Suluah Bendang Di Nagari

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 142

SULUAH BENDANG DI NAGARI

SULUAH BENDANG
DI NAGARI

BERDAKWAH DI TENGAH TATANAN


ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI
KITABULLAH

MUKADDIMAH

NIKMAT ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA


yang sudah kita peroleh dalam berbagai kelebihan atau
kekurangan adalah hasil dari pengorbanan dan ketekunan
sambung bersambung dan dari hasil keterpaduan hati,
tekad dan langkah yang sudah kita ayunkan sampai hari
ini.

1
H. MAS’OED ABIDIN

Dengan nikmat itu kita memiliki banyak kesem-


patan untuk bergerak lebih leluasa dan bertanggung jawab.
Di daerah kita Sumatra Barat kini kita merasakan keterbu-
kaan dalam bentuk lain, walaupun selama 21 tahun, telah
terjadi banyak perubahan di antaranya terutama terhadap
sistim pemerintahan yang khas -- Nagari di Minangkabau –.
Kita harus menjadi segaram dengan berlakunya UU No.5
tahun 1979, dan kita hampir kehilangan “adat salingka
nagari” yang menjadi bukti dari demokratisasi sejak lama.
Maka, diberlakukannnya UU No.22/1999 membuka
peluang masyarakat beradat dengan pegangan adat
bersendi syarak dan syarak bersendikan Kitabullah secara
lebih luas untuk melaksanakan otonomi di daerah yang
dibuktikan dengan lahirnya Perda No.9/2000 tentang
Kembali Ke Pemerintahan Nagari. Perda ini memberi
keleluasaan untuk melaksanakan sepenuhnya kaedah adat
di Minangkabau yang senyatanya adalah kekayaan
budaya paling berharga dan berguna untuk mendorong
motivasi masyarakat1 di nagari-nagari dalam mendinamisir
diri membangun kampung halaman.
Di Alaf ini terjadi lonjakan perubahan sangat cepat
dan transparan ditandai hubungan komunikasi, informasi,
dan transportasi serba cepat mengarah kepada lepasnya
sekatan.2
Masyarakat Sumatra Barat semestinya bersyukur
kepada Allah SWT yang sudah menganugerahi rahmat
yang besar dengan nilai tamaddun budaya Minangkabau
yang terikat kuat dengan penghayatan Islam dan telah lama
terbukti menjadi salah satu puncak kebudayaan dunia.

1
motivation of force
2
borderless

2
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Kelengahan banyak disebabkan keterpesonaan


semata dalam menatap budaya lain di luar kita di tengah
derasnya penetrasi budaya asing dan kerapkali telah
mengancam generasi pengganti meluncur kearah
degradasi akhlak yang cepat seiring terbukanya isolasi
daerah-daerah – seperti terjadi di Pasaman, Sitiung, Solok
Selatan, Pesisir Selatan --, bahkan ke jantung Ranah Bundo
dan kemudian diperparah oleh kurang berperannya da’i
dan imam khatib di nagari dalam memfungsikan Surau
dan Masjid menjadi pusat pembinaan anak nagari.
Mereposisi peran elemen penentu di tengah
masyarakat di nagari tidaklah mudah. Pengalaman tiga
dasawarsa berlalu menampakkan kecenderungan orang
tua sebatas memenuhi serba kebutuhan fisik dan materi di
tengah kekerabatan keluarga mulai menipis dan peran
guru di sekolah sebatas memelihara kelangsungan proses
belajar mengajar dan peran pendidikan dalam membentuk
watak generasi mulai terlihat melemah.
Fungsi ninik mamak terlihat hanya sebatas upacara
seremonial. Hubungan muda-mudi sudah terbuka meniru
apa saja, kadangkala tidak mengindahkan lagi kaedah-
kaedah istiadat yang menjadi rambu-rambu perjalanan
hidup bermasyarakat, bahkan tanpa adanya pagar yang
jelas seiring dengan ketika keteladanan generasi tua tidak
jelas terlihat dan kewibaan pemeranan contoh-contoh
(uswah kehidupan) mulai kabur. Disamping itu mencuat
sikap keengganan dan acuh dari generasi pengganti untuk
menyerap nilai-nilai utama yang pernah di miliki generasi
tua yang sudah berprestasi. Kondisi begini sangat rawan
dalam meniti abad ke duapuluh satu di Sumatra Barat.
Salah satu jawabannya menampilkan keterpaduan dan
kesepakatan dalam gerakan bersama untuk Kembali ke
Pemerintahan Nagari.

3
H. MAS’OED ABIDIN

Sudah lama kita mendengar ungkapan, “jadilah


kamu berilmu yang mengajarkan ilmunya, atau belajar
(muta’alliman), atau menjadi pendengar (mustami’an). Dan
sekali jangan menjadi kelompok keempat, yang tidak memiliki
aktifitias keilmuan sama sekali. Yakni tidak mengajar, tidak
pula belajar, serta enggan untuk mendengar”.
Dalam perjalanan serah terima generasi di Ranah
Minang saat ini kita sedang menatap satu fenomena
peralihan pendidikan yang mencemaskan sedang terjadi di
kalangan para remaja anak didik dan anak muda kita.
Tumbuhnya kebiasaan bolos sekolah, malas belajar, suka
bermain di mall -- pasar-pasar -- pada saat jam belajar di
sekolah, mau tidak mau akan melahirkan satu saat di masa
mendatang generasi yang kurang ilmu dan lemah dalam
pemahamannya.
Dan yang paling menakutkan, banyak pula diantara
mereka yang dijangkiti prilaku permissivisme dan terbawa
arus peristiwa keganasan yang melanda kalangan anak
muda remaja. Tidak jarang mereka larut kedalam tindakan
anarkisme yang menyeret meruyaknya tindakan kriminalitas
dan pelanggaran norma hukum dalam bermasyarakat.
Sesuatu yang pada masa silam tidak didapati pada prilaku
para anak didik di Ranah Bundo ini, seperti tawuran, bahkan
berani merusak kelas belajar dan rumah guru, melempar
toko-toko dan menghancurkan perpustakaan sekolah,
memukul dan menyandera guru yang mengajar mereka
dan berkembang kepada melakukan tindakan vandalisme.
Kejadian ini lazimnya sering dikaitkan dengan
kemampuan guru mengajar anak didik.
Kondisi di tengah masyarakat menjadi kian parah
ketika meluasnya kemelut sosial, politik dan ekonomi yang
dihadapi oleh negara-negara sekarang ini -- tidak dapat
tidak dikaitkan pula dengan kelemahan sistem pendidikan

4
SULUAH BENDANG DI NAGARI

sekular serta lemahnya pencapaian tujuan pendidikan


yang telah digariskan dan dicitakan oleh para murabbi
(guru, pendidik).
Guru atau para pendidik (murabbi) – termasuk di
dalamnya ulama, ustadz, ustadzah, malin, tuanku, imam
khatib, mu’allim, ninik mamak dan orang tua di nagari-
nagari khususnya di Minangkabau – telah menjadi sasaran
dan pusat perhatian masyarakat karena peranan mereka
yang vital dan sangat menentukan di tengah masyarakat
dalam membentuk warganegara. Peranan Guru –
utamanya di Ranah Minang, Sumatera Barat –
sesungguhnya adalah satu pengabdian mulia dengan
tugas sangat berat.
Ketidakberdayaan para pendidik (murabbi) dalam
menampilkan model keteladanan yang baik telah menjadi
penghalang pencapaian hasil membentuk generasi (anak
didik) yang baik, bahkan dapat menjadi titik lemah dalam
kepribadian guru bersangkutan, seperti Pepatah Arab ada
meyebutkan :

‫ل تنه عن خلق وتأتي مثله‬


‫عار عليك اذا فعلت عظيم‬
Jangan lakukan perbuatan yang anda tegah,
Perbuatan demikian aibnya amatlah
parah.

Kemuliaan guru (murabbi) terpancar dari


keikhlasan membentuk anak manusia sejak dini menjadi
generasi yang pintar, berilmu dan mampu mengamalkan
ilmunya, berbudi luhur – akhlakul karimah -- dalam
bertindak dan berbuat untuk kebaikan diri sendiri,

5
H. MAS’OED ABIDIN

keluarganya, dan kemaslahatan umat di kelilingnya, dalam


cakupan yang lebih luas adalah untuk memperoleh
kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat.

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan


Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.3
Maka tuntutan paling utama kepada kita dewasa
ini adalah membentuk generasi berpribadi yang utuh dan
unggul dengan iman dan taqwa, berpengetahuan dan
menguasai teknologi, berjiwa wiraswasta, berakhlak dan
beradat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah. 

3
QS.28, Al Qashash:77.

6
SULUAH BENDANG DI NAGARI

PERPADUAN
ADAT DAN SYARAK

‘Musyawarat’ - asas demokrasi -,


Sebagai Dasar Mengembangkan
‘Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah’

DAN HENDAKLAH ADA DI ANTARA KAMU


SEGOLONGAN UMAT YANG MENYERU KEPADA
KEBAJIKAN, MENYURUH KEPADA YANG
MAKRUF – makruf, maknanya segala
perbuatan yang mendekatkan kita kepada
allah --, DAN MENEGAH DARI YANG MUNKAR
– munkar, yakni segala perbuatan yang
menjauhkan diri dari syarak dan dari
kentutan kitab allah -- ; MEREKALAH ORANG
YANG BERUNTUNG.4

4
QS.3, ali Imran : 104

7
H. MAS’OED ABIDIN

Menyeru umat kepada kebajikan berawal dari


memperkenalkan besarnya nikmat Allah kepada kita.
(1). “Menyadari Nikmat Allah dan Mensykurinya”
Nikmat Allah, sangat banyak.
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya
kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Pengampun lagi maha Penyayang”
(QS.16, An Nahl : 18).
Hukum Syarak dengan landasan ajaran agama Islam
menghendaki keseimbangan antara perkembangan
hidup rohani dan jasmani dalam upaya anak nagari
memerangi kemaksiatan dengan tujuan mengahapus
kemelaratan dan usaha menciptakan kemakmuran di
ranah ini. Kemakmuran di perlihatkan dalam kondisi
masyarakat yang dapat memenuhi keperluan
perumahan dan makanan untuk keluarga dan anak
kemenakannya.
Rumah gadang gajah maharam,
Lumbuang baririk di halaman,
Rangkiang tujuah sajaja,
Sabuah si bayau-bayau,
Panenggang anak dagang lalu,
Sabuah si Tinjau lauik,
Birawati lumbuang nan banyak,
Makanan anak kamanakan.5

5
Rumah gadang (= rumah besar) tempat tinggal anak kemenakan di
Minangkabau, ibarat gajah maharam (=gajah duduk) dan lumbung
padi berjejer di halamannya. Rangkiang (=lumbung padi yang
bergonjong) tempat menyimpan hasil panenan anak nagari tujuh
sejajar (menggambarkan arti kemakmuran yang diperdapat karena
rajinnya anak nagari mengolah alam menjadi sawah penghasil
pertanian. Satu di antaranya bernama “si bayau-bayau” yang isinya

8
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Manjilih ditapi aie,


Mardeso di paruik kanyang.6

(2). Kebahagiaan dunia dan akhirat. Salah satu dari ajaran


keseimbangan menurut syariat adalah tampil berusaha
untuk mencari kebahagiaan dunia (materi) dan kebahagian
akhirat (immaterial) dalam rangkaian amal ibadah.

Manfaatkanlah sebaik-baiknya lima macam


kesempatan sebelum datang lima yang

dipergunakan untuk membantu “anak dagang lalu”( para pendatang,


penuntut ilmu yang lewat di nagari itu). Satu kaedah bermakna lebih
dalam yaitu perhatian terhadap orang datang (asing) dan tidak
semata bertumpu kepada putra asli di nagari itu. Salah satu lagi dari
rangkiang itu bernama “si tinjau laut” yang isinya di peruntukkan
bagi keperluan anak kemenakan yang mengharapkan bantuan dan
pertolongan. Inilah sesungguhnya inti dari semua persiapan (hasil)
yang diperoleh satu keluarga Minangkabau didalam satu tatanan
banagari. Ada idea bahwa kepentingan bersama berada pada tingkat
paling utama dibanding kepentingan sendiri. Maka dapat di maknai
bahwa individualistic sangat tidak diminati dalam tatanan masyarakat
adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah itu.
6
Jika hendak berbersih (manjilih) tentulah dengan tersedianya air
yang cukup (di tapi aie), dan kalau hendak merdeka di dalam
menentukan sikap dan leluasa berbuat kebaikan (mardeso) maka
syaratnya adalah tatkala perut masyarakat anak nagari dalam keadaan
kenyang (kemakmuran terjamin). Apabila anak nagari kelaparan,
kemakmuran tidak bisa diciptakan, maka ada harapan anak nagari
akan di kuasai oleh kekuatan asing dari luar.

9
H. MAS’OED ABIDIN

lainnya; masa mudamu sebelum datang masa


tuamu, waktu sehatmu sebelum datang masa
sakitmu, saat kayamu sebelum saat miskinmu,
waktu senggang – lapangmu – sebelum datang
waktu sibukmu dan hidupmu sebelum
matimu’7
Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar manusia
dalam hidupnya mengejar keperluan dunia dan
akhirat setiap saat ada waktu dan kesempatan.
"Berbuatlah untuk hidup akhiratmu seolah-olah kamu akan
mati besok dan berbuatlah untuk hidup duniamu, seolah-
olah akan hidup selama-lamanya" (Hadist).
Salah satu do’a yang di ajarkan adalah permohonan
untuk mendapatkan hidayah, kelapangan hati dan
kekayaan materi.

Ya Allah, aku bermohon kepada MU petunjuk


(hidayah), taqwa dan kesucian diri dan
kekayaan.8

(3). “Bumi Allah amat luas, merantaulah di atasnya”


Allah telah menjadikan bumi mudah untuk digunakan.

7
HR.Hakim, dan ia mensahihkannya menurut syarat Bukhari
Muslim dengan disetujui oleh Mundziri, al Munthaqa : 2089, dan
Dzahabi (4/306).
8
HR.Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud RA,
(Shahih Jami’ Ash Shaghir : 1301)

10
SULUAH BENDANG DI NAGARI

“Maka berpencarlah kamu diatas bumi, dan carilah karunia


Allah dan (di samping itu) banyaklah ingat akan Allah,
supaya kamu mencapai kejayaan".9
Supaya jangan tetap tinggal terkurung dalam lingkungan
yang kecil, dan sempit.
Karatau madang di hulu
babuah babungo balun.
Marantau buyuang dahulu
dirumah paguno balun. 10.
Dalam membina umat di nagari yang dicari adalah
“opsir lapangan” yang bersedia dan pandai berkecimpung
di tengah-tengah umat, yang akan menjaga umat agar
masyarakat nagari tidak menjadi pak turut menerima
perubahan semata-mata karena zaman telah berubah, akan
tetapi selalu berada di dalam keteguhan nilai adat istiadat
sesuai bimbingan syarak (agama Islam) yang di nasehatkan
oleh Rasulullah SAW;

Janganlah kalian menjadi seperti bunglon


yang berkata, aku bersama orang-orang,
jika mereka baik, maka akupun baik pula,

9
QS.62, Al Jumu’ah : 10.
10
Lihat pula sinyal Kitabullah QS.4, An Nisak : 97

11
H. MAS’OED ABIDIN

dan jika mereka buruk akhlaknya, maka


akhlakku pun buruk p[ula. Akan tetapi
tanamkanlah sikap pada diri kalian ; jika
mereka baik, hendkalah kalian baik; dan jika
mereka buruk akhlaknya, maka janganlah
kalian berbuat dzalim.11
Di alam Minangkabau, kepercayaan atau adat
istiadat masih terlindung dari kebiasaan pemborosan
(waste) besar-besaran tanpa alasan. Hanya ada
kemungkinan wabah masyarakat dengan penyakit adu
untung, atau perjudian massal bentuk kegiatan judi secara
terbuka dan terselubung masih tetap berjalan tanpa
hambatan, di antaranya marak dalam bentuk Toto Kuda,
Kupon Putih, togel dalam bermacam bentuknya,
meruntuhkan akhlak dan menghisap modal dari proses
produksi dan pasar dagang ke meja perjudian, dengan
segala akibat-akibatnya dan berbagai penyakit masyarakat
lainnya. Inilah yang sangat perlu diawasi dengan semestinya
di iringi menanakan kembali pentingnya kehati-hatian,
“Ingek sa-balun kanai,
Kulimek sa-balun abih,
Ingek-ingek nan ka-pai,
Agak-agak nan ka-tingga”.12
Karena itu selain para ilmuan, sarjana
berpengalaman, sangat diperlukan untuk membina anak
nagari dewasa ini adalah orang-orang yang mempunyai
11
HR. Imam Tirmidzi (2008), dan dia berkata hadist Hasan Gharib.

12
Ingat sebelum kena, hemat sebelum habis, dan kehati-hatian
terhadap keluarga yang di tingalkan di kampung dan lebih berhati-
hati lagi yang kan berjalan meninggalkan kampung halaman. Satu
nasehat yang menjadi bekal dari anak nagari yang akan merantau.
Bekal nasehat lebih utama dari bekalan materi yang menjadi
pendorong utama terpeliharanya sumber daya manusia Minangkabau.

12
SULUAH BENDANG DI NAGARI

mata hati yang “mahir dalam membaca kehendak masyarakat”


yang tidak dapat diperoleh dalam ruang kuliah dan
perpustakaan semata. Maka perlu meng-introdusir tenaga
sarjana agama dan tenaga berbagai disiplin ilmu untuk
segera kembali ketengah masyarakatnya di nagari-nagari
untuk ikut merasakan denyut nadi kehidupan dan lambat
laun akan berurat di hati umat di nagari itu.
Kerja utama di nagari hari ini membentuk tenaga
pembina umat – anak nagari – yang diharapkan tampil dari
kalangan ninik mamak, alim ulama, mu’allim, para
tuangku, imam khatib di nagari yang memiliki sahsiah (ciri
utama) di dalam pembinaan sebagai layaknya seorang
para pendidik (murabbi). Dari mereka diharapkan lahir
pencontohan dan panutan melalui tindak prilaku
keseharian.
Ketidak berdayaan para pendidik – guru, malim,
tuangku, imam khatib para ulama di nagari – dalam
menunjukkan model dan keteladanan yang baik akan
menjadi penghalang ke arah pencapaian hasil dalam
membentuk anak nagari – generasi Minang masa dating --
yang baik, bahkan dapat menjadi titik lemah dalam
keperibadian guru bersangkutan, seperti Pepatah Arab ada
meyebutkan:

‫ل تنه عن خلق وتأتي مثله‬ ‫عار عليك اذا فعلت عظيم‬

Jangan lakukan perbuatan yang anda tegah,


Perbuatan demikian aibnya amatlah parah.

SAHSIAH SULUAH BENDANG DI NAGARI

13
H. MAS’OED ABIDIN

Tidak diragukan lagi bahwa malim, tuangku, imam


khatib para ulama di nagari – murabbi --, yang memiliki
kepribadian yang baik serta uswah hidup yang terpuji akan
mampu melukiskan kesan positif dalam diri anak nagari
yang mendapatkan didikan dalam proses pematangan
sikap pribadi anak nagari dalam menanamkan laku
perangai (syahsiah) mereka. Tegasnya sahsiah
mencerminkan watak, sifat fisik, kognitif, emosi, sosial dan
rohani seorang 13
Syahsiah (‫ )شخصية‬cirinya terlihat di dalam pribadi
atau personality seseorang anak nagari yang
menggambarkan sifat individu yang merangkum di
dalamnya gaya hidup, kepercayaan, harapan, nilai, motif,
pemikiran, perasaan, budi pekerti, persepsi, tabiat, sikap
dan watak seseorang.14
Banyak kajian telah dibuat tentang sifat-sifat yang
perlu ada pada seorang guru, malim, tuangku, imam
khatib para ulama di nagari -- (murabbi), yang baik dan
berhasil memberi kesan mendalam pada proses
pembentukan watak generasi pengganti. Ciri guru, malim,

13
Sahsiah mempunyai tiga ciri utama. Pertama ialah keunikan
dengan maksud tersendiri. Kedua, kemampuan untuk berubah dan
diubah; sebagai hasil pembelajaran dan pengalaman. Ketiga ialah
organisasi. Sahsiah tidak sekadar himpunan tingkahlaku akan tetapi
melibatkan corak tindakan dalam operasional keseharian yang
bersifat konsisten.
14
G.W Allport, ”Pattern and Growth in Personality”, mendifinisikan
sahsiah sebagai organisasi dinamik sesuatu sistem psikofisikal di
dalam diri seorang individu yang menentukan tingkah laku dan
fikirannya yang khusus, merangkumi segala unsur-unsur psikologi
seperti tabiat, sikap, nilai, kepercayaan dan emosi, bersama dengan
unsur-unsur fisik, bentuk tubuh badan, urat saraf, kelenjar, wajah dan
gerak gerik seseorang ( Mok Soon Sang, 1994:1).

14
SULUAH BENDANG DI NAGARI

tuangku, imam khatib para ulama di nagari yang muslim


hendaklah merangkum sifat-sifat :

A. Sifat Ruhaniah dan Akidah


1. Keimanan kental kepada Allah Maha
Sempurna.
2. Keyakinan mendalam kepada hari akhirat.
3. Kepercayaan kepada Rasul SAW di iringi asas
keimanan (arkan al iman) yang lain.

B. Sifat-Sifat Akhlak
1. Benar dan jujur, Menepati janji dan Amanah
2. Ikhlas dalam perkataan dan cekatan berbuat
3. Merendah diri – tawadhu’ --, Sabar dan tabah
4. Lapang dada – hilm --, Pemaaf dan toleransi
5. Menyayangi anak nagari dengan
mendahulukan kepentingan bersama dengan
mengutamakan sikap pemurah, zuhud dan
berani bertindak.

Tidaklah kalian dimenangkan dan mendapatkan


rezeki kecuali dengan bantuan orang-orang
lemah kamu.15

15
HR. Imam Bukhari, dan Nawawi dalam ar Riyadh.

15
H. MAS’OED ABIDIN

C. Sifat Mental, Kejiwaan dan Jasmani

1. Sikap Mental
• Cerdas (pintar teori, amali dan sosial).
• Menguasai hal yang takhassus pembinaan
umat.
• Luas pengetahuan umum dan mencintai
berbagai bidang akliah, ilmiah yang sehat.
• Mengenal ciri, watak, kecenderungan anak
nagari dalam menanggapi setiap perubahan.
• Fasih, bijak dan cakap di dalam
penyampaian.

2. Sifat Kejiwaan
• Tenang dengan emosi mantap terkendali
• Optimistik dalam hidup, penuh harap
kepada Allah dan tenang jiwa
mengingatiNya.
• Percaya diri dan mempunyai kemauan yang
kuat
• Lemah lembut dan baik dalam pergaulan
• Berfikiran luas dan mampu menyesuaikan
diri dengan masyarakat

3. Sifat Fisik
• Sehat tubuh dan badan dari penyakit
menular

16
SULUAH BENDANG DI NAGARI

• Berperawakan menarik, bersih, rapi (kemas)


dan menyejukkan.

Berapa penilitian di beberapa negarI maju terdapat


senarai yang menerangkan sikap yang diinginkan dipunyai
para murabbi (guru, malim, tuangku, imam khatib para
ulama di nagari) :
1. Berkelakuan baik (penyayang dan penyabar), tidak
memihak berat sebelah di dalam menyelesai
masalah dan mampu menjawab persoalan umat
dengan jelas. Berdisiplin dan adil menerapkan
aturan pemarkahan, serius dalam membimbing
generasi dan menarik perhatian karena amanah
menunaikan janji.
2. Mempunyai sahsiah yang dihormati, memiliki
semangat pembinaan yang tinggi dan mempunyai
arahan yang jelas dan spesifik serta mampu
memilah antara intan dari kaca. Berkemauan yang
kuat dan Berbakat kepimpinan yang tinggi dan
Tidak mau menghina , akan tetapi memperbaiki
dengan sadar.
3. Mempunyai pengetahuan umum yang luas dan
selalu berupaya Tidak menyimpang dari tajuk
pembinaan umat, bernada lembut dan prinsip
tegas merangkul dan mendidik.
4. Mengenal titik kuat dan lemah dari masyarakat
binaan, Pandai memberi nasihat, Simpati terhadap
kelemahan umat dan Pandai memilih kata-kata
5. Memberi ruang penelaah dan pengulangan kaji dan
tanggap dengan suasana anak nagari, membimbing
kaedah berkesan dan mantap dengan
mengedepankan darjah ilmu pengetahuan dan

17
H. MAS’OED ABIDIN

mewujudkan sikap kerjasama dengan semangat


riadah dan kedisiplinan.
Suluah Bendang di Nagari, yakni engku malim,
tuangku, imam khatib para ulama yang boleh dikata
memikul tanggung jawab murabbi wajib mempunyai
sahsiah yang baik yang mengamalkan etika Islam yang
standard dan mempunyai personaliti yang baik.
Etika pendidik (murabbi) Islam yang profesional,
memiliki tanggung jawab yang diawali oleh kemauan dari
dalam diri dan kemudian dapat ditukuk tambah oleh
khalayak pendidik dan dihayati sebagai suatu etika profesi
malim, tuangku, imam khatib para ulama di nagari. Antara
lain dapat dirumuskan :

1. Tanggungjawab Terhadap Allah


1. Seorang malim, tuangku, imam khatib para ulama
di nagari senantiasa mempunyai etika kepada Allah
dengan memantapkan keyakinan iman kepada
Allah dan mengukuhkan hubungan ibadah terus
menerus denganNya.
2. Bersifat istiqamah, iltizam semangat ibadah,
berbakti dan beramal soleh selalu menjadi amalan
harian, dan wajib (mustahak) menghayati rasa
khusyuk, takut dan harap kepada Allah, dalam
mencapai derajat taqwa.
3. Senantiasa mengagungkan syiar agama Islam dan
berusaha ke arah mendaulatkan syariat Islam
dengan kemestian melaksanakan kewajiban syari’at
agama Islam, menghindari larangan,
menyempurnakan segala hak dan tanggung jawab
yang berkaitan dengannya dan hendaklah selalu
bersyukur kepada Allah di samping selalu berdoa

18
SULUAH BENDANG DI NAGARI

kepadaNya dengan membaca ayat-ayat Allah dan


merendahkan diri kehadratNya.

Akan selalu ada segolongan orang dari


umatku yang berdiri dengan seizin Allah.
Orang yang mengecewakan mereka tidak
akan memperdayakan mereka hingga
datang perintah Allah, dan mereka tetap
berada di tengah-tengah umat manusia –
dengan bersungguh-sungguh
memperjuangkan kebenaran --.16

2. Tanggungjawab Terhadap Diri


1. Guru, malim, tuangku, imam khatib para ulama di
nagari hendaklah memastikan keselamatan diri
sendiri, mencakup aspek fisik, emosional, mental
maupun moral. Memelihara kebersihan diri,
perawakan dan pakaian tempat tinggal.
2. Memahami kekuatan dan kelemahan diri untuk
ditingkatkan pada segenap aspek kehidupan.
3. Meningkatkan kesejahteraan agar dapat
berkhidmat selama dan sebanyak mungkin kepada
Allah, masyarakat dan negara. Melibatkan diri

16
HR. Mutafaq’alaihi dari Mu’awiyah.

19
H. MAS’OED ABIDIN

dalam program meningkatkan kualiti umat di


nagari.

