Css - Pneumonia

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

PNEUMONIA

CLINICAL SCIENCE SESSION

Preceptor: Teddy A. Sihite, dr., SpPD

Penyusun: Atit Puspitasari Dewi Nurul Ain binti Mohamad Kamal Angga Hergalianto 1301-1206-0155 1301-1206-3039 1301-1206-0193

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG 2007

PENDAHULUAN Pada masa yang lalu pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal yang disebabkan oleh Str. pneumoniae dan atipikal yang disebabkan kuman atipik seperti halnya M. influenzae, S. aureus dan bakteri Gram negatif memberikan sindroma klinik yang identik dengan pneumonia oleh Str. pneumoniae, dan bakteri lain dan virus dapat menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia M. pneumonia. Sebaliknya Legionella spp. dan virus dapat memberikan gambaran pneumonia yang bervariasi luas. DEFINISI Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dan dari bronkiolus terminalis yang mecakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Peradangan paru dapat disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, jamur, bahan kimia, lesi kanker, dan radiasi ion. Pada foto toraks, semua pneumonia memperlihatkan tanda-tanda radiologis yang positif. Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebab tersering. Bila proses infeksi teratasi, terjadi resolusi dan biasanya struktur paru kembali normal. EPIDEMIOLOGI Penyebab angka kematian dan kecacatan yang tertinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam RS/pusat perwatan (PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Kejadian PN di ICU lebih sering dibandingkan dengan ruangan umum, yang dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik. VAP didapat pada 9-27% dari pasienyang diintubasi, Resiko VAP tertinggi pada saat awal masuk ICU. Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lansia dan sering terjadi pada PPOK. Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain seperti DM, payah jantung, penyakit arteri koroner, keganasan, insufisien renal, penyakit syaraf kronik, dan penyakit

hati kronik. Faktor predisposisi lain antara lain seperti merokok, pasca infeksi virus, DM, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Juga adanya tindakan invasif, seperti infus, intubasi, trakeostomi, atau pemasangan ventilator. Perlu diteliti faktor lingkungan khsusnya tempat kediaman seperti di rumah jompo, penggunaan antibiotik (AB) dan obat suntik IV, serta keadaan alkoholik yang meningkatan kemungkinan terinfeksi kuman gram negatif. ETIOLOGI Etiologi peneumonia komunitas No Mikroorganisme 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 Str. Pneumonia M. pneumoniae H. influenza C. pneumoniae Virus influenza Gr (-) enterobact.*) Legionella spp. C. psittaci M. catarrhalis Lain- lain *) Faktor resiko utama untuk patogen tertentu pada PN Patogen Staphylococcus aureus Methicillin resisten S. aureus Ps. Aeruginosa Faktor resiko Koma, cedera kepala, influenza, pemakaian obat IV, DM gagal jantung Perrnah dapat antibiotik, ventilator > 2 hari Lama dirawat di ICU, terapi steroid/antibiotik Kelaian struktur paru (bronkiestasis, kistik, Anaerob Achinobacter spp. fibrosis), malnutrisi Aspirasi, selesai operasi abdomen Antibiotik sebelum onset pneumonia dan 30-50% 33-40% 7% 41% 6% 3% 2% 2% 3% 1987 (8,9) 60-70% 5-20% 5% 1994 RS 15% 2% 11% 6% (10) Luar RS 20% 13% 18% 17% 2001 (11) 48% 3% 7% 13% 19%

ventilasi mekanik DIAGNOSIS Penegakan Diagnosis Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebab infeksi mengaarah kepada pemilihan terapi empiris entibiotik yang tepat. Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh kuman yang berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisis yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis Ditunjukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi a. Evaluasi faktor pasien/predisposisi: PPOK (H. influenzae), penyakit kronik (kuman jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi Gram negatif, anaerob), penurunan imunitas (kuman Gram negatif seperti Pneumocystis carinii, CMV, Legionella, jamur, Mycobactorium), kecanduan obat bius (Staphylococcus). b. Bedakan lokasi infeksi: PK (Str. pneumonia, H. influenzae, M. pneumonia) rumah jompo, PN (S. aureus), Gram negatif. c. Usia pasien: Bayi (virus), muda (M. pneumonia), dewasa (Str. pneumonia). d. Awitan: Cepat, akut dengan rusty coloured sputum (Str. pneumonia); perlahan, dengan batuk, dahak sedikit (M. pneumonia). Pemeriksaan Fisis Presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia dan keadaan klinis. Perhatikan gejala klinis yang mengarah kepada tipe kuman penyebab/patogenesis kuman tingkat berat penyakit a. Awitan akut biasanya oleh kuman pathogen seperti Str. pneumonia, Streptococcus spp., Staphylococcus. Awitan lebih insidious dan ringan pada orang tua/imunitas menurun akibat kuman yang kurang pathogen/oportunistik, misalnya: Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacteriaceae, kuman anaerob, jamur. b. Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise, batu kerring dan nonproduktif

