Simulasi Prestasi Take Off Dan Landing Pesawat Sejen Boeing 747-400 Menggunakan Delphi
Simulasi Prestasi Take Off Dan Landing Pesawat Sejen Boeing 747-400 Menggunakan Delphi
Simulasi Prestasi Take Off Dan Landing Pesawat Sejen Boeing 747-400 Menggunakan Delphi
Disusun oleh :
Teuku Arriessa Sukhairi
05050001
SIMULASI PRESTASI TAKE OFF DAN LANDING PESAWAT
SEJENIS BOEING 747 MENGGUNAKAN DELPHI
Skripsi
Oleh :
Teuku Arriessa Sukhairi
05050001
i
---------------------------------
ii
PENGESAHAN
Yogyakarta, …………2009
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Judul Tugas Akhir : Simulasi Prestasi Take Off dan Landing Pesawat
Sejenis Boeing 747 Menggunakan Delphi
Menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan
sepanjang pengetahuan saya tidak berisi materi yang telah dipublikasikan atau
ditulis oleh orang lain atau telah dipergunakan dan diterima sebagai persyaratan
penyelesaian studi pada universitas atau instansi lain.
Yogyakarta, …………2009
Yang Menyatakan
iv
HALAMAN MOTTO
dengan engkau.
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Bismillahirahmanirrahim
Alhamdulillah aku bersyukur atas penciptaan diri ini kepada ALLAH SWT, Zat Yang Maha Tinggi lagi Maha
Sempurna.
Shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW dan Keluarga.
Ya ALLAH, aku bersyukur atas segala nikmat yang telah begitu banyak baik nikmat iman, nikmat islam, rizki,
nikmat kesehatan dan masih banyak lagi. Ya ALLAH, beri hamba jalan mendapatkan rizki dan menjadi orang
yang sukses di hari depan, agar hamba bisa membahagiakan orang tua, keluarga dan berguna bagi bangsa dan
negara Amien.
Hanya kepada -Mu Ya ALLAH hamba meenyembah dan hanya kepadamulah hamba mohon pertolongan
Adikku
Aulia. Dia menjadi teman dalam perjalanan hidupku selama ini. Semoga kita bisa terus saling menyayangi
selama-lamanya dan menjadi orang sukses demi membahagiakan kedua orang tua.
Kekasihku, Widyasari
Dia yang telah banyak berkorban dan dengan sabar selalu memberi perhatian, curahan kasih sayang, dan
saling bertukar ilmu yang bermanfaat dalam penulisan skripsi yang aku buat. Terima kasih atas doa dan seluruh
pengorbanannya selama ini.Dia menjadi penyemangat hidup yang selalu kurindukan ketika aku berada jauh
darinya.
Sahabat Terbaikku
Hidayat, Bagus, Frido, Syawal Rizal, Agung, Chandra, Agus, Rudy, Gobel, Panggih, Edhyzone, Jeffrey, Jayan,
Ariyanto, Arie Ade, Amalia, Puti, Fauzan, Dona, Icut, Dodi, Iti, Ayu dan Temen – Temen BEM STTA, Juga BEM
Jogja yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk semua doa dan
dukungan apapun yang pernah kalian berikan untukku. Kalian Semua adalah yang terbaik Semoga aku bisa
membalas jasa yang pernah kalian berikan untukku. Dan Kita akan bertemu lagi di lain waktu.Sukses selalu.
vi
vii
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dikarenakan keterbatasan kemampuan dalam diri penulis. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan dan
perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.
Tugas akhir ini dikerjakan pada tanggal 10 April 2009 sampai 2009. Selama
penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari sepenuhnya telah mendapatkan
banyak bantuan dari berbagai pihak, sehingga tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT yang Maha Mengetahui segala sesuatu, yang Maha Kuasa di seluruh
alam semesta dengan daya tanpa batas, pemilik kesempurnaan yang sejati.
2. Rasulullah Muhammad SAW, suri tauladan sampai akhir zaman yang member
panutan bagi umat manusia di muka bumi.
3. Orang tua tercinta (Nyanyak dan Ayah) atas kasih sayang, doa, dukungan,
motivasi dan segalanya yang telah diberikan, hingga tidak ada yang dapat penulis
berikan untuk membalasnya.
4. Bapak Marsma (Purn) Ir. Suyitmadi, MT, selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi
Adisutjipto Yogyakarta.
viii
5. Bapak Ir. Djarot Wahju Santoso M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Penerbangan
Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta.
6. Bapak Drs. Sukoco,M.pd.MT selaku Dosen Pembimbing Skripsi I, terima kasih
atas masukan-masukan dan kesabarannya dalam membimbing saya
menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Arief Suwardiman ST, selaku Dosen Pembimbing II, terima kasih atas
masukan–masukan dan kesabarannya dalam membimbing agar skripsi ini menjadi
lebih baik.
8. Bapak Hendrix N F, ST, selaku dosen penguji I atas masukannya agar skripsi ini
menjadi lebih baik
9. Bapak Karseno, KS, INZ, SE, MM ,selaku dosen penguji II atas masukannya agar
skripsi ini menjadi lebih baik
10. Adikku Teuku Aulia F, Om Sayuthi, Amponwa Yan, dan seluruh keluarga besar
yang ada di Banda Aceh, Lhokseumawe, Meulaboh dan Pontianak atas doa,
motivasi dan saran-saran yang diberikan.
11. Kekasihku Tercinta, Widyasari atas kesabaran, motivasi, sokongan dan kerjasama
12. Sahabat-sahabat terbaik yaitu Hidayat, Bagus, Frido, Syawal, Rizal, Agung,
Chandra, Agus, Rudy, Gobel, Panggih, Edhyzone, Jeffrey, Jayan, Ariyanto, Arie
Ade, Amalia, Puti, Fauzan, Dona, Icut, Dodi, Wika, Ayu Rekan-rekan BEM
STTA atas semangat, doa dan saran-saran yang diberikan dan seluruh teman-
dengan baik.
13. Seluruh Dosen, Seluruh Staf, dan segenap Civitas Akademika dan Karyawan
STTA Yogyakarta.
ix
Akhir kata, sebagai manusia tentunya banyak kesalahan dan kekhilafan. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
Penulis
ABSTRAK
Boeing 747, dikenal sebagai Jumbo Jet, adalah pesawat penumpang terbesar
kedua saat ini, setelah pesawat A380 yang beroperasi pada akhir Oktober 2007.
Pesawat empat mesin ini, diproduksi oleh Boeing Commercial Airplanes.Take off
dan landing merupakan fase yang paling kritis pada pesawat. Karena kebanyakan
kecelakaan pesawat sering terjadi pada saat tersebut. Maka oleh karena itu,
dibutuhkan suatu simulasi yang dapat mempermudah ketika akan menganalisa
prestasi terbang pesawat pada saat take off dan landing.
Metode dalam kajian teknis ini adalah meninjau perbedaan kinerja pesawat
sejenis Boeing 747 pada saat take off dan landing. Tahap pertama adalah
menghitung jarak take off dan landing pada runway dengan ketinggian sea level,
kondisi surface runway dry, konfigurasi flap pesawat adalah 20º serta
menggunakan engine CF6-80C2B5F. Lalu untuk tahap berikutnya adalah dengan
mengulang langkah – langkah diatas akan tetapi dengan mengganti variasi
ketinggian runway mulai dari sea level kemudian ketinggian 500 ft,1000 ft, 1500
ft, 2000 ft, 2500 ft,3000 ft. juga variasi konfigurasi flap pesawat mulai dari 0º,
20º, 40º. Variasi kondisi permukaan runway mulai dari dry, wet, ice dan variasi
engine yang digunakan adalah CF6-80C2B5F, PW 4062, RB211-524H2-T. dan
melakukan simulasi dengan menggunakan Delphi.
Sehingga dengan kajian teknis ini, nantinya akan diketahui perbedaan jarak dan
kecepatan yang dibutuhkan pesawat sejenis Boeing 747 untuk melakukan take off
dan landing. Dengan memperhitungkan beberapa faktor yang menjadi variasi
yang digunakan dalam perhitungan. Take off pada elevasi ketinggian runway sea
level memiliki jarak take off terpendek dengan konfigurasi flap 20º, kondisi
permukaan runway ice dan menggunakan engine PW4062. Sedangkan take off
pada elevasi ketinggian runway 3000 ft memiliki jarak take off terjauh dengan
konfigurasi flap 0º, kondisi permukaan runway wet dan menggunakan engine
RB211-524H2-T. Landing pada elevasi ketinggian runway sea level memiliki
jarak landing terpendek dengan konfigurasi flap 40º, dan kondisi permukaan
runway dry. Landing pada elevasi ketinggian runway 3000 ft memiliki jarak
landing terjauh dengan konfigurasi flap 20º, dan kondisi permukaan runway ice
Kata kunci : Take off, Landing, Runway, Boeing 747
x
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.15 Gaya – Gaya Pada Pesawat Udara Saat Take Off dan Landing .................... 15
Gambar 2.21 Ilustrasi Dari Ground Roll Sg, Jarak Airborne Sa, Dan Jarak Total
Take Off .......................................................................................................... 33
Gambar 2.22 Segmen Kecepatan Saat Ground Roll .......................................................... 36
Gambar 2.23 Gaya Yang Bekerja Selama Take Off Ground Run ...................................... 36
Gambar 2.24 Schematic Dari Gaya Yang Bekerja Pada Pesawat Selama Take – Off ....... 42
Gambar 2.28 Diagram Gaya Pada Pesawat Saat Landing Approach Flight Path ............. 49
xiv
Gambar 2.30 Gaya Yang Bekerja Selama Landing Ground Run ...................................... 51
Gambar 2.31 Skematik Umum Dari Variasi Gaya Yang Beraksi Pada Pesawat
Selama Landing ............................................................................................. 55
Gambar 3.1 Diagram Alur Penyelesaian Masalah……………………………………. .. 58
Gambar 3.2 Diagram Alur ............................................................................... 59
Gambar 3.3 Ratio Dari Swet / S Untuk Beberapa Konfigurasi Pesawat Yang
Berbeda....................................................................................... 64
Gambar 3.4 Equivalent Skin-Friction Drag ...................................................................... 64
Gambar 4.18 Grafik Perbandingan Tipe Engine terhadap Jarak Total Take Off ............... 84
xv
DAFTAR SIMBOL
Ground roll (jarak yang dilalui oleh pesawat saat masih diatas
Sg ft
runway baik ketika take off maupun landing
Airborne distance/jarak yang dilalui oleh pesawat sesaat setelah
Sa ft
roda pendarat terangkat
Approach distance/jarak yang dilalui oleh pesawat sebelum
Sapp ft
melewati transisi menuju touchdown
Flare distance/jarak transisi yang dimulai setelah fase airborne
Sf ft
sampai touchdown untuk memulai groundroll
Free roll distance/jarak yang dilalui oleh pesawat sesaat setelah
Sfr ft
roda pendarat menyentuh landasan pacu
Rotation distance/jarak yang dilalui oleh pesawat saat take off
SR ground roll dimana pilot mulai mengoperasikan elevator untuk ft
mengubah AOA supaya CL bertambah
Stalling speed/kecepatan minimum untuk menghindari terjadinya
Vstall stall, kecepatan ini merupakan segmen pertama kecepatan yang ft/s
dilakukan oleh pesawat ketika take off
Minimum contro speed on the ground/kecepatan minimum yang
diisyaratkan agar rudder pesawat mampu menghasilkan gaya
Vmcg ft/s
aerodinamis yang cukup, untuk menimbulkan yawing moment
jika prosedur take off harus dibatalkan.
