Penanggulangan Banjir Palembong
Penanggulangan Banjir Palembong
Penanggulangan Banjir Palembong
PENDAHULUAN
Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya pada musim
hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana banjir.
Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun sampai saat ini belum
terselesaikan bahkan cenderung makin meningkat, baik frekuensinya, luasannya,
kedalamannya, maupun durasinya.
1
Kota Palembang memang sering diterpa banjir lokal. Meskipun banjir lokal
memiliki karakteristik magnitude yang kecil, berdurasi cepat dan daerah
penggenangan sempit, namun kehadirannya dirasa cukup meresahkan karena
mayoritas banjir lokal berada di tengah kota. Banjir ini sangat mengganggu
aktivitas ekonomi perkotaan khususnya transportasi.
Banjir lokal terjadi akibat guyuran air hujan di dalam Kota Palembang yang
mengakibatkan aliran permukaannya lebih besar daripada daya tampung saluran
sistem mikro yaitu saluran tersier dan kuarter kota. Dengan kata lain, banjir ini
disebabkan karena hujan yang terjadi di dalam Kota Palembang sendiri.
Mengingat permasalahan ini, idealnya tanggung jawab penanganan banjir lokal
dilakukan sepenuhnya oleh warga kota di bawah manajemen Pemkot.
Pada makalah ini akan dibahas tentang beberapa cara penanggulangan banjir di
Kota Palembang oleh Pemkot setempat.
Banjir yang terjadi pada sejumlah ruas-ruas jalan utama dan sejumlah pemukiman
banjir tersebut.
1.3 Tujuan
2
1.4 Ruang Lingkup
Dalam makalah ini, ruang lingkup yang dibahas adalah masalah-masalah banjir
yang terjadi pada ruas-ruas jalan utama serta pemukiman penduduk di Kota
Palembang beserta solusi penanggulangannya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Banjir
Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika
air menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir pada umumnya disebabkan
oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan
yang tinggi. Kekuatan banjir mampu merusak rumah dan menyapu fondasinya.
Air banjir juga membawa lumpur berbau yang dapat menutup segalanya setelah
air surut. Banjir adalah hal yang rutin. Setiap tahun pasti datang. Banjir,
sebenarnya merupakan fenomena kejadian alam "biasa" yang sering terjadi dan
dihadapi hampir di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
2.2 Drainase
Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah,
baik yang terbentuk secara natural maupun dibuat oleh manusia. Dalam bahasa
4
Indonesia, drainase bisa merujuk pada got di permukaan tanah atau gorong-
gorong di bawah tanah. Drainase penting untuk mengatur suplai air demi
pencegahan banjir.
5
c) Menurut fungsi :
1. Single purpose
Suatu jenis air buangan : air hujan, limbah domestic, limbah industri dll
2. Multi purpose
d) Menurut kontruksi :
1. Saluran terbuka
2. Saluran tertutup
Untuk air kotor disaluran yang terbentuk di tengah kota.
• tersier drainage
• secondary drainage
• main drainage
• sea drainage
Permasalahandrainase:
Permasalah drainase perkotaan bukanlah hal yang sederhana. Banyak faktor
yang mempengaruhi dan pertimbangan yang matang dalam perencanaan,
antara lain :
1. Peningkatan debit
6
saluran drainase menjadi berkurang, sehingga tidak mampu menampung
debit yang terjadi, air meluap dan terjadilah genangan.
3. Amblesan tanah
7
BAB III
PEMBAHASAN
Kota Palembang memiliki keadaan geografis kawasan yang yang landai. Terdapat
sunga-isungai besar (Sungai Musi, Sungai Ogan, Sungai Komering dan Sungai
Kramasan) dan Anak-anak sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut serta
struktur tanah yang tidak menyerap air sehingga menjadi kendala bagi tata air kota
Palembang.
8
alternatif pemecahan kebutuhan lahan yang tidak berkelanjutan. Lahan rawa yang
merupakan daerah resapan air merupakan salah satu alternatif lahan yang dijamah
selain lahan pertanian dan konservasi. Pengurukan itu membuat air yang
sebelumnya dapat tertampung di rawa, akan beralih ke jalanan atau kawasan lain
yang lebih rendah sehingga menyebabkan banjir di lokasi-lokasi tertentu.