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu


dengan hikmah dan pelajaran yang baik,
dan debatlah mereka dengan cara yang
lebih baik …. (QS.an Nahl : 125).

3. Tanggungjawab Terhadap Ilmu


1. Memastikan penguasaan ilmu takhassus secara
mantap dan mendalam. Bercita dan berbuat --
iltizam -- dengan amanah ilmiah sungguh-sungguh
mengamalkan ilmu yang dimiliki dan
mengembangkan untuk dipelajari.
2. Selalu mengikuti perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan terbaru dalam rangkaian
pembelajaran ilmu berkaitan.
3. Sepanjang masa menelusuri dimensi spirituality
Islam dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan.
Selalu pula memanfaatkan ilmu untuk tujuan
kemanusiaan, kesejahteraan dan keamanan umat
manusia sejagat.

20
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Setiap kamu adalah pemimpin –


penggembala – dan setiap kamu akan
ditanyai tentang rakyatnya, maka imam
adalah pemimpin dan dia ditanyai tentang
rakyat yang di pimpinnya. (HR.Muttafaq
‘alaihi).17

4. Tanggungjawab terhadap Profesi Ke-Ulama-an


1. Seorang guru, malim, tuangku, imam khatib para
ulama di nagari tidak boleh bertingkah laku
mencemarkan sifat dan profesi keulamaan yang
berakibat hilangnya kepercayaan orang ramai
terhadap profesi dan lembaga alim ulama di nagari.
Dia tidak boleh bertingkah laku yang dapat
membawa kepada terbannya maruah diri, terutama
hilangnya amanah menyangkut keuangan. Maka
tugas seorang guru, malim, tuangku, imam khatib
para ulama di nagari hendaklah dilaksanakan
dengan jujur.
2. Tanggungjawab utama mengarah kepada anak
nagari kepada hal yang baik, bermanfaat dan
berguna untuk kepentingan anak nagari atas segala
kepentingan lain, dengan menumpukan perhatian
untuk semua anak nagari dari berbagai bangsa,
suku, dan anutan kepercayaan. Maka sudah
semestinya menerima perbedaan individu di
17
HR.Muttafaq ‘alaihi dari Ibnu Umar R.’Anhuma.

21
H. MAS’OED ABIDIN

kalangan anak nagari dan memandu mereka


mengembangkan potensi jasmani, intelek, daya
cipta dan rohani dengan menghormati hak setiap
anak nagari dan tidak boleh bertingkah laku yang
dapat membawa jatuhnya derajat profesi malim,
tuangku, imam khatib para ulama di nagari itu.
3. Tidak mengajarkan sesuatu paham yang dapat
merusak hubungan dan kepentingan masyarakat
awam atau nagari dengan selalu menanamkan
sikap yang baik terhadap anak nagari supaya
mereka dapat berkembang menjadi warga negara
yang setia dalam hidup dan taat dalam beragama.
Maka seorang guru, malim, tuangku, imam khatib
para ulama di nagari itu dituntut bertingkah laku
menjadi contoh yang baik dan tidak boleh
memaksakan kepercayaan keyakinan agama yang
bertentangan. Yang sangat perlu di jaga adalah
sikap tidak menjatuhkan nama baik para ulama di
nagari lain dengan membesar-besarkan namanya
untuk mendapatkan sesuatu kedudukan ataupun
pangkat dalam profesi keulamaan. Sunnahnya
adalah selalu mengajak kepada kebaikan.

Barangsiapa yang menyunnahkan suatu


sunnah yang baik di dalam Islam, maka dia
mendapatkan pahalanya dan pahala orang

22
SULUAH BENDANG DI NAGARI

yang mengamalkannya sesudahnya, tanpa


mengurangi sedikitpun dari pahala
mereka.18

5. Tanggungjawab Terhadap Anak Nagari


1. Guru dan malim, tuangku, imam khatib para ulama
di nagari lebih mengutamakan kebajikan dan
keselamatan anak nagari.
2. Bersikap adil terhadap siapa saja tanpa dipengaruhi
faktor-faktor jasmani, mental, emosi, politik,
ekonomi, sosial, keturunan dan agama.
3. Menampilkan cara berpakaian, bertutur kata dan
bertingkah laku yang dapat memberikan contoh
dan memperbaiki kecakapan ikhtisas untuk
peningkatan mutu profesi mendidik melalui
pengkajian, lawatan dan menghadiri kursus
ikhtisas atau seminar supaya pengajaran umat
mencapai mutu yang setinggi-tingginya, dalam
rangkaian sedekah.

Sabda Rasulullah SAW menyebutkan ;

18
HR.Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu Majah dari Jarir
(Shahih al Jami’ ash Shaghir : 6305)

23
H. MAS’OED ABIDIN

Tidak ada bagian dari anak cucu Adam –


manusia seluruhnya – kecuali ada sedekah
padanya setiap hari saat matahari terbit,
Beliau Rasulullah SAW ditanya : “Wahai
Rasulullah ! dari mana kami mendapatkan
sedekah yang bisa kami sedekahkan ?”
Maka Nabi SAW menjawab, “Sesungguhnya
pintu-pintu kebaikan itu sangatlah
banyaknya. Tasbih, tahmid, takbir, tahlil,
menyuruh kepada perbuatan yang baik
(amar makruf), menegah dari perbuatan
salah (nahi munkar), menyingkirkan

24
SULUAH BENDANG DI NAGARI

ganguan dari jalan (seperti membuangkan


duri dari jalanan), membantu pendengaran
orang tuli, menuntun orang buta, memberi
petunjuk kepada orang yang meminta
petunjuk – jalan – dalam keperluannya,
berusaha keras dengan sepenuh tenagamu
mebantu orang susah yang memerlukan
pertolonganmu, dan membantu dengan
segala kemampuanmu kepada orang yang
lemah. Ini semua adalah bagian sedekah
atas dirimu..” (H.R.Ibnu Hibban dan Baihaqi).19
Bahkan lebih jauh sedekah itu mencakup juga;

Senyummu di depan saudaramu adalah


sedekah, menyingkirkan batu, duri, dan
tulang dari jalanan manusia adalah sedekah,
dan petunjukmu kepada orang yang tersesat
jalan – agar kembali menemui jalannya yang benar –
adalah sedekah bagimu. (HR.Baihagi).20

6. Tangungjawab Terhadap Sesama Ulama


1. Guru, malim, tuangku, imam khatib para ulama di
nagari hendaklah menghindari membuat ulasan
yang dapat mencemarkan nama baik seseorang
guru, tuangku, imam khatib ulama di nagari, dan

19
Al Ihsan : 3377 dan al Muntaqa min at Targhib : 1805.
20
Ibid. Al Ihsan

25
H. MAS’OED ABIDIN

menjauhi sesuatu tindakan yang dapat


menjatuhkan maruah seseorang ulama di nagari.
2. Tidak melibatkan diri dalam kegiatan yang dapat
merendahkan martabat dan menghapus kecakapan
sebagai ulama dengan berusaha sepenuh hatinya
menunaikan tanggungjawab sungguh-sungguh dan
mengedepankan kemajuan social hanya karena
Allah.
3. Selalu bersedia membantu rekan sejawat melayari
profesi keulamaan dan senantiasa mawas diri agar
tidak mencemarkan nama baik profesi para ulama
di nagari.

“Dan orang-orang yang beriman lelaki dan


perempuan, sebahagian mereka adalah
menjadoi penolong bagi sebahagian yang
lainnya. Mereka menyuruh mengerjakan
yang makruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
dan mereka taat kepada Allah dan rasulNya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana” (QS.9, at Taubah : 71).

26
SULUAH BENDANG DI NAGARI

7. Tanggungjawab Terhadap Masyarakat dan


Negara
1. Mengelak daripada meyebarkan sesuatu ajaran
yang dapat merusak kepentingan masyarakat atau
negara, ataupun yang dapat bertentangan dengan
kerukunan bernegara di bawah syari’at Allah.
2. Memupuk diri bersikap dengan nilai akhlak yang
dapat membantu dan membimbing menjadi warga
negara yang taat setia, bertanggungjawab dan
berguna, menghormati orang-orang yang lebih tua
dan memahami ada perbedaan kebudayaan,
keturunan dan agama.
3. Menghormati masyarakat tempat berkhidmat
dengan memenuhi segala tanggungjawab
warganegara dan senantiasa ikut dalam kegiatan
bermasyarakat dengan menggerakkan kerjasama
dan persefahaman di antara para ulama suluah
bendang di nagari, memberikan sumbangan tenaga
dan pemikiran untuk meninggikan tahap
kehidupan berakhlak (morality) sepanjang hayat,
memelihara budaya kecendikiawanan dengan
teguh berpegang kepada syari’at Islam dengan
bertingkah laku sopan yang diterima oleh
masyarakat dalam menjalani kehidupan keseharian
dengan baik hingga datangnya hari kiamat.
Menanam kebaikan adalah tugas yang tidak dapat
di tolak mesti dikerjakan oleh suluah bendang di
nagari bagaimanapun berat tantangannya. Sesuai
isyarat Rasulullah SAW,

27
H. MAS’OED ABIDIN

Jika hari kiamat terjadi, sedangkan salah


seorang dari kalian ada yang memegang
bibit -- pohon korma --, maka sekiranya dia
sanggu menanamnya sebelum terjadi hari
kiamat, hendaklah dia menanamnya. (HR.
Imam Ahmad dan Bukhari).21

8. Tanggungjawab Terhadap Rumah Tangga


1. Menghormati tanggungjawab utama ibu bapa
terhadap pembinaan generasi muda dengan
berusaha mewujudkan hubungan mesra dan
kerjasama yang erat di antara institusi pendidikan,
surau dan rumahtangga.
2. Menganggap semua informasi mengenai keadaan
rumahtangga sebagai alat untuk mengatasi
kesulitan dengan teliti dan bijaksana.
3. Mengelakkan diri dari pengaruh kedudukan sosial
dan ekonomi ibu bapa dan rumah tangga
masyarakat dengan mengelak diri dari
mengeluarkan kata yang dapat menghilangkan
kepercayaan masyarakat, dan membudayakan
saling menghormati sesama dengan senantiasa
mengajak kepada hidayah Allah dan syar’iat

21
HR.Ahmad dan Imam Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad dari Anas
RA. Albani meletakkan hadist ini di dalam Shahih al Jami’ ash-
Shaghir (1424).

28
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Islam, sesuai pesan syarak dalam sabda Rasulullah


SAW. ;

“siapapun yang membawa seseorang


kepada petunjuk hidayah Allah – kemudian di
ikutinya petunjuk itu --, maka dia akan
mendapatkan balasan sebagaimana balasan
yang diterima oleh orang yang
mengikutnya, tanpa mengurangi sedikitpun
pahala yang mereka peroleh” (H.R. Imam
Muslim dan Ash-habus-Sunan)

KEBERHASILAN PEMBINAAN ADAT BASANDI SYARAK,


SYARAK BASANDI KITABULLAH DI NAGARI DI MINANGKABAU
Meskipun ciri dan sahsiah guru, mu’allim (malim),
tuangku, dan imam khatib para ulama di nagari yang baik
telah dicapai namun tidak bermakna pengajaran adat
basandi syarak, syarak basandi Kitabullah di nagari-nagari
dengan sendirinya telah berkesan. Pengajaran akan
menampakkan kesannya amatlah bergantung kepada
beberapa faktor yang erat kaitannya dalam proses
pembinaan umat.
Proses pembinaan ini selalu menghadapi halangan
ketika tantangan yang dihadapi oleh suluah bendang
(guru, malim, tuangku, imam khatib, ulama) di nagari
zaman ini bukanlah suatu yang mudah, terutama ketika

29
H. MAS’OED ABIDIN

terjadii pergeseran budaya dan berhadapan dengan


kenakalan remaja yang semakin serius. Karenanya
sangatlah dituntut kepada setiap Ibu dan bapa di rtmah
tangga dan pemeranan ninik mamak serta bundo
kanduang semestinya ikut serta dalam pembinaan anak
nagari.
Pemerintahan di nagari semestinya peka di dalam
memenuhi keperluan pembinaan untuk generasi baru
berupa aturan-aturan di nagari yang menuntut peralatan
semakin canggih ditengah perubahan cepat di berbagai
sector kehidupan.
Masyarakat juga wajib (mustahak) memainkan
peranan penopang kejayaan suluah bendang di nagari,
karena tanpa kerjasama semua pihak proses pendidikan
umat tidak akan berjaya menghasilkan generasi yang baik
yang memiliki jati diri, self help dengan tulang delapan
kerat walau dengan memakai cara yang amat sederhana
sekalipun.
Jati diri masyarakat yang berurat kebawah
mewajibkan dirinya untuk bekerja keras sepanjang masa.
Keadaan ini adalah "lebih terhormat", daripada meminta-
minta dan menjadi beban orang lain.
Pesan syarak menjadi amat jelas, ketika rasulullah
SAW bersabda ; "Kamu ambil seutas tali, dan dengan itu
kamu pergi kehutan belukar mencari kayu bakar untuk
dijual pencukupan nafkah bagi keluargamu, itu adalah
lebih baik bagimu dari pada berkeliling meminta-minta".
(Hadist).
Diingatkan bahwa membiarkan diri hidup dalam
kemiskinan dengan tidak berusaha adalah salah.22

22
"Kefakiran membawa orang kepada kekufuran" al-Hadist.

30
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Selain itu, sikap jiwa (mental attitude) dari


masyarakat kita di nagari-nagari pada umumnya masih
tertuntun akhlak dan pandangan hidup Islam, dan
terbimbing oleh "Adat basandi Syarak syarak mamutuih,
Adat memakai !"23
Menumbuhkan sifat kebiasaan (human behaviour)
yang diperlukan untuk mengembangkan kegiatan ekonomis
seperti menghindarkan pemborosan, kebiasaan menyimpan,
hidup berhemat, memelihara moral dan modal supaya
jangan hancur, melihat jauh kedepan dan yang semacam itu
merupakan harta besar dari kekayaan masyarakat yang tidak
ternilai besarnya, di dalam memupuk semangat bersatu.
Firman Allah menyatakan, “ Hai manusia,
sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berkabilah-
kabilah (bangsa-bangsa)dan berpuak-puak (suku-suku) supaya
kamu saling kenal mengenal …”. 24
Nabi Muhammad SAW memesankan bahwa
“Perbedaan ditengah-tengah umatku adalah
rahmat” (Al Hadist).
Dan “innaz-zaman qad istadara”, bahwa
sesungguhnya zaman berubah masa berganti (Al Hadist).
Kata hikmah di Minangkabau mengungkapkan,

23
Dalam Seminar Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah
yang pertama kali digelar sesudah era reformasi oleh ICMI Sumbar
bekerja sama dengan Harian Mimbar Minang, di tetapkan kembali
pentingnya masyarakat dan pemerintah daerah di Sumatra Barat
menghidupkan kembali falsafah budaya ABS-SBK, (kependekan
dari Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah), yang
memberikan unsur-unsur pegangan hidup yang positif, mengandung
pendorong dan perangsang -- force of motivation -- tenaga penggerak
untuk mendinamiser satu masyarakat yang statis atau "sedang
mengantuk".
24
QS.49, al Hujurat : 13.

31
H. MAS’OED ABIDIN

“Pawang biduak nak rang Tiku,


Pandai mandayuang manalungkuik,
Basilang kayu dalam tungku,
Di sinan api mangko hiduik”.25

TATA RUANG

Siapapun yang berjalan menuruti jalan Kami, di tengah jalan –


pasti -- akan Kami tunjukkan banyak jalan-jalan – keluar dari
masalah-masalah --, dan sebenarnya Allah beserta orang
Muhsinin – yakni yang berbiuat baik –“
(al-‘Ankabut : 69)

25
Pawang biduk (pembawa dan pengelola biduk) anak orang Tiku,
pandai mendayung perahu sambil menelungkup. Bersilang kayu di
dalam tungku (artinya, berbeda pendapat) tidak menjadi halangan
apa-apa, bahkan menjadi pendorong (force of motivation) sehingga
dengan kondisi persilangan pendapat itu, api bisa hidup artinya
maksud bisa dicapai, dan pemahaman menjadi kaya, nasi menjadi
masak. Satu bentuk lain dari kaedah demokratisasi di Minangkabau
yang di awali dari kesediaan menerima pendapat orang lain.

32
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Nagari di Minangkabau tumbuh dan berkembang


dengan konsep tata ruang yang jelas.
Ba-balerong (balai adat) tempat musyawarah, ba-
surau (musajik) tempat beribadah, ba-gelanggang lapangan
tempat rang mudo bermain, ba-tapian tempat mandi, ba-
pandam pekuburan, ba-sawah bapamatang, (=basaso
bajarami), ba-ladang babintalak, ba-korong bakampung, sesuai
dengan istilah-istilah yang lazim dan mungkin berbeda
penyebutannya pada setiap nagari.
Konsep tata-ruang ini adalah salah satu asset yang
sangat berharga dalam nagari dan menjadi idealisme nilai
budaya di Minangkabau.

Nan lorong tanami tabu,


Nan tunggang tanami bambu,
Nan gurun buek kaparak,
Nan bancah jadikan sawah,
Nan munggu pandam pakuburan,
Nan gauang katabek ikan,
Nan padang kubangan kabau,
Nan rawang ranangan itiak.

Tata ruang dalam masyarakat yang jelas itu


memberikan posisi kepada peran pengatur, pemelihara
dan pendukung sistim banagari. Pemeran itu telah
disepakati terdiri dari orang ampek jinih yang terdiri dari
ninik mamak atau penghulu pada setiap suku, yang di
sebut ninik mamak nan gadang basa batuah, nan di amba
gadang, nan di junjung tinggi, satu legitimasi masyarakat
nan di lewakan, dan alim ulama malim dan urang siak,

33
H. MAS’OED ABIDIN

tuanku, bilal, katib nagari atau imam suku berfungsi


menjadi urang surau memimpin anak nagari mengamalkan
ajaran syarak beragama Islam di tengah denyut nadi
kehidupan masyarakat anak nagari. Pemeranan cerdik
pandai terdiri dari anak nagari yang menjabat jabatan
pemerintahan, para ilmuan, perguruan tinggi, hartawan,
dermawan, di dukung oleh kalangan urang mudo para
remaja angkatan muda dijuluki nan capek kaki ringan
tangan, nan ka disuruah disarayo. Peran bundo kanduang
kalangan kaum perempuan dan ibu-ibu yangdi tangan
mereka terletak garis keturunan dalam sistim matrilinineal
dan masih berlaku hingga saat ini.
Dengan demikian, terlihat bahwa nagari di
Minangkabau tidak hanya sebatas pengertian ulayat hukum
adat namun lebih mengedepan paling utama wilayah
kesepakatan antar berbagai komponen masyarakat di
dalam nagari mempunyai keseimbangan untuk meraih
kemajuan di bidang rohani dan jasmani.
“Jiko mangaji dari alif, Jiko babilang dari aso,
Jiko naiak dari janjang, Jiko turun dari tango”.
Sikap hidup ini menjadi sumber dorongan bagi
kegiatan umat di nagari dalam mengembangkan diri di
bidang ekonomi dengan tujuan terutama untuk keperluan-
keperluan jasmani (material needs) dan mau bekerja dengan
sikap tawakkal dan tidak boros (moral needs), seperti di
ajarkan sikap tawakkal yang benar.26

26
Tawakkal, bukan "hanya menyerahkan nasib" dengan tidak berbuat
apa-apa, Yang perlu dijaga ialah supaya dalam segala sesuatu harus
pandai mengendalikan diri, agar jangan melewati batas, dan
berlebihan. “Ka lauik riak mahampeh, Ka karang rancam ma-aruih,
Ka pantai ombak mamacah. Jiko mangauik kameh-kameh, Jiko
mencancang, putuih – putuih, Lah salasai mangko-nyo sudah”.

34
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Hasilnya sangat tergantung kepada dalam


dangkalnya sikap hidup berurat dalam jiwa masyarakat
nagari dan tergantung pula kepada tingkat kecerdasan
yang telah dicapai dalam pembinaan bernagari. Kalau
sekedar soal mencari kaya, rasanya orang Minang tak usah
payah-payah benar mengajarnya karena mereka cukup
mempunyai inteligensi dan daya gerak. Baru saja Irian Barat
menjadi Wilayah R.I. belum apa-apa di Kotabaru sudah ada
"Restoran Padang". Juga kalau sekedar memperpesat
kegiatan produksi yang ekffektif di Minangkabau, dalam arti
ekonomis semata-mata, tidak usaha payah-payah benar
membicarakan dengan beberapa orang yang mempunyai
modal, kita terangkan saja umpamanya bahwa pertanian dan
peternakan yang menghasilkan barang-barang untuk
keperluan sandang dan pangan adalah mempunyai harapan
baik bila benar-benar di jadikan obyek usaha. Apalagi bila di
iringi dengan penyempurnaan cara pengolahannya. Karena
itu, sangatlah penting di rumuskan sungguh-sungguh setiap
langkah yang akan di ayunkan.
1. Khittah kita dalam menghadapi pembangunan di nagari
dalam upaya mensukseskan program bersama “kembali
ke pemerintahan Nagari“ mestinya bertitik tolak pada
pembinaan manusianya, dalam arti mental dan fisik.
• Membina daya pikir dan daya ciptanya,
• Membersihkan aqidah,
• Membangun hati nuraninya,
• Membina kecakapan dan dinamikanya.

Artinya bekerja sepenuh hati, dengan mengerahkan semua potensi


yang ada. Bila mengerjakan sesuatu tidak menyisakan kelalaian
ataupun ke-engganan. Tidak berhenti sebelum sampai, dan tidak
berakhir sebelum benar-benar sudah.

35
H. MAS’OED ABIDIN

Sehingga seimbang pertumbuhan rohani dan jasmani


seimbang kesadaran akan hak dan kewajiban, seimbang
ikhtiar dan do'a nya. Kesudahannya, "perkembangan
umur manusia" jua yang dapat mengarahkan
perkembangan lahiriyah di bidang apapun. "Bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah
keadaan satu kaum, kecuali apabila mereka merobah keadaan
apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak
ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tidak ada
pelindung bagi mereka selain Dia (Allah) ". (QS.13, Ar Ra’du :
11).
2. Harus ada kesiapan menghadapi bermacam-macam
persoalan yang tumbuh dan kemampuan mengatasinya
dengan cara bersama-sama apabila kita berhadapan
dengan "pembinaan kesejahteraan" dalam arti materiel
maka tidak terlepas dari pada satu undang-undang baja
ekonomi bahwa kita harus meningkatkan produksi di
bidang apapun namanya entah di bidang sandang
ataupun pangan.

3. Produksi tidak dapat tidak menghendaki modal.


Adapun modal dan teknologi adalah perlu, sebagai alat
pembantu dan pendorong mempercepat prosesnya.
Modal sebagai unsur produksi adalah persediaan alat
penghasil yang dihasilkan misalnya sarana, gedung-
gedung, pabrik-pabrik, mesin-mesin, alat perkakas, dan
persediaan barang yang semuanya diperlukan untuk
proses produksi.27

27
Atau disebut juga “stock of produced means of production”.

36
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Pembentukan modal dapat dilakukan, apabila dari hasil


produksi tidak semuanya dihabiskan tetapi di simpan,
lalu digunakan untuk produksi selanjutnya, apabila
masyarakat dapat membatasi "konsumsi sekarang" guna
memperoleh hasil yang lebih banyak pada masa yang
akan datang.
Di sini kita akan menjumpai lingkaran yang tak
berujung berpangkal apabila hasil produksi yang di
simpan besar, maka pembentukan modal akan
bertambah besar dan taraf penghidupan rendah, hanya
sedikit atau sama sekali tidak membukakan peluang dan
kemungkinan umat dalam masyarakat nagari untuk
menyimpan atau mungkin tidak sama sekali dapat
memupuk modal dan taraf hidup merosot, dan
ekonominya tak mungkin dapat berkembang dengan
cepat. Jadi di tinjau secara ekonomis, di samping
kesanggupan dan kesediaan untuk bekerja keras, rajin
dan cermat, ada dua hal yang tidak dapat tidak harus di
lakukan oleh suatu masyarakat nagari yang ingin
memperkembang ekonominya, ialah :
a. memulai dengan kesanggupan dan kesediaan
untuk hidup dengan berhemat untuk dapat
memupuk modal.
b. menghindarkan segala macam pemborosan, dan
memberantas segala bentuk pemborosan itu.
Sering persoalan yang tumbuh ialah, bagaimana
kita membawa umat dan masyarakat nagari itu
kepada kemampuan dan kebiasaan "menyimpan"
sebagian dari hasil produksinya guna "pembentukan
modal", dan bagaimana supaya mereka dapat
menghindarkan pemborosan-pemborosan (waste).
Satu dan lainnya, mengingat keperluan penduduk

37
H. MAS’OED ABIDIN

terus berkembang dan tuntutan penghematan devisa


dengan cepat memperhitungkan rendemen dengan
kalkulasi yang tepat pula, ini kalau ditilik dari sudut
efisiensi dan rendemen ekonomis semata-mata.

4). Andai kata masyarakat kita di nagari-nagari di ranah


bundo ini tidak dapat mempergunakan kepandaian-
kepandaian yang tersimpan didalam jiwa anak nagari
kita ini, maka tidak dapat tidak nasib anak nagari kita
tak ubahnya dari nasib induk ayam menetaskan telor
itik. Sebab pekerjaan kita dalam menghidupkan minat
dan upaya kembali ke nagari mempunyai aspek lain,
dan menafaskan jiwa lain, yaitu kita wajib berusaha di
urat masyarakat.

5). Menumbuhkan kekuatan yang terpendam di kalangan


anak nagari yang lemah selama ini, menjadi program
utama yang disebut “pemerkasaan umat” di nagari itu.
Kita ingin berhubungan dengan para dhu'afa ini dalam
bentuk yang lain dari pada hanya sekedar meminta
dukungan dan bantuan mereka ketika mereka amat
diperlukan, atau pada masa lalu sekedar untuk tempat
"meminta nasi bungkus". Maka pekerjaan
memperkasakan umat di nagari-nagari mestilah di
dukung oleh cita-cita hendak menjelmakan tata-cara
hidup kemasyarakatan yang berdasarkan :
a. hidup dan memberi hidup, (ta'awun) bukan
falsafah berebut hidup;
b. tanggung jawab tiap-tiap anggota masyarakat atas
kesejahteraan lahir batin dari masyarakat sebagai

38
SULUAH BENDANG DI NAGARI

keseluruhan dan sebaliknya (takaful dan


tadhamun);
c. keragaman dan ketertiban yang bersumber kepada
disiplin jiwa dari alam, bukan lantaran
penggembalaan dari luar;
d. ukhuwwah yang ikhlas, bersendikan Iman dan
Taqwa ;
e. keseimbangan (tawazun) antara kecerdasan otak
dan kecakapan tangan, antara ketajaman akal dan
ketinggian akhlak, antara amal dan ibadah, antara
ikhtiar dan do'a;
Ini wijhah yang hendak di tuju.
Ini shibgah yang hendak di pancangkan ;
Tidak seorangpun yang berpikiran sehat di negeri kita
ini yang akan keberatan terhadap penjelmaan
masyarakat yang semacam itu. Suatu bentuk dan
susunan hidup berjama'ah yang diredhai Allah yang
dituntut oleh "syariat" Islam, sesuai dengan Adat
basandi Syarak dan Syarak nan basandi Kitabullah.