Minimum control speed in the air/ kecepatan minimum yang
diisyaratkan agar rudder pesawat mampu menghasilkan gaya
Vmca aerodinamis yang cukup, untuk menimbulkan yawing moment ft/s
jika prosedur take off harus dibatalkan. Nose gear pesawat mulai
terangkat.
Decision speed/kecepatan dimana pilot membuat keputusan untuk
melanjutkan prosedur take off atau membatalkannya, jika engine
V1 ft/s
failure terjadi sebelum pesawat mencapai segmen kecepatan ini,
maka pilot harus membatalkan take off dan sebaliknya
xvi
Rotation speed/segmen kecepatan dimana pilot dapat memulai
VR pengoperasian elevator dan high lift devices untuk meningkatkan ft/s
koefisien gaya angkat
Minimum unstick speed/segmen dimana pilot diharuskan untuk
Vmu ft/s
menghentikan pengoperasian elevator agar tail clearance terjaga
Lift off speed/segemen kecepatan dimana pesawat telah
VLo sepenuhnya terangkat dari runway dan ground roll telah dilewati ft/s
sepenuhnya
Approach speed/segmen kecepatan dimana pesawat telah
Va ft/s
melawati ketinggian obstacle untuk memulai approach
Flare speed/segmen kecepatan dimana pesawat akan melewati
Vf ft/s
kondisi transisi sebelum roda pendarat menyentuh runway
Touchdown Speed/segmen kecepatan dimana roda main landing
VTD ft/s
gear pesawat telah menyentuh runway
Flare height/ketinggian yang diukur antara landing gear dan
Hf permukaan runway sebelum saat transisi sebelum keduanya mulai Ft
kontak
Obstacle height/ketinggian yang diisyaratkan oleh FAA yang
harus dilalui oleh pesawat ketika akan mengakhiri segmen
HOB Ft
airborne, atau ketinggian yang diisyaratkan saat pesawat memulai
segmen approach
Radius/jari – jari lengkungan busur flight path ketika airborne
R
maupun approach
Friction coefficient/koefisien gesek yang ditimbulkan antara
µr
landing gear dan permukaan runway
L Lift/gaya angkat N
D Drag/gaya hambat N
T Thrust/gaya dorong pesawat N
Reversed thrust/gaya dorong yang dibalik arahnya kearah laju
Trev N
pesawat saat landing
W Weight N
xvii
V∞ Freestream velocity/kecepatan aliran udara bebas Ft/s
Total drag coefficients/koefisien gaya hambat total yang
merupakan penjumlahan dari koefisien gaya hambat ketika belum
CD
dihasilkan oleh wing atau zero lift drag (Cd0) dan gaya hambat
ketika gaya angkat telah dihasilkan atau induced drag
zero lift drag/koefisien gaya hambat ketika belum dihasilkan oleh
CD0
wing
induced drag/ koefisien gaya hambat yang ditimbulkan saat wing
KCL2
telah menghasilkan gaya angkat
Aspect ratio/perbandingan antara kuadrat rentang sayap terhadap
AR
luas permukaan sayap
e Span efficiency factor
W/S Wing loading/berat pesawat per satuan luas permukaan sayap Lb/ft2
T/W Thrust to weight ratio/gaya dorong statis per satuan berat pesawat
Kuc Faktor konstanta yang bergantung pada sudut defleksi flap
m Aircraft maximum mass/massa maksimum pesawat Kg
Wing height/tinggi permukaan sayap rata – rata diukur dari
h
permukaan tanah ketika pesawat dalam keadaan statis
Wing span/rentang sayap, diukur dari ujung sayap kiri sampai
b
ujung sayap kanan
Ground effect factor/penambahan lift karena penambahan sudut
G serang, tanpa diikiuti penambahan induced drag dimana terdapat
downwash air yang dipantulkan flap
Air density/massa jenis udara bebas yakni berat massa udara per
ρ Slug/ft3
satuan volume
Rotation time/free roll time/waktu rotasi saat take off / waktu
N
meluncur ketika landing sebelum brake diaktifkan
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Boeing 747, dikenal sebagai Jumbo Jet, adalah pesawat penumpang terbesar
kedua saat ini, setelah pesawat A380 yang beroperasi pada akhir Oktober 2007.
Pesawat empat mesin ini, diproduksi oleh Boeing Commercial Airplanes,
menggunakan konfigurasi dua dek dimana dek atas digunakan untuk kelas
bisnis. Konfigurasi 3-kelas (kelas pertama, kelas bisnis dan kelas ekonomi)
mampu menampung 400 penumpang dan konfigurasi 1-kelas (hanya kelas
ekonomi saja) mampu menampung 600 penumpang.
Boeing 747 dapat terbang pada kecepatan yang tinggi (umumnya 0,85 Mach
atau 909 kilometer per jam) dan mampu terbang antara benua (dengan jarak
maksimum 13.570 km untuk seri 747-400, seperti terbang dari New York ke
Hong Kong tanpa henti). Pada tahun 1989, Qantas terbang tanpa henti dari
London ke Sydney, jarak penerbangan tersebut adalah sejauh 18.000 km dan di
selesaikan dalam waktu 20 jam 9 menit. Namun penerbangan itu tidak
mengangkut penumpang maupun kargo (pesawat kosong). Pada Mei 2004,
1382 pesawat Boeing 747, dengan berbagai konfigurasi, telah diperbaiki atau
disempurnakan, menjadikan 747 salah satu produk Boeing yang paling sukses.
Fase take off adalah fase awal dalam suatu penerbangan sedangkan landing
adalah fase terakhir. Pesawat harus melakukan Take off dan Landing yang
aman. Take off adalah tahap dari penerbangan di mana sebuah pesawat bergerak
dari ground ke terbang ke udara. Take off berlawanan dengan landing. Landing
adalah tahap dalam suatu penerbangan, dimana pesawat kembali ke ground.
Take off dan landing merupakan fase yang paling kritis pada pesawat. Karena
kebanyakan kecelakaan pesawat sering terjadi pada saat tersebut. Banyak faktor
yang berpengaruh seperti, kecepatan yang dibutuhkan, cuaca, weight, density,
1
2
runway, dan masih banyak faktor yang mempengaruhi lainnnya. Oleh karena
itu harus dilakukan suatu analisis dalam hal ini, untuk mengantisipasi suatu
keadaan yang akan terjadi. Maka oleh karena itu, dibutuhkan suatu simulasi
yang dapat mempermudah ketika akan menganalisa prestasi terbang pesawat
pada saat take off dan landing.
Berdasarkan atas latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan sebagai
berikut :
2. Bagaimana analisis perhitungan Take off dan landing pesawat sejenis boeing
747 ?
Maksud dan Tujuan dari skripsi mengenai ” Simulasi Prestasi Take Off dan
Landing Pesawat Sejenis Boeing 747 Menggunakan Delphi ”, adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana prestasi terbang pesawat 747 saat take off dan
landing.
Dalam studi kasus mengenai ” Simulasi Prestasi Take Off dan Landing Pesawat
Sejenis Boeing 747 Menggunakan Delphi”, dibatasi pada:
1. Ketinggian sea level, 500 ft, 1000 ft, 1500 ft, 2000 ft, 2500 ft, 3000 ft.
2. Defleksi flap 0º dan 20º saat take – off, 20º dan 40º saat landing.
8. No engine failure
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah,
Maksud dan Tujuan, Manfaat Penulisan dan Sistematika Penulisan.
Bab ini berisi tentang tata cara penelitian, teknik analisis dan perhitungan
airfield performance.
Bab ini berisi tentang simulasi dan analisis airfield performance pesawat
sejenis boeing 747,
Bab ini berisi tentang kesimpulan diperoleh dari hasil perhitungan dan analisis
data saran yang berkaitan dengan penulisan Tugas Akhir ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Sistem ini diam relatif terhadap bumi dan didefinisikan sebagai berikut : Pusat
koordinat terletak pada permukaan bumi, sumbu Zg vertikal dan positif ke arah
bawah, sumbu Xg dan Yg terletak pada bidang horisontal tegak lurus sumbu Zg
dan berorientasi tangan kanan. Sumbu Xg mengarah sembarang misal pada arah
terbang pesawat.
Pusat koordinat terletak pada titik berat pesawat ( c.g ), sumbu- sumbu Xe, Ye,
Ze sejajar dengan sumbu – sumbu Xg, Yg, Zg pada tata acuan koordinat bumi.
Bidang Xe, Ye selalu sejajar dengan bidang permukaan bumi.
5
6
Pusat koordinat terletak pada titik berat pesawat ( c.g ), sumbu Xb terletak pada
bidang simetri pesawat dan positif mengarah pada hidung pesawat. Sumbu Zb
terletak pada bidang simetri pesawat dan tegak lurus pada sumbu Xb , arah
positif kebawah. Sumbu Yb tegak lurus bidang Xb,Zb positif kearah sayap
kanan.
7
2.1.4 Tata Acuan Koordinat Angin/ Flight Path (Xa, Ya, Za)
Pusat koordinat terletak pada titik berat pesawat ( c.g ), sumbu Xa terletak
searah dengan vektor kecepatan. Sumbu Za terletak pada bidang simetri pesawat
dan tegak lurus pada sumbu Xa , arah positif kebawah. Sumbu Ya tegak lurus
bidang Xa,Za positif kearah kanan.
Dalam analisis prestasi terbang, sebagian besar hanya dipakai sumbu- sumbu
Tata Acuan Koordinat ( TAK ) Horison lokal, benda dan angin.