c. Pneumonia klasik bisa didapat berupa deman, sesak nafas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki nyaring, suara pernafasaan bronkial). Bentuk klasik pada PK primer berupa bronkopneumonia, pneumonia lobaris atau pleuropneumonia. Gejala atau batuk yang tidak khas dijumpai pada PK yang sekunder (didahului penyakit dasar paru) ataupun PN. Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain infeksi paru seperti efusi pleura, pneumotoraks/ hidropneumotoraks. Pada pasien PN atau dengan gangguan imun dapat dijumpai ganggaun kesadaran oleh hipoksia. d. Warna, konsistensi dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan radiologis. Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronkhogram (airspace disease) misalnya oleh Str. pneumonia, bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain Staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia intersisial (intertitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobos atas sering ditemukan Klebsiella spp., tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia. Bentuk lesi berupa kavitasi dengan air-fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi anaerob, Gram negative, atau amiloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia sering ditiimbulkan Str. pneumonia. Dapat juga oleh kuman anaerob, S. pyogenes, E. coli, dan Staphylococcus (pada anak). Kadang-kadang oleh K. pneumoniae, P. pseudomallei. Pembentukan kista terdapat terdapat pada pneumnonia nekrotikans/supurativa, abses, dan fibrosis akibat terjadinya nekrosis jaringan paru oleh kuman S. aureus, K. pneumonia dan kuman-kuman anaerob (Streptococcus anaerob, Bacteroides, Fusobacterium). Ulangan foto perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya infeksi sekunder/tambahaan, efusi pleura penyerta yang terinfeksi atau pembentukan abses. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto dada dapat ditunda karena resolusi pneumnia berlangsung 4-12 minggu. Pemeriksaan Laboratorium

Leukositosis umunya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang beratsehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu. Pemeriksaan Bakteriolagis Bahan berasal dari dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. Pemeriksaan Khusus Titer antibody terhadap virus, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen, Pada pasien PN atau PK yang dirawat inap perlu diperiksakan analisa gas darah, dan kultur darah. Kriteria Diagnosis Pneumonia Nosokomial Menurut CDC Harus memenuhi satu dari 4 kriteria: 1. Ronki atau dullness pada perkusi toraks. Ditambah salah satu: a. Onset baru sputum purulen atau perubahan karakteristiknya b. Isolasi kuman dari darah, c. isolasi kuman dari bahan yang didapat dari aspirasi trans trakeal, biopsi, atau sapuan bronkus. 2. Gambaran radiolagis berupa infiltrat baru yang progresif, konsolidasi, kavitasi, atau efusi pleura. Dan salah satu dari a, b, atau c diatas d. Isolasi virus atau detesi antigen virus dari sekret respirasi e. Titer AB tunggal yang diagnostik (IgM) atau peningkatan 4 x titer IgG dari kuman f. Bukti histopatologis pneumonia

3. Pasien sama atau < 12 tahun, dengan 2 dari gejala-gejala berikut: apneu, takipneu, bradikardi, wheezing, ronkhi, atau batuk, disertai salah satu dari: g. Peningkatan produksi sekresi respirasi atau salah satu dari kriteria no. 2 diatas 4. Pasien < 12 tahun yang menunjukan infiltrat baru atau progresif, kavitasi, konsolidasi, atau efusi pleura pada foto toraks. Ditambah salah satu dari kriteria nomer 3 di atas. KLASIFIKASI COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) NOSOCOMIAL PNEUMONIA Hospital-acquired pneumonia (HAP) Pneumonia yang terjadi < 48 jam setelah dirawat di RS Ventilator-associated pneumonia (VAP) Pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal Healthcare-associated Pneumonia (HCAP) 1. Telah dirawat 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi 2. Tinggal di rumah perawatan (nursing home, atau long-term care facility) 3. Mendapat AB intravena, kemoteapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi 4. Datang ke RS atau klinik hemodialisa Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Inang dan Lingkungan Diagnosis Klinis - Pneumonia komunitas - Pneumonia nosokomial - Pneumonia rekurens - Pneumonia aspirasi - Pneumonia pada gangguan umum Stratifikasi Pneumonia Komunitas Epidemiologi Sporadis atau endemik; muda atau orang tua Didahului perawatan di RS Terjadi berulang kali, berdasarkan penyakit paru kronik Alkoholik, usia tua Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS Pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar RS Pneumonia yang terjadi setelah dirawat di RS