6). Kita sekarang merintis kembali ke nagari. Bermakna kita


sedang merambahkan jalan guna menjelmakan hidup
berjama'ah yang duduk sama rendah tagak samo tinggi, sa
ciok bak ayam sa dantiang bak basi, yang belum kunjung
terjelma di negeri kita ini, kecuali dalam khotbah alim-
ulama, pepatah petitih ahli adat, dan pidato para cerdik
cendekia.

39
H. MAS’OED ABIDIN

Kita rintiskan dengan cara dan alat-alat sederhana tetapi


dengan api cita-cita yang berkobar-kobar dalam dada
kita masing-masing. Ini nawaitu kita dari semula.
Kita jagalah agar api nawaitu jangan padam atau
berubah di tengah jalan. Beberapa penyebab berubahnya
nawaitu ini mesti di hindari, antara lain merasa diri
pandai sendiri, arogansi kata orang kini, dan juga
bertindak tidak ikhlas karena ada udang di sebalik batu.
Nilai amal kita, besar atau kecil, terletak dalam niat yang
menjadi motif untuk melakukannya. Tinggi atau
rendahnya nilai hasil yang dicapai sesuai pula dengan
tinggi atau rendahnya mutu niat orang yang mengejar
hasil itu.
Amal kita yang sudah-sudah dan yang akan datang
akan kering dan hampa, sekiranya amal lahirnya kita
lakukan, tetapi tujuan nawaitu-nya kita anjak..
Semoga di jauhkan Allah jualah kita semua dan
keluarga kita dari kehilangan nawaitu di tengah jalan,
Amin !
Dan andaikata mulai ada kelihatan di antara keluarga-
keluarga kita tanda-tanda akan kehilangan nawaitu-nya,
dan mulai tampak gejala seperti yang di bayangkan tadi
itu, maka kewajiban kitalah lekas-lekas memanggilnya
kembali, agar jangan yang berserak sampai terseret
hanyut oleh arus pengejaran benda-benda yang berserak
bertebaran semata-mata, dengan mempergunakan jalan-
jalan yang kita rintiskan ini. Asal hal-hal yang semacam
itu lekas-lekas dapat dipintasi, Insya Allah mereka akan
masuk shaf kembali, "kok io kito ka-badun sanak juo
..........!" Rapatkan barisan kembali, sebagaimana orang
akan melaksanakan shalat jamaah ;

40
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Luruskan dan rapatkan saf, karena meluruskan dan


merapatlan saf itu menjadi bagian dari shalat berjamaah
(HR.Muttafaq ‘alaih).
7). Keadaan masing-masing kita ini tidak banyak berbeda
dari keadaan umat di nagari-nagari yang hendak kita
rintiskan jalannya itu. Sebab masing-masing kita adalah
sebahagian dari mereka juga. Maka tidaklah salah,
malah mungkin berkat kemurahan Ilahi dengan usaha
ini juga dapur masing-masing kita akan turut berasap.
Akan tetapi rasa bahagian kita yang tertinggi, ialah
apabila kita dapat melihat bahwa itu hanyalah salah satu
dari ribuan dapur yang berasap karenanya, sebab
sebaik-baik kerja di urat masyarakat adalah “sedikit sama
di cacah, banyak sama di lapah”.

“Sembahlah Allah Yang Maha Rahman, beri makanlah


orang yang perlu di beri makan, kibarkanlah salam, niscaya
akan masuk sorga dengan salam” (HR.Tirmidzi, Ahmad
dan Bukhari)
Tak ada bahagia dalam kekenyangan sepanjang
malam, bila si-jiran setiap akan tidur di iringi lapar.
Dalam rangka inilah harus kita pahamkan apa yang
terkandung dalam kalimat-kalimat sederhana dari ikrar
kekeluargaan dalam masyarakat di nagari. 

41
H. MAS’OED ABIDIN

SENDI SYARAK
DI GALI DARI AJARAN ISLA M

Ajaran Islam sangat banyak memberikan dorongan kepada


sikap-sikap untuk maju, antara lain:

1. Mengutamakan prinsip hidup berkeseimbangan

42
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Hukum Islam menghendaki keseimbangan antara


perkembangan hidup rohani dan perkembangan
jasmani ;
a) “Sesungguhnya jiwamu (rohani-mu) berhak atas
(supaya kamu pelihara) dan badanmu (jasmanimu)
pun berhak atasmu supaya kamu pelihara” (Hadist).

b). Karena nikmat Allah, sangat banyak. “Dan jika kamu


menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak
dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-
benar Maha Pengampun lagi maha Penyayang” (QS.16,
An Nahl : 18).
Hukum Syarak menghendaki keseimbangan antara
keselamatan atau kebahagiaan di dunia dan
kebahagian di akhirat. Maka dalam masyarakat
Minangkabau keseimbangan itu juga tampak dengan
jelas dalam mewujudkan kemakmuran di ranah ini,
“Rumah gadang gajah maharam, Lumbuang baririk di
halaman, Rangkiang tujuah sajaja, Sabuah si bayau-bayau,
Panenggang anak dagang lalu, Sabuah si Tinjau lauik,
Birawati lumbuang nan banyak, Makanan anak kamanakan.
Manjilih ditapi aie, Mardeso di paruik kanyang.
Sesuai bimbingan syarak, “Berbuatlah untuk hidup
akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok dan berbuatlah
untuk hidup duniamu, seolah-olah akan hidup selama-
lamanya” (Hadist).

2. Kesadaran kepada luasnya bumi Allah, merantaulah !


Allah telah menjadikan bumi mudah untuk digunakan.
Maka berjalanlah di atas permukaan bumi, dan

43
H. MAS’OED ABIDIN

makanlah dari rezekiNya dan kepada Nya lah tempat


kamu kembali.
“Maka berpencarlah kamu diatas bumi, dan carilah karunia
Allah dan (di samping itu) banyaklah ingat akan Allah,
supaya kamu mencapai kejayaan”, (QS.62, Al Jumu’ah : 10).
Agar supaya “jangan tetap tertinggal dan terkurung dalam
lingkungan yang kecil”, dan sempit (QS.4, An Nisak : 97).
Karatau madang di hulu babuah babungo balun. Marantau
buyuang dahulu di rumah paguno balun.
Ditanamkan pentingnya kehati-hatian, “Ingek sa-balun
kanai, Kulimek sa-balun abih, Ingek-ingek nan ka-pai, Agak-
agak nan ka-tingga”.

3. Mencari nafkah dengan “usaha sendiri”


Self help atau mencari nafkah dengan "usaha sendiri",
dengan cara yang amat sederhana sekalipun adalah
"lebih bermartabat", daripada meminta-minta atau
menengadahkan tangan kepada siapa saja, baik itu
diberi atau tidak, akhirnya menjadi beban orang lain :
c). "Kamu ambil seutas tali, dan dengan itu kamu pergi
kehutan belukar mencari kayu bakar untuk dijual
pencukupan nafkah bagi keluargamu, itu adalah lebih
baik bagimu dari pada berkeliling meminta-minta".
(Hadist).
Memiliki jati diri, self help dengan tulang delapan
kerat dengan cara sederhana "lebih terhormat",
daripada meminta-minta dan menjadi beban orang
lain.
Diperingatkan bahwa membiarkan diri hidup
dalam kemiskinan dengan tidak berusaha adalah
salah :

44
SULUAH BENDANG DI NAGARI

d). "Kefakiran (kemiskinan) membawa orang kepada


kekufuran (keengkaran)" (Hadist).
Membiarkan diri hidup dalam kemiskinan tanpa
berupaya adalah salah.

4. Tawakkal dengan bekerja dan tidak boros.


Tawakkal, bukan "hanya menyerahkan nasib" dengan
tidak berbuat apa-apa.
e) Jangan kamu menadahkan tangan dan berkata :
“Wahai Tuhanku, berilah aku rezeki, berilah aku
rezeki", sedang kamu tidak berikhtiar apa-apa.
Langit tidak menurunkan hujan emas ataupun
perak.
f) "Bertawakkal lah kamu, seperti burung itu
bertawakkal". (Atsar dari Shahabat).
Tak ada kebun tempat ia bertanam, tak ada pasar
tempat ia berdagang, tetapi tak kurang, setiap pagi
dia terbang meninggalkan sarangnya dalam
keadaan lapar, dan setiap sore dia kembali dalam
keadaan "kenyang".

5. Kesadaran kepada ruang dan waktu


Peredaran bumi, bulan dan matahari, pertukaran
malam dan siang, menjadi bertukar musim berganti
bulan dan tahun, menanamkan kearifan akan adanya
perubahan-perubahan.
g). "Dibangkitkan kesadaran kepada ruang dan waktu
(space and time consciousness) kepada peredaran
bumi, bulan dan matahari, yang menyebabkan

45
H. MAS’OED ABIDIN

pertukaran malam dan siang dan pertukaran


musim, yang memudahkan perhitungan bulan dan
tahun, antara lain juga saat untuk menunaikan
rukun Islam yang kelima kepada kepentingan nya
waktu yang kita pasti merugi bila tidak di isi dengan
amal perbuatan.
i). "Kami jadikan malam menyelimuti kamu (untuk
beristirahat), dan kami jadikan siang untuk kamu
mencari nafkah hidup". (QS.78, An Naba’ : 10-11),
j). "Dibandingkan kesadaran kepada bagaimana
luasnya bumi Allah ini". Di anjurkan supaya jangan
tetap tinggal terkurung dalam lingkungan yang
kecil, dan sempit" dan Dia lah yang menjadikan
bumi mudah untuk di gunakan.
Maka berjalanlah di atas permukaan bumi, dan
makanlah dari rezekiNya dan kepada Nya lah
tempat kamu kembali. 28
Maka berpencarlah kamu di atas bumi, dan carilah
karunia Allah dan (di samping itu) banyaklah ingat
akan Allah, supaya kamu mencapai kejayaan". 29
Yang perlu dijaga ialah supaya dalam segala
sesuatu harus pandai mengendalikan diri, agar
jangan melewati batas, dan berlebihan, “Ka lauik
riak mahampeh, Ka karang rancam ma-aruih, Ka
pantai ombak mamacah. Jiko mangauik kameh-kameh,
Jiko mencancang, putuih – putuih, Lah salasai
mangko-nyo sudah”. Artinya bekerja sepenuh hati,
dengan mengerahkan semua potensi yang ada,
dengan tidak menyisakan kelalaian ataupun ke-

28

29

46
SULUAH BENDANG DI NAGARI

engganan. Tidak berhenti sebelum sampai, dan


tidak berakhir sebelum benar-benar sudah.

4. Kesadaran akan Kekayaan Allah yang ada di Alam


k). "Di arahkan perhatian kepada alam sekeliling yang
merupakan sumber kehidupan bagi manusia.
Kepada alam tumbuh-tumbuh yang indah, berbagai
warna dan menghasilkan buah bermacam rasa. 30
l). Kepada alam hewan dan ternak serba guna dapat
dijadikan kendaraan pengangkutan barang berat,
dagingnya dapat dimakan, kulitnya dapat dipakai
sebagai sandang. 31
m). Kepada perbendaharaan bumi yang berisi logam
yang mempunyai kekuatan besar dan banyak
manfaat. 32
n). Kepada lautan samudera yang terhampar luas,
berisikan ikan dan berdaging segar, dan perhiasan
yang dapat dipakai, permukaannya dapat
diharungi dengan kapal-kapal; supaya kamu dapat
mencari karunia-Nya (karunia Allah), dan supaya
kamu pandai bersyukur".6)
o). Kepada bintang di langit, yang dapat digunakan
sebagai petunjuk-petunjuk jalan, penentuan arah
bagi musafir".7)

6. Jangan Berlaku Boros atau Mubazir.


30

31

32

47
H. MAS’OED ABIDIN

p). "Yang perlu dijaga ialah supaya dalam segala


sesuatu harus pandai mengendalikan diri,agar jangan
melewati batas, dan berlebihan.33
"Wahai Bani Adam, pakailah perhiasanmu, pada
tiap-tiap (kamu pergi) ke masjid (melakukan
ibadah); dan makanlah dan minumlah, dan jangan
melampaui batas; sesungguhnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas". 34
Kalau disimpulkan ;
Alam di tengah-tengah mana manusia berada ini,
tidak diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan sia-sia,
dalamnya terkandung faedah-faedah kekuatan, dan khasiat-
khasiat yang diperlukan oleh manusia untuk
memperkembang dan mempertinggi mutu hidup
jasmaninya.
Manusia diharuskan berusaha membanting tulang
dan memeras otak untuk mengambil sebanyak-banyak
faedah dari alam sekelilingnya itu, menikmatinya, sambil
mensyukurinya, beribadah kepada ilahi, serta menjaga dari
pada melewati batas-batas yang patut dan pantas, agar
jangan terbawa hanyut oleh materi dan hawa nafsu yang
merusak.
Dan ini semua adalah suatu bentuk persembahan manusia
kepada Maha Pencipta, yang menghendaki keseimbangan
antara kemajuan dibidang rohani dan jasmani.
Sikap hidup (attitude towards life) yang demikian, tak
dapat tidak merupakan sumber dorongan bagi kegiatan
penganutnya, juga di bidang ekonomi, yang bertujuan
terutama untuk keperluan-keperluan jasmani (material needs).
33

34

48
SULUAH BENDANG DI NAGARI

"Hasil yang nyata" dari dorongan-dorongan tersebut


tergantung kepada dalam atau dangkalnya sikap hidup
tersebut berurat dalam jiwa penganutnya itu sendiri, kepada
tingkat kecerdasan yang mereka capai dan kepada keadaan
umum di mana mereka berada.
Sebagai masyarakat beradat dengan pegangan adat
bersendi syarak dan syarak yang bersendikan Kitabullah, maka
kaedah-kaedah adat itu memberikan pula pelajaran-
pelajaran antara lain:

BEKERJA
Ka lauik riak mahampeh
Ka karang rancam ma-aruih
Ka pantai ombak mamacah

Jiko mangauik kameh-kameh


Jiko mencancang, putuih - putuih
Lah salasai mangko-nyo sudah

CARANYA

Senteng ba-bilai,
Singkek ba-uleh
Ba-tuka ba-anjak
Barubah ba-sapo

Anggang jo kekek cari makan,


Tabang ka pantai kaduo nyo,
Panjang jo singkek pa uleh kan,
mako nyo sampai nan di cito,

49
H. MAS’OED ABIDIN

Adat hiduik tolong manolong,


Adat mati janguak man janguak,
Adat isi bari mam-bari,
Adat tidak salang ma-nyalang,
--- ( Juga disebut dengan basalang tenggang ) ---.

Karajo baiak ba-imbau-an,


Karajo buruak bahambau-an,

Panggiriak pisau sirauik,


Patungkek batang lintabuang,
Satitiak jadikan lauik,
Sakapa jadikan gunuang,
Alam takambang jadikan guru.

Jiko mangaji dari alif,


Jiko babilang dari aso,
Jiko naiak dari janjang,
Jiko turun dari tanggo.

Pawang biduak nan rang Tiku,


Tandai mandayuang manalungkuik,
Basilang kayu dalam tungku,
Disinan api mangko hiduik.

Handak kayo badikik-dikik,


Handak tuah batabua urai,

50
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Handak mulia tapek-i janji,


Handak luruih rantangkan tali,
Handak buliah kuat mancari,
Handak namo tinggakan jaso,
Handak pandai rajin balaja.

Dek sakato mangkonyo ado,


Dek sakutu mangkonyo maju,
Dek ameh mangkonyo kameh,
Dek padi mangkonyo manjadi.

Nan lorong tanami tabu,


Nan tunggang tanami bambu,
Nan gurun buek kaparak
Nan bancah jadikan sawah,
Nan munggu pandan pakuburan,
Nan gauang katabek ikan,
Nan padang kubangan kabau,
Nan rawang ranangan itiak.

Alah bakarih samporono,


Bingkisan rajo Majopahik,
Tuah basabab bakarano,
Pandai batenggang di nan rumik.

Latiak-latiak tabang ka Pinang


Hinggok di Pinang duo-duo,
Satitiak aie dalam piriang,
Sinan bamain ikan rayo.

KEMAKMURAN

51
H. MAS’OED ABIDIN

Rumah gadang gajah maharam,


Lumbuang baririk di halaman,
Rangkiang tujuah sajaja,
Sabuah si bayau-bayau,
Panenggang anak dagang lalu,
Sabuah si Tinjau lauik,
Birawati lumbuang nan banyak,
Makanan anak kamanakan.

Manjilih ditapi aie,


Mardeso di paruik kanyang.

PERHATIAN

Ingek sabalun kanai,


Kulimek balun abih,
Ingek-ingek nan ka-pai
Agak-agak nan ka-tingga

Teranglah sudah ...., bagi setiap orang yang secara


serius ingin berjuang di bidang pembangunan masyarakat
lahir dan batin material dan spiritual pasti dia akan menemui
disini satu iklim (mental climate) yang subur bila pandai
menggunakannya dengan tepat akan banyak sekali
membantunya dalam usaha pembangunan itu.

Lah masak padi 'rang singkarak,


masaknyo batangkai-tangkai,
satangkai jarang nan mudo,

52
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Kabek sabalik buhus sontak,


Jaranglah urang nan ma-ungkai,
Tibo nan punyo rarak sajo.

Artinya diperlukan orang-orang yang ahli


dibidangnya untuk menatap setiap peradaban yang tengah
berlaku.
Melupakan atau mengabaikan ini, mungkin lantaran
menganggapnya sebagai barang kuno yang harus
dimasukkan kedalam museum saja, di zaman modernisasi
sekarang ini berarti satu kerugian.
Sebab berarti mengabaikan satu partner "yang amat berguna"
dalam pembangunan masyarakat dan negara.
Membangun kesejahteraan dengan bertitik tolak
pada pembinaan unsur manusia nya, sehingga menjadi homo
ekonomikus. Tidak menunggu sampai datangnya kredit luar
negeri, atau kapital asing yang akan mendirikan pabrik-
pabrik modern di negeri kita lebih dulu. Tidak.
Sebab dia dimulai dengan apa yang ada.
Yang ada ialah kekayaan alam dan potensi yang
terpendam dalam unsur manusia.
Ibarat orang mengaji dia memulai dari alif. Sesudah
itu baa, kemudian taa, dan seterusnya. Selangkah demi
selangkah - step by step - thabaqan ‘an thabag.
Dia mulai dengan memanggil potensi yang ada dalam
unsur manusia, masyarakat pedesaan itu. Kepada kesadaran
akan benih-benih kekuatan yang ada dalam dirinya masing-
masing.
Yakni : observasinya yang bisa dipertajam

53
H. MAS’OED ABIDIN

daya pikirnya yang bisa ditingkatkan


daya gerak nya yang bisa didinamiskan,
daya ciptanya yang bisa diperhalus,
daya kemauannya yang bisa dibangkitkan.

Dimulai dengan menumbuh dan mengembalikan


kepercayaan kepercayaan kepada diri sendiri.
Dengan kemauan untuk melaksanakan idea self help
kata orang sekarang sesuai dengan peringatan Ilahi.
"Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata'ala tidak merobah keadan
sesuatu kaum, kecuali mereka mau merubah apa-apa yang ada
dalam dirinya masing-masing ...."
Mencukupkan dari yang ada ..., telapak tangan.... dan
tulang delapan kerat. Di sini kita melihat peranan hakiki dari
Sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu
mengolah dan memelihara alam kurnia Allah untuk
meningkatkan kesejahteraan lahiriyah, dimulai dengan nilai-
nilai rohani.
Bila di lihat cara yang sederhana itu, tampak jelas di
belakang kiat itu ada satu perkembangan potensi pribadi dari
manusia-manusia yang telah melalui process, harap cemas
kegagalan, dinamika-dinamika dan daya cipta yang
berkembang penuh dengan suka-duka dan cucuran keringat.
Seringkali pula di iringi oleh tetesan air mata, dalam
menghadapi kesulitan yang serasa tak dapat diatasi.
Namun, dalam menghadapi kegagalan-kegagalan yang
hampir membawa hanyut kedalam putus asa silih berganti
selalu dihadapi dengan kebesaran jiwa dan dengan gertaman
gigi, didorong oleh cita-cita dan kemauan untuk berjalan

54
SULUAH BENDANG DI NAGARI

terus sampai berhasil... " tidak pernah berhenti tangan


mendayung, karena sangat tahu dan mengerti nantinya bisa
berakibat arus membawa hanyut" .....
Artinya ada keyakinan, usaha dan kreativitas yang
mendorong kepada inovasi.
Memang pada permulaannya akan terasa lambat kaji beralih,
dari reha ke reha berangsur-angsur. Disatu saat kaji self help
--menolong diri sendiri—pasti akan beralih juga kepada kaji
mutual help -- tolong-menolong, bantu-membantu --. Yang
sangat perlu dipelihara adalah penempatan tenaga yang
pantas, cakap dan sepatutnya, dalam rangka pembagian
pekerjaan, ber-ta'awun kata ahli agama, sesuai dengan
anjuran Ilahi.

Bantu membantu, ta'awun, mutual help dalam rangka


pembagian pekerjaan (division of labour) menurut keahlian
masing-masing ini, akan mempercepat proses produksi, dan
mempertinggi mutu, yang dihasilkan.

Kamu hanya akan tertolong di tengah percaturan umat ini


karena keakraban antara sesama kaum lemah adanya kesatuan
dan persatuan di tengah umat itu, dengan doa-doa mereka,
dengan shalat dan ishlah di antara mereka dan karena
keikhlasan atau kejujuran yang mereka punyai.
Dari taraf ini berangsur-angsur kepada take-off kata orang
sekarang. Dimana ibarat mesin sudah hidup, baling-baling
sudah berputar pesawatnya mulai bergerak, meluncur di

55
H. MAS’OED ABIDIN

atas landasan, naik berangsur-angsur semakin lama semakin


tinggi.
Kalau sudah demikian maka akan sampailah ke taraf
ketiga, yaitu taraf yang biasa kita namakan selfless help yaitu
dimana kita sudah dapat memberikan bantuan kepada orang
yang memerlukan dengan tidak mengharapkan balasan apa-
apa.
Itulah taraf ihsan yang hendak kita capai sesuai
dengan maqam yang tertinggi yang dapat dicapai dalam
hidup duniawi ini oleh seorang Muslim dan masyarakat
Muslimah.
Yakni untuk melaksanakan Firman Ilahi;
"Berbuat baiklah kamu (kepada sesama makhluk)
sebagaimana Allah berbuat baik terhadapmu sendiri
(yakni berbuat baik tanpa harapkan balasan).

Satu kemajuan Insya Allah akan terwujud dengan


semboyan:
"Mulai dengan melatih diri sendiri, mulai dengan alat
yang ada, mencukupkan dengan apa yang ada. Yang
ada itu adalah cukup untuk memulai.
Kita menuju kepada taraf yang memungkinkan kita
untuk melakukan selfless help, memberikan bantuan atau
infaq fii sabilillah dari rezeki yang telah diberikan kepada
kita tanpa mengharapkan balasan jasa.
"Pada hal tidak ada padanya budi seseorang yang
patut dibalas, tetapi karena hendak mencapai
keredhaan Tuhan-Nya Yang Maha Tinggi". (Q.S. Al
Lail, 19 - 20).

56
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Itu tujuan yang hendak kita capai


Begitu khittah yang hendak kita tempuh.
Yang sesuai dan munasabah dengan fithrah kejadian
manusia yang universil.
Dalam rangka satu konsepsi tata cara hidup, sistem sosial
dalam "iklim adat basandi syarak syarak basandi Kitabullah".

Dalam rangka pembinan negara dan bangsa kita


keseluruhannya, kekuatan moral yang dimiliki terdapat
pada menanamkan keyakinan atau "nawaitu" dalam diri
masing-masing untuk membina umat dalam masyarakat
nagari yang sudah di ketahui kekuatan, ataupun kelemahan
di dalamnya, karena telah bersama-sama dengan mereka
mengalami suka dan duka, manis dan pahitnya.”

"Mandaki ka gunung Marapi,


Manurun ka Tabek Patah,
Nampak nan dari Koto Tuo,

Lah barapo kali musim baganti,


Lah urang awak bana nan mamarintah,
Nasib kami baitu juo".

---( Ada keluhan sebahagian masyarakat yang putus asa, melihat


kondisi yang kurang enak, dilihat dari sudah sering kalinya
pergantian zaman (penjajahan) bahkan sudah bangsa kita sendiri
yang memegang pemerintahan, akan ttapi perubahan yang
dinanti belum juga terlihat. Pesimismee keadaaan ini tidaklah
sejalan dengan tuntutan aqidah agama (tauhid) dan kaedah-
kaedah adat )---.

57
H. MAS’OED ABIDIN

Maka jawablah pantun itu dengan "amal", dengan Syi'ir


posisie kucuran keringat dan perasan otak, jawabkan saja ;

Ba-ririk bendi di Indarung


Mandaki taruih ke Tinjau Lauik
Jan baranti tangan mandayuang,
Nanti aruih mambao hanyuik".

---( Jawaban yang tepat adalah “jangan berhenti tangan


mendayung agar arus tidak membawa hanyut”)---.

Dengan demikian ada keyakinan untuk memulai


mengembangkan layar bahtera kecil menuju pulau harapan
dengan kebersamaan dan iringan do'a bersama-sama ;
Tukang nan tidak mambuang kayu,
Nan bungkuak kasingka bajak,
Nan luruih katangkai sapu,
Satangkok kapapan tuai,
Nan ketek pa pasak suntiang.
---( Artinya, tukang yang ahli tidak pernah membuang-buang
kayu, kalau bertemu yang bengkok bisa dimanfaatkan untuk
bajak peluku tanah, kalau ada yang lurus tapi kecil dimanfaatkan
untuk tangkai sapu, lebih kecil lagi bisa untuk alat penuai padi
atau anai-anai, yang lebih kecil lagi bisa untuk pasak sunting
yang bermanfaat sekali dikala perhelatan “anak daro”. Jadi,
seorang yang arif lebih menitik beratkan kepada manfaat sesuai
dengan kondisi yang ada )---.

Anak urang Padang Mangateh,


Nak lalu ka Payokumbuah,
Namun nan singgah iko ka ateh,
Bijo barandang nan ka tumbuah.

