MOBILISASI
MOBILISASI
MOBILISASI
Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada area tubuhnya. Mobilitas sebagian dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya sementara.
Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya menetap.
Toleransi Aktifitas
Penilaian toleransi aktivitas sangat penting terutama pada klien dengan gangguan kardiovaskuler
seperti Angina pectoris, Infark, Miocard atau pada klien dengan imobilisasi yang lama akibat
kelumpuhan. Hal tersebut biasanya dikaji pada waktu sebelum melakukan mobilisasi, saat
mobilisasi dan setelah mobilisasi.
Tanda-tanda yang dapat dikaji pada intoleransi aktifitas antara lain (Gordon, 1976):
Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur.
Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol/hipotensi orthostatic.
Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal.
Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan.
Kecepatan dan posisi tubuh, disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidakstabilan posisi
tubuh.
Status emosi labil.
Imobilisasi
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak secara
bebeas karena kondisi yang menganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
Jenis Imobilitas
Imobilitas Fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
Imobilitas Intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir,
seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
Imobilitas Emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena
adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Imobilitas Sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi social
karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
meningkat. Keadaan ini dapat berisiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilitas
dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi uriene dan peningkatan nitrogen.
Beberapa dampak perubahan metabolisme, di antaranya adalah pengurangan jumlah
metabolisme, atropi kelenjar dan katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
demineralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.
Perubahan Kardiovaskular
Perubahan system kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat berupa gipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan thrombus. Terjadinya hipotensi
ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap
dan lama, refleks neurovascular akan menurun dan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian
darah terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke system sirkulasi pusat
terhambat.
Gangguan Skeletal. Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya
akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi yang
abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan memendeknya
otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi.
Osteoporosis terjadi karena reabsorpsi tulang semakin besar, sehingga yang menyebabkan
jumlah kalsium ke dalam darah menurun dan jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui urine
semakin besar.
Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin disebabkan oleh
kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehungga aliran darah renal dan urine berkurang.
Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung,
cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, dan menurunnya koping mekanisme.
Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan dampak imobilitas karena selama proses
imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasa, dan lain-lain.
latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan
paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk
menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara
pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang
digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas
yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.
ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi
normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif . Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah
sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri secara aktif.
ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.
Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa, tanda-
Kontra Indikasi
Trombus/emboli dan keradangan pada pembuluh darah
Kelainan sendi atau tulang
Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
Trauma baru dengan kemunginan ada fraktur yang tersembunyi atau luka dalam
Nyeri berat
Sendi kaku atau tidak dapat bergerak
10
Bahu
Tipe Sendi: Ball and Socket
Fleksi: Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di atas kepala, rentang
180
11
: Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping
kepala, rentang 90
Sirkumduksi: Menggerakan lengan dengan lingkaran penuh, rentang 360
12
Lengan Bawah
Tipe Sendi: Pivotal (Putar)
13
Supinasi: Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke atas,
rentang 70-90.
Pronasi: Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah, rentang 70-90.
Pergelangan Tangan
Tipe Sendi: Kondiloid
Fleksi: Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah, rentang 80-90
Ekstensi: Mengerakan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan, lengan bawah berada dalam
arah yang sama, rentang 80-90
Hiperekstensi: Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh mungkin, rentang 89-90
Abduksi: Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari, rentang 30
Adduksi: Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari, rentang 30-50
14
Jari-jari Tangan
Tipe Sendi: Condyloid hinge
Fleksi: Membuat genggaman, rentang 90
Ekstensi: Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90
Hiperekstensi: Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin, rentang 30-60
Abduksi: Mereggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain, rentang 30
Adduksi: Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30
Ibu Jari
Tipe Sendi: Pelana
Fleksi: Mengerakan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan, rentang 90
Ekstensi: Menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan, rentang 90
Abduksi: Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30
Adduksi: Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30
Oposisi: Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama
Pinggul
Tipe Sendi: Ball and Socket
15
16
Lutut
Tipe Sendi: Hinge
Fleksi: Mengerakan tumit ke arah belakang paha, rentang 120-130
Ekstensi: Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130
Mata Kaki
Tipe Sendi: Hinge
Dorsifleksi
Plantarfleksi: Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah, rentang 45-50
17
Kaki
Tipe Sendi: Gliding
Inversi: Memutar telapak kaki ke samping dalam, rentang 10
Eversi: Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang 10
Gambar 1. 8. Kaki
Jari-jari Kaki
Tipe Sendi: Condyloid
Fleksi: Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60
18
19
Pengaturan Posisi
Pengaturan posisi yang dapat dilakukan pada pasien ketika mendapatkan perawatan, dengan
tujuan untuk kenyamanan pasien, pemudahan perawatan dan pemberian obat, menghindari
terjadinya pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh tertentu.