2.2.1 Orientasi TAK Benda (Xb, Yb, Zb) terhadap TAK Horison Lokal (Xe, Ye,
Ze)
Sudut Euler untuk orientasi TAK Benda terhadap TAK Horison Lokal
ditentukan oleh tiga buah sudut :
8
9
10
Sudut bank dapat dinyatakan dalam sudut roll dan pitch sbb :
2.2.2 Orientasi TAK Angin (Xa, Ya, Za) terhadap TAK Horison Lokal (Xe, Ye,
Ze)
Sudut Euler untuk orientasi TAK Angin terhadap TAK Horison Lokal
ditentukan oleh tiga buah sudut :
a. Sudut Azimut (), adalah sudut proyeksi sumbu Xa terhadap bidang horison
lokal (bidang Xe, Ye) dengan sumbu Xe.
b. Sudut Flight Path ( ), adalah sudut antara sumbu Xa dan proyeksinya pada
bidang horison lokal (bidang Xe, Ye).
11
12
2.2.3 Orientasi TAK Angin ( Xa, Ya, Za ) terhadap TAK Benda (Xb, Yb, Zb)
Yang tidak kalah pentingnya juga adalah hubungan antara TAK Angin dengan
TAK Benda, yang didefinisikan dengan dua sudut sbb :
a. Sudut serang , yaitu sudut antara proyeksi sumbu Xa pada bidang simetri
pesawat dengan sumbu Xb.
13
V2 = u2 + v2 + w2
u = V cos cos
v = V sin
w = V cos sin
14
Secaraa umum gayya- gaya yanng bekerja paada pesawatt udara adalaah Gaya Berrat
(Graviitasi), Gaya Aerodinamiika ( Lift, Drag,)
D dan Gaya
G dari sistem propuulsi
(Thrusst). Juga gayya gesek denggan Runwayy
15
Gambar 2.15 Gaya – Gaya Pada Pesawat Udara Saat Take Off dan Landing
a) Lift
Lift adalah gaya angkat pada pesawat. Lift timbul karena adanya aliran udara
yang mengelilingi airfoil yang mengakibatkan adanya perbedaan tekanan di
atas dan di bawah airfoil.
Rumus lift:
1
L ρV∞ S CL (2.1)
2
Dimana :
L = Lift
V∞ = Kecepatan Pesawat
ρ = Density Udara
16
CL = Coefficient Lift
CL = 2 x π x a (2.22)
Diman
na :
π = 3.1415
π rad = 180º
17
b) Drag
Drag adalah gaya hambat pada pesawat. Drag adalah gaya mekanik yang
dihasilkan suatu benda padat bergerak melalui suatu fluida. Drag berlawanan
dengan thrust. Drag tergantung pada density udara, kecepatan, viscosity dan
compressibility udara, bentuk dan ukuran dari body, dan kemiringan body
terhadap aliran udara. Nilai drag bervariasi terhadap kecepatan.
D = 1/2.ρ.V∞2.Sref.CD (2.3)
Dimana :
D = Drag
V∞ = Kecepatan Pesawat
ρ = Density Udara
CD = Coefficient Drag
AR = S2 / A (2.4)
Dimana :
AR = Aspect Ratio
s = Span
A = Wing Area
18
Diman
na : e = efficiiency factor
Diman
na :
Cd = Drag Coeficcient
Perbed
daan tekanann di permukaaan wing dissebabkan sppillage di sekkitar wing tipps.
Untuk
k sudut yanng kecil, drag
d hampirr constant. Sudut menningkat, drrag
menin
ngkat. Sudut yang besar = Drag yangg besar.
19
Untuk
k mencari L/D
D ratio dapaat menggunakkan rumus :
Diman
na :
d = Horizontal
H Distance
h = Vertical
V Heigght
Gamb
bar 2.19 Lift To Drag Ratio
Sumber : NASA
N
20
K= k1 + k2 + k3 (2.9)
W (2.10)
.
ΔC ,
Dimana :
W
= Wing Loading
W
Untuk satuannya adalah dan m didalam Kg. Untuk harga 5.81
16
(2.11)
16
1
21
Dimana :
b = Wing Span
(2.12)
c) Weight
Weight adalah gaya yang disebabkan oleh gaya gravitasi dari bumi ke pesawat.
Weight berlawanan dengan lift.
d) Thrust
F/W adalah thrust to weight ratio dan secara langsung sebanding dengan
acceleration dari pesawat. F/W tinggi = acceleration yang tinggi pula = climb
rate yang tinggi. F/W > 1.0 dapat berakselerasi dengan tegak lurus.
(2.13)
F Thrust m a a
ratio
W Weight m g g
22
1. Weight
Gross weight dari pesawat secara langsung mempengaruhi kecepatan stall, 10%
peningkatan dalam berat meningkatkan kecepatan stall sekitar 5 %. Pengaruh –
pengaruh weight pada pesawat antara lain :
a. Pesawat akan membutuhkan kecepatan Take off yang lebih besar, dimana
hasilnya membutuhkan take off run yang lebih panjang
2. Density Udara
23
24
Uap air lebih ringan daripada udara; sebagai konsekwensinya udara yang
lembab lebih ringan daripada udara yang kering. Peningkatan pada density
altitude mengakibatkan efek pada saat take off :
Efek yang mendekati dari dua komponen di atas pada performa take off dan
landing :
Jarak take off meningkat sekitar 1 % untuk setiap 100 ft dari aerodrome
pressure altitude di atas sea level.dan jarak landing sekitar 1 % untuk setiap
400 ft.
Rate of climb dan angle of climb kelihatan jelas berkurang, sama dengan
obstacle clearence sesudah take off
25
e. Density altitude
Performa pesawat tergantung pada density udara, yang mana secara langsung
mempengaruhi lift dan drag, engine power, dan efisiensi propeller. Jika density
udara menurun maka performa pesawat juga menurun.
Ketika sebuah pesawat akan take off pada density altitude diatas ISA
(international standard atmosphere) sea level, akan masih dapat melakukan
airborne pada airspeed indicated yang sama dengan saat sea level, tapi karena
density lebih rendah true airspeed (TAS) akan lebih besar. Untuk mencapai
speed yang lebih besar dengan engine power yang sama, akan diperlukan take
off run yang lebih panjang.
3. Wind
a. Headwind
Take off ke dalam angin ini menghasilkan take off run yang sangat terpendek
dan groundspeed yang terendah pada liftoff. Landing ke dalam angin ini
menghasilkan groundspeed yang lebih rendah dan landing run yang lebih
pendek. Jarak Take – off dan landing berkurang sekitar 1.50 % untuk setiap
headwind sebesar 20 knots.
Climbing ke dalam angin ini memberikan groudspeed yang lebih rendah dan
oleh karena itu angle of climb yang lebih curam setelah take off. Ini bagus untuk
obstacle clearence.
26
b. Tailwind
Take off dalam angin ini menghasilkan jarak yang lebih panjang untuk airborne
dan suatu penurunan angle of climb, yang mana buruk untuk obstacle
clearence. Untuk tailwind sebesar 5 knots, jarak take off harus dikali dengan
1.25 dan untuk 10 knots dengan 1.55 . jarak landing bertambah dengan cara
yang sama.
c. Crosswind
Suatu situasi crosswind akan memberikan pengaruh terhadap performa take off
dan landing, sebagian besar oleh karena berkurangnya headwind. Jika angin 30º
dari heading runway, headwind secara efektif berkurang sekitar 15%. Jika
angin 45º dari heading runway, headwind secara efektif berkurang sekitar 30%.
d. Gusting winds
Suatu situasi gusting wind akan memerlukan pesawat harus tetap di ground
untuk periode waktu yang sedikit agak lama untuk menyediakan margin yang
lebih baik, dengan demikian peningkatan take off roll secara keseluruhan.
Kondisi Gusty (angin ribut) juga mengharuskan approach speed yang lebih
besar, yang mana menghasilkan landing roll yang lebih panjang.
27
4. Slope (keserongan)
Suatu slope ke arah menanjak akan meningkatkan take off ground run, dan
suatu slope ke arah menurun meningkatkan landing ground run.sebagai contoh:
suatu upslope 2% meningkatkan jarak take off sekitar 15% dan 2% downslope
menurunkannya sekitar 10%. Slope dapat dihitung dengan informasi yang
dikenal atau diperkirakan.
Bagi perbedaan panjang antara dua strips di akhir dengan panjangnya strips
(bekerja dengan unit pengukuran yang sama) sebagai contoh : 15 m (50 ft)
height differnce pada sebuah 750 m strip. Jawaban yang diberikan adalah 0.02
atau 2% slope.
5. Surface Runway
a. Take off
Rumput, ground yang soft atau salju meningkatkan rolling resistance dan oleh
karena itu ground run akan lebih panjang daripada runway yang diaspal.
Rumput yang kering dapat meningkatkan jarak take off sekitar 15%.
Bagaimanapun, rumput panjang dan basah secara signifikan meningkatkan
jarak ini.
Nilai koefisien friksi (µr) tehadap permukaan landasan adalah sebagai berikut :
µr
Surface
Brake off
Dry concrete / asphalt 0.03 – 0.05
Wet concrete / asphalt 0.05
28
b. Landing
Pada saat landing, rumput atau salju dapat meningkatkan ground roll,
disamping ditingkatkan rolling resistance, karena brakes kurang efektif.
Rumput panjang dan basah dapat diartikan peningkatan yang sangat besar pada
landing run dalam kaitannya dengan efek ini.
29
6. Obstacle clearance
7. Flap setting
Flap juga mengurangi stalling speed. Ini dapat diartikan seprti suatu ground
run yang lebih pendek, tapi itu tidak akan memberikan pengurangan lainnya
pada take off jarak 50 ft karena flap selalu memberikan pengurangan pada saat
rate of climb. Flap setting direkomendasikan untuk selalu digunakan.
30
Double –
20º 50º 1.7 – 1.95 2.3 – 2.7
Sloted
Double –
Slat 20º 50º 2.3 – 2.6 2.8 – 3.2
Sloted
Triple –
Slat 20º 40º 2.4 – 2.7 3.2 – 3.5
Sloted
8. Ground effect
Pada saat landing, ground effect akan menghasilkan ‘floating’ dan dihasilkan
suatu overrun jika sinyal bahaya diabaikan, terutama sekali pada approach
speed yang sangat cepat.
9. Tyre pressure
Low tyre pressure akan meningkatkan Take off run. Ini adalah suatu hal yang
harus selalu di cek selama pre flight berjalan.
Di atas permukaan wing terkadang menyimpan seperti tetesan air hujan atau
serangga, yang dapat memberikan efek yang signifikan terhadap aliran yang
laminar pada airfoil seperti yang digunakan pada self – launching motor glider
dan high performance home – built aeroplane. Kecepatan stall akan meningkat
dan jarak yang lebih besar diperlukan. Keadaan permukaan yang beku, karena
es atau salju mempengaruhi aerofoil lainnya, termasuk propeller.