Faktor lain yang juga menjadi pemicu banjir di palembang adalah berkurangnya
luas area hutan. Hutan di Sumsel terus menyusut karena berbagai alasan dengan
laju penyusutan 100.000 hektar per tahun. Faktor pemicu dominannya antara lain
pertambangan, ekspansi perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri
(HTI). Hal ini masih diperparah dengan faktor pembalakan liar yang terus
brlangsung di beberapa tempat, misalnya di hutan Pagar Alam, Musi Rawas, OKI,
dan Musi Banyuasin.
Pada musim hujan dengan curah hujan besar dan intensitasnya tinggi diikuti
dengan kenaikan air pasang Sungai Musi, maka hampir sebagian Kota Palembang
mengalami genangan. Kondisi seperti ini akan terasa sekali apabila Palembang
9
memasuki puncak musim hujan.beberapa ruas jalan akan tergenang seperti jalan
Soekarno Hatta Musi Dua dan Perumahan Poligon.
Selama ini sejumlah kawasan di Kota Palembang selalu dilanda banjir saat hujan
lebat turun, diantaranya jalan Sudirman, Jlan Angkatan 45, Jalan Burlian, kawasan
Air Mancur, Kelurahan Kemang, Lorong Pakjo, Kelurahan Kemang Manis, dan
sepanjang Kawasan Sekip.
Sementara itu , luas ruang terbuka hijau di Kota Palembang diperkirakan hanya
sekitar 1000 hektar atau 2,5 % dari total luas wilayah Kota Palembang. Padahal
berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
setiap daerah wajib mangalokasikan 30% wilayahnya untuk ruang terbuka hijau.
JICA menyimpulkan penyebab terjadinya banjir di wilayah ini antara lain karena
drainase dan kapasitas 15 kolam retensi atau kolam penyimpanan air yang ada
sekarang sangat terbatas. Padahal permukaan Sungai Musi cukup tinggi dan
sampah serta endapan lumpur juga sangat tebal.
Studi tersebut menghasilkan master plan drainase Kota Palembang dan detail
engineering design (DED) enam daerah aliran sungai (DAS). Keenam DAS itu
adalah Sungai Sekanak, Bendung, Buah, Gasing, Borang, dan Sungai Sriguna.
10
''Dari master plan dan DED itulah disimpulkan bahwa Palembang masih
membutuhkan 33 kolam retensi,'' katanya.
Sementara itu, banjir saat ini bukan hanya merendam ratusan rumah penduduk di
Kota Palembang. Sejumlah desa di Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir,
seminggu terakhir juga dilanda banjir akibat meluapnya sejumlah anak Sungai
Musi dan Sungai Ogan.
Ratusan hektare (ha) tanaman padi yang baru berumur dua bulan di kabupaten ini
juga hancur diterjang air. Beberapa desa di Kecamatan Pemulutan yang terkena
banjir itu antara lain Desa Pelabuhan Dalam, Tanjung Akar, Ulak Aurstanding,
Palu, Airgading, dan Desa Talang Pangeran.
Dua tahun lalu, Palembang menjadi terkenal dan menghiasi berbagai berita di
televisi dan surat kabar daerah maupun nasional akibat tingginya intensitas banjir
yang terjadi. Tak kurang dari 57 titik banjir tercatat saat itu, termasuk kawasan
dan jalan-jalan utama.
Saat ini kota yang dibelah Sungai Musi ini memang masih kerap tergenang. Tapi,
kondisinya sudah jauh lebih baik. Titik banjir yang terdeteksi pun tinggal enam.
Menurut Ilyas, kepala Subdinas Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan
Umum Kota Palembang, secara umum, banjir di perkotaan terjadi karena
kapasitas saluran drainase tidak mencukupi lagi untuk mengalirkan debit air
hujan. Apalagi dengan banyaknya pembangunan, kawasan rawa yang bertugas
meresap air kian hilang. Itu lebih diperparah jika saluran drainasenya tersumbat
karena sampah dan lainnya. Akibatnya, air meluap ke jalan, menggenangi rumah-
rumah penduduk, perkantoran, bahkan masjid dan rumah sakit.