58
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Artinya, masa depan itu akan ada perubahan yang


cepat, begitu cepat sehingga kadang-kadang yang terjadi di
luar dugaan sama sekali, sehingga tidak mustahil terjadi
apa yang musykil terlihat hari ini. Antara lain sebagai
diungkapkan dalam kemajuan teknologi “tampang” yang
sudah di rendang itulah yang akan tumbuh”. Dalam
bentuk negatif saja bisa bertemu yang selama ini ditolak
karena sudah menjadi kebiasaan orang banyak maka yang
salah sudah dianggap betul.

Mamutiah cando riak danau,


Tampak nan dari muko-muko,
Batahun-tahun dalam lunau,
Namun nan intan bakilek juo.

Artinya, dalam situasi sedemikian perlu adanya


benteng-benteng jiwa berbentuk sikap istiqamah sebagai
suatu ciri-ciri khusus (mumay-yizaat) dari orang-orang
yang beriman, yakni Akhlakul karimah sebagai buah dari
keyakinan agama yang hak. Dimana, dan betapapun yang
bernuansa intan walau tersimpan di dalam lumpur,
cahayanya tetap cahaya intan juga. Seharusnya kita mesti
sanggup mengartikannya dengan nilai lihur budaya
Minangkabau, adat basandi syarak, syarak basandi
Kitabullah, sebagai intan yang akan memancarkan cahaya
gemerlapan di tengah peradaban manusia yang mulai
dirusak oleh nilai-nilai ajaran yang negatif diantaranya
permisivisme, individualisme, hedonisme, materialisme
dan akhirnya yang paling berbahaya adalah atheisme yang
berawal dari idea histories materialisme itu. 

59
H. MAS’OED ABIDIN

KEMBALI
KE NAGARI
Kembali ke Nagari semestinya lebih dititik beratkan
kepada kembali banagari.
Perubahan cepat yang sedang terjadi, apakah karena sebab
derasnya gelombang arus globalisasi, atau penetrasi budaya
luar (asing) telah membawa akibat bahwa perilaku

60
SULUAH BENDANG DI NAGARI

masyarakat, praktek pemerintahan, pengelolaan wilayah


dan asset, serta perkembangan norma dan adat istiadat di
banyak nagari di Sumatra Barat mulai tertinggalkan.
Perubahan perilaku tersebut tampak dari lebih
mengedepannya perebutan prestise yang berbalut
materialistis dan individualis. Akibatnya, perilaku yang
kerap tersua adalah kepentingan bersama dan masyarakat
sering di abaikan.
Menyikapi perubahan-perubahan sedemikian itu,
acapkali idealisme kebudayaan Minangkabau menjadi
sasaran cercaan. Indikasinya terlihat sangat pada setiap
upaya pencapaian hasil kebersamaan (kolektif dan
bermasyarakat) menjadi kurang diacuhkan dibanding
pencapaian hasil perorangan (individual).
Sebenarnya, nagari dalam daerah Minangkabau
(Sumatra Barat) seakan sebuah republik kecil. Mini
Republik ini memiliki sistim demokrasi murni, pemerintahan
sendiri, asset sendiri, wilayah sendiri, perangkat masyarakat
sendiri, sumber penghasilan sendiri, bahkan hukum dan norma-
norma adat sendiri.
Semestinya dipahami bahwa kembali kenagari tentu
bukanlah kembali kepada pemerintahan nagari dizaman
penjajahan, yang dalam banyak hal mungkin tidak sesuai
dengan alam kemerdekaan dan reformasi.
Kedudukan engku kapalo nagari, yang menjadi Kepala
Pemerintahan di Nagari di masa penjajahan doeloe, tidak
jarang telah menjadi ujung tombak kekuasaan penjajah
untuk menekan anak nagari. Bahkan sering pula terjadi
bahwa kapala negari yang bersandar dengan besluit
gubernemen disalah gunakan untuk kepentingan
kekuasaan semata, maka akan terjadi sistim memerintah

61
H. MAS’OED ABIDIN

otoriter tanpa mengindahkan peran lembaga kerapatan


negari (tungku tigo sajarangan). Lebih parah lagi kalau
Kapalo Nagari adalah jabatan turun temurun yang
diterima dan mesti berjalan, walaupun masyarakat nagari
tidak berkenan menerimanya. Hal tersebut akan
berdampak dikebirinya prinsip musyawarah (demokrasi),
yang pada dasarnya prinsip musyawarah adalah pondasi
mendasar dan utama dari adat basandi syarak, syarak
basandi Kitabullah. Melihat kepada pengalaman sejarah
zaman penjajahan itu, perlu di ingatkan kepada setiap
pemangku kekuasaan agar di dalam alam demokrasi dan
upaya menjunjung tinggi hak asasi manusia ini, maka
prinsip musyawarah dan adil sangatlah di tuntut.
Syarak Basandi Kitabullah yang bersumber dari
wahyu Allah telah memerintahkan kepada setiap orang
yang akan memangku jabatan pemimpin – baik itu di
rumah tangga, kaum, suku, dan pemerintahan di nagari
dan seterusnya -- untuk selalu berlaku adil, berbuat ihsan
(kebajikan), dan membantu karib kerabat. Dan, syarak juga
memerintahkan untuk melakukan pencegahan terhadap
perilaku keji dan tercela (fahsya’, anarkis). Allah SWT juga
memerintahkan untuk menghindar dari kemungkaran
(perbuatan terlarang) dan aniaya (anarkis), juga dari
perlakuan yang melampaui batas (bagh-ya). Semua
peringatan Allah ini harus selalu di ingat oleh manusia
(QS.An Nahl,90).
Adil, adalah pakaian setiap pemimpin, dan adil itu
tidak semata ucapan. Adil, adalah suatu perbuatan, yang
di dambakan setiap orang. Karenanya, menjadi kewajiban
setiap pribadi pemimpin dan pemuka masyarakat di nagari
untuk menegakkan dan mempertahankannya. Syarak atau
agama Islam mengajarkan bahwa setiap orang adalah

62
SULUAH BENDANG DI NAGARI

pemimpin. Setiap pemimpin akan diminta pertanggungan


jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya.
Agama Islam menegaskan bahwa, seorang
penguasa adalah pemimpin dari rakyatnya. Seorang suami
menjadi pemimpin atas istri, keluarga dan rumah
tangganya. Seorang pekerja (khadam) adalah pemimpin
atas harta yang di amanahkan oleh majikannya. Maka,
konsekwensinya adalah, setiap pemimpin memikul
tanggung jawab untuk berlaku adil dan amanah dalam
menjaga rakyat yang di pemimpinannya. Karena, setiap
pemimpin akan ditanya pertanggungan jawab atas
kepemimpinannya. Begitulah isi peringatan Rasulullah
SAW dalam satu hadist shaheh yang di riwayatkan Al-
Bukhari dari ‘Abdullah ibn ‘Umar RA.
Pemimpin yang adil di nagari-nagari di Ranah
Bundo mestinya bersikap merendah (tawadhu’) terhadap
rakyat yang dipimpinnya.35

Maknanya adalah, kepentingan (aspirasi) rakyat di


nagari wajib di utamakan. Hanya ada satu demi, demi
kemashlahatan rakyat banyak. Pemimpin dalam
pandangan agama Islam tidak untuk kepentingan
kelompok atau golongan, tetapi untuk kemashlahatan
orang banyak atau kepentingan anak nagari, walaupun
yang acapkali tersua di kebanyakan paham sekuler sering
di bangun dinding batas antara pemimpin di satu pihak
dan rakyat di sisi lain, dengan konsep bahwa Agama
adalah amanah Tuhan (teologis), sementara pemerintahan
adalah amanah rakyat belaka. Paham seperti ini tidak
diterima oleh nilai adat basandi syarak, syarak basandi
Kitabullah itu.

35
(HR.Bukhari, dalam Riyadhus-Shalihin, Imam Nawawy).

63
H. MAS’OED ABIDIN

Kepemimpinan sesungguhnya adalah amanat dari


Allah SWT, yang wajib di tunaikan sebagai ibadah di
tengah kehidupan masyarakat anak nagari di
Minangkabau. Masyarakat adat di Minangkabau sangat
menghormati adanya hablum min an-naas atau
terpeliharanya hubungan antar manusia. Maka perlu
ditegaskan ketika para pemimpin nagari di angkat, bahwa
mereka semua memakai pakaian kebesaran pemimpin adalah
adil, sebagai ciri taqwa dan sendi dari adat basandi syarak
itu.

Konsep ini bukan teologis semata, tetapi sangat


humanis universal. Dalam pandangan syarak (Islam),
seorang pemimpin pemegang tampuk kekuasaan yang
melalaikan kepentingan rakyatnya adalah pemimpin yang
sangat dicela. Rasulullah SAW memperingatkan, “tidak
seorangpun yang diberi amanat oleh Allah untuk memimpin
rakyatnya, kemudian dia mengelak dari memperhatikan
kepentingan rakyatnya dikala dianya berkuasa (hingga mati),
kecuali Allah mengharamkan baginya syorga”.36 Dalam hadist
lainnya, Rasulullah SAW berkata; “Allah telah mewahyukan
kepadaku agar kamu semua tawadhu’ (merendah diri tidak
sombong atau congkak besar kepala), tidak perlu seorang berlaku
kejam dan sombong kepada yang lainnya”. (HR.Abu Daud).

Dengan sikap tawadhu’ terlihat adilnya seorang


pemimpin. Konsekwensinya, “siapapun (pemimpin) yang di
serahi tanggung jawab mengatur kepentingan orang banyak
(rakyat), kemudian dia bersembunyi (mengelak) dari
memperjuangkan kepentingan mereka (orang banyak) itu,
niscaya Allah akan menolak kepentingan dan kebutuhannya pada

36
(HR.Muttafaqun ‘alaihi dari Abi Ya’la (Ma’qil) bin Yasar RA)

64
SULUAH BENDANG DI NAGARI

hari kiamat”.37 Selanjutnya, Sahabat ‘Aidz bin Amru ketika


menemui Sahabat Ubaidillah bin Ziyad mengingatkan
pesan Rasulullah SAW, yang berisi “sejahat-jahat
pemerintah yaitu yang kejam”. Karena itu, wahai anakku
Ubaidillah, janganlah engkau tergolong kepada mereka.38 Maka
akan sengsaralah anak nagari dan celakalah jadinya para
pemimpin di nagari yang melupakan dan menganggap
enteng aspirasi anak nagari dan rakyat banyak. Maka,
untuk terhindar dari kecelakaan, wajiblah di ingat selalu
firman Allah; “Berlaku adillah, karena Allah kasih terhadap
orang-orang yang adil” (QS.Al-Hujurat,9).

Kembali ke Nagari haruslah bermula dengan


kesediaan untuk rujuk kepada hukum adat (norma yang
berlaku di nagari), kesediaan melaksanakan tuntunan
syarak dan setia melaksanakan hukum positf (undang-
undang negara).

Muara pertama terdapat pada supra struktur


pemerintahan nagari, dimana kepala pemerintahan negari
(kepala negari) akan berperan sebagai kepala
pemerintahan di nagari dan juga pimpinan adat. Sebagai
kepala pemerintahan terendah dinagari memiliki hirarki
yang jelas dengan pemerintahan diatasnya (kecamatan
atau kabupaten). Sebagai kepala adat harus berurat kebawah
yakni berada ditengah komunitas dan pemahaman serta
perilaku adat istiadat yang dijunjung tinggi anak nagari
(adat salingka nagari). Minangkabau tetap bersatu, tetapi
tidak bisa disatukan.
37
(HR.Abu Daud, Tirmidzi dari perkataan Abu Maryan al ‘Azdy
kepada Mu’awiyah).
38
(HR.Bukhari Muslim, dalam Riyadhus Shalihin).

65
H. MAS’OED ABIDIN

Muara kedua, dukungan masyarakat adat


(kesepakatan tungku tigo sajarangan yang terdiri dari ninik
mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang dan
kalangan rang mudo), dan mendapat dukungan dalam satu
tatanan sistim pemerintahan (perundang-undangan). Anak
nagari sangat berkepentingan dalam merumuskan
nagarinya. Konsepnya tumbuh dari akar nagari itu sendiri,
bukanlah suatu pemberian dari luar. Lah masak padi 'rang
singkarak, masaknyo batangkai-tangkai, satangkai jarang nan
mudo, Kabek sabalik buhus sintak, Jaranglah urang nan ma-
ungkai, Tibo nan punyo rarak sajo. Artinya diperlukan orang-
orang yang ahli dibidangnya untuk menatap setiap
perubahan peradaban yang tengah berlaku. Hal ini perlu
dipahami supaya jangan tersua seperti kata orang “ibarat
mengajar kuda memakan dedak”.

Masyarakat nagari sesungguhnya tidak terdiri dari


satu keturunan (suku) saja tetapi terdiri dari beberapa suku
yang pada asal muasalnya berdatangan dari berbagai
daerah asal di sekeliling ranah bundo. Sungguhpun
berbeda, namun mereka dapat bersatu dalam satu kaedah
hinggok mancangkam tabang basitumpu atau hinggok
mencari suku dan tabang mencari ibu. Hiyu bali balanak
bali, ikan panjang bali dahulu. Ibu cari dunsanak cari, induak
samang cari dahulu. Yang datang dihargai dan masyarakat
yang menanti sangat pula di hormati. Dima bumi di pijak, di
sinan langik di junjuang, di situ adaik bapakai. Disini tampak
satu bentuk perilaku duduk samo randah tagak samo tinggi,
sebagai prinsip egaliter di Minangkabau.

66
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Kalau bisa dipertajam, inilah prinsip demokrasi


yang murni dan otoritas masyarakat yang sangat
independen.
Langkah Penting selanjutnya adalah,
1. Menguasai informasi substansial
2. Mendukung pemerintahan yang menerapkan low-
enforcment
3. Memperkuat kesatuan dan Persatuan di nagari-
nagari
4. Muaranya adalah ketahanan masyarakat dan
ketahanan diri.

Tugas kembali kenagari, sesungguhnya adalah,


menggali kembali potensi dan asset nagari. Bila tidak digali,
akan mendatangkan kesengsaraan baru bagi masyarakat
nagari itu. Dimulai dengan memanggil potensi yang ada
dalam unsur manusia, masyarakat nagari. Kesadaran akan
benih-benih kekuatan yang ada dalam diri masing-masing,
untuk kemudian observasinya dipertajam, daya pikirnya
ditingkatkan, daya geraknya didinamiskan , daya ciptanya
diperhalus, daya kemauannya dibangkitkan, dengan
menumbuhkan atau mengembalikan kepercayaan kepada
diri sendiri.
Handak kayo badikik-dikik,
Handak tuah batabua urai,
Handak mulia tapek-i janji,
Handak luruih rantangkan tali,
Handak buliah kuat mancari,
Handak namo tinggakan jaso,
Handak pandai rajin balaja.

67
H. MAS’OED ABIDIN

Dek sakato mangkonyo ado,


Dek sakutu mangkonyo maju,
Dek ameh mangkonyo kameh,
Dek padi mangkonyo manjadi.

Tujuannya sampai kepada taraf yang


memungkinkan untuk mampu berdiri sendiri dan
membantu nagari tetangga secara selfless help, dengan
memberikan bantuan dari rezeki yang telah kita dapatkan
tanpa mengharapkan balas jasa.
"Pada hal tidak ada padanya budi seseorang yang patut
dibalas, tetapi karena hendak mencapai keredhaan Tuhan-
Nya Yang Maha Tinggi". (Q.S. Al Lail, 19 - 20).
Walaupun di depan masih terpampang kendala-
kendala, namun optimisme banagari mesti selalu di pelihara.
Alah bakarih samporono,
Bingkisan rajo Majopahik,
Tuah basabab bakarano,
Pandai batenggang di nan rumik.)--- 

68
SULUAH BENDANG DI NAGARI

KERJA KERAS
MENINGKATKAN MUTU

Meningkatkan Mutu SDM anak nagari melalui kerja keras


dalam rangkaian,
Penguatan (pemerkasaan) potensi yang sudah ada melalui
program utama, menumbuhkan SDM Negari yang sehat
dengan gizi cukup, meningkatkan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi (terutama terapan),

69
H. MAS’OED ABIDIN

mengokohkan pemahaman agama, sehingga anak negari


menjadi sehat rohani, menjaga terlaksananya dengan baik
norma-norma adat, sehingga anak nagari menjadi
masyarakat beradat yang beragama (Islam).
Menggali potensi SDA yang ada di nagari, yang
diselaraskan dengan perkembangan global yang tengah
berlaku.
Memperkuat ketahanan ekonomi rakyat.
Membangun kesejahteraan bertitik tolak pada pembinaan
unsur manusianya. Dari self help (menolong diri sendiri)
kepada mutual help, tolong-menolong, sebagai puncak
budaya adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Dalam rangka pembagian pekerjaan, ber-ta'awun sesuai
dengan anjuran Islam, "Bantu membantu, ta'awun, mutual
help dalam rangka pembagian pekerjaan (division of labour)
menurut keahlian masing-masing ini, akan mempercepat proses
produksi, dan mempertinggi mutu, yang dihasilkan. Itulah taraf
ihsan yang hendak di capai.
Memperindah nagari dengan menumbuhkan
percontohan-percontohan di nagari, yang tidak hanya
bercirikan ekonomi tetapi indikator lebih utama kepada moral
adat “nan kuriak kundi, nan sirah sago, nan baik budi nan indah
baso”.
Mengefisienkan organisasi pemerintahan nagari
dengan reposisi (dudukkan kembali komponen masyarakat
pada posisinya sebagai subyek di nagari) dan
refungsionisasi (pemeranan fungsi-fungsi elemen
masyarakat). Memperkuat SDM bertujuan membentuk
masyarakat beradat dan beragama sebagai suatu identitas
yang tidak dapat ditolak dalam kembali kenagari dalam
satu konsepsi tata cara hidup, sistem sosial dalam iklim
adat basandi syarak syarak basandi Kitabullah, "Berbuat

70
SULUAH BENDANG DI NAGARI

baiklah kamu (kepada sesama makhluk) sebagaimana


Allah berbuat baik terhadapmu sendiri (yakni berbuat baik
tanpa harapkan balasan). (QS.28, Al Qashash : 77).
Kekuatan moral yang dimiliki, ialah menanamkan
"nawaitu" dalam diri masing-masing.
Untuk membina umat dalam masyarakat desa harus di
ketahui pula kekuatan.

Latiak-latiak tabang ka Pinang,


Hinggok di Pinang duo-duo,
Satitiak aie dalam piriang,
Di Sinan bamain ikan rayo.) ----

ULAMA MINANGKABAU
MENUJU PEMERINTAHAN NAGARI

71
H. MAS’OED ABIDIN

Yang mesti dikembangkan di nagari-nagari adalah


"hidup modern dan maju dengan keimanan yang kokoh". Di
sinilah peran alim ulama ninik mamak dan pemimpin
formal dan informal membentuk kader- kader terarah yang
selektif dengan misi dakwah membangun negeri.
Di abad-abad mendatang, Sumatra Barat harus
menjadi tempat berkembangnya industri menengah, kalau
kita mau membaca gambaran berkembangnya usaha-usaha
perkebunan besar di ulayat Ranah Bundo ini.
Dengan sendirinya, diperlukan tenaga kerja yang
terampil, dan ahli dalam "mangakok" kerja-kerja itu.
Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang mampu
mempertemukan otak dan otot.
Konsekwensi dari keadaan ini, penyediaan sumber
daya manusia yang berkualitas menjadi pekerjaan rumah.
Tentu mendesak pula akan adanya program pelatihan
keterampilan, yang khusus-khusus yang diperlukan oleh
bidang-bidang yang membutuhkan, sebelum kesempatan
itu di isi oleh tenaga-tenaga lainnya, dari luar.

72
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Di sinilah kita memerlukan segera melaksanakan


social reform.
Bila tidak, kondisi ini juga akan mengundang
kerawanan sosial, apalagi bila penduduk desa-desa yang
menjadi sentra perkebunan besar di Sumatra Barat ini tidak
berkemampuan dalam mengantisipasi dampak besar yang
akan timbul, dan tidak pula memiliki kesiapan menerima
abad Duapuluh Satu.
Perubahan zaman dalam kemajuan teknologi
maklumat (globalisasi informasi dan komunikasi), telah
membawa berbagai dampak bagi kehidupan masyarakat.
Tuntutan zaman terus bergulir, sebagai bagian dari
“Sunnatullah”.
Memang sangat memilukan sekali bahwa rakyat
kecil itu pula dimasa derasnya arus globalisasi ini
senantiasa dijadikan sasaran empuk. Karena ketiadaan juga
rupanya mereka menjadi kafir. Karena ketiadaan pula
mereka menjadi umpan dari satu perubahan berbalut
westernisasi. Karena ketiadaan ilmu, dan bekalan iman jua
agaknya mereka menjadi rapuh, dan terhempas di lamun
ombak pemurtadan. Acap kali mereka, umat kita tersasar,
sesat jalan, hanya karena kurangnya pemahaman terhadap
agama. Karena ketiadaan. Itulah penyebabnya.
Arus globalisasi yang bergerak deras itu telah
menggeser pula pola hidup masyarakat dibidang ekonomi,
perniagaan atau pertanian, perkebunan dan lain
sebagainya. Kehidupan sosial berteras kebersamaan
bergeser menjadi individualis dan konsumeritis. Masing-
masing berjuang memelihara kepentingan sendiri-sendiri,
bernafsi-nafsi dan condong kepada melupakan nasib orang
lain. Persaingan bebas tanpa kawalan akan bergerak
kepada “yang kuat akan bisa bertahan dan yang lemah

73
H. MAS’OED ABIDIN

akan mati sendiri”, dan yang kuat akan menelan yang


lemah di antara mereka".
Tantangan di bidang sosial, budaya, ekonomi,
politik dan lemahnya penghayatan agama paling terasa di
berapa medan dakwah dan daerah terpencil, berbentuk
gerakan salibiyah dan bahaya pemurtadan.
Di tengah perkotaan berkembang upaya
pendangkalan agama dan keyakinan seiring dengan
menipisnya pengamalan agama serta pula bertumbuhnya
penyakit masyarakat (tuak, arak, judi, dadah, pergaulan
bebas dikalangan kaula muda, narkoba, dan beberapa
tindakan kriminal dan anarkis) dan semuanya tidak dapat
dibantah telah mengarah kepada dekadensi moral.

Pengendali kemajuan sebenar adalah agama dan


budaya umat (umatisasi). 39
Bagi masyarakat Barat tercerabutnya agama dari
diri masyarakat tidak banyak pengaruh pada kehidupan
pribadi dan masyarakatnya. Akan lainlah halnya bila
tercerabutnya agama dari diri masyarakat Sumatra Barat
(Minangkabau), tercerabutnya agama dari budaya mereka
akan berakibat besar kepada perubahan prilaku dan
tatanan masyarakatnya.
Penyebabnya hanya sebuah, yaitu masyarakat
beradat dengan “adatnya bersendi syarak, syaraknya bersendi
kitabullah” dan “syarak (agama) mangato (=memerintahkan)
maka adat mamakai (=melaksanakan)”.
39
’alaikum anfusakum, laa yadhurrukum man dhalla idzah-tadaitum
(QS.5:105), wa man yusyrik billahi fa qad dhalla dhalaalan ba’idan
(QS.4:116), fa dzalikumullahu rabbukumul-haqqu, fa madza ba’dal-
haqqi illadh-dhalaal ? fa anna tushrafuun (QS.10, Yunus:32).

74
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Sungguh suatu kecemasan ada didepan kita, bahwa


sebahagian generasi yang bangkit kurang menyadari
tempat berpijak. Dalam hubungan ini diperlukan
penyatuan gerak langkah.
Kelemahan mendasar ditemui pada melemahnya jati
diri karena kurangnya komitmen kepada nilai-nilai luhur
agama yang menjadi anutan bangsa. Dipertajam lagi oleh
tindakan isolasi diri dan kurang menguasai politik,
ekonomi, sosial budaya, lemahnya minat menuntut ilmu,
yang menutup peluang untuk berperan serta dalam
kesejagatan. Semakin parah karena adanya pihak-pihak agama
lain yang memulai sarana dakwahnya dengan uluran tangan
pemberian. Sementara juru dakwah jangankan memberi
untuk hidup pun kadang-kadang susah. Lihat QS. At
Taubah, 9 :122 supaya mendalami ilmu pengetahuan dan
menyampaikan peringatan kepada umat supaya bisa
menjaga diri (antisipatif).

PEMANTAPAN TAMADDUN
Agama dan adat budaya di dalam tatanan
kehidupan menjadi landasan dasar pengkaderan re-
generasi, dengan menanamkan kearifan dan keyakinan
bahwa apa yang ada sekarang akan menjadi milik generasi
mendatang. Salah satu tema menarik saat ini adalah upaya
menciptakan masyarakat tamaddun (beradab). Konsep
pemikiran ini merupakan antitesis terhadap degradasi
moral yang dibawa oleh peradaban Barat. Konsep ini mulai
difikirkan dan dirancang oleh beberapa politisi dunia,
khususnya yang ada di Malaysia dan Asean serta beberapa
negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

75
H. MAS’OED ABIDIN

Masyarakat tamaddun merupakan sebuah masyarakat


integratif secara sosial, politik maupun ekonomi ditengah
masyarakat yang ada dengan problematika sosial dan
pribadi yang tengah bergumul di dalamnya.

Masyarakat Minang yang hidup dengan kekayaan


nilai-nilai budaya dan agama memikul beban kewajiban
memelihara dan menjaga warisan kepada generasi
pengganti, secara lebih baik dan lebih sempurna agar
supaya dapat berlangsung proses timbang terima
kepemimpinan secara estafetta alamiah, antara pemimpin
yang akan pergi dan yang akan menyambung, dalam suatu
proses patah tumbuh hilang berganti. Kesudahannya yang
dapat mencetuskan api adalah batu pemantik api juga. Di dalam
Kitabullah, Q.S 47;7, disebutkan artinya, ''Jika Kamu
Menolong ( Agama ) Allah, Niscaya Dia Akan Menolong
Kamu.” Dan, kemudian, "Kamu Hanya Akan Dapat
Pertolongan Dari Allah Dengan (Menolong) Kaum Yang Lemah
Diantara Kamu". (Al-Hadist). Suatu aturan menuruti
Sunnah Rasul adalah, “Dan, Tiap- Tiap Kamu Adalah
Pemimpin, Dan Tiap- Tiap Pemimpin Akan Di Minta
Pertanggungan Jawab Atas Pimpinannya" (Al-Hadist).
Jadinya, kewajiban kepemimpinan menjadi tanggung
jawab setiap orang.

Di nagari kita di Minangkabau semestinya di


tanamkan komitmen fungsional bermutu tinggi. Memiliki
kemampuan penyatuan konsep-konsep, alokasi sumber
dana, perencanaan kerja secara komprehensif, mendorong
terbinanya center of excelences. Pada ujungnya, tentulah
tidak dapat ditolak suatu realita objektif bahwa, “Siapa
yang paling banyak bisa menyelesaikan persoalan masyarakat,

76
SULUAH BENDANG DI NAGARI

pastilah akan berpeluang banyak untuk mengatur masyarakat


itu.”