31
Bila Airline memutuskan membeli pesawat Brand New, biasanya ada option
untuk Powerplant yang akan dipakai. Boeing 747 – 400 dapat menginstall
engine Rolls Royce, Pratt & Whitney dan General Electric.
P&W dengan seri PW4000nya (PW4062), adalah kelanjutan dari high bypass
turbofan keluarga JT9D yang terbilang cukup sukses. PW4000 merupakan
pengembangan dari JT9D, menghasilkan engine yang lebih bertenaga, lebih
sedikit komponen, lebih mudah perawatannya, dan sekian banyak peningkatan
lainnya. Diantara pesaingnya, PW4062 merupakan engine yang paling pendek
dan kecil dimensinya, namun juga paling canggih komputerisasinya.
32
2
2.5 Take Off
O Perform
mance
Pesaw
wat harus meelakukan Taake off dan Landing
L yanng aman. Take
Ta off adallah
tahap dari penerbbangan di mana
m sebuaah pesawat bergerak daari ground ke
ng ke udara,, selalu padaa runway. Take
terban T off berrlawanan deengan landinng.
Kecep
patan liftoff biasanya
b sekkitar 15% diiatas kecepattan stall, jaddi peningkattan
berat akan
a membuuat kecepatann liftoff lebihh besar. Sebagai tambahhan dibutuhkkan
kecepaatan yang leebih besar pada
p pesawaat yang lebihh berat, acceeleration paada
pesaw
wat yang lebiih berat lebiih lambat. Oleh
O karena itu jarak yanng dibutuhkkan
untuk Take off leebih panjangg. Pada umuumnya dari pengalamann, peningkattan
10% dari
d berat Taake off membberikan efekk dari peninggkatan Take off run sekittar
20%.
33
Gambar 2.21 Ilustrasi Dari Ground Roll Sg, Jarak Airborne Sa, Dan Jarak Total Take Off
Sumber : John D. Anderson, Jr. : 1999 : 253
Gaya terjadi pada pesawat selama take off, sebagai tambahan dari gaya – gaya
yang familiar seperti thrust, lift, drag, weight adalah rolling resistance (gaya
gesek antara roda pesawat dan runway). Untuk gaya tersebut diberikan rumus:
R μ W L
(2.14)
Dimana :
atau
μ W L (2.15)
34
1. Power Setting
Nose diangkat sekitar 5º sampai 20º saat nose up pitch attitude untuk
meningkatkan lift dari wing dan efek lift – off. Pesawat fixed wing di desain
untuk high speed operation (seperti commercial jet aircraft) akan sulit
membangkitkan lift yang cukup pada low speed selama Take off. Typical Take
off air speed untuk jetliners adalah sekitar 130 – 155 knot range ( 150 -180
mph, 250 – 290 km/h ). Take off speed secara langsung berhubungan
proposional dengan weight pesawat. Semakin berat, semakin besar speed yang
dibutuhkan.
T V∞ V∞ (2.16)
2. Speed Required
Take off speed membutuhkan beberapa faktor seperti Kerapatan udara, gross
weight pesawat, dan konfigurasi pesawat (flap dan/atau posisi slat). Density
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti field elevation dan temperature udara.
35
FAR 25
Speed Description
requirement
= atau >
VMU Minimum unstick speed
VSTALL
(OEI)
Pilot pesawat besar multi engine mengkalkulasi suatu keputusan speed (V1)
untuk melakukan Take off untuk mengambil tindakan jika salah satu engine fail.
36
Gambar 2.23 Gaya Yang Bekerja Selama Take Off Ground Run
Sumber :G.J.J. Ruijgrok : 1990 : 372
37
Langkah perhitungan ground roll secara numerik dimulai dari V∞= 0 pada t=0 dan
diakhiri dengan V∞=VLO. Dimana VLO adalah liftoff speed / segmen kecepatan dimana
pesawat sudah sepenuhnya terangkat dari landasan dan ground roll telah sepenuhnya
dilewati. Kecepatan VLO mula – mula ditetapkan sebesar 1.1VMU. Dimana VMU adalah
minimum unstick speed / segmen dimana pilot diharuskan untuk menghentikan
pengoperasian elevator agar tail clearance terjaga. Karena dengan terbatasnya tail
clearance hal ini dapat berpengaruh pada nilai CL < (CL)Max dan karenanya VMU >
VSTALL sebagai hasilnya ditetapkan harga dari VLO dekat dengan 1.1VSTALL. ground
roll (Sg), dapat diperoleh dari
atau
atau
(2.17)
∞
Mengingat kembali bahwa s adalah jarak sepanjang ground, dapat kita tulis
∞ ∞ ∞
∞
atau
38
(2.18)
∞ ∞ ∞
∞⁄ 2 ∞⁄
1 (2.19)
∞
µ W L
∞ 1 1
ρV∞ S C µ W ρV∞ S CL
2 2
atau
(2.20)
∞ ρ∞
µ CD µ CL V∞
2 W⁄S
∞ ρ∞
µ µ CL V∞
2 W⁄S
(2.21)
39
Dan
ρ∞
µ CL
2 W⁄S
(2.23)
(2.24)
∞
∞
(2.25)
∞
2 ∞
Dengan mengintegralkan persamaan (2.25) antara s=0 dimana V∞=0 dan s=sg
dimana V∞=VLo kita dapatkan
∞
2 ∞ (2.26)
Sampai pada point ini, tidak ada penyederhanaan yang dibuat. Nilai dari KT dan
KA bermacam – macam dengan V∞ selama ground roll. Dan jika variasi ini
40
diambil dengan baik ke dalam account, suatu evaluasi kuantitatif dari integral
pada persamaan (2.26) akan menghasilkan suatu nilai Sg yang akurat.
1. T/W adalah konstan. Perkiraan ini bagus untuk turbojet, tapi tidak bagus
untuk pesawat propeller atau untuk suatu high bypass ratio turbofan.
V∞=0.70VLo
2. CL adalah konstan. Ini layak diasumsikan selama ground roll hingga titik
rotasi karena sudut serang ditetapkan oleh landing gear feature dan sudut
pemasangan wing (sudut yang dibentuk antara wing chord terhadap
centerline fuseladge). Pada saat rotasi CL akan meningkathingga nilai yang
sebanding atau lebih kecil dari dari pada (CL)Max, tergantung pada sudut dari
tail clearance dengan ground. Akan tetapi jarak yang dilewati saat rotasi di
ground relative kecil, sehingga kenaikan tersebut dapat diabaikan untuk
proses perhitungan. Menurut Raymer waktu antara rotasi sampai liftoff
umumnya adalah selama 3s untuk pesawat berbadan lebar dan 1s untuk
pesawat berbadan kecil. Oleh karenanya jarak ground yang dicakupi selama
waktu rotasi dapat didekati dengn 3VLo untuk pesawat berbadan lebar dan
VLo untuk pesawat berbadan kecil. Dengan mengasumsikan KT dan KA
adalah konstan pada persamaan (2.26), selanjutnya diintegralkan dan jarak
rotasi diasumsikan sebanding dengan NVLo (dimana N=3 untuk pesawat
berbadan lebar dan N=1 untuk pesawat berbadan kecil) ground roll dapat
didekati dengan
1 (2.27)
ln 1
2
41
Dengan persamaan (2.29) suatu evaluasi analisis yang cepat dari ground roll
dapat dibuat.
Suatu form analitis dari Sg yang lebih menggambarkan secara jelas parameter
design take – off performance dapat diperoleh dengan mensubsitusikan
persamaan (2.20) secara langsung ke dalam persamaan (2.21), diperoleh
∞
2 µ W L (2.28)
∞
2 µ W L (2.29)
∞ (2.30)
2 µ W L
.
42
Gambar 2.24 Schematic Dari Gaya Yang Bekerja Pada Pesawat Selama Take – Off
Sumber : John D. Anderson, Jr. : 1999 : 361
2 1
∞ (2.31)
Dimana (CL)Max adalah nilai dengan flap diperluas untuk take off, juga harus
selalu diingat bahwa (CL)Max bisa menjadi lebih kecil nilainya jika sudut serang
dibatasi oleh tail clearance dengan ground. Atur VLO=1.1VStall dan masukkan
persamaan (2.31) ke dalam persamaan (2.30) kita dapatkan
(2.32)
∞ 2 1
1.1
2 µ W L ∞
.
43
1.21 ⁄
∞ ⁄ (2.33)
1. Ground roll sangat sensitive terhadap berat dari pesawat melalui keduanya
⁄ dan ⁄ .
2. Ground roll bergantung dengan kerapatan udara disekitarnya (ambient
density).
3. Ground roll dapat dikurangi dengan cara menambahkan wing area
(menrunkan ⁄ ), meningkatkan thrust (meningkatkan ⁄ ), dan
meningkatkan (CL)Max
4. Perhitungan Jarak Airborne
44
Flight path setelah liftoff digambarkan pada gambar (2.11). R adalah radius
turn, diaman:
(2.34)
∞
1
1
1.15 0.9
2 ∞
(2.35)
Dari persamaan (2.31), Weight di persamaan (2.35) dapat dinyatakan dalam hal
dari dan seperti
45
1
2 ∞ (2.36)
1
1.15 0.9
2 ∞
1
2 ∞
Atau
1.19
1.15VS
1.19 1
atau
(2.37)
6.96 VS
Pada gambar (2.26) θOB pada flight path adalah sudut yang dibentuk antara point
dari take –off dan tinggi . Dari gambar ini dapat dilihat
cos 1
atau
46
(2.38)
cos 1
(2.39)
sin
Dalam analisisnya, landing dapat disamakan dengan saat take off . Akan tetapi
dihitung secara kebalikan dalam urutannya. Yaitu yang pertama dengan
melewati obstacle dimana diambil 50 ft tingginya. Dan pesawat akan
membentuk sudut saat approach (θa), kecepatan pesawat saat melewati obstacle
ditandai dengan Va yang diperlukan sama dengan 1.3VStall untuk pesawat sipil
dan 1.2VStall untuk pesawat militer. Pada ketinggian flare hf diatas ground yang
kemudian melewati jarak flare, yang mana merupakan transisi dari appoach ke
ground run. Kecepatan touchdown VTD 1.15VStall untuk pesawat komersil dan
1.1VStall untuk pesawat militer. Jarak pesawat saat rool di ground dari saat
touchdown sampai ke titik dimana kecepatan menjadi 0 dinamakan ground roll
Sg.
