Tinjauan Pustaka Hiperpireksia
Tinjauan Pustaka Hiperpireksia
Tinjauan Pustaka Hiperpireksia
HIPERPIREKSIA
Disusun sebagai salah satu syarat untuk gelar profesi dokter pada Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara Jakarta
Disusun Oleh :
Obet Agung Sanjaya
406148053
Pembimbing :
AKBP dr. Winres Sapto Priambodo, SpA
LAPORAN KASUS
1
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. Z
Umur
: 4 tahun 11 bulan
Jenis kelamin
: Perempuan
Ruang
: Seruni
: 7 Mei 2016
:?
Nomor RM
: 16.04.131147
Jaminan
: PT. Sainath
I.
AN
AMNESIS (Alloanamnasis dan catatan medis 8 Mei 2016 Pukul 08:00 WIB)
Keluhan utama:
Demam
Pasien mengeluh batuk grok grok sejak 2 minggu yang lalu, batuk muncul
bersamaan bila demam naik. Saat batuk pasien tidak dapat mengeluarkan dahak. Batuk
berkurang bila demam turun.
Pasien juga mengeluhkan pilek sejak 2 minggu yang lalu, pilek muncul bersamaan
dengan batuk. Pasien mengatakan pilek tidak dapat mengeluarkan lendir.
Riwayat penyakit dahulu:
Typhoid
: Disangkal
DBD
: Disangkal
Diare
: Disangkal
ISPA
Kejang
: Disangkal
Alergi
: Disangkal
TBC
: Disangkal
: Disangkal
DBD
: Disangkal
Diare
: Disangkal
ISPA
: Disangkal
Kejang
: Disangkal
Alergi
: Disangkal
TBC
: Disangkal
Riwayat Imunisasi :
BCG
: 1x (usia 1 bulan)
Hep B
: 3x (usia 0, 1, 6 bulan)
Polio
: 4x (usia 0, 2, 4, 6 bulan)
DPT
: 3x (usia 2, 4, 6 bulan)
Campak
:-
Kesan
: 2 bulan
Miring
: 3 bulan
Tengkurap
: 4 bulan
Gigi keluar
: 6 bulan
Duduk
: 6 bulan
Merangkak
: 8 bulan
4
Berjalan
: 9 bulan
Berlari
: 12 bulan
Kesan: Status gizi cukup dan perkembangan anak sesuai dengan usia.
ASI diberikan sejak lahir sampai usia 6 bulan, selanjutnya diberi susu formula.
Mulai usia 3 bulan, anak diberi biskuit bayi, usia 12 bulan anak diberi makan nasi
lunak.
Kesan
: Kualitas dan kuantitas makanan dan minuman kurang baik, ASI eksklusif
tidak terpenuhi
II.
PE
- HR
- Suhu
- RR
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Vital Sign
Berat badan : 16 kg
Tinggi Badan : 100 cm
Status gizi
: Gizi baik
Pemeriksaan Sistem
Kepala
:Normocephal
5
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Tenggorok
Leher
Axilla
Thorax
Jantung
o Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 1 cm medial dari
midclavicula line sinistra
o Perkusi
o Auskultasi
: BJ I - II (N), regular, murmur (-), gallop (-).
o Kesan : Jantung tidak membesar
Paru paru:
o
peksi
Ins
o Perkusi
o Auskultasi
o Inspeksi
o Auskultasi
: Distensi
: Bising usus (+) 14x/ menit, peristaltik
meningkat
o Perkusi
: Pekak
o
pasi
Pal
: Tidak diperiksa
III.
PE
MERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah
Hematokrit (%)
MCV
MCH
MCHC
07 05 16
32.1
77.3
24.1
31.2
Nilai Normal
40-50
80-97
26.5-33.5
31.5-35.0
7
RDW
12.6
10.0 -15.0
MPV
7.4
6.5-11.0
PDW
8.2
10.0-18.0
Hemoglobin (g/dL)
10.0
13.0-18.0
Eritrosit (juta/mm3)
4.15
4.5-5.5
Trombosit (/uL)
564.000
150.000 400.000
Leukosit (/uL)
12.100
4000 11.000
Pemeriksaan Serologi
Salmonella Typhi O
Negatif
Negatif
Salmonella Typhi H
Negatif
Negatif
S Paratyphi A-H
Negatif
Negatif
Kesan : Leukositosis, trombositosis, anemia defisiensi besi
IV.
P
EMERIKSAAN KHUSUS
Data Antropometri
Anak Perempuan usia 4 tahun 11 bulan, berat badan 16 kg, panjang badan 100 cm.