Rusaknya dakwah dalam pengalaman selama ini


karena melaksanakan pesan sponsor diluar ketentuan
wahyu agama. Kemunduran dakwah selalu dibarengi oleh
kelemahan klasik kekurangan dana, tenaga, dan hilangnya
kebebasan gerak. Akibatnya masyarakat mati jiwa.
Masyarakat yang mati jiwa akan sulit diajak berpartisipasi
dan akan kehilangan semangat kolektifitas. Bahaya akan
menimpa tatkala jiwa umat mati di tangan pemimpin.
Tugas ulama menghidupkan umat.

Jangan dibiarkan umat di genggam oleh pemimpin


otoriter dengan meninggalkan prinsip musyawarah. Hal
tersebut akan sama dengan menyerahkan mayat ketangan
orang yang memandikannya.

Karena itu, hidupkan lembaga dakwah sebagai


institusi penting dalam masyarakat dengan mengutamakan
sikap arif, bijak dan hati-hati. Sikap hati-hati sangat di
tuntut dipunyai oleh setiap Muslim, sesuai dengan ajaran
syarak atau agama Islam yang hanif. Kehati-hatian dalam
bertindak yang di dahului kejernihan berfikir, adalah
pintu awal meraih keberhasilan dalam segala hal. Kehati-
hatian adalah ukuran kecerdasan orang berilmu yang
memiliki wawasan kedepan, serta tanda kedewasaan. 40

40
Di tengah persimpangsiuran berita yang cenderung memiliki
pandangan free flows of words and image yaitu kebebasan
menyajikan sesuatu yang menarik perhatian, dalam bentuk tayangan
di berbagai media informasi elektronika ketika kita menapak alaf baru

77
H. MAS’OED ABIDIN

Teramat penting lagi adalah kesiapan memeran


fungsikan alat penyaring (filter) dengan ukuran
kebudayaan (kultur), Takaran pantas dan patut, boleh dan
tidak, baik dan buruk, sesuai pandangan anutan dan
ajaran agama (religi) mesti dipertahankan. Jadi, tidak
semata bertumpu kepada keinginan perseorangan
(individual) belaka. Kesalahan menerjemahkan suatu
informasi, berpengaruh bagi penentuan sikap dan
pengambilan keputusan, terutama pada suatu situasi dan
kondisi yang tidak menentu.

Kesilapan, karena terdorong sikap tergesa-gesa,


prejudice, melalaikan kehati-hatian dapat berdampak jauh
terhadap keselamatan orang banyak dalam suatu tatanan
masyarakat majemuk (pluralita). Ajaran Islam sesuai Al
Quran, mengingatkan agar setiap muslim selalu berhati-
hati dan tidak cepat mempercayai suatu berita. Apalagi,
bila di rasakan sumber beritanya termasuk diragukan atau
datang dari kelompok fasik, yang memiliki kebiasaan suka
memancing tumbuhnya kemelut. Sikap tabayun, cek ricek
dan balance atau hati-hati dalam menerima berita,
semestinya selalu di pakai, agar tidak silap menetapkan
amar putusan yang akhirnya menyisakan penyesalan
panjang, dengan menghukum kaum yang tidak bersalah.
Melupakan tabayun akan menghela seseorang berlaku
zalim atau aniaya dan anarkis (lihat QS. al-Hujurat : 6).

Ranah Minang di Indonesia, merupakan daerah


indah dengan jumlah penduduknya sekarang hidup

-- era kesejagatan – ini, maka sikap berhati-hati menyerap dan


menerima informasi amatlah penting.

78
SULUAH BENDANG DI NAGARI

dengan kekayaan budaya beragam, karena bertambahnya


anak kemenakan yang datang dengan hinggok
mancangkam dan tabang basitumpu itu dalam hubungan
kesukuan sangat majemuk (pluralis). Kekayaan alam dan
budayanta menjadikan ranah ini qith’ah minal jannah fid-
dun-ya, sepotong syorga yang menghiasi dunia. Betapa
hinanya, bila negeri kaya budaya ini menjadi miskin dari
kecintaan sesama. Dalam kaitan ini, pemahaman
keindonesiaan yang mantap mesti di tanamkan, agar tidak
menjadi sasaran empuk konspirasi dan perebutan
kepentingan internasional. Maka, umat Islam harus hidup
dengan kecerdasan (rasyid), dan tetap berpegangan
kepada ajaran Al Quran, “Bahwa di tengah pergumulan hidup
ada sunnah Rasul Allah. Apabila pegangan ini dilupakan,
dengan mengikuti pendapat kebanyakan manusia, niscaya
laknat akan menimpa berupa kesesatan. Sadarilah, bahwa Allah
SWT. telah menghiasi hati setiap muslim dengan iman,
menanamkan kebencian kepada kufur, dosa dan maksiyat.
Maka, umat yang besar jumlahnya akan menjadi lebih kuat,
berkecerdasan tinggi, sebagai ukuran dari keutamaan dan
nikmat anugerah Allah”, seperti tersirat di dalam Kitabullah
QS.al-Hujurat:7-9. Moralitas hidup berbangsa, cinta
persaudaraan dan persatuan (ukhuwah), tidak menghina
dan merendahkan satu golongan, tidak mencari kesalahan
dengan menggunjing merusak diri dan kehormatan,
namun teguh dalam menciptakan ishlah, perbaikan dan
reformasi, menegakkan keadilan dan taat hukum,
merupakan kekuatan ampuh dalam merebut kejayaan.41

Akhlak mulia ini perlu secara sungguh di


pertahankan sebagai kekuatan ampuh dalam menapak alaf
baru, di abad serba tak berketentuan ini. Abad global yang
penuh persaingan dan kerasnya perebutan, bisa saja
41
(lihat QS.al-Hujurat: 10-13).

79
H. MAS’OED ABIDIN

mencerabutkan bangsa dan generasi mudanya dari akar


budayanya.

Artinya, “Sekelompok umatku akan terus menjalankan


perintah Allah, mereka tidak terganggu oleh orang-orang yang
mengecewakan dan menentang mereka, hingga datang
keputusan Allah, dan mereka tetap menang atas manusia”.42

Amat berbahaya apabila satu bangsa mengalami


kehilangan rasa cinta sesama dan punahnya rasa malu.
Bila nilai moral ini sudah pupus dari bangsa ini, maka
secara pasti akan lahir manusia modern yang biadab.
Na’udzubillah. Maka adalah menjadi tugas setiap kita anak
nagari di ranah Bundo ini untuk bersungguh-sungguh
mengajak siapa saja untuk kembali kepada hidayah Ilahi.
Insya Allah dengan demikian kita akan senantiasa
mendapatkan balasan baik dari Allah SWT.

42
(Hadist Riwayat Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim dalam Shahih
Jami’ Shaghir, 7290).

80
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Artinya, “Barangsiapa yang menyeru kepada hidayah


Allah, mereka akan memperoleh pahala seperti pahala orang yang
mengikutinya. Tidak berkurang sedikitpun.”. 43 

KEMBALI KE SURAU

43
Hadist Riwayat Imam Muslim dan Ash-habus Sunan.

81
H. MAS’OED ABIDIN

DALAM RANGKA PEMBINAAN


UMAT

Prakarsa umat Islam di Ranah Minang terhadap


surau amat signifikan bahkan sangat dominan sepanjang
sejarah surau sebagai sarana perguruan untuk pembinaan
anak nagari di Ranah Bundo ini.
Apabila di runut sedari pendirian, pengembangan,
pemberdayaan dan pengupayaannya untuk tempat
pembinaan umat sangatlah besar. Buktinya bertebaran
pada setiap nagari, bahkan sampai kepelosok kampung,
dusun dan taratak.
Surau dalam fungsinya tidak semata menjadi
tempat dilaksanakannya ibadah mahdhah (shalat, tadarus,
dan pengajian majlis ta’lim) tetapi menjadi cikal bakal
tempat lahir dan tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan
dan perguruan di surau dan kemudian berkembang
menjadi perguruan Islam atau madrasah.44
Sekedar contoh dapat disebutkan beberapa
madrasah surau, di antaranya Sumatra Thawalib di Parabek,
di Padang Panjang (surau Jembatan Besi), di Batusangkar
(Surau Simabur) di Lambah Sianok (Surau Inyiak Syekh

44
Orang Minang menyebut tempat dilangsungkannya pendidikan agama
dengan “surau (madrasah)” pada masa dulu tidak dilazimkan memakai
kata “pondok pesantren” seperti sekarang.

82
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Abdul Mu’in) dan juga Madrasah Diniyah Islamiyah yang


lahir dari perguruan di surau dan kemudian seiring
perkembangan zaman mengawalinya dari tingkat
awaliyah, tsanawiyah, bahkan ‘aliyah dengan tambahan
kepandaian putri yang terkenal sejak lama dan kasus
sedemikian itu di temui pula di nagari-nagari.
Para thalabah lulusan perguruan surau (madrasah)
Thawalib umumnya berkiprah di kampung halaman
setelah selesai menuntut ilmu, dengan mendirikan pula
sekolah-sekolah agama, bersama-sama dengan masyarakat,
memulainya dari akar rumput, dan mengawali langkahnya
dari surau.
Penggerakan potensi masyarakat dengan maksimal
dan terpadu untuk menghidupkan surau dengan maksud
mulia mencerdaskan umat dan menanamkan budi pekerti
(akhlak) Islami, sejalan dengan kaedah adat bersendi syarak,
syarak bersendi Kitabullah di Ranah Minang.
Semuanya atas dorongan mengamalkan Firman
Allah, “Tidak sepatutnya bagi orang Mukmin itu pergi
semuanya kemedan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam
ilmu pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya, apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS.IX,
at Taubah, ayat 122).

DEKAT MENDEKATI
Pada tiga dasawarsa terakhir, khususnya sejak
decade 1970 pemerintah mulai membuka akses lebih besar
kedunia pendidikan Islam di surau atau madrasah Islam
dan masuk kedalam dengan merangkul pesantren yang
pada beberapa masa sebelumnya cenderung tertutup.

83
H. MAS’OED ABIDIN

Pada dasawarsa 1980, pemerintah mulai melakukan


rekonsiliasi dengan gerakan perguruan Islam dan
melaksanakan kiat dekat mendekati dan penyesuaian-
penyesuaian (rapprochement).
Konsekwensinya, perguruan Islam di surau
khususnya di Ranah Minang mulai lahir minat untuk
memakai nama Pondok Pesantren yang bergerak pelan, akan
tetapi yang pasti ada upaya “mengokohkan tangan” untuk
bergayut dengan banyak harapan kepada program dan
anggaran dari pemerintah.
Dampak negatifnya potensi masyarakat yang sedari
awal lebih banyak “berdiri diatas kaki sendiri“ menjadi
melemah dan surau mulai ditinggalkan. Banyak program
perguruan di surau di sejajarkan dengan akibat yang sangat
terasa adalah kurangnya kemandirian perguruan surau di
nagari-nagari yang pada mulanya menjadi tumpuan
harapan bagi pembinaan anak nagari.
TUNTUTAN ZAMAN
Seiring perkembangan zaman, masyarakat
memerlukan perguruan (madrasah) berkualitas (quality
education). Beberapa kalangan, terutama kalangan
menengah berduit dan terpelajar yang mendasarkan
pengalaman di rantau orang, memerlukan membangun
perguruan (madrasah) bukan asal-asalan dengan kualitas
seadanya, kesudahannya bangunan surau terbiarkan
merana lapuk dan reot, dan akhirnya “robohlah surau
kami”. Ada dorongan keras untuk memproduk SDM
keluaran surau (madrasah) yang bisa dibeli pasar tenaga
kerja.
Satu hal perlu di pahami pada awal maraknya
perguruan surau di abad 18, para ulama penggagas dan

84
SULUAH BENDANG DI NAGARI

pengasuh perguruan surau (madrasah) memiliki jalinan


hubungan yang kuat dengan masyarakat, yakni satu
hubungan saling menguntungkan (symbiotic
relationship). Surau menjadi kekuatan perlawanan
membisu (silent opposition) terhadap penjajah.
Di simpulkan, dalam pekik kemerdekaan yang
bergema dari perguruan surau lebih jelas adalah respon
pemimpin dan komunitas Muslim menentang penjajahan.

Siapapun yang berjuang untuk meninggikan kalimat Allah --


kalimatulli hiyal ‘ulya --, dan mereka mati dalam perjuangan
itu, maka sungguh dia sudah berada dalam jihad fii sabilillah.
Semangat ini lahir di surau-surau pada masa ranah ini
sedang berada dalam genggaman penjajah, maka semangat
itu pula kemudian dicatatkan oleh sejarah bahwa terbukti
pemimpin pergerakan, komandan tentara pejuang dalam
merebut kemerdekaan Republik Indonesia telah muncul
dari surau.
Di Minangkabau lebih bersifat akomodatif, seiring tumbuh
suburnya pendidikan di sekolah negeri, sungguhpun lahir
perlawanan baru terhadap dikotomi antara sekolah agama
negeri dan surau, dalam sebutan ambtenaren dan orang
surau.45
45
Sangat berbeda dengan kasus Aceh. Banyak ulama masih menjaga
lembaga pendidikan mereka, meunasah, dayah dan rangkang. Walau
banyak korban tak terelakkan. Pengalaman Aceh dan Minangkabau ini,
mendorong prakarsa masyarakat Muslim mengembangkan surau
mulai berkurang. Jumlah surau berkembang atas inisiatif masyarakat
Muslim ditengah komunitasnya, mulai berkurang. Ekspansi ormas Islam
seperti Muhammadiyah, Perti dan lainnya gesit sekali. Tetapi

85
H. MAS’OED ABIDIN

Merosotnya peran kelembagaan perguruan Islam


Minangkabau dalam bentuk surau telah ikut mendorong
sebahagian para elit untuk mengadopsi istilah pondok
pesantren46 yang semula nyaris di identikkan dengan
perguruan tradisional di Jawa.
PEMERKASAAN UMAT
Jika kondisinya demikian, peran serta bagaimana
yang dituntut kepada masyarakat kini ? Rasanya tidak adil
kalau pihak pemerintah menuntut lebih banyak dari
masyarakat, khususnya dalam bidang dana dan daya
(tenaga pengajar, tuanku dan imam khatib di nagari-nagari).
Apalagi kalau kita melihat selama ini perguruan Islam yang
dilahirkan dari surau kebanyakannya adalah anak tiri dari
sekolah pemerintah. Anehnya masyarakat tidak pula
mengaggap anak kandungnya. Jadinya, surau (madrasah)
lahir dan tumbuh sebagai anak yatim, dari ibu masyarakat
yang meninggal di meja Operasi Cesar di saat melahirkan
perguruan itu, “ibarat karakok di atas batu, hidup segan
matipun enggan”.
Perhatian lebih banyak di berikan kepada
membedakan kesamaan di tengah realitas muthlak adanya
perbedaan, sungguhpun senyatanya Firman Allah telah
menyatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berkabilah-kabilah (bangsa-bangsa)dan
berpuak-puak (suku-suku) supaya kamu saling kenal mengenal
…”, (QS.49, al Hujurat : 13). Dan, Nabi Muhammad SAW telah
memesankan bahwa “Perbedaan di tengah-tengah umatku

kenyataanya telah terjadi stagnasi yang signifikan.

46
Menurut pendapat saya, dalam kebudayaan hasrat ini seiring dengan
berlakunya sistim sentralistik dan jawanisasi.

86
SULUAH BENDANG DI NAGARI

adalah rahmat” (Al Hadist). Dan sebuah lagi, “innaz-zaman qad


istadara”, bahwa sesungguhnya zaman berubah masa
berganti (Al Hadist). Untaian kata hikmah di Minangkabau
mengungkapkan pemahaman bahwa perbedaan semestinya
dihormati. “ Basilang kayu dalam tungku, Di sinan api mangko
hiduik”.
Perubahan cepat yang sedang terjadi di tengah
derasnya arus globalisasi menompangkan riak dengan
gelombang penetrasi budaya luar (asing) dan membawa akibat
perilaku masyarakat, praktek pemerintahan, pengelolaan
wilayah dan asset, serta perkembangan norma dan adat
istiadat di banyak nagari di ranah Sumatra Barat terlalaikan.
Perubahan perilaku tersebut lebih mengedepan
dalam perebutan prestise dan kelompok berbalut
materialistis dan jalan sendiri (individualistik). Akibatnya,
perilaku yang kerap tersua adalah kepentingan bersama dan
masyarakat sering di abaikan. Menyikapi perubahan-
perubahan sedemikian itu, acapkali idealisme kebudayaan
Minangkabau menjadi sasaran cercaan. Indikasinya sangat
tampak pada setiap upaya pencapaian hasil kebersamaan
(kolektif bermasyarakat) menjadi kurang peduli di banding
pencapaian hasil perorangan (individual). Sebenarnya,
nagari dalam daerah Minangkabau (Sumatra Barat) seakan
sebuah republik kecil yang memiliki sistim demokrasi murni,
pemerintahan sendiri, asset sendiri, wilayah sendiri, perangkat
masyarakat sendiri, sumber penghasilan sendiri, bahkan hukum
dan norma-norma adat sendiri. Maka “Kembali ke
Nagari“semestinya lebih di titik beratkan kepada kembali
banagari dalam makna kebersamaan itu. Sebagai masyarakat
beradat dengan pegangan adat bersendi syariat dan syariat
yang bersendikan Kitabullah, maka kaedah-kaedah adat
dipertajam makna dan fungsinya oleh kuatnya peran surau yang
memberikan pelajaran-pelajaran sesuai dengan syarak itu.

87
H. MAS’OED ABIDIN

PERAN SURAU TEMPAT PEMBINAAN


Nagari di Minangkabau berada di dalam konsep
tata ruang yang jelas, Basasok bajarami, Bapandam
bapakuburan, Balabuah batapian, Barumah batanggo, Bakorong
bakampuang, Basawah baladang, Babalai bamusajik. Ba-balai
(balairuang atau balai-balai adat) tempat musyawarah dan
menetapkan hukum dan aturan, “Balairuang tampek
manghukum, ba-aie janieh basayak landai, aie janiah ikan-nyo
jinak, hukum adie katonyo bana, dandam agiae kasumaik
putuih, hukum jatuah sangketo sudah”.
Ba-musajik atau ba-surau tempat beribadah,
“Musajik tampek ba ibadah,tampek balapa ba ma’ana, tampek
balaja al Quran 30 juz, tampek mangaji sah jo batal”47, artinya
menjadi pusat pembinaan umat untuk menjalin hubungan
bermasyarakat yang baik (hablum-minan-naas) dan
terjaminya pemeliharaan ibadah dengan Khalik (hablum
minallah), maka adanya balairuang dan musajik (surau) ini
menjadi lambang utama terlaksananya hukum48 dalam
“adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah., syarak
mangato adat nan kawi syarak nan lazim”.
Kedua lembaga ini – balai adat dan surau –
keberadaannya tidak dapat dipisah dan dibeda-bedakan,
47
Memang di surau tidak ada yang dapat di cari benda-benda (materi),
kecuali hanya bekal ilmu, hikmah dan kepandaian-kepandaian untuk
mengharungi hidup di dunia ini, dan dalam mempersiapkan hidup di
akhirat. Sebagai terungkap di dalam Peribahasa Minangkabau, “bak
batandang ka surau”, karena memang surau tak berdapur (Anas Nafis,
1996:464 -Surau-2).
48
Oleh H.Idrus Hakimy Dt. Rajo Pengulu dalam Rangkaian Mustika
Adat Basandi Syarak di Minangkabau, menyebutkan kedua lembaga –
balairung dan mesjid – ini merupakan dua badan hukum yang disebut
dalam pepatah : “Camin nan tidak kabuah, palito nan tidak padam”
(Dt.Rajo Pengulu, 1994 : 62).

88
SULUAH BENDANG DI NAGARI

karena “Pariangan manjadi tampuak tangkai, pagarruyuang


pusek Tanah Data, Tigo luhak rang mangatokan. Adat jo syarak
jiko bacarai, bakeh bagantuang nan lah sakah, tampek bapijak
nan lah taban”. Apabila kedua sarana ini telah berperan
sempurna, maka akan ditemui di kelilingnya tampil
kehidupan masyarakat yang memiliki akhlak perangai
yang terpuji, dan mulia (akhlakul-karimah) itu,
“Tasindorong jajak manurun, tatukiak jajak mandaki, adaik jo
syarak kok tasusun, bumi sanang padi manjadi”.
Konsep tata-ruang ini adalah salah satu kekayaan
budaya yang sangat berharga di nagari dan bukti idealisme
nilai budaya di Minangkabau, termasuk di dalam mengelola
kekayaan alam dan pemanfaatan tanah ulayatnya. Tata
ruang yang jelas memberikan posisi peran pengatur,
pemelihara dan pendukung sistim banagari yang terdiri
dari orang ampek jinih, ninik mamak49, alim ulama50, cerdik
pandai51, urang mudo52, bundo kanduang53. Dengan

49
Penghulu pada setiap suku, yang sering juga disebut ninik mamak nan
gadang basa batuah, atau nan di amba gadang, nan di junjung tinggi,
sebagai suatu legitimasi masyarakat nan di lewakan.
50
Bisa juga disebut dengan panggilan urang siak, tuanku, bilal, katib
nagari atau imam suku, dll dalam peran dan fungsinya sebagai urang
surau pemimpin agama Islam. Gelaran ini lebih menekankan kepada
pemeranan fungsi ditengah denyut nadi kehidupan masyarakat (anak
nagari).
51
Bisa saja terdiri dari anak nagari yang menjabat jabatan pemerintahan,
para ilmuan, perguruan tinggi, hartawan, dermawan.
52
Para remaja, angkatan muda, yang dijuluki dengan nan capek kaki
ringan tangan, nan ka disuruah di sarayo.
53
Kalangan ibu-ibu, yang sesungguhnya ditangan mereka terletak garis
keturunan dalam sistim matrilinineal dan masih berlaku hingga saat ini,
lebih jelasnya di ungkap di dalam Pegangan Penghulu, Bundo
Kanduang di Minangkabau, adalah menjadi “limpapeh rumah nan
gadang,umbun puruak pegangan kunci, pusek jalo kumpulan tali,
sumarak dalam nagari, nan gadang basa batuah” (Idrus Hakimy, 1997

89
H. MAS’OED ABIDIN

demikian, terlihat bahwa nagari di Minangkabau tidak


hanya sebatas pengertian ulayat hukum adat namun yang
lebih mengedepan dan paling utama adalah wilayah
kesepakatan antar berbagai komponen masyarakat di
dalam nagari dengan spirit ;
a. kebersamaan (sa-ciok bak ayam sa-danciang bak
basi), ditemukan dalam pepatah “ Panjang jo singkek
pa uleh kan, mako nyo sampai nan di cito.”

b. keterpaduan (barek sa-pikua ringan sa-jinjiang)


atau “Adat hiduik tolong manolong, Adat mati janguak
man janguak, Adat isi bari mam-bari, Adat tidak salang
ma-nyalang”. Basalang tenggang, artinya saling
meringankan dengan kesediaan memberikan
pinjaman atau dukungan terhadap kehidupan dan
“Karajo baiak ba-imbau-an, Karajo buruak bahambau-
an”.
c. musyawarah (bulek aie dek pambuluah, bulek kato
dek mupakat), dalam kerangka “Senteng ba-bilai,
Singkek ba-uleh, Ba-tuka ba-anjak, Barubah ba-sapo”

d. keimanan kepada Allah SWT menjadi pengikat


jiwa, seperti di ajarkan oleh sunnatullah bahwa di
dalam setiap gerak wajib mengenal alam keliling
yang semuanya berada di dalam kekuasaan Allah.
e. Alam takambang jadikan guru. Alam di tengah-
tengah mana manusia berada ini, telah diciptakan
oleh Yang Maha Kuasa dengan terkandung
padanya faedah-faedah kekuatan, dan khasiat-
khasiat yang diperlukan untuk memperkembang
dan mempertinggi mutu hidup jasmani manusia,
dengan keharusan berusaha membanting tulang dan

: 69 – 116)

90
SULUAH BENDANG DI NAGARI

memeras otak untuk mengambil sebanyak-banyak


faedah dari alam sekelilingnya itu, menikmatinya,
sambil mensyukurinya, dan beribadah kepada Ilahi.
f. cinta kepada nagari adalah perekat yang sudah
dibentuk oleh perjalanan waktu dan pengalaman
sejarah.54
g. menjaga dari pada melewati batas-batas yang patut
dan pantas, jangan terbawa hanyut materi dan hawa
nafsu yang merusak. Suatu bentuk persembahan
manusia kepada Maha Pencipta, menghendaki
keseimbangan antara kemajuan dibidang rohani dan
jasmani. “Jiko mangaji dari alif, Jiko babilang dari aso,
Jiko naiak dari janjang, Jiko turun dari tango”.
Sikap hidup (attitude towards life) sedemikian,
menjadi sumber pendorong kegiatan penganutnya, juga di
bidang ekonomi, dengan tujuan terutama untuk keperluan-
keperluan jasmani (material needs). Hasilnya tergantung
kepada dalam atau dangkalnya sikap hidup tersebut
berurat dalam jiwa masyarakat nagari dan kepada tingkat
kecerdasan yang telah dicapai.

KEMBALI KE SURAU
Semestinya dipahami bahwa kembali ke surau tentu
bukanlah kembali kepada tinggal dan bermalam di surau
seperti terjadi di zaman penjajahan, yang dalam banyak hal
mungkin tidak sesuai dengan alam kemerdekaan dan
reformasi. Akan tetapi yang lebih sesuai barangkali adalah
menjadikannya tetap sebagai pusat pembinaan umat dan
54
Bukti kecintaan kenagari ini banyak terbaca dalam ungkapan-
ungkapan pepatah hujan ameh dirantau urang hujang batu dinagari
awak, tatungkuik samo makan tanah tatilantang samo mahiruik ambun.