47
1. Power Setting
48
2. Speed Required
Kecepatan pada saat landing harus dihitung dengan sangat hati – hati. Faktor –
faktor seperti crosswind dimana pilot akan menggunakan suatu crab landing
atau slip landing, yang akan menyebabkan pesawat mengalami landing yang
sedikit lebih cepat. Faktor – faktor yang mempengaruhi landing termasuk :
5. Obstacle
6. Gorund effect
7. Temperature udara
8. Ketinggian runway
Dari gambar (2.27), dapat dilihat jarak approach Sa tergantung pada sudut θa
dan tinggi dari flare hf. θa tergantung pada ⁄ dan ⁄ . Hal ini dapat dilihat
pada gambar (2.28) dimana menunjukkan diagram gaya pada pesawat saat
approach flight path. Keseimbangan kondisi terbang pesawat dapat
diasumsikan dari gambar (2.28)
49
Gambar 2.28 Diagram Gaya Pada Pesawat Saat Landing Approach Flight Path
Sumber : John D. Anderson, Jr. : 1999 : 369
cos (2.40)
sin (2.41)
sin (2.42)
Sudut approach biasanya kecil untuk beberapa kasus. Sebagai contoh, Raymer
menyatakan θa ≤ 3º. Ole karenanya, cos 1 dan dari persamaan (2.40)
, pada kasus ini persamaan (2.42) dapat ditulis sama dengan
1
sin
⁄ (2.43)
Tinggi flare hf , ditunjukkan pada gambar (2.27) dapat dihitung dari konstruksi
gambar yang ditunjukkan oleh gambar (2.29) sebagai berikut
50
cos (2.44)
Pada gambar (2.20) oleh karena itu persamaan (2.44) bisa menjadi
1 cos ) (2.45)
51
0.2 (2.46)
50
tan (2.47)
Untuk jarak flare, yang ditunjukkan pada gambar (2.28) dan (2.29) diberikan
sin
Sejak , ini menjadi
sin (2.48)
52
∞
µ (2.49)
Banyak pesawat jet dilengkapi dengan thrust reversers yang mana pada
umumnya menghasilkan thrust yang negative sama besarnya dengan 40% atau
50% dari maximum forward thrust. Dalma banyak kasus, jika menandakan
besar dari reverse thrust secara mutlak. Kemudian persamaan (2.15) menjadi
∞
µ (2.50)
Juga harga dari D di persamaan (2.49) dan (2.50) dapat ditingkatkan dengan
spoilers, speed brakes. Dicatat kedua persamaan (2.49) dan (2.50) ∞⁄ akan
menjadi suatu quantity yang negatif. Dengan begitu pesawat akan decelerate
selama landing ground run.
∞ ∞
µ , ∆ , ∞
2 ⁄
(2.51)
(2.52)
∞
, ∆ ,
2 ⁄
53
(2.53)
Persamaan (2.51) dapat ditulis
∞
∞ (2.54)
∞ ∞
(2.55)
2 ∞⁄ 2 ∞
∞
2 ∞
atau
∞
(2.56)
2 ∞
1
ln 1 (2.57)
2
54
1
ln 1 (2.58)
2
Suatu analitis dari sg yang lebih dekat mengilustrasikan parameter design untuk
performa landing dapat diperoleh dengan mensubsitusikan persamaan (2.50)
secara langsung ke dalam persamaan (2.18) diperoleh
∞
(2.59)
2
∞
2
Atau
∞
2 (2.60)
55
1 (2.61)
2 .
Gambar 2.31 Skematik Umum Dari Variasi Gaya Yang Beraksi Pada Pesawat Selama
Landing
Sumber : John D. Anderson, Jr. : 1999 : 373
Kecepatan touchdown VTD seharusnya tidak boleh kurang dari jVStall , dimana
1.15 untuk pesawat komersil dan 1.1 untuk pesawat militer. Dengan
persamaan (2.31) kemudian persamaan (2.61) dapat ditulis
2 1 ⁄
∞ ∞ ⁄ ⁄ .
(2.62)
56
Parameter design yang memberikan efek yang penting pada saat landing
ground roll secara jelas dapat dilihat pada persamaan (2.62), dapat dicatat
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Subjek
Subjek yang dianalisis dalam Simulasi Prestasi Take – Off Landing Pesawat
Sejenis 747 Menggunakan Delphi yaitu meliputi karakteristik pesawat, tipe
permukaan runway, ketinggian runway, engine yang digunakan, dan faktor
pendukung lain yang berpengaruh terhadap prestasi terbang pesawat ini saat
take off maupun landing.
Boeing 747, dikenal sebagai Jumbo Jet, adalah pesawat penumpang terbesar
kedua saat ini. Pesawat empat mesin ini, diproduksi oleh Boeing Commercial
Airplanes. dan didesain untuk penerbangan jarak jauh dengan payload yang
besar. Pesawat yang termasuk keluarga 747 mempunyai fitur utama sebagai
berikut :
2 crew-flight deck
Tempat istirahat crew
High performance engine
Advance APU
Wingtip extention dan winglet
Advance aluminium alloy wing structure
Horizontal stabilizer fuel tank (optional)
Flexibel interior configuration
Carbon brakes
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data pada penulisan tugas akhir ini didapatkan dari beberapa metode
pengumpulan data yaitu :
57
58
a. Observasi
Dengan mempelajari data – data yang bersangkutan dan berhubungan
dengan permasalahan yang diamati. Dari metode ini didapat data berupa
teori – teori yang mendukung dalampenulisan ini
b. Wawancara
Pengumpulan data yang berasal dari konsultasi dengan dosen pembimbing
maupun kepada dosen dan teknisi yang berkompeten di bidangnya yang
terkait dengan materi tugas akhir ini.
c. Langkah Penyelesaian Masalah
Mulai
Mengumpulkan data
Melakukan analisis
Validasi
perhitungan
Kesimpulan
Selesai
59
MULAI
STUDI PUSTAKA
Teori Tentang Airfield
performance
DATA PESAWAT
MTOW, MLW,
Konfigurasi Flap
DATA ENGINE
Engine yang
digunakan
DATA RUNWAY
Ketinggian , Kondisi
Permukaan Runway
PERHITUNGAN
Vstall, Vlo, Vf, Vtd, Sg, Sa, Sf,
Stot
PEMBAHASAN
Analisis dan Simulasi prestasi
Take off dan Landing dengan
menggunakan softwere Delphi
SELESAI
60
Data yang diperlukan untuk menghitung kinerja pesawat sejenis boeing 747
pada saat take off dan landing terhadap kondisi runway dan engine yang
digunakan terdapat di lampiran B berdasarkan dari literatur yang tersedia di
perpustakaan ataupun yang berasal dari internet maupun sumber lainnya.
Dari data engine yang didapatkan berdasarkan dari literatur yang tersedia di
perpustakaan ataupun yang berasal dari internet maupun sumber lainnya dan
digunakan dalam penulisan tugas akhir ini. Take off thrust yang dihasilkan
oleh masing – masing engine :
CF6-80C2B5F : 62100 lb
PW 4062 : 63300 lb
RB211-524H2-T : 59500 lb
61
2 1
2 875000 1
5660 2,023
0,002377
62
253,5
1,2
304,28 /
0,7
212,996 /
4 62100
2.484 10 lb
Runway yang digunakan untuk mendarat adalah aspal kering (dry concrete)
dengan nilai 0,04 sehingga
0,244
Untuk mengevaluasi nilai dari KA flap yang digunakan 20º dengan nilai
4,5 10
,
∆
63
875000 4,448 1
5660 1 0,3048
7402 ⁄
0,4536
875000
1
396900
Sehingga
.
∆
0,021
Untuk nilai G
16 ⁄
1 16 ⁄
16 22
213
16 22
1
213
0,732
64
Ga
ambar 3.3 Raatio Dari Swet / S Untuk Bebeerapa Konfigu
urasi Pesawat Yang Berbeda
Sumber : John D. And
derson, Jr. : 19999 : 128
65
Untuk mencari harga CD0 dapat dilihat pada gambar (3.2) dan gambar (3.3).
dimana pada gambar (3.2) terdapat nilai ratio sebagai berikut.
6,3
Dari gambar (3.3) diasumsikan bahwa boeing 747 dan lockheadC-5 adalah
serupa atau dapat dibandingkan dalam ukuran dan kondisi terbangnya,
sehingga
0,0027
6.3 0.0027
0,017
1
0,8 7,28
0,055
1
3
0,018
0,073
66
0,002377
0,017 0,021 0,02
2 5660
0,732
0,018 1,731 0,04 1,731
0,8 7,28
1,254 10
1
ln 1 304,28 3 304,28
2 32,2
8913
6,96
6,96 253,567
32,2
13900
cos 1
35
cos 1
13900
67
4,0668
sin
987
8913 987
9900
2,658
2 1
2 652000 1
0,002377 5660 2,658
68
190,9
1.3
234,8 /
1.2
229,1 /
0,2
238,8
0,2 32,2
8567
1 cos
8567 1 cos 1
13,116
Jarak approach
50
tan
2790
69
Jarak flare
sin
149
0,4
Untuk menghitung JA, digunakan nilai – nilai pada perhitungan take – off
diatas dimana 0,732, 0,021, dan 2,8, selama ground roll
.
∆
0.012
, ∆ , ∆
2 ⁄
0,002377
0,017 0,012 0,02
2 5660
0,732
0,017 2,8 0,4 2,8
0,7 7,28
5,358 10
1
ln 1
2
70
3 229,161
1 0,4
ln 1 229,161
2 32,2 6,03 10 6,03 10
4210
7150
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Ketika akan memulai program simulasi ini maka form yang akan muncul adalah
seperti pada gambar (4.1) lalu tekan ok untuk terus melanjutkan program atau
cancel untuk keluar. Setelah melan jutkan dan menekan ok maka akan muncul
form log in seperti pada gambar (4.2) dan masukkan username dan password.
71
72
Setelah itu akan muncul form menu utama aplikasi dimana terdapat banyak
pilhan. Pilihlah salah satu proses untuk melanjutkan melakukan simulasi prestasi
take off dan landing ini.seperti pada gambar (4.3).