Pengaturan posisi antara lain, adalah:
Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi duduk atau setengah duduk (semifowler), di mana bagian kepala
tempat tidr lebih tinggi dinaikkan. Posisi ini dulakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernapasan pasien. Masalah umum yang terjadi pada klien dengan posisi
Fowler:
Meningkatnya fleksi servikal karena bantal di kepala terlalu tebal dan kepala terdorong ke depan.
Ekstensi lutut memungkinkan klien meluncur ke bagian kaki tempat tidur.
Tekanan lutut bagian posterior, menurunkan sirkulasi ke kaki.
Rotasi luar pada pinggul
Lengan menggantung di sisi klien tanpa disokong.
Kaki yang tidak tersokong.
Titik penekanan di sacrum maupun di tumit yang tidak terlindungi.
Cara Pelaksanaan:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Dudukkan pasien.
Berikan sandaran/bantl pada tempat tidur paisn atau atur tempat tidur, untuk posisi semifowler
( 30 450 ) dan untuk fowler ( 900).
Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.
20
Tujuan:
Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi.
Meningkatkan rasa nyaman.
Meningkatkan dorongan pada diafragma sehingga meningkatnya ekspansi dada dan ventilasi
paru.
Mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat posisi yang menetap.
Indikasi:
Pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan
Pada pasien yang mengalami gangguan imobilisasi
Posisi Sims
Posisi miring ke kanan atau ke kiri. Dilakukan untuk memberi kenyamanan dan untuk
mempermudah tindakan pemeriksaan rectum atau pemberian huknah atau obat-obatan lain
melalui anus (suposutoria). Masalah umum pada posisi Sims adalah sebagai berikut:
Fleksi lateral pada leher
Rotasi dalam, adduksi, atau kurang sokongan di bahu dan pinggul.
Kurang sokongan di kaki.
Kurang perlindungan dari titik penekanan di tulang ilium, humerus, klavikula, lutut, dan
pergelangan kaki.
Cara pelaksanaan:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.
Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi badan setengah
telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada.
21
Tangan kiri di atas kepla atau di belakang punggung dan tangan kanan di atas tempat tidur.
Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaku kanan lurus, lutu
dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada.
Tangan kanan di atas kepala atau di belakan punggung dan tangan kiri di atas tempat tidur.
Tujuan:
Meningkatkan drainage dari mulut pasien dan mencegah aspirasi
Mengurangi penekanan pada tulang secrum dan trochanter mayor otot pinggang
Memasukkan obat supositoria
Mencegah dekubitus
Indikasi:
Pasien dengan pemeriksaan dan pengobatan daerah perineal
Pasien yang tidak sadarkan diri
Pasien paralisis
Pasien yang akan dienema
Untuk tidur pada wanita hamil.
Posisi Trendelenburg
Posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki.
Dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak, dan pada pasien shock dan pada pasien
yang dipasang skintraksi pada kakinya.
Cara Pelaksanaan:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.
22
Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, letakkan bantal di antara kepala dan ujung tempat
tidur pasien, dan berikan bantal di bawah lipatan lutut.
Berikan balok penopang pada bagian kakai tempat tidur atau atur tempat tidur khusus dengan
meninggikan bagian kaki pasien.