PORT (pneuminia Patient Outcome Research Team) mengajukan faktor risiko berkaitan dengan angka mortalitas dan komplikasi yang dapat terjadi. Faktor risiko tersebut adalah: 1. Usia di atas 65 tahun 2. Adanya infeksi paru yang multilobar/nekrotikans, pasca obstruksi, atau aspirasi. 3. Penyakit penyerta seperti PPOK, brokiektasis, keganasan, DM, gagal ginjal kronik, gagal janung, sirosis hepatik, penyakit serovaskuler, alkoholik, malnutrisi, gangguan imun, dan pasca splenektomi. 4. Manifestasi infeksi organ jamak atau komplikasi organ ekstrapulmonal 5. Tanda fisik yang memprediksi mortalitas, peningkatan morbiditas, dan komplikasi, berupa: a. Respirasi >30x/menit b. Tekanan diastolik <60 atau sistolik <90mmHg c. Nadi >125x/menit d. Suhu <35oC atau >40oC e. Bingung atau enurunan kesadaran f. Bukti adanya infeksi ekstraparu 6. Hasil laboratorium: a. Leukosit <4000 atau >30000/mm3 b. PaO2 <60mmHg atau PaCO2 >50 mmHg c. Kreatinin >1,2 mg% atau BUN >20 mg% d. Gambaran foto thoraks terlihat lesi lobus jamak, adanya rongga, perluasan yang cepat atau adanya efusi pleura e. Hematokrit <30% atau Hb <9gr% f. Adanya tanda sepsis atau disfungsi organ berupa asidosis metabolik atau koagulopati g. pH arteri <7,35 PATOFISIOLOGI Pneumonia terjadi karena inflamasi rongga alveolar dan dapat mengganggu pertukaran udara. Pneumonia dapat timbul karena penyebaran secara hematogen atau aspirasi.

Ketiga faktor yaitu patogen, pejamu, dan lingkungan, memiliki peranan pada terjadinya pneumonia, yang biasanya dimulai dengan kolonisasi mikroorganisme di trakea. Mekanisme pertahanan saluran respiratorik yang pertama berperan adalah barier mukosa epitel saluran respiratorik dan apparatus mokosilier yang betugas membersihkan mikroorganisme atau material asing dari saluran respiratorik. Bila saluran respiratorik bagian bawah mengalami inokulasi bakteri dalam jumlah banyak, maka respons inflamasi lokal untuk melawan bakteri tersebut (misalnya antibodi, komplemen, fagosit, dan sitokin) akan menghasilkan kerusakan jaringan paru. Pneumonia dapat pula terjadi akibat penyebaran langsung melalui terjadinya bakteriemia terutama pada Pneumococcus dan S. aureus. Infeksi biasanya terjadi melalui beberapa mekanisme yang tersering adalah aspirasi inokulum dari saluran respiratorik bagian atas atau inhalasi langsung patogen. Mekanisme yang lebih jarang adalah penjalaran langsung dari fokus infeksi terdekat dan penyebaran hematogen sebagaimana yang terjadi pada endokarditis bakterialis. Saluran respiratorik bagian bawah mulai dari area di bawah parenkim sampai parenkim paru merupakan daerah steril. Paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui beberapa mekanisme pertahanan saluran respiratorik mulai dari filtrasi oleh bulu hidung, refleks epiglotis, refleks batuk, aparatus mukosilier, serta mekanisme imunologis antara lain sekresi lokal Ig A, respons inflamasi oleh leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveoli, dan cell mediated immunity (CMI). Infeksi paru akan terjadi bila salah satu atau lebih dari mekanisme pertahanan tersebut tidak berfungsi dengan baik atau jumlah kuman yang masuk cukup banyak. Infeksi virus pada saluran respiratorik dapat menurunkan fungsi mekanisme pertahanan tersebut, 25-75% pneumonia pada anak umumnya mengalami infeksi virus terlebih dahulu. Invasi bakteri pada parenkim paru menyebabkan konsolidasi eksudatif, pada jaringan paru secara lobular (bronkopneumonia), lobar, intersitial. Proses pneumonia dimulai dari hiperemia, eksudasi cairan intraalveoli, deposisi fibrin, dan infiltrasi neutrofil (keseluruhan proses ini disebut stadium red hepatization). Konsolidasi paru akan menyebabkan menurunnya kapasitas vitalnya. Meningkatnya aliran darah pada daerah yang terkena, akan menyebabkan terjadinya hipoksemia akibat ventilation-perfusion mismatch. Menurunnya saturasi oksigen akan meningkatkan kerja jantung. Stadium ini akan diikuti dengan deposisi fibrin yang makin bertambah serta disintegrasi progresif sel