Namun, menurut Ilyas, membenahi seluruh drainase kota secara serentak jelas
sangat sulit, bahkan tidak mungkin. Karena itu, solusi lainnya adalah dengan
11
pembuatan drainase primer, pompanisasi, pembangunan kolam retensi, dan
pemasangan box culvert.
Secara bersamaan, dibangun kolam retensi. Kolam itu berfungsi sebagai resapan
air, menggantikan fungsi rawa yang semakin berkurang seiring dengan giatnya
pembangunan kota. Saat ini ada 17 kolam retensi di seluruh wilayah Kota
Palembang. Luasnya bervariasi. Ada yang setengah hektare, ada juga yang satu
hektare lebih. Bergantung ketersediaan lahan.
Banjir juga merugikan warga kota di bidang transportasi. Kemacetan pun tak
terhindarkan di jalan-jalan yang digenangi air. Ruas jalan yang tergenang, yaitu
Jalan Kapten Arivai, Jalan Angkatan 45, Jalan Veteran, dan kawasan Seberang
Ulu. Minimnya saluran yang sesuai dengan standar parit perkotaan dan sering
tersumbat menjadi penyebab banjir.
Sebab, banyaknya sampah dan jarang dibersihkan oleh petugas. Wali Kota
Palembang H Eddy Santana Putra mengakui jika saluran dalam kota saat ini
belum begitu optimal. Jadi, saat hujan lebat turun terjadi banjir dan menggenangi
beberapa ruas jalan.
12
Banjir yang menggenangi seluruh badan jalan utama ini sebenarnya dipicu
persoalan klasik, yakni minimnya daya tampung saluran drainase dan sampah
yang menutup sebagian saluran.
Salah satu contoh pada ruang jalan dari Simpang Kenten hingga Simpang Patal.
Di ruas tersebut, saluran drainase hanya dibangun dengan lebar dan ketinggian
masing-masing sekitar 0,5 meter. Dengan ukuran yang kurang memadai, saluran
drainase itu tentu saja tidak akan bisa menampung volume air hujan yang
intensitas curahnya lebih dari dua jam.
Menurut Kepala Subdinas Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum
Kota Palembang Yahya Ilyas, untuk mencegah banjir dan genangan air diperlukan
dua pompa induk berkapasitas 1.800 liter per detik. Dua pompa itu diletakkan di
muara Sungai Bendung dan muara Sungai Sekanak.
13
Untuk menghadapi musim hujan kali ini telah dibangun sebuah pompa di Jalan
Kapten A Rivai dengan kapasitas 600 liter per detik. Pompa itu melengkapi
pompa pertama yang dibangun tahun lalu di Jalan Veteran. Pompa tersebut
bekerja otomatis setiap terjadi peningkatan permukaan air. Normalisasi saluran
drainase, kolam retensi, dan sungai tahun ini sudah dilakukan di 50 lokasi di
seluruh kota Palembang.
Mempebesar dimensi drainase pada ruas-ruas jalan yang sering tergenag air juga
merupakan usaha yang akan berdampak besar bagi pengurangan banjir di Kota
Palembang
Beberapa hal lain yang dapat diupayakan untuk mengatasi berbagai permasalahan
di atas adalah berikut ini:
1. Meninggikan permukaan jalan atau merendahkan saluran air.
2. Kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan, apalagi
ke dalam selokan.
3. Semua kebijakan publik harus melibatkan masyarakat, baik itu berupa
pembangunan fisik maupun non fisik. Sejak awal munculnya ide
pembangunan infrastruktur sampai dengan pengoperasiannya. Sehingga
masyarakat ikut serta dalam menjaga infrastruktur tersebut.
4. Koordinasi dan sinkronisasi antar komponen infrastruktur yang lain harus
terlaksana serta melibatkan instansi pengendali tata ruang. Contohnya
Koordinasi dan sinkronisasi antara pelaksana jalan raya dengan PLN
maupun PDAM. Sehingga tercipta keselarasan dalam pembangunan seluruh
infrastruktur.
14
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
15