91
H. MAS’OED ABIDIN

menjadi salah satu tangga dari jenjang bermasyarakat di


nagari yang harus teguh melaksanakan prinsip
musyawarah (demokrasi), yang pada dasarnya adalah
pondasi mendasar dan utama dari adat basandi syarak,
syarak basandi kitabullah.
Kembali ke surau semestinya bermula dari kesediaan
untuk rujuk kepada hukum dan norma yang berlaku di
nagari dan kesetiaan melaksanakan undang-undang
bernagari.
Dukungan masyarakat adat dan kesepakatan tungku
tigo sajarangan yang terdiri dari ninik mamak, alim ulama,
cadiak pandai, bundo kanduang dan kalangan rang mudo,
menjadi penggerak utama dalam meujudkan satu tatanan
sistim di nagari, utamanya dalam menerjemahkan
peraturan daerah kembali kepemerintahan nagari sebagai
buah dari OTODA, karena anak nagari sangat berkepentingan
dalam merumuskan nagarinya. Konsepnya tumbuh dari akar
nagari itu sendiri, bukanlah suatu pemberian dari luar,
“Lah masak padi 'rang singkarak, masaknyo batangkai-tangkai,
satangkai jarang nan mudo, Kabek sabalik buhus sintak,
Jaranglah urang nan ma-ungkai, Tibo nan punyo rarak sajo”,
Artinya diperlukan orang-orang yang ahli di bidangnya
untuk menatap setiap perubahan peradaban yang tengah
berlaku. Hal ini perlu dipahami supaya jangan tersua
seperti kata orang “ibarat mengajar kuda memakan dedak”.
Masyarakat nagari sesungguhnya tidak terdiri dari
satu keturunan (suku) saja tetapi terdiri dari beberapa suku
yang pada asal muasalnya berdatangan dari berbagai
daerah asal di sekeliling ranah bundo. Sungguhpun
berbeda, namun mereka dapat bersatu dalam satu kaedah
hinggok mancangkam tabang basitumpu atau hinggok mencari
suku dan tabang mencari ibu. “Hiyu bali balanak bali, ikan
panjang bali dahulu. Ibu cari dunsanak cari, induak samang cari

92
SULUAH BENDANG DI NAGARI

dahulu “, -- yang datang di hargai dan masyarakat yang


menanti sangat pula di hormati --, “Dima bumi di pijak, di
sinan langik di junjuang, di situ adaik bapakai”. Disini tampak
satu bentuk perilaku duduk samo randah tagak samo tinggi,
menjadi prinsip egaliter di Minangkabau.
Kalau bisa dipertajam, inilah prinsip demokrasi
yang murni dan otoritas masyarakat yang sangat
independen dengan langkah yang jelas menguasai
informasi substansial, mendukung pemerintahan yang
menerapkan low-enforcment serta memperkuat kesatuan
dan persatuan di nagari-nagari, dengan muaranya adalah
ketahanan masyarakat dan ketahanan diri.
Dimulai dengan apa yang ada, -- yakni kekayaan alam
dan potensi yang terpendam dalam unsur manusia, kekayaan
nilai-nilai budaya lengkap dengan sarana pendukungnya --,
selangkah demi selangkah. Melaksanakan idea self help
semestinya di iringkan oleh sikap berhati-hati, yakni adanya
kesadaran tinggi bahwa setiap gerak di awasi, dan kesungguhan
diri ditumbuhkan dari dalam dengan keyakinan bahwa Allah SWT
satu-satunya pelindung dalam kehidupan disini (here and now)
dan disana (hereafter). Karena itu masyarakat Minangkabau
yang beradat dan beragama selalu dalam hidupnya di ingatkan
untuk mengenang hidup sebelum mati dan hidup sesudah hidup (di
balik mati) ini. Sesuai dengan peringatan Ilahi, "Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran di muka
dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata'ala tidak merobah keadan
sesuatu kaum, kecuali mereka mau merubah keadaan yang ada
dalam dirinya masing-masing .... Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap satu kaum, maka tidak ada yang dapat
menolaknya; sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain
Dia”.(QS.13, Ar Ra’du : 11).

93
H. MAS’OED ABIDIN

SURAU MEMPERKUAT POSISI NAGARI


Kembali kenagari, sesungguhnya mengandung
tugas besar yaitu menggali kembali potensi dan asset
nagari – yang terdiri dari budaya, harta, manusia, dan agama
anutan anak nagari --, karena apabila tidak digali, akan
mendatangkan kesengsaraan baru bagi masyarakat nagari
itu. Dimulai dengan memanggil potensi yang ada dalam
unsur manusia, masyarakat nagari. Kesadaran akan benih-
benih kekuatan yang ada dalam diri masing-masing, untuk
kemudian menumbuhkan, mengembalikan kepercayaan
diri dalam upaya memperkasakan umat di nagarinya
sendiri. Tujuannya agar tercapai taraf yang memungkinkan
umat mampu berdiri sendiri dan membantu nagari tetangga
secara selfless help, dengan rezeki yang telah didapat tanpa
mengharap balas jasa, "Pada hal tidak ada padanya budi
seseorang yang patut dibalas, tetapi karena hendak mencapai
keredhaan Tuhan-Nya Yang Maha Tinggi". (Q.S. Al Lail, 19 - 20).
Walaupun di depan terpampang kendala-kendala, namun
optimisme banagari mesti selalu dipelihara, “Alah bakarih
samporono, Bingkisan rajo Majopahik, Tuah basabab bakarano,
Pandai batenggang di nan rumik”.

MEMAKMURKAN SURAU
Memakmurkan surau (masjid) dalam masa ini adalah
menetapkan visi untuk menentukan program pembinaan
yang akan dilakukan di tengah anak nagari yang akan
mendukung percepatan pembangunan di era otonomi
daerah di Sumbar, antara lain ;

94
SULUAH BENDANG DI NAGARI

1. Meningkatkan Mutu SDM anak nagari, dan


memperkuat Potensi yang sudah ada melalui
program utama,
a. menumbuhkan SDM Negari yang sehat
dengan gizi cukup, meningkatkan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi (terutama
terapan),
b. mengokohkan pemahaman agama, sehingga
anak negari menjadi sehat rohani,
c. menjaga terlaksananya dengan baik norma-
norma adat, sehingga anak nagari menjadi
masyarakat beradat yang beragama (Islam).
Memperkuat SDM bertujuan membentuk
masyarakat beradat dan beragama sebagai suatu
identitas yang tidak dapat ditolak dalam kembali
kenagari..
2. Menggali potensi SDA yang ada di nagari,
diselaraskan dengan perkembangan global yang
tengah berlaku, memperkuat ketahanan ekonomi
rakyat. Membangun kesejahteraan bertitik tolak
pada pembinaan unsur manusianya. Dari self help
(menolong diri sendiri) kepada mutual help, tolong-
menolong, sebagai puncak budaya Adat basandi
syarak, syarak basandi Kitabullah. Dalam rangka
pembagian pekerjaan, ber-ta'awun sesuai dengan
anjuran Islam, "Bantu membantu, ta'awun, mutual
help dalam rangka pembagian pekerjaan (division of
labour) menurut keahlian masing-masing ini, akan
mempercepat proses produksi, dan mempertinggi mutu,
yang dihasilkan. Itulah taraf ihsan yang hendak di
capai.

95
H. MAS’OED ABIDIN

3. Memperindah nagari dengan menumbuhkan contoh


di nagari dengan indicator utama kepada moral adat
“nan kuriak kundi, nan sirah sago, nan baik budi nan
indah baso”. Mengefisienkan organisasi pemerintahan
dengan reposisi dan refungsionisasi semua pemeranan
fungsi dari elemen masyarakat.
Ketiga pengupayaan diatas menjadi satu konsepsi
tata cara hidup, sistem sosial dalam "iklim adat basandi
syarak syarak basandi Kitabullah", dalam rangka
pembinan negara dan bangsa keseluruhannya dan untuk
melaksanakan Firman Ilahi "Berbuat baiklah kamu (kepada
sesama makhluk) sebagaimana Allah berbuat baik terhadapmu
sendiri (yakni berbuat baik tanpa harapkan balasan)”. (QS.28, Al
Qashash : 77).
Kekuatan moral yang dimiliki, ialah menanamkan
"nawaitu" dalam diri masing-masing.
Untuk membina umat dalam masyarakat di nagari
harus diketahui pula kekuatan “Latiak-latiak tabang ka
Pinang, Hinggok di Pinang duo-duo, Satitiak aie dalam piriang,
Sinan bamain ikan rayo”. Teranglah sudah, bagi setiap orang
yang secara serius ingin berjuang di bidang pembangunan
masyarakat nagari lahir dan batin, material dan spiritual
pasti akan menemui disini iklim (mental climate) yang
subur, bila pandai menggunakannya dengan tepat akan
banyak membantu usaha pembangunan itu. Melupakan
atau mengabaikan ini, adalah satu kerugian, karena berarti
mengabaikan satu partner "yang amat berguna" dalam
pembangunan masyarakat dan negara.

96
SULUAH BENDANG DI NAGARI

HAKIKAT DARI DAKWAH BIL HAL


Peran dakwah di Ranah Minang sekarang ini
adalah menyadarkan umat akan peran mereka dalam
membentuk diri mereka sendiri, "Sesungguhnya Allah tidak
akan merobah nasib satu kaum, hingga kaum itu sendiri yang
berusaha merobah sikap mereka sendiri." (QS.Ar-Ra’du).
Kenyataan sosial terhadap penduduk anak nagari
harus di awali dengan mengakui keberadaan mereka,
menjunjung tinggi puncak-puncak kebudayaan mereka,
menyadarkan mereka akan potensi besar yang mereka miliki,
mendorong mereka kepada satu bentuk kehidupan yang
bertanggung jawab. Inilah tuntutan Dakwah Ila-Allah.
Dakwah adalah satu kata, di dalam Al-Qur'an,
bermakna ajakan atau seruan.
Maka seruan atau ajakan itu, tidak lain adalah
seruan kepada Islam. Yaitu agama yang diberikan Khaliq
untuk manusia, yang sangat sesuai dengan fithrah manusia
itu. Islam adalah agama Risalah, yang ditugaskan kepada
Rasul, dan penyebaran serta penyiarannya dilanjutkan oleh
dakwah, untuk keselamatan dan kesejahteraan hidup
manusia. Dalam rentangan sejarah perjalanannya tercatat
"Risalah merintis, dakwah melanjutkan"
Risalah yang menjadi tugas rasul itu, berisi khabar
gembira dan peringatan. Ditujukan untuk seluruh umat
manusia. Risalah itu cocok untuk semua zaman.
Maksudnya untuk Rahmat seluruh alam. Dan Nabi
Muhammad Rasulullah S.A.W, adalah da’i pertama yang
ditetapkan oleh Allah (QS. Saba’, 34 : 28), mengajak manusia
dengan ilmu, hikmah dan akhlak. Perintah untuk

97
H. MAS’OED ABIDIN

melaksanakan tugas-tugas dakwah itu, secara kontinyu


diturunkan oleh Allah SWT seperti,
a) Supaya menyeru kejalan Allah, dengan petunjuk yang
lurus (QS.Al-Ahzab, 33 : 45-46).
b) Seruan untuk menyembah Allah, kepada seluruh
manusia . Perintah untuk menyembah Allah, tidak boleh
musyrik, agar hanya meminta kepadaNya dan
mempersiapkan diri untuk kembali kepadaNya (QS.Al
Qashash, 28 : 87).
Tugas ini menjadi tugas para Rasul sebelumnya.
Menjadi sempurna dan lengkap dengan keutusan
Muhammad. Maka, manusia (umat) sekarang menjadi
penerus dan pelaksana dakwah itu terus menerus
sepanjang masa (QS. Ar-Ra’d, 13 : 35). Ditegaskan dalam
kalimat sederhana tapi padat, bahwa dakwah kita adalah
Dakwah Ila-Allah (QS. Ali Imran, 3 : 104). Manhaj-nya adalah
Alquran dan Sunnah Rasul, dan pelaksananya setiap
muslim, setiap mukmin adalah umat dakwah pelanjut
Risalah Rasulullah yakni Risalah Islam. Terlaksananya
tugas-tugas dakwah dengan baik akan menjadikan umat
Islam mampu menjawab harapan masyarakat dunia.55
Maka perlu setiap Da’i – Imam, Khatib, Urang Siak, Tuanku,
alim ulama suluah bendang di nagari-nagari -- meneladani
pribadi Muhammad SAW dalam membentuk effectif leader
di Medan Dakwah. Dakwah itu, menuju kepada inti dan
isi Agama Islam (QS. Al Ahzab, 33 : 21).
Inti agama Islam adalah tauhid.
55
Diperlukan watak-watak, yang ditunjukkan oleh pendakwah pertama,
Rasulullah SAW (Mohammad Natsir, Tausiyah 24 tahun Dewan
Dakwah, Media Dakwah, Jakarta 1992, Dakwah kita adalah Dakwah
Ila-Allah).

98
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Katakanlah bahwa berimanlah dengan Allah


dan kemudian istiqamahlah, tetap pada pendirian itu
dan konsisten selalu.
Implementasinya adalah Akhlak.

Diciptakan manusia dengan perangai yang baik


(terouji).
Umat masa kini hanya akan menjadi baik dan
kembali berjaya, bila sebab-sebab kejayaan umat terdahulu
di kembalikan. Kita semestinya bertindak atas dasar syarak
itu, dan mengajak orang lain untuk menganutnya.
"Memulai dari diri da’i, mencontohkannya kepada masyarakat
lain", (Al Hadist). Inilah cara yang tepat. Keberhasilan suatu
upaya dakwah (gerak dakwah) memerlukan
pengorganisasian (nidzam).
Perangkat dalam organisasi surau, selain orang-
orang, adalah juga peralatan dakwah yaitu penguasaan
kondisi umat, tingkat sosialnya dan budaya yang melekat
pada tata pergaulan mereka yang dapat dibaca dalam peta
dakwah (Yusuf Qardhawi, 1990). Peta dakwah,
bagaimanapun kecilnya, memuat data-data tentang
keadaan umat yang akan di ajak tersebut. Bimbingan
syarak mengatakan bahwa al haqqu bi-laa nizham
yaghlibuhu al baathil bin-nizam bermakna bahwa yang hak
sekalipun, tetapi tidak mengindahkan pengaturan
(organisasi) senantiasa akan di kalahkan oleh yang bathil

99
H. MAS’OED ABIDIN

tetapi dijalankan terorganisir. Allah menghendaki


kelestarian Agama dengan kemampuan mudah, luwes,
elastis, tidak beku dan tidak berlaku bersitegang.

SEHAT ROHANI DAN JASMANI


Konsepsi tentang kesehatan manusia dapat dibagi
atas empat bahagian,

1. kesehatan fisik.
2. kesehatan jiwa.
3. kesehatan ide (pemikiran),
4. kesehatan sosial masyarakat disekitarnya.
Keempat bentuk kesehatan tersebut berada dalam
ruang lingkup yang sama (integratif) yang memiliki
interrelasi satu sama lain. Interrelasi ini berada dalam
ruang lingkup pemikiran Islam, sebagai sebuah garis
tengah yang menjadi "benang hijau" terhadap segala
bentuk pemikiran yang ada. Sebagai sebuah garis tengah
yang menjadi "benang hijau", dia tidak mengalami
gesekan-gesekan pemikiran dan mengambil segala bentuk
pemikiran konstruktif dan meninggalkan pemikiran
destruktif 56.

Istilah yang pas untuk menjelaskan hal ini adalah


melalui pembentukan cara hidup yang diajarkan agama
Islam, antara lain;

1. berdikari terhadap diri sendiri, tanpa tergantung


56
Hal ini di kemukakan M.Natsir, dan bisa dicapai dengan upaya
membangun masyarakat besar melalui masyarakat kecil.

100
SULUAH BENDANG DI NAGARI

kepada orang lain (self help),


2. membantu orang lain tanpa pamrih dengan
ukuran ikhlas karena Allah SWT (selfless help),
3. membentuk sebuah ketergantungan untuk
membantu satu sama lain (mutual help).

Cara hidup ini merupakan konsepsi pemikiran


Islami yang dikembangkan menjadi dasar pembentukan
kerjasama antara negara yang mendasari bentuk hubungan
inernasional yang mampu menciptakan tata perdamaian
dunia. Ketiga dasar tersebut merupakan dasar
pembentukan masyarakat tamaddun (beradab), yang
bukan hanya bersifat "kebangkitan ekonomi", tetapi
merupakan sesuatu yang bersifat moral (the moral
renewance).

Dalam "pembersihan moral" (the moral renewance),


maka peranan agama Islam menjadi penting.
Kepentingannya terletak kepada kemampuan aplikasi dari
segala ide atau pemikiran yang dilaksanakan, sebagaimana
yang dikemukakan oleh pengertian globalisasi yang
diartikan sebagai ruang lingkup pemikiran yang bisa
dilaksanakan di tengah masyarakat (The policy making
something worldwide in scope or application).57

Sebagai sebuah proses globalisasi, ajaran agama


57
Relevansi pengertian globalisasi dalam konteks pemahaman
ajaran agama Islam dapat di lihat dari kata-kata DR.Sidek baba,
Timbalan Rekyor UIAM Malaysia dalam seminar Kebangkitan
Peran Generasi Baru Asia (Re Awekening Asia), Pekanbaru 21-23
Juli 1997 yang menyatakan bahwa terdapat interaksi antara
pemahaman ajaran Islam dengan aspek globalisasi kehidupan yang
terjadi di dunia saat ini.

101
H. MAS’OED ABIDIN

Islam tidak dapat berdiri sendiri, tanpa bersinggungan


dengan lalu lintas ide atau pemikiran yang ada di dunia
sekitarnya.

Interaksi ini mengharuskan pemahaman ajaran


agama Islam tidak lagi secara eksklusif dalam ruang
lingkup pergaulan hidup sehari-hari dalam sebuah
komunitas sosial yang tertutup dari dunia sekitarnya,
tetapi harus bersifat inklusif untuk bisa dipahami oleh
semua orang.

Peranan pemikiran baru dalam mencerahkan prob-


lematika sosial, budaya, ekonomi dan politik dalam
segenap masyarakat yang ada dari proses westernisasi
yang dibawa kebudayaan Barat, merupakan salah satu
antitesis terhadap masalah (kondisi) tersebut.

Pemikiran Dakwah Islam merupakan pemikiran


ahlul salaf yang berada di tengah-tengah sebagai upaya
penjelmaan umat pertengahan (umathan wassatahan) yang
dikemukakan ajaran Al Qur'an. Sebagai pemikiran aplikatif
terhadap problemtika sosial yang ada, maka penerapan
terhadap segenap ide (pemikiran) yang ada merupakan
sebuah kebutuhan mutlak yang diharapkan masyarakat
saat ini.

Frustrasi sosial yang melahirkan agresi dalam


segenap bidang kehidupan dilahirkan oleh kesenjangan
antara sebuah ide dengan aplikasi ide tersebut.
Kesenjangan ini, akan teratasi oleh pembentukan
masyarakat self help, selfless help dan mutual help di
atas. Upaya untuk menjembatani kesenjangan tersebut

102
SULUAH BENDANG DI NAGARI

hanya bisa dilakukan melalui upaya nyata dengan


"Berorientasilah kepada ridha Allah SWT."

Kata-kata ridha merupakan maqam (tingkatan)


terakhir dalam maqam (tingkatan) rohani kehidupan tasauf
(pembersihan diri). Maqam ini hanya bisa dicapai setelah
melalui maqam-maqam di bawahnya, seperti taubat, wara,
zuhud, shabr, fakir dan tawakkal. Ketujuh maqam
tersebut hanya bisa dilalui oleh mereka yang telah
mengalami pencerahan (enlightenment), baik dalam
bidang pemikiran maupun spritual rohani.

Pencerahan (enlightenment) tersebut dilakukan


oleh mereka yang telah menjelajahi berbagai pemikiran
yang ada dan melakukan penyaringan (filter) terhadap
segala bentuk pemikiran tersebut, agar melahirkan
pemikiran bersih, jernih dan bisa diterima oleh semua
pihak, baik mereka yang setuju maupun mereka yang
berseberangan dengan dirinya.58

Proses pencerahan dan sikap politik, di bentuk juga


oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman hidup,
sebagai politisi aktif yang hidup dalam masyarakat.
Keberhasilan akan di ukur apakah seorang politisi yang
akan memimpin umat di akar rumput masyarakat itu

58
Proses ini dilakukan oleh M.Natsir melalui proses belajar yang
panjang dengan berbagai guru beliau, mulai dari HOS
Cokroaminooto, H.A.Salim, dan dari guru yang berpandangan
hidup dengan alur pemikiran yang keras serta memiliki fanatisme
agama yang keras seperti tokoh PERSIS Ahmad Hassan (dikenal
juga dengan nama Hassan Bandung) sampai kepada tokoh moderat
dan sosialis sekalipun.

103
H. MAS’OED ABIDIN

berkemampuan membina diri menjadi seorang pemikir


politik (the political thinkers) dan memiliki pandangan
pandangan filosofis (the political idea philospher) untuk
senantiasa berjuang meningkatkan kesejahteraan umat
yang memilihnya.
Seorang pemikir dan pelaku politik yang
mempunyai wawasan idea filosofis akan senantiasa hidup
dalam memikirkan kesejahteraan umat banyak. Karenanya
adalah satu keniscayaan semata tatkala seorang pemimpin
politik hidup di tengah umat atau anak nagari yang
memilihnya (konstituen) selalu berpikir dan berbuat untuk
orang banyak atau anak nagai itu.
Jalan pikiran yang filosofis selalu melihat bahwa
peranan masyarakat kecil merupakan ide (pemikiran)
politik praktis yang paling utama.59 Demikian pula dengan
kondisi ekonomi yang digeluti oleh umat di nagari-nagari
yang sedang berada di dalam proses globalisasi ini sangat
utama untuk selalu didukung dan diperhatikan. Adalah
satu kenyataan bahwa hanya produk-produk yang mampu
bersaing pada tingkat pasaran dunia yang mampu
memenangkan persaingan besar. Akan tetapi di tengah era
pergeseran politik nasional yang terjadi di Indonesia dalam
lima tahun terakhir ini (1995-2000) dimana kehidupan
masyarakat secara nasional sedang dilanda berbagai krisis

59
Ide atau pemikiran tersebut di tuangkan di dalam menciptakan
produk kecil (handy craft) di nagari-nagari dalam masyarakat yang
dikenal hari ini dengan sebutan “satu desa satu produk” (one village
one product), yang dilaksanakan dalam proyek pengembangan
ekonomi masyarakat kecil pedesaan di Jepang dan berperan
menjadi salah satu upaya pemerkasaan rakyat kecil (people
empowerment) dan menjadi tiang proses kompetisi perekonomian
dunia dalam proses globalisasi.

104
SULUAH BENDANG DI NAGARI

di antaranya kemelut ekonomi yang menjadikan bangsa


besar ini sangat banyak tergantung kepada kekuatan asing.
Dalam kemelut nasional itu, ternyata pula pertumbuhan
ekonomi umat Indonesia masih mampu bertahan dan
bahkan mencapai tingkat pertumbuhan yang signifikan
yaitu 2,4 % pertahun. Ketahanan ekonomi nasional ini
tidak ditunjang oleh para konglomerat yang telah menelan
kekayaan umat lebih dari 85% sellama hampir 30 tahun,
akan tetapi kontribusi terbesar datangnya justru dari dan
di topang oleh ekonomi rakyat kecil di nagari-nagari.
Persaingan pasar memang sangat ditentukan oleh
speksifikasi produk yang menjadi unsur "kepercayaan"
(trust), seperti yang diungkapkan oleh penulis sejarah
Francis Fukuyama, pria Jepang yang lahir dan dibesarkan
di Amerika Serikat dan menduduki Dekan di George
Mason University, Washington di Jakarta (1997).
Kenyataan yang ditemui dinagari-nagari lima tahun
kemudian memang sangat berbeda dengan pernyataan
Francis Fukuyama tersebut yang mengemukakan tesis
kesejarahan telah berakhir saat ini (The End of History).
Sesungguhnya yang berlaku adalah bahwa adanya tesis
kesejarahan pada setiap saat dan tempat (wa tilka al-
ayyamu nudawilu-haa baina an-naas).60

Setiap ajaran di dalam syarak (Islam) selalu mampu


memberikan jalan keluar (solusi) terhadap problematika
sosial umat manusia. Keyakinan kepada agama Islam (di
dalam syarak di sebut aqidah Islamiyah) menjadi landasan
berpijak, berbuat dan berharap oleh setiap umat yang
mempercainya. Keyakinan tauhid itu terhunjam dan berurat

60
Sesuai Sunatullah “ inna az-zamaan qad istadara” (al Hadist),
artinya zaman berubah dan musim selalu berganti.

105
H. MAS’OED ABIDIN

berakar di dalam hati manusia yang mampu menangkap


tanda-tanda zaman perubahan sosial, politik dan ekonomi di
sekitarnya. Mereka yang mampu menangkap zeitgeist atau
tanda-tanda zaman perubahan sosial, politik dan ekonomi
tersebut, tentulah mereka yang beriman kepada Allah.

Apatisme politik dan bersikap menjadi "pengamat"


dalam perubahan sosial, politik dan ekonomi tersebut
adalah mereka yang memiliki selemah-lemah iman
(adh'aful iman). Sikap diam (apatis) dalam kehidupan
sosial, politik dan ekonomi yang selalu mengalami
perubahan hanya bisa diatasi dan dihilangkan dengan,
• mengerjakan segala sesuatu yang bisa dikerjakan,
• jangan fikirkan sesuatu yang tidak mungkin
dikerjakan,
• apa yang ada sudah cukup untuk memulai
sesuatu,
• jangan berpangku tangan dan menghitung orang
yang lalu.

Keempat kata-kata tersebut merupakan amanat dari


ajaran agama Islam untuk tidak menunggu perubahan
sosial, politik dan ekonomi dalam hidup ini, tetapi
memanfaatkan segala perubahan yang berhubungan
dengan kehidupan dunia luar dan disekitarnya. Sikap
hidup menjemput bola, bukan menunggu bola merupakan
sikap hidup sesuai ajaran Islam, untuk mengantisipasi
selemah-lemah iman yang menjadi kata-kata kunci
perubahan sosial, politik dan ekonomi yang diinginkan
oleh agama Islam melalui tiga cara hidup , yakni,

106
SULUAH BENDANG DI NAGARI

• bantu dirimu sendiri (self help),


• bantu orang lain (self less help), dan
• saling membantu dalam kehidupan ini (mutual
help),

Ketiga konsep hidup ini tidak mengajarkan


seseorang untuk tidak tergantung kepada orang lain,
ketergantungan akan menempatkan orang terbawa
kemana-mana oleh mereka yang menjadi tempat
bergantung.

BAHASA DAKWAH ADALAH BAHASA KEHIDUPAN


Peta dakwah, akan berhasil digunakan di nagari
dengan kesepakatan pelaksana-pelaksananya dalam
menggalang saling pengertian. Koordinasi sesamanya akan
mempertajam faktor-faktor pendukungnya, membuka
pintu dialog persaudaraan (hiwar akhawi). Kaedah syarak
akan menjadi pendorong dan anak kunci keberhasilan
dakwah untuk menghidupkan adagium adat basandi syarak
syara; basandi Kitabullah.
Aktualisasi dari Kitabullah (nilai-nilai Al-Qur'an)
hanya dapat dilihat melalui gerakan amal nyata yang
berkesinambungan (kontinyu), dan terkait dengan seluruh
segi dari aktivitas kehidupan manusia, -- seperti,
kemampuan bergaul, mencintai, berkhidmat, menarik,
mengajak (dakwah), merapatkan potensi barisan (shaff)
dalam mengerjakan amal-amal Islami secara bersama-sama
(jamaah) --, sehinga membuahkan agama yang mendunia.