radang (gray hepatization). Pada kebanyakan kasus, resolusi dari konsolidasi tersebut terjadi setelah 8-10 hari ketika eksudat mengalami digesti enzimatik dan diabsorbsi serta dikeluarkan melalui mekanisme batuk. Bila infeksi bakteri pneumonia meluas ke rongga pleura, maka terjadi supurasi yang kan menimbulkan empiema, selanjutnya resolusi spontan atau terjadi penebalan maupun perlekatan pleura. Infeksi yang meluas ini dapat juga mnyebabkan terjadinya meningitis, peritonitis, perikarditis, artritis, atau endokarditis. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi satu atau lebih lobus. Eksudat neutrofil berpusat pada bronchus dan bronchiolus, dengan penyebaran sentrifugal. Pada pneumonia interstitial, terjadi inflamasi di interstitium yang ditandai dengan infiltrasi limfosit, makrofag, dan sel plasma. Terdapat membran hialin kaya protein membatasi rongga alveolar. Pneumonia miliar merupakan lesi diskret dan multipel yang terjadi karena penyebaran patogen ke paru-paru secara hematogen. a) Virus Virus harus menginvasi sel-sel untuk reproduksi. Pada umumnya, virus mencapai paru-paru dalam droplet melalui mulut dan hidung dengan inhalasi. Di sana, virus menginvasi sel-sel yang melapisi saluran nafas dan alveoli. Invasi ini sering diikuti oleh kematian sel baik melalui kematian langsung oleh virus atau oleh destruksi sendiri (apoptosis). Kerusakan selanjutnya ke paru-paru terjadi saat sistem imun berespon terhadap infeksi. Leukosit, khususnya limfosit, bertanggungjawab dalam mengaktivasi bermacam-macam sitokin yang menyebabkan kebocoran cairan ke dalam alveoli. Kombinasi destruksi seluler dan alveoli yang terisi cairan menghalang transpor oksigen ke dalam aliran darah. Selain efek terhadap paru-paru, banyak virus mempengaruhi organ lain yang berujung pada penyakit yang mengganggu banyak fungsi tubuh yang berbeda. Virus juga membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi bakteri; untuk alasan ini, pneumonia bakterialis sering menjadi komplikasi dari pneumonia karena virus. b) Bakteri dan Jamur Bakteri dan jamur pada umumnya masuk ke paru-paru melalui inhalasi, walaupun mereka dapat mencapai paru-paru melalui aliran darah jika bagian tubuh lain terkena infeksi. Seringkali, bakteri tinggal di bagian saluran pernafasan atas dan secara kontinu diinhalasi ke dalam alveoli. Setelah di dalam alveoli, bakteri dan jamur berjalan ke dalam