Tujuan:
Supaya darah lebih banyak mengalir kedaerah kepala
Memudahkan operasi di daerah perut
Indikasi:
Pada pasien syok
Tekanan darah rendah
Pasien dengan pemeriksaan tertentu misal broncoscopy
23
Posisi Lithotomi
Posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut.
Dilakukan untuk memeriksa genetalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
Cara Pelaksanaan:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.
24
Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, kemudian angkat kedua pahanya dan tarik kea rah
perut.
Tungkai bawah membentuk sudut 900 terhadap paha.
Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomi.
Pasang selimut.
Tujuan:
Memudahkan pemeriksaan daerah rongga panggul, misal vagina taucher, pemeriksaan rektum,
dan sistoscopy
Memudahkan pelaksanaan proses persalinan, operasi ambeien, pemasangan alat intra uterine
devices (IUD), dan lain-lain.
Indikasi:
Pada pemeriksaan genekologis
Untuk menegakkan diagnosa atau memberikan pengobatan terhadap penyakit pada uretra,
rektum, vagina dan kandung kemih.
25
Tujuan:
Memudahkan pemeriksaan daerah rektum, sigmoid, dan vagina.
Indikasi:
Pasien hemorrhoid
Pemeriksaan dan pengobatan daerah rectum, sigmoid dan vagina.
Posisi Orthopenic
Posisi pasien duduk dengan menyandarkan kepala pada penampang yang sejajar dada, seperti
pada meja.
Tujuan:
Memudahkan ekspansi paru untuk pasien dengan kesulitan bernafas yang ekstrim dan tidak bisa
tidur terlentang atau posisi kepala hanya bisa pada elevasi sedang.
Indikasi:
Pasien dengan sesak berat dan tidak bisa tidur terlentang.
Posisi Supinasi
26
Posisi telentang dengan pasien menyandarkan punggungnya agar dasar tubuh sama dengan
kesejajaran berdiri yang baik.
Tujuan:
Meningkatkan kenyamanan pasien
Memfasilitasi penyembuhan terutama pada pasien pembedahan atau dalam proses anestesi
tertentu.
Indikasi:
Paien dengan tindakan post anestesi atau pembedahan tertentu.
Pasien dengan kondisi sangat lemah atau koma.
Posisi Pronasi
Pasien tidur dalam posisi telungkup Berbaring dengan wajah menghadap ke bantal. Masalah
yang terjadi pada posisi Pronasi (telungkup) adalah berikut ini:
Hiperekstensi leher.
Hiperekstensi spinal lumbal.
Plantarfleksi pergelangan kaki.
Titik penekanan di dagu, siku, pinggul, lutu, dan jari-jari kaki tidak terlindungi.
Tujuan:
Memberikan ekstensi maksimal pada sendi lutut dan pinggang.
Mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut.
Indikasi:
27
Posisi Lateral
Posisi miring dimana pasien bersandar kesamping dengan sebagian besar berat tubuh berada
pada pinggul dan bahu. Masalah umum yang terjadi pada posisi Lateral (miring) adalah berikut
ini:
Fleksi lateral pada leher.
Lengkung tulang belakang keluar dari kesejajaran normal.
Persendian bahu dan pinggul berotasi dalam, adduksi, atau tidak disokong.
Kurangnya sokongan kaki.
Titik penekanan di telinga, tulang ilium, lutut, dan pergelangan kaki kurang terlindungi.
Tujuan:
Mempertahankan body aligment.
Mengurangi komplikasi akibat imobilisasi.
Menengkatkan rasa nyaman.
Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi yang menetap.
Indikasi:
Pasien yang ingin beristirahat.
Pasien yang mengalami kelumpuhan baik hemiplegic maupun para plegi.
Pasien yang posisi fowler atau dorsal recumbent dalam posisi lama.
Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi.
28
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz A, 2009, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry, 2006, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi
4, Vol 2, Jakarta: EGC.
www.referensionline.info/.../jurnal-tentang-pengaruh-latihan-range-of-motion.
http://www.scribd.com/doc/59935123/ROM-Range-Of-Motion.
http://www.scribd.com/doc/57173759/Mobilisasi-Dan-Posisi.
29