107
H. MAS’OED ABIDIN

Usaha inilah yang akan menjadi gerakan antisipatif


terhadap arus globalisasi negatif pada abad-abad sekarang,
dan sudah semestinya menjadi visi kembali ke surau .
Kitabullah (Al-Qur'an) telah mendeskripsikan
peran agama Allah (Islam) sebagai agama yang kamal
(sempurna) dan nikmat yang utuh, serta agama yang di
ridhai (QS.Al Maidah, 5 : 3), dan menjadi satu-satunya
Agama yang diterima di sisi Allah,yaitu Agama Islam (QS.
Ali Imran, 3 : 19). Konsekuensinya adalah yang mencari
manhaj atau tatanan selain Islam, tidak akan di ridhai ( QS.
Ali Imran, 3 : 85). Tidak ada pilihan lain hanya Islam, "Dan
siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang
menyerahkan dirinya kepada Allah secara ikhlas, yakni orang
Muslim, merekapun mengerjakan kebaikan-kebaikan" (QS. An
Nisak, 4 : 125). Setiap Muslim, dengan nilai-nilai Kitabullah
(Al Qur'an) wajib mengemban missi yang berat dan mulia
yaitu merombak kekeliruan ke arah kebenaran.

Bertaqwa kepada Allah di manapun berada dan


rubahlah kesalahan yang ada dengan menggantinya
kepada kebaikan (hasanah). Inilah yang di maksud
secara hakiki "perjalanan kepada kemajuan (al madaniyah,
modernitas)".

Disimpulkan, Visi Kembali ke Surau berkehendak


kepada gerak yang kontinyu, utuh dan terprogram.
Hasilnya tidak mungkin di raih dengan kerja sambilan,
karena buah yang di petik adalah sesuai dengan bibit
yang di tanam, sesuai natuur-wet (sunnatullah, = undang-
undang alami).

108
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Dalam langkah dakwah Ila-Allah, setiap muslim


berkewajiban menapak tugas tabligh (menyampaikan),
kemudian dakwah (mengajak/mengujudkan) kehidupan
agama yang mendunia (dinul-harakah al-alamiyyah).
Peran surau dalam menghidupkan adat basandi syarak
syarak basandi Kitabullah menjadi tugas setiap insan anak
nagari yang telah terikat dalam "umat dakwah" menurut
Kitabullah – yakni nilai-nilai Al-Qur'an -- (QS. Ali Imran, 3 :
104 ). Dakwah ini tidak akan berhenti dan akan
berkembang terus sesuai dengan variasi zaman yang
senantiasa berubah, namun tetap di bawah konsep mencari
ridha Allah.
Peran serta masyarakat yang di tuntut adalah ;
1. Dalam penerapan manajemen mengelola
perguruan, pendidikan dan pembinaan anak nagari
di surau, perlu peningkatan manajemen yang lebih
accountable dari segi keuangan maupun organisasi.
Melalui peningkatan ini, sumber finansial
masyarakat dapat di pertanggung jawabkan secara
lebih efisien dan peningkatan kualitas pembinaan
umat melalui surau dapat dicapai. Segi organisasi
lebih menjadi viable -- dapat hidup terus, berjalan
tahan banting, bergairah, aktif dan giat – menurut
permintaan zaman, dan durable – yakni dapat tahan
lama – seiring perubahan dan tantangan zaman.
2. Peran serta masyarakat dalam pengembangannya
di dorong untuk berorientasi kepada mutu
unggulan sehingga menjadikan pembinaan –
madrasah, majlis ta’lim, perguruan, pendidikan -- di
surau dapat berkembang menjadi lembaga center
of exellence, yang menghasilkan generasi
berparadigma ilmu yang komprehensif, yakni

109
H. MAS’OED ABIDIN

pengetahuan agama, berbudi akhlak plus


keterampilan.
3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan surau dalam sistim terpadu tidak
terpisah dan menjadi bagian integral dari
masyarakat Muslim di Minangkabau dalam
keseluruhannya. Pengembangan surau dengan
peran pembinaan bisa menjadi core, inti, mata dan
pusar dari learning society, masyarakat belajar.
Sasarannya, membuat anak nagari generasi baru
menjadi terdidik, berkualitas, capable, fungsional,
integrated di tengah masyarakatnya.

110
SULUAH BENDANG DI NAGARI

PROBLEMATIKA
PEMBINAAN AGAMA
DI NAGARI NAGARI

DI MINANGKABAU

Secara umum perkembangan masyarakat nagari


diabad ini mengalami pergeseran pula, “masyarakat di
datangi dakwah dan tidak lagi mendatangi dakwah.”.
Pada beberapa daerah tampak dengan kurangnya minat
orang tua menyerahkan anak-anaknya ke Pendidikan-pendidikan
Islam (Surau, majelis ta’lim, TPA, MDA, bahkan pengajian-
pengajian Al-Qur’an). Kebiasaan meminum minuman keras
(Miras) dikalangan muda/remaja, berkembangnya pergaulan
bebas (diluar batas-batas adat dan agama) mulai tumbuh
merajalela.
Peranan ulama Minangkabau sejak dulu adalah
membawa umat, melalui informasi dan aktifiti, kepada
keadaan yang lebih baik, Kokoh dengan prinsip, qanaah dan
istiqamah. Berkualitas, dengan iman dan hikmah. Ber-‘ilmu dan
matang dengan visi dan misi. Amar makruf nahyun ‘anil
munkar dengan teguh dan professional. Research-oriented
dengan berteraskan iman dan bertelekankan tongkat ilmu
pengetahuan.

111
H. MAS’OED ABIDIN

Peran dan perjuangan para ulama dalam membina


nagari hari ini seringkali tidak terikuti oleh pembinaan
yang intensif, disebabkan :

a. Kurangnya tenaga da’i, tuangku, ulama


yang berpengalaman, berkurangnya jumlah
mereka di daerah-daerah (karena
perpindahan ke kota dan kurangnya minat
menjadi da’i .

b. Terabaikannya kesejahteraan da’i secara


materil yang tidak seimbang dengan
tuntutan yang diharapkan oleh masyarakat
dari seorang da’i .

c. Jauhnya daerah-daerah yang harus


didatangi oleh juru dakwah sementara tidak
tersedianya alat transportasi.

d. Sering ditemui transport umum sewaktu-


waktu ke daerah-daerah binaan dakwah
jarang pula tersedia.

e. Umumnya juru dakwah bukanlah pegawai


negeri yang memiliki penghasilan bulanan
yang tetap, akan tetapi senantiasa dituntut
oleh tugasnya untuk selalu berada ditengah
umat yang dibinanya.

112
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Mengembalikan Minangkabau keakarnya ya’ni Islam


tidak boleh dibiar terlalai. Karena akibatnya akan terlahir
bencana. Acap kali kita di abaikan oleh dorongan hendak
menghidupkan toleransi padahal tasamuh itu memiliki
batas-batas tertentu pula.
Amatlah penting untuk mempersiapkan generasi
umat yang mempunyai bekalan mengenali keadaan
masyarakat binaan, aspek geografi, demografi,, sejarah, latar
belakang masyarakat, kondisi sosial, ekonomi, tamaddun,
budaya,dan adat-istiadat berbudi bahasa yang baik.

MENINGKATKAN KINERJA DA’I


VI Dalam upaya meningkatkan kinerja da’i harus
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif dalam
melakukan perubahan.

VIISelalu memelihara tindakan yang benar.


VIIISetiap tindakan akan disaksikann oleh Allah, Rasul
dan semua orang beriman (QS.53:39-41).

IX Tidak boleh hidup dalam kekosongan (kevakuman).


Maka da’i, Imam dan Khatib di Nagari mestinya
menjadi sumber manfaat bagi umat binaan.

X Syarat utama menjadi muslim yang baik adalah


bermanfaat terhadap orang lain.

XI --- (“al Khalqu ‘iyaalu-llah, ahabbuhum ilaihi anfa-‘uhum li


‘iyaalihi” (Shahih Muslim), artinya, “seluruh makhluk
adalah keluarga Allah, yang disayang olehnya yang
bermanfaat untuk sesamanya, dan ”Irhamu man fil ardhi
yarhamukum man fis-samaa-I” (Musnad Tirmidzi).

113
H. MAS’OED ABIDIN

XII Sayangilah yang di bumi, niscaya kamu akan disayangi


oleh yang di langit (Allah SWT). ---

XIIIPerlu di ingat, bahwa “yang paling banyak


diperhatikan oleh umat adalah yang paling banyak
memperhatikan kepentingan umatnya”.

VI
VIIGOLONGAN BUKANLAH TUJUAN
XIVKelompok yang ada hanya sekedar sarana untuk
mencapai tujuan.

XV---( “Ju’ilat liy al-ardhu masjidan wa thahuran” (Shahih


Muslim, Sunan Abu Daud, Tirmidzi, an-Nasa-I, Ibnu Majah,
Ad-Daramy dan Imam Ahmad bin Hanbal), artinya
“Dijadikan untukku seluruh punggung bumi untuk masjid
(tempat bersujud, mengabdi) dan sebagai tempat yang bersih
(bersuci)”----.

XVIKepentingan kelompok harus tunduk kepada


(kemashalahatan) umat. Da’i tidak boleh mengurung
diri, akibatnya akan menjauhkan dari objektifitas, dan
selalu menjadikan seseorang akan lebih mementingkan
golongan (kelompok). Mementingkan kelompok
semata akan sama halnya dengan membangun rumah
untuk kepentingan rumah.

XVII
XVIIIMasyarakat lingkungan adalah media, satu-satunya
lapangan tempat beroperasinya para da’i, tempat
berdakwah sepanjang hidup.

XIXKonsekwensinya harus siap menerima segala gobaan


dari Allah (QS.12,Yusuf:109).

114
SULUAH BENDANG DI NAGARI

XX
XXI
XXII
XXIIIDA’I, IMAM DAN KHATIB HARUS
MEMILIKI PAHAM YANG LUAS
XXIV
XXVImam Khatib dan para da’i serta muballigh di
nagari-nagari yang akan berperan sebagai pembina
umat semestinya mempunyai pemahaman-pemahaman
yang mendalam tentang beberapa pokok perpegangan
diantaranya ;

XXVI
XXVII1. Alam ghaib, sesuai rukun Iman, akan
menyelamatkan manusia dari kesia-siaan berpikir
terhadap sesuatu yang diluar wilayah kemampuan
rasio, rujukannya adalah Al Quran dan Hadist.

XXVIII2. Alam semesta, memiliki dimensi ruang, waktu,


volume, sebagai milik Allah. Alam semesta digunakan
bagi sebesar manfaat untuk manusia. Konsekwensinya
dai harus memiliki ilmu pengetahuan, dan tidak boleh
menjadikan dirinya tertutup, bahkan mesti selalu aktif.
(QS.31- Luqman:20).

XXIX3. Pengetahuan Internasional, penting untuk me-


nunjang gerak dakwah, karena haraakah Islamiah
adalah suatu yang global, dan umat Muslim ada di
mana-mana. Pengetahuann ini mendorong kepada
amar makruf (social support) dengan menegakkan
kebenaran, dan juga komitment yang tegas terhadap

115
H. MAS’OED ABIDIN

nahi munkar (social control) dengan melawan setiap


kemungkaran.

XXXSetiap da’i mengetahui bahwa seluruh dunia adalah


tempat berkarya dan beramal.

XXXI
XXXII4. Kesadaran lokal, minimal pengetahuan tentang

XXXIII(a) keadaan masyarakat binaan, aspek geografi,


demografi,

XXXIV(b) sejarah, latar belakang masyarakat, kondisi


sosial, ekonomi,

XXXV(c) budaya, adat-istiadat, setiap tanah ditumbuhi


tanaman khas.

XXXVI
XXXVIIPengetahuan lokal ini berguna untuk
memperbaiki masyarakat dengan semangat ihsan,
membuat analisis, menyediakan alternatif-alternatif.
Teori yang khayal hanyalah angan-angan. Masyarakat
memerlukan kenyataan-kenyataan yang menyentuh
kehidupan pribadi maupun kelompok secara langsung.

XXXVIII
XXXIXTujuan akhir menghapuskan ketidak seimbangan
serius melalui pendidikan dan prinsip-prinsip Islami.
Bagi lingkup masyarakat Islam boleh saja disajikan berbagai
hidangan tetapi semuanya mesti halal.

XL
XLIDA’I, IMAM DAN KHATIB ADALAH PEMIMPIN

116
SULUAH BENDANG DI NAGARI

DI TENGAH KAUMNYA DI NAGARI-NAGARI


---- (“Sayyidul qaumi khadimuhum” (Sunan ad-Dailamy
dan at-Thabarani), artinya “Pemimpin bangsa (kaum) adalah
pelayan mereka”)---.

XLII
XLIIIMaka tidak dapat tidak, seorang da’i mesti
menempatkan diri ditengah masyarakatnya, memiliki
orientasi pengabdian yang luhur, sanggup
menawarkan alternatif dalam persoalan keumatan,
menjawab masaalah umat, pemecahan permasalahan
umat, berperan sebagai seorang pemimpin dalam
membina masyarakat dengan penuh perhatian dan
keikhlasan, sehingga keberadaannya ditengah umat
binaan menjadi perhatian dan lanjutannya
mendapatkan dukungan masyarakat kelilingnya.

XLIV
XLVTindakan awal yang menopang keberhasilan dakwah
para da’i. Secara individu berusaha mendapatkan
pengetahuan minimal tentang kejadian sekitar,
karenanya perlu mendapatkan supply informasi yang
memadai.

XLVI
XLVIISecara Lokal, selalu berpartisipasi pada setiap
pertemuan dan memelihara kesinambungan halaqah
dan usrah, peningkatan akhlak karimah dalam setiap
pelaksanaan dakwah praktis yang menyangkut
keseharian umat seperti kelahiran, perkawinan, dikala
sakit dan kematian).

XLVIII

117
H. MAS’OED ABIDIN

XLIXPerlu ada pemahaman mendalam tentang tantangan


dimedan dakwah yang sangat banyak, namun uluran tangan
yang didapat hanya sedikit. Mengatasi sitruasi ini hanya
dengan modal kesadaran dengan memanfaatkan
jalinan hubungan yang sudah terbina lama.

L Suatu gerakan dakwah akan lemah jika tidak mampu


berfungsi seperti sarang lebah atau kerajaan semut
dengan penuh vitalitas, energik, dan bernilai manfaat
sesama masyarakatnya.

LI Secara Nasional, perlu ditanamkan komitment


fungsional mutu tinggi, memperkuat komitmen
konsultasi mengarah penyatuan konsep-konsep,
alokasi sumber dana, perencanaan kerja secara
komprehensif adanya center of excelence. Jika da’i
banyak,lebih banyak umat Islam yang dipimpin.

LII
LIIIBila umat Islam banyak membaca, maka umat Islam
akan memimpin dunia (QS,96-al ‘Alaq:1-5).

LIV--- Siapa yang paling banyak bisa menyelesaikan


persoalan masyarakat akan berkesempatan banyak
mengatur masyarakat ---.

LV
LVIPara da’i perlu memiliki sikap jujur dan objektifitas
mengambil pelajaran berguna, Mampu melihat diri
dari dalam, kritik konstruktif, identifikasi kekurangan,
karena yang tidak jujur kepada diri tidak akan dapat
melatih diri kepada yang benar.

118
SULUAH BENDANG DI NAGARI

LVIIMampu melihat tambah kurang, kompensasi dan


ekualitas, identifikasi kelemahan. Perlu diingat bahwa
kelemahan timbul karena hilangnya komitmen
mendasar. Da’i adalah bagian dari gerakan dakwah,
juga adalah produk dari dakwah itu pula.

LVIIIMampu menghadapi aksi reaksi, di lingkungan


politik bernuansa konfrontatif dan reformatif, dari segi
budaya dan sosial ekonomi.

LIXMampu mengantisipasi keterbelakangan dengan


konsep fikrah, aktifitas dan tindakan terencana dengan
kemampuan analisis.

LXDalam pengalaman dakwah untuk merebut kemajuan


selalu terhalangi oleh kelemahan yang dimiliki, dan apa
yang disebut keterbelakangan adalah penyakit yang
melanda setiap orang.

LXI
LXIIBerbuat lebih baik, artinya para da’i mesti meyakini
bahwa sukses hanya dari Allah, Konsekwensinya,
tetap berusaha di jalan Allah, mengakui kesalahan, dan
bersedia memperbaiki kekeliruan.

LXIII
LXIVSuprioritas tergantung kepada wahyu dan nawaitu
ideologi, bukan kepada superioritas manusianya. Dari
pengfalaman- dakwah rusaknya da’i dalam dakwahnya
karena keharusan melaksanakan pesan sponsor diluar
ketentuan wahyu agama.

LXV
LXVIPerjuangan berhadapan dengan kemunduran

119
H. MAS’OED ABIDIN

dakwah selalu dalam bentuk kelemahan klasik,


kekurangan dana, kurang tenaga, dan hilangnya
kebebasan gerak, maka koreksian segera dilakukan
melalui kaji ulang oleh pemeranan Bakor Dakwah,
saling berkonsultasi, musyawarah, partisipasi aktif
mengambil dan melaksanakan keputusan- keputusan,
menghidupkan jamaah dan memelihara semangat tim
nidzam berkelompok. Karena kerjasama lebih baik dari
sendiri (individu).

LXVIIKenyataannya, pemain terbaik tanpa semangat tim


yang utuh selalu akan dikalahkan oleh pemain yang
kurang bermutu tetapi memiliki semangat tim yang
teratur, karena kaedah syarak menyebutkan -- (”al
haqqu bi laa nidzaam, yaghlibuhul-bathil bi an-nidzam” (al
Hadist) – artinya, yang benar sekalipun, tetapi
dilaksanakan tidak dengan aturan atau organisasi yang
baik, akan dikalahkan oleh yang batil tetapi dikerjakan
secara terorganisir.

LXVIII
LXIXJangan lupa dengan pemeranan perempuan, anak-
anak dan kalangan dhu’afak, --- (“Innama tunsharuuna
wa turzaquuna bi dhu’afaai-kum” bahwa kamu hanya akan
terbantu dan terlapangi oleh kalangan lemah diantara kamu
(al Hadist). --- Perang tidak akan dapat di menangkan
manakala lebih dari 50 % kekuatan tidak di ikut
sertakan.

LXXMenghindari kepemimpinan otoriter berarti menjaga


jiwa umat agar tidak mati. Masyarakat yang mati

120
SULUAH BENDANG DI NAGARI

jiwanya tidak ingin berpartisipasi dan akan kehilangan


semangat kolektifitas. Merupakan bahaya dalam
pembinaan masyarakat adalah membiarkan umat mati
di tangan pemimpin. 

LXXI
LXXII
LXXIII
LXXIV

LXXV

LXXVITUGAS PEMIMPIN
LXXVIIMENGHIDUPKAN
UMAT

121
H. MAS’OED ABIDIN

LXXVIII
Umat yang berada ditangan pemimpin otoriter
akan sama halnya dengan mayat ditangan orang yang
memandikannya.
Hidupkan lembaga dakwah, dan fungsikan institusi
masyarakat. Fungsi yang selamanya tergantung kepada
orang seorang akan berakibat hilangnya kestabilan.
Kurangnya perencanaan akan menghapus semangat
kelompok dan padamnya inisiatif. Tujuan institusi adalah
menghidupkan dakwah, melaksanakan geraknya, bukan
sekedar mengumpul kan materi dan dana.
Hidupkan ketahanan nasional dan regional melalui
pelaksanaan kewajiban-kewajiban. Melaksanakan
kewajiban sepenuhnya akan jalan dengan sosialisasi
pertemuan pemikiran-pemikiran, informasi dan konsultasi,
formulasi strategi dan koordinasi. Pada era globalisasi
memasuki millenium ketiga selalu mengarah kepada
perubahan amat cepat dan drastis, dimana setiap hari
dunia dirasakan semakin mengecil.
Membuat rencana kerja agar dakwah tidak dikelola
secara krisis, sehingga pekerjaan rutin menjadi darurat.
Akhirnya tujuan menjadi kabur. Salah menempatkan
sumber daya yang ada baik SDM, SDA, SDU,
mengakibatkan timbulnya kesalahan prioritas. Dengan
perencanaan matang gerakan dakwah akan berangkat dari
hal yang logis (ma’qul, rasionil), dan sasarannya akan
dapat diterima oleh semua pihak.
Dakwah bukan kerja part-time, sambilan dan
sukarela bagi yang giat dan aktif saja. Tetapi harus menjadi
tugas full-time dari seluruh spesialis ditengah masyarakat,
oleh sarjana-sarjana spesialis, pedagang spesialis, birokrat

122
SULUAH BENDANG DI NAGARI

spesialis, sehingga dapat disajikan suatu social action.


Untuk ini diperlukan generalitas murni dengan
meyakinkan secara rasionil terhadap keindahan Islam.
Memahami fenomena besar dan menarik dari
perkembangan globalisasi yang membuka peluang bagi
perkembangan Islam. Mayoritas ilmuan dan pemimpin
dunia secara universal mulai membaca tanda-tanda zaman
menerima kembali peradaban Islam sebagai alternatif
untuk meujudkan keselamatan dunia. Gerakan dakwah
partial, tujuannya untuk mencapai terwujudnya Islamisasi
masyarakat Islam. Secara lebih umum, tujuan dakwah
Islam adalah membangun, berkorban, mendidik,
mengabdi, membimbing kepada yang lebih baik.
Tugas yang tak boleh diabaikan dalam mencapai
tujuan itu adalah merobah imej dari konfrontatif kepada
kooperatif.

PERAN SENTRAL PEREMPUAN MINANG


1. Perempuan sering disebut dengan panggilan
'wanita'. Panggilan ini lazim dipakai di negeri kita. Seperti
darma wanita, karya wanita, wanita karir, korp wanita,
wanita Islam dsb. Kata-kata "wanita" (bhs.Sans), berarti
lawan dari jenis laki-laki, juga diartikan perempuan (lihat
:KUBI).61
2. Ada lagi yang memanggil wanita dengan sebutan
'perempuan.' (bhs.kawi,KUBI). Kata "empu" berasal dari
Jawa kuno, berarti pemimpin (raja), orang pilihan, ahli,
61
Pada masa dahulu banyak penulisan cerita tentang wanita yang
dianggap hanya sejenis komoditi penggembira, penghibur, teman
bercanda.

123
H. MAS’OED ABIDIN

yang pandai, pintar dengan segala sifat keutamaan yang


lain. Bila istilah ini yang lebih mendekati kebenaran, saya
lebih cenderung memakai kata perempuan selain wanita.
Karena di dalamnya tergambar banyak peran.62
3. Di masa jahiliyah berlaku pelecehan gender yang
terbukti dengan kelahirannya di sambut kematian.
Keberadaannya pada zaman jahiliyah sangat tidak
diterima, ada paham bahwa wanita pembawa aib
keluarga. Jabang-jabang bayi itu mesti dibunuh, begitu
kesaksian Kitab suci tentang perangai orang-orang
jahiliyah.63
4. Kondisi ini sama dengan masa Fir’aun, terhadap
anak lelaki yang di lahirkan kaum Musa (keluarga ‘Imran)
harus dibunuh, yang pada masa sekarang mirip
rasilalisme, atau ethnic cleansing.
5. Kitab suci Al Qur'an menyebutkan perempuan
dengan sebutan Annisa' atau Ummahat. Konotasinya adalah
ibu. "Ibu" bisa berakronim "Ikutan Bagi Umat." Annisa'
adalah tiang bagi suatu negeri 64.
62
Antara lain pemimpin, pandai, pintar, dan memiliki segala sifat
keutamaan rahim, penuh kasih sayang, juga dengan jelas
mengungkapkan citra perempuan sebagai makhluk pilihan, pendamping
jenis kelamin lain (laki-laki). Laki-laki yang kebanyakannya, dalam
pandangan sebagian wanita, memiliki sifat pantang kerendahan, pantang
kalongkahan, superiority complex, tak mau disalahkan dan tak mau
dikalahkan, tidak sedikit yang akhirnya bisa bertekuk lutut dihadapan
perempuan.
63
(QS.QS.16,an-Nahl :57-60).
64
Bila Annisa'-nya baik, baiklah negeri itu, dan bila Annisa'-nya rusak,
celakalah negeri itu (Al Hadits). Sorga di bawah telapak kaki ibu
(Ummahat) sesuai ajaran Islam. Kaidah Al-Qurani menyebutkan,
Nisa'-nisa' kamu adalah perladangan (persemaian) untukmu, kamupun
(para lelaki) menjadi benih bagi Nisa'-nisa' kamu. Kamu dapat
mendatangi ladang-ladangmu darimana (kapan saja). Karena itu kamu

124
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Dalam bagian lain Nabi saw meungkapkan, dunia


ini indah berisikan pelbagai perhiasan (mata'un), perhiasan
yang paling indah adalah isteri-isteri yang saleh
(perempuan atau ibu yang tetap pada perannya dan
konsekwen dengan citranya) (Al Hadits).
Begitu penafsiran Islam tentang kedudukan perempuan,
yang diyakini seorang Muslim (walau ditolak non Muslim
yang menganggap Islam sebagai misunderstood religion.)
6. Sejak hampir dua alaf telah berlalu, menurut Al
Qur'anul Karim, perempuan telah ditetapkan dalam derajat
yang sama dengan jenis laki-laki dengan penamaan
azwajan atau pasangan hidup (Q.S.16:72, 30:21, 42:11).
Dalam masa pemerintahan di abad pertengahan di
Perancis, orang masih mempertanyakan, apakah makhluk
perempuan tergolong jenis manusia yang punya hak dan
kewajiban yang sama dengan laki-laki? Atau hanya
sekedar benda yang boleh dipindah-tangankan
sewaktu-waktu atau untuk diperjual-belikan sebagai
komoditi budak yang menjadi sumber pendapatan bagi
pemiliknya? Sedangkan kata woman dalam bahasa Inggris
berasal dari “womb man”, atau manusia berkantong,
sebuah pemahaman Eropa klasik tentang suatu makhluk
setengah manusia yang mempunyai kantong dan bertugas
menjadi tempat tumbuh calon manusia. Ah “dia” kan
hanya womb man atau manusia kantong (“manusia” yang
hanya kantong tempat manusia).
7. Dalam kebudayaan Minangkabau sejak lama
yang kemudian berkembang menjadi “adat bersendi syarak,
syarak bersendi kitabullah” menempatkan wanita sebagai
‘orang rumah’ dan ‘pemimpin’ masyarakatnya dengan

berkewajiban memelihara eksistensi atau identitas (Qaddimu li


anfusikum) dengan senantiasa bertaqwa kepada Allah (Q.S.2:23).

125
H. MAS’OED ABIDIN

sebutan “bundo kandung”, menyiratkan kokohnya


kedudukan perempuan Minangkabau pada posisi sentral.
Dalam budaya Minangkabau perempuanlah
pemilik seluruh kekayaan, rumah, anak, suku bahkan
kaumnya.
Namun, laki-laki dalam oposisi-biner perannya
adalah sebagai pelindung dan pemelihara harta untuk
‘perempuan’-nya dan ‘anak turunan’-nya.
Maka generasi Minangkabau yang dilahirkan
senantiasa bernasab ayahnya (laki-laki) dan bersuku
ibunya (perempuan), suatu persenyawaan budaya yang
sangat indah.
HAK ASASI PEREMPUAN
Hak asasi perempuan dalam rangkuman Hak Asasi
Manusia yang diperjuangkan hingga hari ini, sudah
diperlakukan sangat sempurna sejak 15 abad dalam ajaran
Islam. Itu berarti delapan abad mendahului pandangan
ragu-ragu mengakui perempuan.
Agama Islam melihat perempuan (ibu) sebagai
mitra yang setara (partisipatif) bagi jenis laki-laki.
Dalam konteks Islam ini, sesungguhnya tak perlu
ada emansipasi bila emansipasi diartikan perjuangan
untuk persamaan derajat.
Yang diperlukan adalah pengamalan sepenuhnya
peran perempuan sebagai mitra, yang satu dan lainnya
saling terkait, saling membutuhkan, dan bukan untuk
eksploatasi. Sebagai pemahaman azwaajan, pasangan atau
kesetaraan.
Tidak punya arti sesuatu kalau pasangannya tidak
ada.