ruangan-ruangan di antara sel-sel dan juga di antara alveoli yang berdampingan melalui pori-pori yang terhubung. Invasi ini memicu sistem imun untuk berespon dengan mengirim leukosit ke paru-paru yang bertanggungjawab untuk menyerang mikroorganisme (neutrofil). Neutrofil menyelimuti dan membunuh mikroorganisme yang menyerang tetapi juga melepaskan sitokin yang hasilnya adalah aktivasi umum dari sistem imun. Hal ini menyebabkan demam menggigil dan keletihan. Neutofil, bakteri, dan cairan bocor dari pembuluh darah setempat untuk ke dalam alveoli dan berujung pada terganggunya transpor oksigen. Bakteri sering berjalan dari paru-paru ke dalam aliran darah dan mengakibatkan penyakit yang serius seperti syok septik, di mana terdapat tekanan darah yang rendah berujung pada kerusakan dari banyak organ tubuh meliputi otak, ginjal, dan jantung. c) Parasit Secara umum, parasit masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau tertelan. Setelah di dalam tubuh, parasit ini berjalan ke paru-paru, seringnya melalui darah. Di sana, kombinasi yang sama dari destruksi seluler dan respon imun menyebabkan terganggunya transpor oksigen. Satu tipe leukosit, eosinofil berespon secara kuat terhadap infeksi parasit. Eosinofil di dalam paru-paru dapat menyebabkan eosinophilic pneumonia, sehingga menjadi komplikasi pneumonia parasitik yang telah terjadi. GEJALA KLINIS Orang dengan pneumonia infeksius sering kali terdapat batuk yang menghasilkan sputum kehijauan atau kekuningan dan demam tinggi yang dapat disertai dengan menggigil. Nafas pendek juga umum terjadi, juga dengan nyeri dada pleuritik, nyeri seperti tertusuk, yang terasa selama bernafas dalam atau batuk. Pasien dengan pneumonia dapat batuk berdarah, sakit kepala, atau berkeringat dan kulit lembap. Gejala-gejala lain meliputi hilang nafsu makan, kelelahan, kulit kebiruan, mual, muntah, dan nyeri persendian atau nyeri otot. Bentuk-bentuk pneumonia yang jarang dapat menyebabkan gejala-gejala lain yang bervariasi. Contohnya, pneumonia yang disebabkan oleh Legionella dapat menyebabkan nyeri abdomen dan diare, sementara pneumonia yang disebabkan oleh tuberkulosis atau Pneumocystis hanya dapat menyebabkan hilang berat badan dan keringat malam. Pada orang-orang tua, manifestasi pneumonia mungkin tidak

tipikal. Bayi dengan pneumonia dapat memiliki gejala-gejala di atas, tapi seringnya mereka hanya sekedar mengantuk atau kekurang selera makan. KOMPLIKASI Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmner, misal pada pneumonia pneumokokkus dengan bakteremi dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, empiema. Terkadang dijumpai komplikasi ekstrapulmoner non infeksius bisa dijumpai yang memperlambat resolusi gambaran radio paru, antara lain gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru, atau infark paru, dan infarkmiokard akut. Dapat terjadi komplikasi lain derupa ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome), gagal organ jamak, dan komplikasi lanjut berupa pneumonia nosokomial.

PENATALAKSANAAN I. Pneumonia Komunitas Indikasi Perawatan Pasien berindikasi dirawat di ICU berdasarkan American Thoracic Society adalah bila pasien PK sakit berat yaitu bila terdapat 1 dari 2 kriteria mayor atau 2 dari kriteria minor. Kriteria mayor adalah: 1. Kebutuhan akan ventilator 2. Syok septik Sedangkan kriteria minor adalah: 1. Tekanan sistolik <90 mmHg 2. Mengenai multilobaris 3. Rasio PaO2 / FiO2 >250