Jika proses take off yang dipilih maka form take off seperti gambar (4.4) akan
muncul. Lalu isikan data yang diperlukan untuk melakukan simulasi ini. Seperti
pada gambar (4.5)
73
Setelah data – data yang diperlukan dimasukkan semuanya maka akan muncul
form simulasi pada gambar (4.6). Dimana terdapat ada beberapa label yang akan
diisi nantinya. Lalu tekan tombol isi label agar label – label tersebut akan berisi
dengan hasil perhitungan. Seperti pada gambar (4.7)
74
Gambar 4.6 Form Simulasi Take off
Gambar 4.7 Form Hasil Simulasi Take off
Begitupula sebaliknya dengan proses landing. seperti terlihat pada form (4.8),
(4.9), (4.10)
75
Gambar 4.8 Form Landing Awal
Gambar 4.9 Form Simulasi Landing
76
Gambar 4.10 Form Hasil Simulasi Landing
Jika data inputan weight yang dimasukkan lebih kecil diluar range yang telah
ditentukan maka akan keluar form error seperti pada gambar (4.11)
Gambar 4.11 Error Jika Data Terlalu Kecil
77
Begitu pula sebaliknya jika data yang dimasukkan kebesaran
Gambar 4.12 Error Jika Data Terlalu Besar
Dalam bab III telah dipaparkan cara perhitungan kinerja take off dan landing
pesawat sejenis 747, dari hasil perhitungan tersebut jarak ground roll untuk take
off yang dibutuhkan pada jenis runway dengan kondisidry pada ketinggian sea
level dan menggunakan engine CF6-80C2B5F dengan menggunakan flap 20
adalah sebesar 8912,9 ft dan jarak approach sebesar 987,36 ft dan jarak totalnya
9900,27 ft. . sedangkan untuk landing dengan kondisi yang sama seperti take off
hanya saja menggunakan flap 40, jarak ground roll adalah sebesar 4211 ft dan
jarak approach sebesar 2789,75 ft, jarak flare sebesar 149,5 ft dan jarak totalnya
7150,33 ft. untuk contoh data hasil perhitungan terdapat pada lampiran C. hasil
perhitungan ini jika dibandingkan dengan data performa yang dikeluarkan oleh
boeing dapat dilihat pada tabel 4.1
78
Tabel 4.1 Hasil Perbandingan Pesawat Sejenis 747-400 dengan Hasil Analisis softwere saat
menggunakan Engine CF6-80C2B5F
No Boeing 747-400 Hasil Analisis
1 MTOW 875000 lb 875000 lb
2 MLW 652000 lb 652000 lb
3 Jarak Take off 9900 ft 9900,27 ft
4 Jarak Landing 7150 ft 7150,33 ft
Tabel 4.2 Hasil Perbandingan Pesawat Sejenis 747-400 dengan Hasil Analisis softwere saat
menggunakan Engine PW 4062
No Boeing 747-400 Hasil Analisis
1 MTOW 875000 lb 875000 lb
2 MLW 652000 lb 652000 lb
3 Jarak Take off 9700 ft 9655,47 ft
4 Jarak Landing 7150 ft 7150,33 ft
Tabel 4.3 Hasil Perbandingan Pesawat Sejenis 747-400 dengan Hasil Analisis softwere saat
menggunakan Engine RB211-524H2-T
No Boeing 747-400 Hasil Analisis
1 MTOW 875000 lb 875000 lb
2 MLW 652000 lb 652000 lb
3 Jarak Take off 10500 ft 10489,84 ft
4 Jarak Landing 7150 ft 7150,33 ft
79
400
380
360
340
Ft/s
320
300
280
260
240
Sea
500 ft 1000 ft 1500 ft 2000 ft 2500 ft 3000 ft
Level
Vstall 0 deg 279,4 281,5 283,5 285,6 287,7 289,9 292,1
Vlo 0 deg 335,3 337,8 340,2 342,8 345,3 347,9 350,5
V2 0 deg 368,8 371,5 374,3 377 379,8 382,6 385,5
Vstall 20 deg 253,57 255,46 257,33 259,25 261,16 263 265
Vlo 20 deg 304,28 306,54 308,8 311 313,38 317,7 318
V2 20 deg 334,71 337,2 339,68 342,2 344,7 347,29 349,9
Dari grafik 4.13 dapat dilihat bahwa flap berpengaruh terhadap variable
kecepatan pada pesawat sehingga mempengaruhi performa dari pesawat
tersebut. Ketinggian juga memiliki pengaruh yang besar. Dimana dari gambar
tersebut terlihat semakin tinggi ketinggian semakin tinggi pula kecepatan yang
dibutuhkan oleh pesawat. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa Vstall, Vlo,
dan V2 terkecil terdapat pada ketinggian sea level dan dengan menggunakan
konfigurasi flap pesawat 20. Dan yang terbesar pada ketinggian 3000 ft dengan
konfigurasi flap pesawat 0.
80
310
290
270
250
Ft/s
230
210
190
170
Sea
500 ft 1000 ft 1500 ft 2000 ft 2500 ft 3000 ft
Level
Vstaal 20 deg 218,88 220,51 222,13 223,78 225,42 227,1 228,82
Va 20 deg 284,55 286,67 288,77 290,92 293 295,24 297,47
Vf 20 deg 269,22 271,23 273,22 275,25 277,27 279,34 281,45
Vtd 20 deg 262,66 264,61 266,56 268,54 270,51 272,53 274,58
Vstaal 40 deg 190,95 192,37 193,79 195,23 196,66 198,13 199,62
Va 40 deg 248,24 250 251,92 253,8 255,66 257,57 259,51
Vf 40 deg 234,87 236,62 238,36 240,13 241,9 243,7 245,54
Vtd 40 deg 229,14 230,85 232,55 234,28 236 237,75 239,55
Begitupula grafik landing pada gambar 4.14. Dari gambar diatas dapat dilihat
bahwa Vstall, Va, Vf dan Vtd terkecil terdapat pada ketinggian sea level dan
dengan menggunakan konfigurasi flap pesawat 40. Dan yang terbesar pada
ketinggian 3000 ft dengan konfigurasi flap pesawat 20.
81
13500
13000
12500
12000
11500
Ft
11000
10500
10000
9500
Sea
500 ft 1000 ft 1500 ft 2000 ft 2500 ft 3000 ft
Level
Wet 20 deg 10021,4 10156,9 10292,36 10431,77 10571 10714,3 10861,84
Dry 20 deg 9900,27 10036,7 10167,6 10305,15 10442,5 10583,9 10729
Ice 20 deg 9681,49 9811,9 9942,29 10076,45 10210,46 10348,37 10490,36
Wet 0 deg 12086 12250,9 12415,78 12585,46 12754,9 12929,4 13109
Dry 0 deg 11991,81 12155,3 12318,76 12486,9 12655 12827,9 13006
Ice 0 Deg 11833,29 11994,42 12155,5 12321,2 12486,8 12657,3 12832,8
Dari gambar 4.15 dapat dilihat bahwa kondisi permukaan runway juga memiliki
pengaruh terhadap jarak take off dari suatu pesawat. Dari gambar diatas dapat
dilihat take off pada kondisi ice membutuhkan jarak yang lebih jauh. Hal ini
karena koefisien geseknya lebih kecil dari yang lainnya. Ketinggian juga
memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap jarak yang dibutuhkan oleh
suatu pesawat untuk take off. Gambar 4.15 menunjukkan jarak yang ditempuh
oleh pesawat dengan menggunakan engine CF6-80C2B5F. dimana jarak
terpendek yang ditempuh pada saat take off adalah sebesar 9681,49 ft yaitu
pada kondisi permukaan runway ice dan runway berada dengan ketinggian sea
level dengan konfigurasi flap pesawat 20. Dan jarak terjauh yang ditempuh
82
pada saat take off adalah sebesar 13109 ft yaitu pada kondisi permukaan
runway wet dan runway berada dengan ketinggian 3000 ft dengan konfigurasi
flap pesawat 0.
13000
12500
12000
11500
11000
Ft
10500
10000
9500
9000
Sea
500 ft 1000 ft 1500 ft 2000 ft 2500 ft 3000 ft
Level
Wet 20 deg 9770,69 9902,44 10034,15 10169,7 10305 10444,4 10587,84
Dry 20 deg 9655,47 9785,5 9915,49 10049,26 10182,87 10320,36 10461,92
Ice 20 deg 9446,75 9573,66 9700,53 9831 9961,48 10095,67 10233,82
Wet 0 deg 11772,7 11932,9 12093,1 12257,9 12422,6 12592,1 12766,6
Dry 0 deg 11682 11840,9 11999,7 12163 12326 12494,5 12667,5
Ice 0 Deg 11528 11684,6 11841,2 12002 12163 12328,8 12499,3
12766,6 ft yaitu pada kondisi permukaan runway wet dan runway berada
dengan ketinggian 3000 ft dengan konfigurasi flap pesawat 0.
14500
14000
13500
13000
12500
Ft
12000
11500
11000
10500
10000
Sea
500 ft 1000 ft 1500 ft 2000 ft 2500 ft 3000 ft
Level
Wet 20 deg 10625,4 10769,92 10914,41 11063,11 11211,62 11364,53 11521,93
Dry 20 deg 10489,84 10632,34 10774,8 10921,42 11067,87 11218,59 11373,78
Ice 20 deg 10246,78 10385,64 10524,47 10667,34 10810 10956,92 11108,14
Wet 0 deg 12842,3 13018,5 13194,7 13376 13557 13743,6 13935,5
Dry 0 deg 12740,1 12914,8 13089,4 13269,1 13448,7 13633,6 13823,9
Ice 0 Deg 12572,1 12744,3 12916,4 13093,6 13270,5 13452,7 13640,3
11500
11300
11100
10900
Ft 10700
10500
10300
10100
9900
9700
9500
Sea 1000 1500 2000 2500 3000
500 ft
Level ft ft ft ft ft
Dry 20 deg (CF6‐80C2B5F) 9900,27 10036,7 10167,6 10305,15 10442,5 10583,9 10729
Dry 20 deg (PW4062) 9655,47 9785,5 9915,49 10049,2610182,8710320,3610461,92
Dry 20 deg (RB211‐524H2‐T) 10489,8410632,34 10774,8 10921,4211067,8711218,5911373,78
Gambar 4.18 Grafik Perbandingan Tipe Engine terhadap Jarak Total Take Off
Gambar 4.18 menunjukkan grafik perbandingan dari jarak yang ditempuh oleh
pesawat dengan menggunakan tipe – tipe engine yang di uji, dan diambil
contoh sampel hasil perhitungan pada saat kondisi dry dan konfigurasi flap
pesawat 20. Dimana jarak terpendek yang ditempuh pada saat take off
menggunakan engine PW 4062 dan pada kondisi runway berada pada kondisi
sea level adalah sebesar 9655,47 ft. Dan jarak terjauh yang ditempuh pada saat
take off dengan menggunakan engine RB211-524H2-T adalah sebesar 11373,78
ft yaitu pada Kondisi runway berada dengan ketinggian 3000 ft.