126
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Tidak jelas eksistensi sesuatu kalau tidak ada


yang setara di sampingnya.
“Pasangan”, mungkin tidak ada kata yang lebih
tepat dari itu.
Di barat, selama ini memang ada gejala kecenderungan
penguasaan hak-hak wanita itu, bahkan paling akhir
adalah hilangnya wewenang "ibu" dalam rumah tangga
sebagai salah satu unit inti dalam keluarga besar (extended
family).
a). Secara moral utuh, perempuan punya hak
sebagai IBU, adalah Ikutan Bagi Umat.
Masyarakat yang baik terlahir dari Ibu yang baik.
Kaum Ibu pemelihara tetangga, dan perekat
silaturrahim.Walaupun tidak jarang, kaum Ibu bisa
menjadi perusak rumah tangga tetangganya.65

65
"Ibu (an-Nisak) adalah tiang negeri" (al Hadist). Jika kaum Ibu
dalam suatu negeri (bangsa) berkelakuan baik (shalihah), niscaya akan
sejahtera negeri itu. Sebaliknya, bila kaum Ibu disuatu negeri
berperangai buruk (fasad) akibatnya negeri itu akan binasa seluruhnya.
Banyak sekali hadist Nabi menyatakan pentingnya pemeliharaan
hubungan bertetangga, serta menanamkan sikap peduli dengan
berprilaku solidaritas tinggi dalam kehidupan keliling.
Diantaranya Rasulullah SAW bersabda; "Demi Allah, dia tidak
beriman”, "Siapakah dia wahai Rasulullah?" Beliau menjawab,
"Yaitu, orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatan-
kejahatannya". (Hadist diriwayatkan Asy-Syaikhan).
Dalam Hadist lainnya disebutkan ;“Tidaklah beriman kepadaku orang
yang perutnya kenyang, sedangkan tetangganya (dibiarkan)
kelaparan disampingnya, sementara dia juga mengetahui
(keadaan)nya” (HR.Ath-Thabarani dan Al Bazzar).
Bimbingan Risalah ini menekankan pentingnya pendidikan akhlak
Islam Satu bangsa akan tegak kokoh dengan akhlak (moralitas budaya
dan ajaran agama yang benar).

127
H. MAS’OED ABIDIN

b). Penghormatan kepada Ibu menempati urutan


kedua sesudah iman kepada Allah. Bersyukur kepada
Allah dan berterima kasih kepada Ibu, diwasiatkan sejalan
untuk seluruh manusia.
Penghormatan kepada Ibu (kedua orang tua),
merupakan disiplin hidup yang tak boleh diabaikan.
Disiplin ini tidak terbatas kepada adanya perbedaan dari
keyakinan yang di anut.
Bahkan, dalam hubungan pergaulan duniawi
sangat ditekankan harus dipelihara jalinan yang baik
(ihsan).66
c). Ibu menjadi pembentuk generasi berdisiplin dan
memiliki sikap mensyukuri segala nikmat Allah. Dari
rahim dalam Ibu dilahirkan manusia yang bersih (menurut
fithrah, beragama tauhid).
Maka, pembinaan sektor agama merupakan faktor
terpenting membantu keberhasilan pendidikan anak yang
didasarkan kepada akhlak Islami.
Dibawah telapak kakinya terbentang jalan kepada
keselamatan (Sorga)
Kebahagiaan menanti setiap insan yang berhasil
meniti jalan keselamatan yang di ajarkannya dengan baik,
penuh kepatuhan dan rasa hormat yang tinggi.67

Tata krama pergaulan dimulai dari penghormatan di rumah tangga dan


dikembangkan kelingkungan tetangga dan ketengah pergaulan warga
masyarakat (bangsa). Sesuai bimbingan Al Quran (QS.41, Fush-shilat,
ayat 34).
66
Tuntunan Al Quran menjelaskan; (QS. 31, Luqman; ayat 14-15).
67
Rasulullah SAW menyebutkan bahwa; “Sorga terletak dibawah
telapak kaki Ibu”(al Hadist). Sahabat Abu Hurairah RA., meriwayatkan
ada seseorang bertanya kepada Rasulullah;

128
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Dari dalam lubuk hatinya yang tulus dan dengan


tangannya yang terampil dicetak generasi bertauhid yang
berwatak taqwa, selalu khusyuk dalam berkarya (amal)
dan kaya dengan rasa malu.
Watak (karakter) yang manusiawi akan menjadi inti
masyarakat yang hidup dengan tamaddun (budaya).
Posisi Perempuan Di Dalam Kitabullah
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk aku
pergauli dengan cara yang baik?”. Beliau menjawab, “Ibumu”.
(sampai tiga kali), baru terakhir Beliau menjawab, “Bapakmu”.
(HR.Asy-Syaikhan).
Dalam hadist lainnya ditemui pula; Shahabat Abdullah Ibn
‘Umar menceritakan, “Berjihadlah dengan berbakti kepada
keduanya”. (HR.Asy-Syaikhan).
Disiplin tumbuh melalui pendidikan akhlak, teladan
paling ideal dimata anak (generasi), Menanamkan ajaran agama yang
benar (syariat). Jangan berbuat kedurhakaan. Memperkenalkan hari
akhirat, sebagai tempat kembali terakhir. Dalam rangka berbakti kepada
dua orang tua (birrul walidaini) diajarkan supaya jangan berkata keras.
Harus bergaul dengan lemah lembut, dan menyimak perintah kedua
orang tua dengan cermat. Jangan bermuka masam (cemberut) kepada
keduanya, tidak memotong perkataan keduanya, serta mengajarkan
dialog (mujadalah) dengan cara baik (ihsan). Bimbingan Kitabullah
menyebutkan dengan sangat jelas sekali. (QS.17, al-Israk; ayat 234-
24). Dalam wahyu lainnya, (QS.46, al Ahqaaf; ayat 15-16). Generasi
yang menolak kebenaran (al-haq) dari Allah, akan berkembang menjadi
generasi permissif (berbuat sekehendak hati) dan menjadi mangsa dari
perilaku anarkisme dan hedonisme sepanjang masa. Inilah generasi
yang lemah (loss generation), yang tercerabut dari akar budaya dan
agama. Allah SWT memperingatkan (QS: 46, al-Ahqaaf, ayat 17-18).
Maka birrul walidaini (berbakti kepada dua orang tua),
merupakan pelajaran dasar satu generasi, yang harus di turunkan turun
temurun. Nabi Muhammad SAW, bersabda; “Berbaktilah kepada
bapak-bapak (orang tua) kalian, niscaya anak-anak kalian akan
berbakti pula kepada kalian. Dan tahanlah diri kalian (dari hal-hal
yang hina), niscaya istri-istri kalian juga akan menahan diri (dari
hal-hal yang hina)”.(HR. Ath-Thabarani).

129
H. MAS’OED ABIDIN

Sebagai yang di-wahyyukan kepada Muhammad


Saw, maka Al-Quran telah menempatkan perempuan pada
posisi azwajan (pasangan hidup kaum lelaki), mitra
sejajar/setara (QS.16:72), berperan menciptakan sakinah
(kebahagiaan), mewujudkan rahmah yang tenteram,
melalui mawaddah berupa kasih sayang (QS.30:21).
Citra perempuan ini diperankan secara sempurna
dengan posisi sentral sebagai IBU (Ikutan Bagi Umat),
salah satu unit inti dalam keluarga besar (extended
family, bundo kanduang di Minangkabau). Perempuan
adalah “tiang negeri” (al Hadist).
Posisi ini adalah penghormatan mulia, “sorga
terletak di bawah telapak kaki ibu” (al Hadist).68
Tuntutan ekonomi atau mengumpulkan materi menjadi
perhatian utama yang perlu disegerakan, sehingga seorang
wanita tidak lagi mampu mengangkat wajahnya jika ia
tidak memiliki pekerjaan di luar rumah. Perempuan sekar-
ang mestinya tidak bergelimang dalam dapur, sumur dan
kasur. Tapi dia harus keluar dari rotasi ini, dan masuk ke
dalam lingkaran kantor, mandor dan kontraktor.69
Kondisi ini telah menyumbang lahirnya "X
Generation", generasi yang sangat dicemasi masuk
kelingkungan Asia dimasa depan.70
PEREMPUAN MEMELIHARA BUDAYA GENERASI
68
Walaupun tidak jarang terjadi, kalangan liberal seringkali
merendahkan atau menolak peran perempuan sebagai ibu di dalam
rumah tangga. Melahirkan dan mengasuh anak dilihat sebagai suatu
peran yang out of date. Bila seseorang memerlukan anak bisa ditempuh
jalan pintas melalui adopsi atau mungkin satu ketika dengan teknologi
kloning (?).
69
Akibat nyata adalah anak-anak dirawat baby-sitter, paling-paling
dititipkan di TPA (tempat penitipan anak), atau dikurung di rumahnya
sendiri sampai orang tua kembali ke rumah.

130
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Generasi berbudaya memiliki prinsip yang teguh, elastis


dan toleran bergaul, lemah lembut bertutur kata, tegas dan
keras melawan kejahatan, kokoh menghadapi setiap
percabaran budaya dan tegar menghadapi percaturan
kehidupan dunia.
Generasi yang siap menghadapi pergolakan dan
pertarungan budaya kesejagatan (global), hanyalah yang
mampu menghindari teman buruk, sanggup membuat
lingkungan sehat serta bijak menata pergaulan baik, penuh
kenyamanan, tahu diri, hemat, dan tidak malas.
Sesuai pesan Rasulullah SAW;”Jauhilah hidup ber-
senang-senang (foya-foya), karena hamba-hamba Allah bukanlah
orang yang hidup bermewah-mewah (malas dan lalai)”
(HR.Ahmad).
Generasi yang memiliki kemampuan tinggi
menghadapi setiap perubahan dalam upaya mewujudkan
kebaikan tanpa harus mengabaikan nilai-nilai moral dan
tatanan pergaulan. Maka, kedua orang tua wajib
melakukan pengawasan melekat terhadap anak-anaknya
sepanjang masa. Terutama terhadap tiga prilaku tercela
(buruk), yaitu dusta (bohong), mencuri dan mencela (caci
maki). Sesuai sabda Rasulullah SAW; “Jauhilah dusta, karena
dusta itu membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa
kepada neraka” (Hadist Shahih).

70
Satu generasi yang bertumbuh tanpa aturan, jauh dari moralitas,
berkecendrungan meninggalkan tamaddun budayanya. Tercermin pada
perbuatan suka bolos sekolah, memadat, menenggak minuman keras,
pergaulan bebas, morfinis, dan perbuatan tak berakhlak. "X", mereka
hilang dari akar budaya masyarakat yang melahirkannya. Disinilah
pentingnya peran ibu. Semestinya para perempuan (ibu) yang
memelihara perannya sebagai ibu berhak mendapatkan "medali"
sebagai pengatur rumahtangga dan ibu pendidik bangsa. Inilah darma
ibu yang sesungguhnya, yang sebenar-benar darma.

131
H. MAS’OED ABIDIN

PEREMPUAN PENDIDIK UTAMA GENERASI BANGSA


Peran Perempuan sebagai Ibu adalah inti di tengah
rumah tangga dan masyarakat (negara). Ibu merupakan
guru pertama dalam perkataan, pergaulan dan penularan
tauladan cinta kasih terhadap anak-anaknya.
Anak adalah amanah Allah, yang tumbuh melalui
belajar dari lingkungannya. Melalui pendidikan
keteladanan. Teladan yang baik adalah landasan paling
fundamental bagi pembentukan watak generasi.71
Dalam perkembangan masa yang mengikuti gerak
globalisasi terjadi perubahan cuaca budaya. Perubahan
yang seringkali melahirkan ketimpangan-ketimpangan.
Bahkan kepincangan yang diperbesar oleh tidak
adanya keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan kesempatan serta terdapatnya perbedaan
kesempatan yang sangat mencolok (fasilitas, pendidikan,
lapangan kerja, hiburan, penyiaran mass-media,) antara
kota dan kampung. Akibat nyatanya adalah mobilitas

71
Anak-anaknya (generasi pelanjutnya) senantiasa akan berkembang
menyerupai ibu dan bapaknya. Peran pendidikan amat menentukan,
karena pendidikan adalah teladan paling ideal dimata anak (lihat Nashih
‘Ulwan, dalam Tarbiyatul Aulaad). Jika ibu menegakkan hukum-hukum
Allah, begitu pula generasi yang di lahirkannya. Urgensi pelatihan
ibadah untuk anak sedari kecil dengan membiasakan mengerjakan shalat
dan ibadah (puasa, shadaqah, mendatangi masjid, menghafal al-Quran)
akan menjadi alat bantu utama melatih disiplin anak dari dini.
Sabda Rasulullah SAW. membimbingkan; “Suruhlah anak-anak kamu
mengerjakan shalat, selagi mereka berumur tujuh tahun, dan pukulllah
mereka (dengan tidak mencederai) karena meninggalkan shalat ini,
sedang mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat
tidur mereka” (HR.Abu Daud dan Al Hakim).

132
SULUAH BENDANG DI NAGARI

terpaksa yang pada akhirnya sangat mengganggu


pertumbuhan masyarakat (social growth).
Perpindahan penduduk secara besar-besaran ke
kota sebenarnya merupakan penyakit menular di
tengah-tengah kemajuan negeri yang tengah berkembang.
Dusun-dusun mulai ditinggalkan, kota-kota
menjadi sempit untuk tempat tinggal pendatang baru.
Kehidupan yang keras menyebabkan orang terpaksa
menjual diri. Dasar-dasar kehidupan menjadi rapuh,
akhlak karimahpun hilang.72
Materi dan uang sudah menjadi buruan. Kehidupan
terancam bahaya, karena kesinambungannya berubah oleh
meluasnya keluarga nomaden modern. Beban resikonya
tidak mudah diperhitungkan lagi. Kerusakan yang sulit
menghindarinya adalah hilangnya jati diri. Mentalitas
mengarah pada materialistik, permisivistik, bahkan
hedonistik. Biaya untuk perbaikannya niscaya lebih besar
dari biaya yang telah dikeluarkan untuk pertumbuhan
ekonomi.

PEREMPUAN MINANGKABAU PROFIL PEREMPUAN MANDIRI


Dalam keadaan seperti itu, kaum perempuan harus
memaksimalkan peran keperempuanannya, sebagai ibu di
rumahtangganya dan pendidik di tengah bangsanya. Peran
72
Peran orangtua menjadi tumpul karena ketegangan-ketegangan antara
ayah dan ibu yang umumnya timbul karena tekanan ekonomi dan
desakan materi. Ujungnya, anak-anak terlantar dan keluarga menjadi
berantakan. Efisiensi sebagai kaidah produktifitas mulai diterapkan
secara salah dalam kehidupan keluarga modern. Orangtua lanjut usia
(Lansia) mulai tak dihiraukan, dan tempat mereka adalah Panti Jompo.
Suatu tempat yang tak memungkinkan para lansia mewariskan
nilai-nilai luhur pada anak dan cucunya.

133
H. MAS’OED ABIDIN

dan citra perempuan mandiri terlihat jika pembedaan jenis


kelamin berlaku secara jelas dan pasti. Perbedaan
kewajiban dan hak serta kedudukan itu, memastikan
berlakunya dual-sex.73
"Pendidikan formal yang dapat membuat wanita
sejajar dengan laki-laki berpeluang menjadikan wanita
kehilangan jati dirinya sebagai wanita. Secara tidak sadar
wanita yang terpelajar itu menjadi lebih maskulin daripada
laki-laki.
Ujung dari proses itu adalah ancaman kehidupan
rumah tangganya", kata Hani'ah.
Selanjutnya, "Sifat feminim yang merupakan
sumber kasih sayang, kelembutan, keindahan, dan
sumber cahaya ilahi mempunyai potensi untuk menyerap
dan mengubah kekuatan kasar menjadi sensitivitas,
rasionalitas menjadi intuisi, dan dorongan seksual
menjadi spiritualitas sehingga memiliki daya tahan
terhadap kesakitan, penderitaan dan kegagalan."74
Sebenarnya tidak hanya ajaran Agama Islam yang
mengungkapkan secara jelas peran dan citra perempuan
itu.
Para penulis sastera juga mengungkapkan peran
perempuan Melayu (Timur) dengan pendirian yang kokoh,
seperti terungkapkan dalam Syair Siti Zubaidah Perang

73
Gejala yang mulai meruyak dalam kehidupan modern sekarang, atau
setidaknya dalam masyarakat liberal, adalah keinginan diterapkannya
uni-sex (terlihat pada pakaian, asessories, pergaulan, kesempatan,
pekerjaan dan jamahan keseharian sosial budaya).

74
(Hani'ah, "Wanita Karir dalam Karya Sastra: Ada Apa Dengan
Mereka?", makalah Munas IV dan Pertemuan Ilmiah Nasional VIII,
HISKI 12-14 Desember 1997 di Padang).

134
SULUAH BENDANG DI NAGARI

China ; "Daripada masuk agama itu, baiklah mati supaya


tentu, menyembah berhala bertuhankan batu, kafir
laknat agama tak tentu,"75
Perempuan Melayu dengan sifat-sifat mulia diantaranya
lembut hatinya, penyabar, penyayang kepada sesama,
keras dalam mempertahankan harga diri, tegas, teguh
dan kuat iman dalam melaksanakan suruhan Allah,
pendamai, suka memaafkan dan mampu menjadi
pemimpin masyarakatnya.
Wanita Melayu juga mempergunakan akal di dalam
berbuat dan bertindak, bahkan terkadang terlalu keras
dan berani, seperti ditunjukkan dalam syair Siti Zubaidah
itu,kata H. Ahmad Samin Siregar. 76

KEPEMILIKAN PEREMPUAN DALAM ISLAM


1). Menjadi pemilik dari apa yang dimiliki
pasangannya.
2). Apa yang sudah diberikan kepadanya secara
ikhlas (nihlah) tidak boleh dirampas kembali.
3). Perempuan mempunyai hak perlindungan dari
pasangannya.
4). Perempuan mempunyai kewajiban menjaga
kepemilikan dibelakang pasangannya.
Dan semuanya terlihat dalam hukum perkawinan
menurut Islam.

75
(Syair Siti Zubaidah Perang China, Edisi Abdul Muthalib Abdul
Ghani, hal. 230).
76
Ibid. Pendapatnya diketengahkan pada Munas PIN VIII, HISKI 12-14
Desember 1997 di Padang.

135
H. MAS’OED ABIDIN

Kepemilikan tanah ulayat.


Sebagai pusako tinggi, sesuai hukum adat dikuasai oleh
lini materilineal, hukum garis keibuan. Kadang ditemui
kerancuan dalam pelaksanaannya. Bahwa gender lelaki
dari garis ibu menjadi penguasa dari harta pusaka, baik
dalam penyerahan kepada pihak lain, menjualnya,
menggadainya, tanpa mengindahkan hak-hak kaum
perempuan. Kenapa ini terjadi. Jawabannya terserah
kepada kepatuhan orang beradat. Dari pandangan agama
Islam, bisa disimpulkan bahwa yang tidak mau
mengindahkan hak-hak perempuan, sebenarnya adalah
mereka yang tidak beriman atau lebih halus lagi, kurang
mengamalkan ajaran agama Islam.
Sebenar hakikat dari adat basandi syarak, syarak
basandi Kitabullah itu, adalah aplikatif, bukan simbolis.

Akhirnya dapat dimengerti bahwa kebajikan hanya


ada pada hubungan yang terang, transparan, sederhana
dan tidak saling curiga. Masyarakat akan pecah dan rugi
hanya karena hidup saling mencurigai. Gila kekuasaan
akan berakibat berebut kekuasaan dan ujungnya
masyarakat jadi terkotak-kotak. Nawaitu bekerja bukan
untuk mencari sukses, harus di ubah dengan wujud amal
yang bermutu di tengah percaturan kesejagatan
(globalisasi). Sebab semakin kecil kesalahan semakin besar
keberhasilan dalam menyampaikan risalah dakwah. Maka
tidak dapat ditolak keharusan menggunakan semua adab
dan adat Islam (bersendikan Kitabullah, al Quran) dalam
menghadapi semua persoalan hidup manusia. Tindakan
seperti ini yang akan menjamin keberhasilan (sukses)
dalam segala hal. 

136
SULUAH BENDANG DI NAGARI

LXXIX

KHULASAH

Memerankan kembali organisasi informal,


refungsionisasi peran alim ulama cerdik pandai “suluah
bendang dalam nagari” yang andal sebagai alat perjuangan
dengan sistem komunikasi dan koordinasi antar organisasi
di nagari pada pola pembinaan dan kaderisasi pimpinan
organisasi non-formal secara jelas.

Dalam gerak “membangun nagari” maka setiap


fungsionaris di nagari akan menjadi pengikat umat untuk
membentuk jamaah (masyarakat) yang lebih kuat, se-
hingga merupakan kekuatan sosial yang efektif.
Nagari semestinya berperan pula menjadi media

137
H. MAS’OED ABIDIN

pengembangan dan pemasyarakatan budaya Islami sesuai


dengan adagium “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah melalui efektifitas media pendidikan dalam
pembinaan umat untuk mencapai derajat pribadi taqwa,
serta merencanakan dan melaksanakan kegiatan dakwah
Islamiyah.

Di nagari mestilah di lahirkan media pengembangan


minat mengenai aspek kehidupan tertentu, ekonomi,
sosial, budaya, dan politik dalam rangka mengembangkan
tujuan kemasyarakatan yang adil dan sejahtera.

Terakhir tentulah merupakan keharusan untuk


dikembangkan dakwah yang sejuk, dakwah Rasulullah
SAW dengan bil ihsan, Tidak campur aduk (laa talbisul haq
bil bathil), Menyatu antara pemahaman dunia untuk akhirat,
keduanya tidak boleh dipisah-pisah dan Belajar kepada sejarah,
dan amatlah perlunya gerak dakwah yang terjalin dengan net
work (ta’awunik) yang rapi (bin-nidzam), untuk penyadaran
kembali (re-awakening) generasi Islam tentang peran Islam
membentuk tatanan dunia yang baik. Insya Allah.

Dakwah sejuk ini akan berhasil di Minangkabau


apabila tetap terpelihara ruh dakwah di maksud, yaitu
kebersamaan -- sa-ciok bak ayam sa-danciang bak basi --,
keterpaduan -- barek sa-pikua ringan sa-jinjiang --,
musyawarah -- bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek
mupakat --, di ikat oleh keimanan yang kuat kepada Allah
SWT yang menjiwai setiap gerak, dengan kearifan
mengenal alam keliling – “Panggiriak pisau sirauik,
Patungkek batang lintabuang, Satitiak jadikan lauik, Sakapa
jadikan gunuang, Alam takambang jadikan guru ”, yang

138
SULUAH BENDANG DI NAGARI

diperlukan untuk memperkembang dan mempertinggi mutu


hidup jasmani manusia, dan ini akan menjadi bukti terhadap
Kecintaan ke Nagari menjadi perekat yang sudah dibentuk
oleh perjalanan waktu dan pengalaman sejarah.77 Menjadi
kewajiban setiap anak nagari di Minangkabau untuk
menjaga batas-batas patut dan pantas, agar tidak terbawa
hanyut perebutan materi dan hawa nafsu yang merusak.

Begitulah semestinya peranan alim ulama,


bundo kanduang –- pendidik utama -- dan lembaga-
lembaga dakwah dinagari-nagari yang ditata secara
rapi dalam menapak alaf baru. Insya Allah. 

77
Bukti kecintaan kenagari ini banyak terbaca dalam ungkapan-
ungkapan pepatah hujan ameh dirantau urang hujang batu dinagari
awak, tatungkuik samo makan tanah tatilantang samo mahiruik ambun.

139
H. MAS’OED ABIDIN

H. MAS’OED ABIDIN

Lahir tanggal : 11 Agustus 1935 di Kotogadang, Bukittinggi,


Dari pasangan : H.Zainal Abidin bin Abdul Jabbar Imam
Mudo dan Khadijah binti Idriss.

Pendidikan : Surau (madrasah) Rahmatun Niswan Koto


Gadang, Sumatra Thawalib dipimpin oleh Syeikh H. Abdul
Mu’in Lambah, Thawalib Parabek, SR Kotogadang, SMP II
Neg. Bukittinggi, SMA A/C Bukittinggi (1957), dan FKIP
UNITA Padangsidempuan, IKIP Medan (1963).

Organisasi : Sekum Komda PII Tapanuli Selatan (1961-1963),


Ketua HMI Cabang Padangsidempuan yang pertama (1963 –
1967), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Sumbar (1967-
sekarang).

Jabatan sekarang : Wakil Ketua Dewan Dakwah Islamiyah


Indonesia Perwakilan Sumbar di Padang (2000-2005) dan
Ketua MUI Sumbar Membidangi Dakwah (2001-2005),
Sekretaris Dewan Pembina ICMI Orwil Sumbar.

Alamat sekarang : Jalan Pesisir Selatan V/496 Siteba


Padang (KP - 25146), Fax/Telepon 52898, Tel: 58401.

Kantor DDII Sumbar, Jl.Srigunting No.2 ATB Padang, Tel:


0751-53072.

140
SULUAH BENDANG DI NAGARI

Buku yang sudah diterbitkan ;


1. Islam Dalam Pelukan Muhtadin MENTAWAI, DDII
Pusat, Percetakan ABADI, Jakarta - 1997.
2. Dakwah Awal Abad, Pustaka Mimbar Minang, Padang -
2000.
3. Problematika Dakwah Hari Ini dan Esok, Pustaka
Mimbar Minang, Padang – 2001.
4. Suluah Bendang, Berdakwah di tengah tatanan Adat
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah di Minangkabau,
Pustaka Mimbar Minang, Padang - 2001.

Dalam proses Pencetakan ;


1. Taushiyah DR. Mohammad Natsir, Pusataka Mimbar
Minang, Padang –2001.
2. Pernik Pernik Ramadhan, Pustaka Mimbar Minang,
Padang – 2001.
3. Dakwah Komprehensif, DDII Pusat, Media Dakwah,
Jakarta – 2001.

Web-site : http://www.masoedabidin.web.id
Mailgroup:
http://[email protected]
e-mail : [email protected]
[email protected]
[email protected]



141
H. MAS’OED ABIDIN

142

Anda mungkin juga menyukai