IMT: 16
Indikator
Panjang/tinggi terhadap
Di atas 3
Di atas 2
Di atas 1
umur
Lihat catatan 1
Pertumbuhan
Berat terhadap
umur
Lihat catatan 2
Obesitas
Overweight (gizi
lebih)
Beresiko gizi lebih
(lihat catatan 3)
0 (median)
Di bawah -1
10
Di bawah -2
Gizi kurang
Kurus
Di bawah -3
catatan 4)
Perawakan sangat
Sangat kurus
catatan 5)
4)
Catatan :
1. Anak dalam kelompok ini berperawakan tinggi. Hal ini tidak masih normal. Singkirkan
kelainan hormonal sebagai penyebab perawakan tinggi.
2. Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah pertumbuhan, tapi lebih baik diukur
menggunakan perbandingan berat badan terhadap panjang/tinggi atau IMT terhadap umur.
3. Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan beresiko gizi lebih. Jika makin mengarah
ke garis Z-score 2 resiko gizi lebih makin meningkat.
4. Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek memiliki gizi lebih.
5. Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul pelatihan IMCI (Integrated
Management of Childhood Illness in-service training. WHO, Geneva 1997).
Kesan : Status gizi baik, perawakan normal.
V.
RE
SUME
Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 4 tahun 11 bulan, berat badan 16 kg,
dan tinggi badan 100 cm dengan keluhan demam sudah dialami pasien sejak 2 minggu yang
lalu. Demam naik turun, dan sering naik ketika menjelang malam hari. Setelah 5 hari
kemudian pasien merasa enakan, bebas demam selama 3 hari. Setelah 3 hari bebas demam
pasien mengeluh demam lagi, namun tidak turun. Pasien juga mengeluh batuk grok grok
dan pilek, namun tidak dapat mengeluarkan lendir. Nafsu makan dan minum pasien
berkurang, namun BAK pasien lancar, BAB (+), mencret (-)
VI.
DI
-
AGNOSIS KERJA
Hiperpireksia
Observasi Febris
ISPA
Tonsilitis Akut
Leukositosis
11
AGNOSA BANDING
Bronkitis Akut
ISPA
VIII.
PE
NATALAKSANAAN
Tatalaksana IGD (07-05-2016)
-
Infus RL 18 tpm
Dumin Sup. 250 mg
Medikamentosa:
16 kg x 10 cc/kgBB = 160 cc
160 cc / 4 = 40 tpm/1jam pertama
16 kg x 5 cc/kgBB (maintenence) = 80
80 cc / 4 = 20 tpm
cc
Injeksi Cefotaxime 3 x 300mg
Paracetamol Syr 3 x 1 cth
Dextamine 2 x 1 cth
Non Medikamentosa
Tirah baring
Motivasi untuk menambah makan dan minum
IX.
EV
ALUASI
12
air dingin
Memberitahukan orangtua untuk motivasi makan dan minum
XIII.
PR
OGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: ad bonam
LEMBAR FOLLOW UP
Tanggal
Jam
08-05-2016
06.00
09-05-2016
06.00
10-05-2016
06.00
13
Keluhan
Sesak, batuk
berdahak, pilek
Batuk berdahak,
sesak (-)
KU/KES
TTV:
RR
HR
S
TSS/CM
TSR/CM
30
108
36.5
24
92
36.5
Kepala
dbn
Dbn
Kulit
dbn
Dbn
Mata
dbn
Dbn
Telinga
dbn
Dbn
Hidung
dbn
Dbn
Mulut
T1-T2
T1-T2
Thorax :
Cor
Pulmo
dbn
dbn
Abdomen
Dbn
Dbn
Ekstremitas
Dbn
dbn
14
Suhu
36.85
36.8
36.75
36.7
36.65
36.6
36.55
36.5
36.45
36.4
36.35
42475
42476
42477
Hiperpireksia
Definisi
Demam adalah kenaikan suhu badan di atas 38oC. Hiperpireksia adalah suatu keadaan dimana
suhu tubuh lebih dari 41,1oC atau 106oF (suhu rectal).
Etiologi
29-59% demam berhubungan dengan infeksi, 11-20% dengan penyakit kolagen, 6-8% dengan
neoplasma, 4% dengan penyakit metabolik dan 11-12% dengan penyakit lain.