Stratifikasi Pneumoni Komunitas Berdasarkan perbedaan tempat perawatan (rawat jalan, rawat ruang umum, dan ruang intensif), adanya penyakit kardiopulmoner, dan faktor perubah (modifying factor) yaitu faktor risiko oleh pneumokokus resisten, faktor risiko infeksi Gram negatif (termasuk perawtan di rumah jompo), dan adanya faktor risiko Ps.aerogenosa (terutama pada rawat di ICU),maka PK terbagi atas 4 grup dengan kuman penyebab yang berbeda dan didefinisikan sebagai berikut: Kelompok I Rawat jalan yang tidak disertai riwayat kardiopulmonal ataupun faktor perubah. Kelompok II Rawat jalan yang disertai riwayat penyakit kardiopulmonal dan/atau faktor perubah Kelompok III Rawat Inap RS non ICU yang disertai riwayat penyakit kardiopulmonal dan/atau faktor perubah (termasuk asal dari rumah jompo). Kelompok IV Rawat di ICU yang : a. Tidak disertai risiko Ps.aerogenosa dan b. Disertai risiko Ps.aerogenosa Antibiotik Empirik Pada awalnya pasien diberikan terapi empiric yang ditujukan pada pathogen yang paling mungkin menjadi penyebab. Bila telah ada hasil kultur dilakukan penyesuaian obat. Pada prinsipnya terapi utama pneumonia adalah pemberian antibiotic (AB) tertentu terhadap kuman tertentu pada suatu tipe dari ISNBA baik pneumonia ataupun bentuk lain, dan AB ini dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebab. Pada pasien rawat inap AB harus diberikan dalam 8 jam pertama dirawat di RS. Tabel berikut memperlihatkan stratifikasi terapi berdasarkan keempat grup pneumoni komunitas beserta antibiotika yang dianjurkan untuk diberikan. Tabel A. Stratifikasi Untuk Terapi
Kelompok/ Ruang Rawat I.Rawat Jalan II. Rawat Jalan P K P F P R P A
PATOGEN

Str pn +

M pn +

V res +

C Inf pn G + + /+

L eg -

S au -

H inf +/1) +

Gr (-) -

An M ae cat +/-

H My inf tb +/+/-

Terapi
Makrolid baru atau doksisiklin Laktam (sefuroksim, amoksisiklin dosis tinggi, amoksisiklin-klavulanat; atau

+/-

+/ -

+/ D R S

+/ -

+/ -

+ 3)

+2) +/-

+/-

+/-

+/-

seftriakson iv diteruskan sefodoksim po); ditambah makrolid baru. Atau Florokuinolon saja
+ + + /+ + 3) + + + + + +/ 2)

IIIa. Rawat Inap RS

+/-

+/-

Laktam IV (sefotaksim, ampi/sulbaktam, seftriakson); Ditambah makrolid IV/po; atau Azitromisin IV atau doksisiklin dan laktam. Atau florokuinolon saja Laktam antipseudomonas IV; ditambah: siprofloksasin iv; Atau laktam iv ditambah aminoglikosida ditambah salah satu azitromisin iv atau siprofloksasin iv

IIIb. Rawat Inap RS IV. Raw at ICU A

+/ -

+ 3)

+/-

+/-

+ /-

+ 3) + 3)

+/-

Keterangan: RJ : Rawat Jalan. RI: Rawat Inap. RICU: Rawat ICU PKP:Penyakit Kardiopulmonal. FP: Faktor Perubah. RPA: Risiko Ps. Aeroginosa Str.pn:Str.pneumoniae. M.pn: M.pneumoniae. Ch. Pn: C. pneuminiae. Inf G: infeksi jamak. V.res: Virus respirasi. H. inf: H.influenza. Gr (-): Gram (-). An ae: anaerob. M.cat: M. Catarrhalis. Leg: Legionella. My tb: M. Tuberculosis 1) pada perokok 2) rumah jompo: E.coli, Klebsiella spp. 3) pada PK berat dengan pasca influenza, DM, gagal ginjal.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan pada pemilihan AB: a. Faktor pasien. Yaitu urgensi atau cara pemberian obat berdasarkan tingkat berat sakit ISNBA dan keadaan umum atau kesadaran, mekanisme imunologis, umur, defisiensi genetik atau organ, kehamilan, alergi. Pasien berobat jalan dapat diberikan obat oral sedangkan pasien sakit berat diberikan obat intravena. b. Faktor antibiotik. Tidak mungkin mendapatkan satu jenis antibiotik yang ampuh untuk semua jenis kuman. Karena itu penting dipahami berbagai aspek tentang AB untuk efisiensi pemakaian AB. Secara praktis dipilih AB yang ampuh dan secara empirik telah terbukti merupakan obat pilihan utama dalam mengatasi kuman penyebab yang paling mungkin pada pneumonia berdasarkan data antibiogram mikrobiologi dalam 6-12 bulan terakhir. Efektifitas AB tergantung pada kepekaan kuman terhadap AB,