85
14000
13000
12000
Ft
11000
10000
9000
8000
7000
6000
Sea
500 ft 1000 ft 1500 ft 2000 ft 2500 ft 3000 ft
Level
Dry 20 deg 8982,19 9067,55 9152,92 9240,79 9328,58 9418,95 9512
Wet 20 deg 10003 10103,69 10204,32 10307,91 10411,42 10517,97 10627,71
Ice 20 deg 13008,28 13153,82 13299,38 13449,25 13599 13753,21 13912
Dry 40 deg 7150,33 7209,1 7267,85 7328 7388,73 7450,91 7514,93
Wet 40 Deg 7911,14 7981,28 8051,41 8123,59 8195,71 8269,95 8346,39
Ice 40 deg 9969,63 10070,53 10171,44 10275,32 10379,12 10485,99 10596
Pada gambar 4.19 yang menunjukkan jarak yang dibutuhkan untuk landing.
Pada saat landing kondisi runway yang dry memiliki jarak landing yang lebih
pendek. Hal ini dikarenakan karena memiliki koefisien friksi yang lebih besar
dibandingkan yang lainnya. Jarak terpendek yang di butuhkan untuk landing
adalah sebesar 7150,33 dengan kondisi permukaan runway wet, konfigurasi flap
pesawat 40 dan runway berada pada ketinggian sea level. Dan jarak terjauh
yang ditempuh pesawat adalah sebesar 13912 ft yaitu pada kondisi permukaan
runway yang ice dengan konfigurasi flap pesawat 20 dan runway berada pada
ketinggian 3000 ft.
86
4.2. Pembahasan
Dari data yang dihasilkan setelah melakukan perhitungan dan analisa, maka
dapat dilihat bahwa prestasi take off dan landing berkaitan erat dengan
ketinggian runway, kondisi permukaan runway. Konfigurasi flap pesawat, juga
engine yang digunakan. Karena hal ini masing – masing menghasilkan
kecepatan yang dibutuhkan dan jarak take off maupun landing yang berbeda –
beda.
Ketinggian runway dan konfigurasi flap berpengaruh terhadap jarak yang
dibutuhkan dalam take off dan landing. Hal ini dikarenakan oleh penurunan
densitas udara yang akan mempengaruhi besarnya lift maupun drag yang
dihasilkan oleh sayap pesawat, sesuai dengan persamaan dasar gaya angkat dan
gaya hambat :
Selain itu berpengaruh terhadap jarak yang ditempuh, ketinggian runway dan
konfigurasi flap berpengaruh terhadap kecepatan yang dibutuhkan oleh
pesawat. Hal ini dapat dilihat pada gambar (4.13) dan (4.14) juga Sesuai dengan
persamaan kecepatan stall.
2 1
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah diperoleh pada perhitungan prestasi
terbang take off dan landing pesawat sejenis Boeing 747 pada berbagai kondisi
runway, elevasi runway, konfigurasi flap dan engine yang digunakan maka
dapat diambil beberapa kesimpulan.
1. Jarak take off terpendek adalah 9446,75 ft, jarak take off terjauh adalah
13935,5 ft, jarak landing terpendek adalah 7150,33 ft, jarak landing terjauh
adalah 13912 ft.
2. Untuk proses take off jarak terpendek terdapat pada saat kondisi runway ice
pada sea level dengan konfigurasi flap pesawat 20º dan menggunakan engine
PW 4062. Untuk proses landing jarak terpendek terdapat pada saat kondisi
runway dry pada sea level dan konfigurasi flap pesawat 40º. Sedangkan
untuk proses take off jarak terjauh terdapat pada saat kondisi runway wet
pada 3000 ft dengan konfigurasi flap pesawat 0º dan menggunakan engine
RB211-524H2-T. Untuk proses landing jarak terjauh terdapat pada saat
kondisi runway ice pada 3000 ft dan konfigurasi flap pesawat 40º.
3. Simulasi yang dibuat menunjukkan hasil yang mendekati kondisi pesawat
sejenis Boeing 747 yang sebenarnya sehingga dapat mempermudah
perhitungan yang dilakukan.
88
89
5.2. Saran
Secara toritis tugas akhir ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan
untuk pesawat sejenis boeing 747 dan secara praktis simulasinya dapat
digunakan untuk pengujian prestasi terbang pada pesawat sejenis boeing 747.
Karena perhitungan dalam kajian teknis ini masih banyak dipengaruhi oleh
faktor yang diasumsikan, maka oleh karena itu tugas akhir ini masih bisa
diteruskan dengan menyempurnakan kualitas penulisan baik dari segi teknis
yang lain maupun dari sisi yang sama. Diharapkan pengembangan berikutnya
dapat menambahkan beberapa faktor yang mempengaruhi lainnya dalam
prestasi take off dan landing pesawat seperti pengaruh dari angin, slopedan lain
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
90
LAMPIRAN
N A : DATA
A ENGINE
LAMPIRAN B : DATA PESAWAT
Wing
Root Chord : 652.03 in
Basic Chord : 517.13 in
Tip Chord : 138.71 in
Planform Taper Ratio :
Tip Chord / Basic Chord : 0.268
Tip Chord / Root Chord : 0.213
Dihedral : 7º
Incidence : 2º
Sweepback (25% Chord line) : 37.5 º
Aspect Ratio : 7.28
Mean Aerodynamic Chord : 327.78 in
Body Station pada 25% MAC : 1339.91
Horizontal Stabilizer
Span : 873 in
Taper Ratio : 0.25
Sweepback (25% Chord Line) : 37.5º
Dihedral : 7º
Incidence : 3º Up ke 12º Down
Aspect Ratio : 3.6
Vertical Stabilizer
Tinggi : 386.5 in
Taper Ratio : 0.34
Sweeptback (25% Chord Line) : 45º
Aspect Ratio : 1.25
Area
Wing : 5660 ft2
Flaps Leading Edge (Retracted) : 448 ft2
Trailing Edge (Retracted) : 847 ft2
Ailerons : 226 ft2
Spoiler : 304 ft2
Horizontal Stabilizer Surfaces : 1470 ft2
Elevator Surfaces : 76.5 ft2
Vertical Tail Surfaces : 830 ft2
Rudder Surfaces Upper : 135.8 ft2
Lower : 92.4 ft2
Control Surface Geometry
Maximum Elevator Deflection : + 20º
Maximum Elevator Deflection : - 20º
Maximum Aileron Deflection : + 20º
Maximum Aileron Deflection : - 20º
Maximum Rudder Deflection : + 20º
Maximum Rudder Deflection : - 20º
Mass Data
Roll Inertia : 13.7 10
Pitch Inertia : 30.5 10
Yaw Inertia : 43.1 10
Lateral Cross Inertia : 0.83 10
Aerodynamic Data
Drag Coefficient At =0 : 0.0164
Drag Curve Slope : 0.20
Drag Due To Elevator :0
Lift Coefficient At =0 : 0.21
Lift Curve Slope : 4.4
Lift Due To Angle Of Attack
: 7.0
Rate
Lift Due To Pitch Rate : 6.6
Lift Due To Elevator : 0.32
Pitch Moment Coefficient At =0 :0
Pitch Moment Due To Angle Of
: - 1.0
Attack
Pitch Moment Due To Angle Of
: - 4.0
Attack Rate
Pitch Moment Due To Pitch
: - 20.5
Rate
Pitching Moment Due To
: - 1.3
Elevator
Side Force Fue To Sideslip
: - 0.90
Angle
Side Force Due To Roll Rate :0
Side Force Due To Yaw Rate :0
Side Force Due To Aileron :0
Side Force Due To Rudder : 0.120
Dihedral Effect : - 0.160
Roll Damping : - 0.340
Roll Moment Due To Yaw Rate : 0.130
Roll Moment Due To Aileron : - 0.013
Roll Moment Due To Rudder : 0.008
Weathercock Stability : 0.160
Adverse Yaw : - 0.026
Yaw Damping : - 0.280
Yaw Moment Due To Aileron : - 0.0018
Yaw Moment Due To Rudder : - 0.100
Model
Crew Cocpit :2
Penumpang : 416 – 524
: 406900 lb
Berat Kosong
184567 Kg
: 910000 lb
MTOW
412775 Kg
Cruising Speed : Mach 0.85
(491 kt, 910 km/h)
: Mach 0.92
Maximum Speed
(590 kt, 1093 km/h)
Engine Models (x 4) : PW 4062
GE CF6-80C2B5F
RR RB211-524H
Engine Thrust (x 4) : 63,300 lbf PW
62,100 lbf GE
59,500 lbf RR
LAMPIRAN C : CONTOH DATA HASIL PERHITUNGAN
Tabel : Hasil Perhitungan Take Off dengan Engine CF6-80C2B5F dan Flap 0 deg
VStall VLO V2
No Altitude Weight
(ft/s) (ft/s) (ft/s)
Surface
Wet Dry Ice
No
sg sa stot sg sa stot sg sa stot
(ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft)
1 10998,19 1087,8 12086 10903,98 1087,8 11991,81 10745 1087,8 11833,29
2 11155 1095,9 12250,9 11059,39 1095,9 12155,3 10898,51 1095,9 11994,42
3 11311,8 1103,9 12415,78 11214,82 1103,9 12318,76 11051,56 1103,9 12155,5
4 11473,3 1112,1 12585,46 11374,84 1112,1 12486,9 11209,14 1112,1 12321,2
5 11634,67 1120,2 12754,9 11534,74 1120,2 12655 11366,6 1120,2 12486,8
6 11800,78 1128,6 12929,4 11699,37 1128,6 12827,9 11528,72 1128,6 12657,3
7 11971,88 1137,1 13109 11868,93 1137,1 13006 11695,69 1137,1 12832,8
Tabel : Hasil Perhitungan Take Off dengan Engine CF6-80C2B5F dan Flap 20 deg
VStall VLO V2
No Altitude Weight
(ft/s) (ft/s) (ft/s)
Surface
Wet Dry Ice
No
sg sa stot sg sa stot sg sa stot
(ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft)
1 9034 987,36 10021,4 8912,9 987,36 9900,27 8694,12 987,36 9681,49