Penyebab hiperpireksi ialah : infeksi 39%, infeksi dengan kerusakan pusat pengatur suhu 32%,
kerusakan pusat pengatur suhu saja 18%, dan pada 11% kasus disebabkan oleh Juvenille Rheumatoid
Arthritis, infeksi virus dan reaksi obat. Dari 28 penderita hiperpireksia terdapat 11 penderita (39%)
disebabkan oleh infeksi diantaranya 7 penderita disebabkan oleh kuman gram negatif yang mengenai
traktus urinaria 4 penderita, intraabdominal 2 penderita dan 1 penderita pada paru. Sedang 9 penderita
(32%) disebabkan oleh gabungan antara infeksi dan kerusakan pusat pengatur suhu. Selain itu 5
15
penderita (18%) disebabkan oleh kerusakan pusat pengatur suhu. Tiga penderita (11%) tidak diketahui
penyebabnya.
Sesuai dengan patogenesis, etiologi demam yang dapat mengakibatkan hiperpireksia dapat dibagi
sebagai berikut:
1. Set point hipotalamus meningkat
a. Pirogen endogen
- infeksi
- keganasan
- alergi
- panas karena steroid
- penyakit kolagen
b. Penyakit atau zat
- kerusakan susunan saraf pusat
- racun kalajengking
- penyinaran
- keracunan epinefrin
- kombusio (terbakar)
- keracunan phenothiazine
- heat stroke
3. Rusaknya pusat pengatur suhu
a. Penyakit yang langsung menyerang set point hipotalamus:
- ensefalitis/ meningitis
- trauma kepala
- perdarahan di kepala yang hebat
- penyinaran
Patofisiologi Pengaturan Suhu Tubuh
Manusia ialah makhluk yang homeotermal, artinya makhluk yang dapat mempertahankan suhu
tubuhnya walaupun suhu di sekitarnya berubah. Yang dimaksud dengan suhu tubuh ialah suhu bagian
dalam tubuh seperti viscera, hati, otak. Suhu rectal merupakan penunjuk suhu yang baik. Suhu rectal
diukur dengan meletakkan thermometer sedalam 3 4 cm dalam anus selama 3 menit sebelum dibaca.
Suhu mulut hampir sama dengan suhu rectal. Suhu ketiak biasanya lebih rendah daripada suhu rectal.
Pengukuran suhu aural pada telinga bayi baru lahir lebih susah dilakukan dan tidak praktis. Suhu
tubuh manusia dalam keadaan istirahat berkisar antara 36 oC 37oC, yang dapat dipertahankan karena
tubuh mampu mengatur keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas.
Panas dapat berasal dari luar tubuh seperti iklim atau suhu udara di sekitarnya yang panas. Panas
dapat berasal dari tubuh sendiri. Pembentukan panas oleh tubuh (termogenesis) merupakan hasil
metabolisme tubuh. Dalam keadaan basal tubuh membentuk panas 1 kkal/ kg BB/ jam. Jumlah panas
yang dibentuk alat tubuh, seperti hati dan jantung relative tetap, sedangkan panas yang dibentuk otot
rangka berubah-ubah sesuai dengan aktifitas. Bila tidak ada mekanisme pengeluaran panas, dalam
keadaan basal suhu tubuh akan naik 1oC/ jam, sedang dalam aktivitas normal suhu tubuh akan naik
2oC/ jam.
Pengeluaran panas terutama melalui paru dan kulit. Udara ekspirasi yang dikeluarkan paru jenuh
dengan uap air yang berasal dari selaput lendir jalan nafas. Untuk menguapkan 1 ml air diperlukan
panas sebanyak 0,58 kkal. Pengeluaran panas melalui kulit dapat dengan dua cara yaitu:
a. Konduksi konveksi : pengeluaran panas melalui cara ini bergantung kepada perbedaan suhu kulit
dan suhu udara sekitarnya.
b. Penguapan air : air keluar dari kulit terutama melalui kelenjar keringat. Dapat juga melalui
perspirasi insensibilitas, difusi air melalui epidermis.
Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus melalui sistem umpan balik yang rumit. Hipotalamus karena
berhubungan dengan talamus akan menerima seluruh impuls eferen. Saraf eferen hipotalamus terdiri
atas saraf somatik dan saraf otonom. Karena itu hipotalamus dapat mengatur kegiatan otot, kelenjar
keringat, peredaran darah dan ventilasi paru. Keterangan tentang suhu bagian dalam tubuh diterima
oleh reseptor di hipotalamus dari suhu darah yang memasuki otak. Keterangan tentang suhu dari
17
bagian luar tubuh diterima reseptor panas di kulit yang diteruskan melalui sistem aferen ke
hipotalamus. Keadaan suhu tubuh ini diolah oleh thermostat hipotalamus yang akan mengatur set
point hipotalamus untuk membentuk panas atau untuk mengeluarkan panas.
Hipotalamus anterior merupakan pusat pengatur suhu yang bekerja bila terdapat kenaikan suhu tubuh.