penetrasinya ke tempat lesi infeksi, toksisitas, interaksi dengan obat lain, dan reaksi pasien misalnya alergi atau intoleransi. c. Faktor farmakologik. Farmakokinetik AB mempertimbangkan proses bakterisidal dengan Kadar Hambat Minimal (KHM) yang sama dengan Kadar Bakterisidal Minimal (KBM) dan proses bakteriostatik dengan KBM yang jauh lebih tinggi daripada KHM. Farmakodinamik menilai kemampuan AB untuk melakukan penetrasi ke lokasi infeksi di jaringan serta keampuhan AB hingga obat ini ampuh untuk dipakai terhadap patogen penyabab. Obat dengan kadar intraseluler yang tinggi seperti makrolid akan lebih efektif dalam membunuh kuman intraseluler. Cara Pemilihan Antibiotik Pilihan AB dapat berupa: a. AB tunggal Dipilih yang paling cocok diberikan pada pasien PK yang asalnya sehat dan gambaran klinisnya kemungkinan besar disebabkan tipe kuman tetentu yang sensitif. b. Kombinasi AB Tujuan pemberiannya adalah agar dapat mencakup seluruh spektrum kuman yang dicurigai, untuk meningkatkan aktivitas spektrum, dan digunakan pada infeksi jamak. Bila telah didapat hasil kultur dan tes kepekaan maka hasil ini dapat dijadikan pertimbangan untuk memberikan AB yang lebih terarah atau monoterapi. AB yang diberikan adalah AB spektrum luas yang kemudian sesuai hasil kultur dirubah menjadi AB spektrum sempit. Lama pemberian terapi ditentuakn berdasarkan adanya penyakit penyerta dan/atau bakteriami, beratnya penyakit pada onset terapi dan perjalanan penyakit pasien. Umumnya terapi diberikan selama 7-10 hari. Untuk infeksi M. Pneumoniae dan C. pneumonia selama 10-14 hari, sedangkan pada pasien dengan terapi steroid jangka panjang selama 14 hari atau lebih. Pada terapi PK rawat inap, proses perbaikan akan terlihat malalui 3 tahap, yaitu: a. b. Tahap 1. Pada saat pemberian AB iv selama 3 hari akan terlihat pasien stabil Tahap 2. Terlihat perbaikan keluhan dan tanda fisik serta nilai laboratorium. secara klinik

c.

Tahap 3. Terlihat penyembuhan dan resolusi penyakit.

Keterlambatan perbaikan klinik dapat disebabkan patogen yang resisten atau terjadi bakteriemi. Di samping itu, faktor inang berupa usia tua, penyakit penyerta jamak, atau progesivitas penyakit. Bila keadaan klinik membaik dengan berkurangnya batuk , afebril 2x8 jam berurutan, leukosit menurun, dan fungsi saluran cerna membaik maka dilakukan alih terapi ke AB per oral yang dianggap cocok dengan patogen penyebabnya. Kepulangan pasien dari rawat inap tergantung juga pada kondisi pasien dan adanya penyakit penyerta. Bila belum ada respon yang baik dalam 72 jam (terjadi pada 10% pasien), lakukan evaluasi terhadap adanya kemungkinan patogen yang resisten, komplikasi, atau kemungkinan penyakitnya bukan pneumonia. Reevaluasi ditujukan pada faktor predisposisi dari terjadinya infeksi. II. Pneumonia Nosokomial Algoritme untuk terapi empirik awal pada PN didasarkan pada pertimbangan ada/tidak adanya saat onset lambat > 5 hari dan adanya faktor risiko patogen Mutlidrugs Resistent (MDR), diberikan terapi empirik awal dengan terapi AB spektrum terbatas atau AB spektrum luas untuk patogen MDR.

HAP, VAP or HCAP Suspected (All Disease Severity)

Early or Late Onset (5 days) or Risk Factors for Multidrug-resistant (MDR) Pathogens

No

Yes

Limited Spectrum Antibiotic Therapy

Broad Spectrum Antibiotic Therapy for MDR Pathogens

Strategi penatalaksanaan terapi pada suspek PN, PBV, atau PPK tercantum pada bagan berikut ini. Suspek PN, PBV, atau PPK

Bahan kultur SNBB dan bakteriologik

Dimulai terapi Empirik AB berdasarkan Bagan algoritma dan pola pathogen lokal

Hari ke 2-3: Evaluasi Klinis dan Data Laboratorium (Suhu, Leukosit, Foto toraks, Oksigenasi, Sputum Purulen, Perubahan Hemodinamik, dan Fungsi Organ