2 9162,2 994,7 10156,9 9042 994,7 10036,7 8817 994,7 9811,9
3 9290,37 1001,98 10292,36 9165,6 1001,98 10167,6 8940,3 1001,98 9942,29
4 9422,32 1009,43 10431,77 9295,7 1009,43 10305,15 9067 1009,43 10076,45
5 9554,18 1016,82 10571 9425,7 1016,82 10442,5 9193,64 1016,82 10210,46
6 9689,9 1024,38 10714,3 9559,5 1024,38 10583,9 9323,99 1024,38 10348,37
7 9829,73 1032,11 10861,84 9697,35 1032,11 10729 9458,25 1032,11 10490,36
Tabel : Hasil Perhitungan Take Off dengan Engine PW4062 dan Flap 0 deg
VStall VLO V2
No Altitude Weight
(ft/s) (ft/s) (ft/s)
Surface
Wet Dry Ice
No
sg sa stot sg sa stot sg sa stot
(ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft)
1 10684,9 1087,8 11772,7 10594,22 1087,8 11682 10440,29 1087,8 11528
2 10837 1095,9 11932,9 10745 1095,9 11840,9 10588,77 1095,9 11684,6
3 10989,19 1103,9 12093,1 10895,79 1103,9 11999,7 10737,27 1103,9 11841,2
4 11145,84 1112,1 12257,9 11051 1112,1 12163 10890,15 1112,1 12002
5 11302,37 1120,2 12422,6 11206,18 1120,2 12326 11042,91 1120,2 12163
6 11463,52 1128,6 12592,1 11365,89 1128,6 12494,5 11200,18 1128,6 12328,8
7 11629,5 1137,1 12766,6 11530,39 1137,1 12667,5 11362,17 1137,1 12499,3
Tabel : Hasil Perhitungan Take Off dengan Engine PW4062 dan Flap 20 deg
VStall VLO V2
No Altitude Weight
(ft/s) (ft/s) (ft/s)
Surface
Wet Dry Ice
No
sg sa stot sg sa stot sg sa stot
(ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft)
1 8783,32 987,36 9770,69 8668,1 987,36 9655,47 8459,38 987,36 9446,75
2 8907,74 994,7 9902,44 8790,8 994,7 9785,5 8578,96 994,7 9573,66
3 9032,16 1001,98 10034,15 8913,5 1001,98 9915,49 8698,54 1001,98 9700,53
4 9160,26 1009,43 10169,7 9039,82 1009,43 10049,26 8821,65 1009,43 9831
5 9288,25 1016,82 10305 9166 1016,82 10182,87 8944,65 1016,82 9961,48
6 9420 1024,38 10444,4 9295,98 1024,38 10320,36 9071,28 1024,38 10095,67
7 9555,73 1032,11 10587,84 9429,81 1032,11 10461,92 9201,71 1032,11 10233,82
Tabel : Hasil Perhitungan Take Off dengan Engine RB211-524H2-T dan Flap 0 deg
VStall VLO V2
No Altitude Weight
(ft/s) (ft/s) (ft/s)
Surface
Wet Dry Ice
No
sg sa stot sg sa stot sg sa stot
(ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft)
1 11754,5 1087,8 12842,3 11652,3 1087,8 12740,1 11484,3 1087,8 12572,1
2 11922,6 1095,9 13018,5 11818,9 1095,9 12914,8 11648,4 1095,9 12744,3
3 12090,78 1103,9 13194,7 11985,5 1103,9 13089,4 11812,5 1103,9 12916,4
4 12263,9 1112,1 13376 12157 1112,1 13269,1 11981,48 1112,1 13093,6
5 12436,8 1120,2 13557 12328,5 1120,2 13448,7 12150,3 1120,2 13270,5
6 12615 1128,6 13743,6 12504,98 1128,6 13633,6 12324,1 1128,6 13452,7
7 12798,4 1137,1 13935,5 12686,77 1137,1 13823,9 12503,17 1137,1 13640,3
Tabel : Hasil Perhitungan Take Off dengan Engine RB211-524H2-T dan Flap 20 deg
VStall VLO V2
No Altitude Weight
(ft/s) (ft/s) (ft/s)
Surface
Wet Dry Ice
No
sg sa stot sg sa stot sg sa stot
(ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft)
1 9638 987,36 10625,4 9502,47 987,36 10489,84 9259,41 987,36 10246,78
2 9775,22 994,7 10769,92 9637,64 994,7 10632,34 9390,94 994,7 10385,64
3 9912,42 1001,98 10914,41 9772,81 1001,98 10774,8 9522,48 1001,98 10524,47
4 10053,68 1009,43 11063,11 9911,98 1009,43 10921,42 9657,91 1009,43 10667,34
5 10194,83 1016,82 11211,62 10051 1016,82 11067,87 9793,23 1016,82 10810
6 10340,14 1024,38 11364,53 10194,21 1024,38 11218,59 9932,54 1024,38 10956,92
7 10489,82 1032,11 11521,93 10341,67 1032,11 11373,78 10076 1032,11 11108,14
Tabel : Hasil Perhitungan Landing dengan Engine CF6-80C2B5F dan Flap 20 deg
VStall Va Vf Vtd
No Altitude Weight
(ft/s) (ft/s) (ft/s) (ft/s)
Surface
Dry Ice
No
sg sa Sf stot sg sa Sf stot
(ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft)
1 6019,46 2766,28 196,43 8982,19 10045,56 2766,28 196,43 13008,28
2 6103,36 2764,8 199,36 9067,55 10189,63 2764,8 199,36 13153,82
3 6187,26 2763,35 202,3 9152,92 10333,72 2763,35 202,3 13299,38
4 6273,62 2761,84 205,33 9240,79 10482 2761,84 205,33 13449,25
5 6359,9 2760,32 208,35 9328,58 10630,33 2760,32 208,35 13599
6 6448,71 2758,77 211,46 9418,95 10782,97 2758,77 211,46 13753,21
7 6540,17 2757,16 214,67 9512 10940,19 2757,16 214,67 13912
Surface
Wet
No
sg sa Sf stot
(ft) (ft) (ft) (ft)
1 7040,34 2766,28 196,43 10003
2 7139,5 2764,8 199,36 10103,69
3 7238,66 2763,35 202,3 10204,32
4 7340,74 2761,84 205,33 10307,91
5 7442,73 2760,32 208,35 10411,42
6 7547,73 2758,77 211,46 10517,97
7 7655,87 2757,16 214,67 10627,71
Tabel : Hasil Perhitungan Landing dengan Engine CF6-80C2B5F dan Flap 40 deg
VStall Va Vf Vtd
No Altitude Weight
(ft/s) (ft/s) (ft/s) (ft/s)
Surface
Wet
No
sg sa Sf stot
(ft) (ft) (ft) (ft)
1 4971,89 2789,75 149,5 7911,14
2 5040,9 278863 151,73 7981,28
3 5109,91 2787,51 153,97 8051,41
4 5180,95 2786,36 156,27 8123,59
5 5251,92 2785,21 158,57 8195,71
6 5324,97 2784 160,94 8269,95
7 5400 2782,8 163,39 8346,39
Tabel (4.9) Hasil Perhitungan Landing dengan Engine PW4062 dan Flap 20 deg
VStall Va Vf Vtd
No Altitude Weight
(ft/s) (ft/s) (ft/s) (ft/s)
Surface
Dry Ice
No
sg sa Sf stot sg sa Sf stot
(ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft)
1 6019,46 2766,28 196,43 8982,19 10045,56 2766,28 196,43 13008,28
2 6103,36 2764,8 199,36 9067,55 10189,63 2764,8 199,36 13153,82
3 6187,26 2763,35 202,3 9152,92 10333,72 2763,35 202,3 13299,38
4 6273,62 2761,84 205,33 9240,79 10482 2761,84 205,33 13449,25
5 6359,9 2760,32 208,35 9328,58 10630,33 2760,32 208,35 13599
6 6448,71 2758,77 211,46 9418,95 10782,97 2758,77 211,46 13753,21
7 6540,17 2757,16 214,67 9512 10940,19 2757,16 214,67 13912
Surface
Wet
No
sg sa Sf stot
(ft) (ft) (ft) (ft)
1 7040,34 2766,28 196,43 10003
2 7139,5 2764,8 199,36 10103,69
3 7238,66 2763,35 202,3 10204,32
4 7340,74 2761,84 205,33 10307,91
5 7442,73 2760,32 208,35 10411,42
6 7547,73 2758,77 211,46 10517,97
7 7655,87 2757,16 214,67 10627,71
Tabel (4.10) Hasil Perhitungan Landing dengan Engine PW4062 dan Flap 40 deg
VStall Va Vf Vtd
No Altitude Weight
(ft/s) (ft/s) (ft/s) (ft/s)
Surface
Wet
No
sg sa Sf stot
(ft) (ft) (ft) (ft)
1 4971,89 2789,75 149,5 7911,14
2 5040,9 278863 151,73 7981,28
3 5109,91 2787,51 153,97 8051,41
4 5180,95 2786,36 156,27 8123,59
5 5251,92 2785,21 158,57 8195,71
6 5324,97 2784 160,94 8269,95
7 5400 2782,8 163,39 8346,39
Tabel (4.11) Hasil Perhitungan Landing dengan Engine RB211-524H2-T dan Flap 20 deg
VStall Va Vf Vtd
No Altitude Weight
(ft/s) (ft/s) (ft/s) (ft/s)
Surface
Dry Ice
No
sg sa Sf stot sg sa Sf stot
(ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft) (ft)
1 6019,46 2766,28 196,43 8982,19 10045,56 2766,28 196,43 13008,28
2 6103,36 2764,8 199,36 9067,55 10189,63 2764,8 199,36 13153,82
3 6187,26 2763,35 202,3 9152,92 10333,72 2763,35 202,3 13299,38
4 6273,62 2761,84 205,33 9240,79 10482 2761,84 205,33 13449,25
5 6359,9 2760,32 208,35 9328,58 10630,33 2760,32 208,35 13599
6 6448,71 2758,77 211,46 9418,95 10782,97 2758,77 211,46 13753,21
7 6540,17 2757,16 214,67 9512 10940,19 2757,16 214,67 13912
Surface
Wet
No
sg sa Sf stot
(ft) (ft) (ft) (ft)
1 7040,34 2766,28 196,43 10003
2 7139,5 2764,8 199,36 10103,69
3 7238,66 2763,35 202,3 10204,32
4 7340,74 2761,84 205,33 10307,91
5 7442,73 2760,32 208,35 10411,42
6 7547,73 2758,77 211,46 10517,97
7 7655,87 2757,16 214,67 10627,71
Tabel (4.12) Hasil Perhitungan Landing dengan Engine RB211-524H2-T dan Flap 40 deg
VStall Va Vf Vtd
No Altitude Weight
(ft/s) (ft/s) (ft/s) (ft/s)
Surface
Wet
No
sg sa Sf stot
(ft) (ft) (ft) (ft)
1 4971,89 2789,75 149,5 7911,14
2 5040,9 278863 151,73 7981,28
3 5109,91 2787,51 153,97 8051,41
4 5180,95 2786,36 156,27 8123,59
5 5251,92 2785,21 158,57 8195,71
6 5324,97 2784 160,94 8269,95
7 5400 2782,8 163,39 8346,39
LAMPIRAN D: CONVERTION FACTOR