul, akibat petir,
sengatan

105

listrik, tembak dan bakar .Selain itu luka bisa diketahui waktu terjadinya
kekerasan, apakah luka terjadi antemortem atau postmortem. Terkadang
dari luka kita bisa mengetahui umur luka. Walaupun belum ada satupun
metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu
kekerasan dilakukan mengingat adanya berbagai macam faktor yang
mempengaruhinya; seperti faktor infeksi, kelainan darah, atau penyakit
defisiensi.
Dari deskripsi luka kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak
hukum untuk menentukan kualifikasi luka sesuai dengan KUHP Bab IX
pasal 90. Yang pada tindak pidana untuk menentukan hukuman yang
diberikan kepada pelaku kekerasan dengan melihat deskripsi luka yang
kita buat.
B. SARAN
1. Seorang dokter atau calon dokter harus belajar mendiskripsikan luka
sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2. Seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu
kedokteran tetapi juga mengetahui hukum kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Apuranto, H dan Hoediyanto. 2010. Ilmu Kedokteran Forensik Dan
Medikolegal, Surabaya : Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal FK Unair.
2. Dmaio, Vincent J., Dimaio, Dominick. 2001. Forensic Pathology 2nd
edition. London : CRC Press LLC.
3. Sheperd, Richard. 2003. Simpsons Forensic Medicine 12th Edition.
London : Arnold.

106

4. Tsokos, Michael. 2008. Forensic Pathology Reviews. Volume 5.


Berlin,Germany;HumanaPress:139-149
5. Shkrum M.J. , Ramsay D.R. 2007. Forensic Pathology Of Trauma.
Totowa : Humana Press.
6. Knight B. 1996. Forensic Pathology. 2nd edition. London : Amold.
7. Pal Singh V, Sharma B.R, Harish D, Vij Krishan. A Critical Analysis of
Stab Wound On The Chest A Case Report. JIAFM, 2004; 26(2).
8. Sharma RK. Concise textbook of forensic medicine and toxicology 3rd
edition. Global education consultants, Noida, 2011.
9. James JP, Jones R, Karch SB dan Manlove J. Simpsons forensic
medicine 13th edition. Hodder arnold, London, 2011.
10. DiMaio J, DiMaio D. 2001. Fire Deaths. In: DiMaio J, DiMaio D (eds).
Forensic Pathology. 2nd ed. New York: CRC press LLC; p. 1-21
11. Basebeth Keren DR.SPF.DFM. Kematian Karena Luka Bakar. Available
at: http://deathduetofire.blogspot.com. Acceseed at January 11, 2011.
12. Dix J. 2000. Thermal Injuries. In: Dix J (ed). Color Atlas of Forensic
Pathology. New York: CRC Press LLC;2000. P. 116-124
13. Moenadjat, Yefta. 2003. Luka Bakar: Pengetahuan Klinis Praktis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
14. Budiyanto A, et all. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: SMF
Forensik Fakultas Kedokteran universitas Indonesia.
15. Idris, A.M. 1997. Luka Bakar dalam Pedoman Ilmu Kedokteran
Forensik Edisi pertama,Jakarta: PT Binarupa Aksara.
16. Deirdre, C., Elsayed, S., Reid, O., Winston, B., Lindsay, R. 2006. Burn
Wound Infection.Clin Microbiol Rev; 19(2): 403434.
17. Puteri AM, Sukasah CL. 2009. Presentasi Kasus: Luka Bakar. Jakarta:
DepartemenBedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
18. Riasa, I. N. P. Memahami Luka Bakar. (diakses tanggal 29 April 2011).
Diunduh dari http://www.kompas.com/kompascetak/0306/14/ilpeng/368438.htm.
19. James A.B. 1990. Medical Science of Burning, First Edition. Australia:
MelbourneUniversity Press.
20. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. 67-91.
21. De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 67-8.
22. Kumar, Vinay, Ramzi S. Cotran dan Stanley L. Robbins. 2007. Buku
Ajar Patologi. Jakarta: EGC. 35-84.

107

23. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep


Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. Jakarta: EGC. 56-75.

108

Anda mungkin juga menyukai