Hipotalamus anterior akan mengeluarkan impuls eferen sehingga akan terjadi vasodilatasi di kulit dan
keringat akan dikeluarkan, selanjutnya panas lebih banyak dapat dikeluarkan dari tubuh. Hipotalamus
posterior merupakan pusat pengatur suhu tubuh yang bekerja pada keadaan dimana terdapat
penurunan suhu tubuh. Hipotalamus posterior akan mengeluarkan impuls eferen sehingga
pembentukan panas ditingkatkan dengan meningkatnya metabolisme dan aktifitas otot rangka dengan
menggigil (shivering), serta pengeluaran panas akan dikurangi dengan cara vasokonstriksi di kulit dan
pengurangan keringat.
KLASIFIKASI DEMAM
Berdasarkan keadaan hipotalamus, demam dapat dibagi sebagai berikut:
I. Set point hipotalamus meningkat
Pembentukan panas meningkat, pengeluaran panas berkurang.
1. Endogenous pyrogen (E.P):
a. Leukosit polimorfonuklear (PMN)
Pada demam oleh karena infeksi, kuman sebagai penyebab melepaskan suatu polisakarida yang tahan
panas, disebut sebagai pirogen eksogen yang beredar dalam darah. Infeksi menimbulkan demam
karena endotoksin bakteri merangsang sel PMN untuk membuat EP. Pada penyakit infeksi terdapat
peningkatan sel PMN. Pada percobaan binatang telah dibuktikan bahwa pirogen eksogen tidak
langsung mempengaruhi pusat pengatur suhu, tetapi lewat banyak sel dalam tubuh seperti sel leukosit,
sel Kupfer hati, sel makrofag dalam paru, limpa dan kelenjar limfe bereaksi terhadap pirogen eksogen
dan membentuk protein yang tak tahan panas, disebut pirogen endogen (endogenous pyrogen).
Pirogen endogen masuk ke susunan saraf pusat melalui darah dan menyebabkan pelepasan
prostaglandin E di dalam jaringan otak dengan akibat rangsangan terhadap hipotalamus yang peka
terhadap zat tersebut sehingga menimbulkan panas.
Hipotalamus mengandung kadar yang tinggi dari norepinephrin (NE). 5-hydroxytryptamin (5HT),
acetylcholine, dopamine dan histamin, yang semuanya disebut neurotransmitter dari hipotalamus,
yang turut meregulasi suhu tubuh. Pada percobaan binatang dibuktikan bahwa apabila NE disuntikkan
ke dalam hipotalamus menyebabkan penurunan suhu tubuh, 5HT menyebabkan kenaikan suhu dan
acetylcholine juga menyebabkan kenaikan suhu.
Mekanisme yang dapat mengaktifkan EP belum diketahui. Juga belum diketahui bagaimana EP
mempengaruhi pusat pengatur suhu dalam menimbulkan demam, mungkin dengan mengubah
lingkungan kimia neuron set point hipotalamus.
b. Non-PMN
Pirogen endogen dapat terbentuk tanpa mengaktivasi sel leukosit dan hal ini kemungkinan terjadi
dengan mengubah lingkungan kimia neuron set-point hipotalamus. Metabolisme pirogen endogen
disini belum diketahui dan zat ini dikeluarkan melalui sel retikuloendotelial. Keadaan ini terjadi pada
18
penyakit alergik, penyakit kolagen, tumor, infark, infeksi virus, penyakit darah, demam steroid,
penyakit metabolik dan lain-lain.
2. Non-endogenous pyrogen (non-EP): obat-obatan atau bahan lain
Demam pada keadaan set point hipotalamus meningkat dapat terjadi bukan karena pelepasan pirogen
endogen tetapi karena obat-obatan (phenotiazine, amphetamine, metamphetamine, preparat tiroid),
penyakit tertentu di susunan saraf pusat, keracunan epinefrin, norepinefrin, DDT dan lain-lain.
II. Set point hipotalamus normal
Kenaikan suhu tubuh dapat terjadi pada keadaan set point hipotalamus yang normal, yakni bila
pembentukan panas melebihi pengeluaran panas yang normal atau pada pembentukan panas normal
tetapi mekanisme pengeluaran panas tidak baik. Mekanisme terjadinya kenaikan suhu seperti berikut:
1. Pembentukan panas meningkat, pengeluaran panas normal
Keadaan ini ditemukan pada malignant hyperthermia, hypertiroidisme, hipernatremi, keracunan
aspirin, feokromositoma. Keadaan ini juga dijumpai bila suhu udara di luar tubuh sangat tinggi atau
bila memakai baju terlampau tebal.
2. Pembentukan panas normal, pengeluaran panas berkurang
Keadaan in terjadi pada keadaan keracunan obat antikolinergik seperti atropin, ektodermal displasi,
luka bakar.
III. Kerusakan pusat pengatur suhu (central fever)
Pada keadaan ini demam terjadi disebabkan oleh karena penyakit tertentu yang menyerang dan
mengakibatkan rusaknya pusatnya pengatur suhu tubuh, misalnya penyakit yang langsung menyerang
set point hipotalamus, seperti ensefalitis, trauma kapitis, perdarahan hebat intrakranial, meningtis
bakterial, radiasi, tetraparesis atau paraparesis, dimana susunan saraf otonom tidak berfungsi.
Gambaran Klinis
Pada demam yang disebabkan oleh peningkatan set point hipothalamus, baik yang berhubungan
dengan endogenous pyrogen maupun non-EP, terdapat peninggian pembentukan panas dan
pengurangan pengeluaran panas. Penderita merasa dingin, terdapat piloerection, menggigil
(shivering), ekstremitas dingin, keringat tidak ada atau sedikit sekali dan posisi tubuh penderita dalam
posisi untuk mengurangi luas permukaan tubuh.
Bila suhu badan meningkat terus dan pada pengukuran suhu rektal mencapai 41,1oC atau lebih
terjadilah apa yang dinamakan hiperpireksia dan manifestasi klinis akan bertambah dan bergantung
pada keadaan. Gejala klinis yang penting dan harus dikenal secepatnya supaya dapat ditanggulangi
segera, yaitu:
- gejala serebral seperti disorientasi, delirium, halusinasi, ataksia, fotofobi, kejang, koma dan
deserebrasi
- kulit : merah, panas dan kering
- tekanan darah : mula-mula naik, normal dan kemudian turun
19
Obat-obatan yang dipakai adalah antipretik yang tujuannya untuk menurunkan set point hipotalamus.
Obat ini bekerja melalui inhibisi biosintesis prostaglandin E, sehingga mencegah atau menghambat
pengaruh pirogen endogen. Bila set point diturunkan, pembentukan panas dikurangi dan pengeluaran
panas tubuh akan meningkat, sehingga suhu tubuh akan menurun dan bahkan pada panas yang tak
terlalu tinggi kompres es/ selimut hipotermik tidak diperlukan. Untuk mencegah menggigil karena
vasodilatasi di kulit dan pengeluaran keringat, penderita dapat diselimuti. Obat antipiretik yang
dipakai misalnya aspirin. Dosis aspirin adalah 60 mg/ tahun/ kali, sehari diberikan 3 kali atau untuk
bayi di bawah 6 bulan diberikan 10 mg/ bulan/ kali, sehari diberikan 3 kali. Kadar maksimal dalam
darah tercapai dalam 2 jam pemberian oral, tetapi half life meningkat dengan menaikkan dosis
sehingga ada bahaya akumulasi sebagai akibat pemberian yang sering unutk memberantas demam.
Gejala sampingan aspirin yang perlu diketahui adalah perdarahan saluran pencernaan, memberatkan
asma dan mengganggu fungsi sel-sel trombosit.
klorpromazin untuk mencegah vasokonstriksi pembuluh darah kulit akibat bendungan yang terlalu
cepat karena tindakan secara fisik tersebut.
- Bila terdapat kejang segera hentikan kejangnya
- Bila timbul DIC (disseminated intravascular coagulation) tanggulangi secepatnya. Sebenarnya DIC
tidak memerlukan pengobatan bila penyebabnya diobati dengan tepat, tetapi pada anak bila terjadi
perdarahan hebat dapat diberikan heparin dengan dosis 25 unit per kg BB dalam 1 jam di dalam infuse
secara kontinu atau 100 unit per kg BB tiap 4 6 jam sekali secara intravena.
- Bila terjadi hipoksia yang dapat mengakibatkan edema otak dapat diberikan kortison dengan dosis
20 -30 mg/ kg BB dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya dexamethasone - 1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.
4. Mencari dan mengobati penyebab
Untuk hal ini diperlukan pemeriksaan lengkap baik secara umum maupun neurologik. Factor infeksi
sangat penting dan perlu dikerjakan pemeriksaan darah lengkap termasuk biakan dan pungsi lumbal.
Dengan penatalaksanaan yang baik mengeani hiperpireksia dan ditemukan penyebabnya umumya
penderita dapat sembuh. Misalnya pada hipertermia malignan akibat anestesia bila tidak waspada dan
tidak diketahui akan berakibat fatal.
22