Tidak

Ya

Kultur (-)

Kultur (+)

Kultur (-)

Kultur (-)

Cari patogen lain? Sesuaikan AB. Pikirkan Tingkatkan AB Komplikasi. Cari patogen lain menyetop AB Terapi 7-8 hari D/lain D/ lain Evaluasi ulang Lokasi infeksi lain Lokasi infeksi lain Terapi harus segera diberikan karena keterlambatan terapi dapat meningkatkan mortalitas. Pasien diberikan terapi empirik berdasarkan risiko multydrugs resistent (MDR), gram negatif dalam bentuk kombinasi, dan monoterapi bila tidak ada risiko MDR. Hal ini untuk mencegah terjadinya resistensi patogen pada saat terapi terhadap P. aeroginosa, dan pada saat pemberian sefalosporin generasi ke-3 pada infeksi Enterobacter. Dapat diberikan terapi jangka pendek selama 7 hari bila didapat respon yang baik dan penyebabnya bukan P. aeroginosa. Tabel B. Terapi Empirik Awal Antibiotik Untuk Pneumonia Nosokomial atau Pneumonia Berhubungan dengan Ventilator yang Tidak Diserati Faktor Risiko Patogen Resisten Jamak, Onset Dini, Pada Semua Tingkat Berat Sakit Patogen Potensial Antibiotik yang Disarankan

Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae MS Staph. Aureus Gram (-) sensitive antibiotik E. coli, K. pneumoniae, Enterbacter spp., Proteus spp., S. marcescens

Seftriakson, atau Levofloksasin, Movifloksain, siprofloksasin atau Ampisilin/sulbaktam, atau Ertapenem atau

Tabel C. Terapi Empirik Awal Antibiotik Untuk Pneumonia Nosokomial atau Pneumonia Berhubungan dengan Ventilator yang Disertai Faktor Risiko Patogen Resisten Jamak, Onset Lambat, Pada Semua Tingkat Berat Sakit Suspek Patogen Antibiotika yang Disarankan

Patogen seperti Tabel B dan Patogen Resisten AB jamak: P. aeruginosa K. pneumoniae (ESBL) Acinetobacter spp.

Methicillin Resistant S.aureus (MRSA) Legionella pneumophilla

Antipseudomona sefalosporin (Cefepime, Ceftazidime) atau Antipseudomonas carbapenem (Imipenem, Meropenem) atau -lactam/inhibitor (Piperacillin-tazobactam) PLUS Antipseudomonas kuinolon (Siprofloksasin atau Levofloksasin) atau Aminoglikosida (Gentamisin, Tobramisin, Amikasin) plus Linezolid atau vankomisin

Tabel D. Dosis Intravena Awal Antibiotika Untuk Terapi Empirik Pada Pneumonia Nosokomial, Pneumonia yang Berhubungan Dengan Ventilator, dan Pneumonia Pada Perawatan Kesehatan Pada Pasien Onset Lanjut Atau Dengan Faktor Risiko patogen resisten Antibiotik Jamak Suspek Patogen Antipseudomonas sefalosporin - Cefepime - Ceftazidime Carbapenem Imipenem Meropenem B laktam/ B laktamase inhibitor: Piperacillin-tazobactam Aminoglikosida Gentamisin Toramisin Amikasin Antipseudomonas Kuinolon Levofloksasin Siprofloksasin Vankomisin Linezolid Terapi Suportif pemeriksaan analisis darah. Dosis 1-2 gram tiap 8-12 jam 2 gram tiap 8 jam 0,5 gr tiap 6 jam atau 1 gr tiap 12 jam 1 gr tiap 8 jam 4,5 gr tiap 6 jam 7mg/kg/hari 7mg/kg/hari 20mg/kg/hari 750mg/hari 400 gr/8jam 15mg/kg/12 jam 600mg/12jam

1. Terapi CO2 untuk mencapai PaO2 80-100mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan

2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme. 3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluaran CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan. 4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairanterutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemebrian caira pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan. 5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak bermanfaat pada keadaan renjatan sepsis. 6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal. 7. Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilaltor pada pneumonia adalah: Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan menggunakan masker. Konsentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan kompliens paru hingga tekanan inflasio meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan CO2 didapat asidosis, henti napas, retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif. 8. Drainase empiema bila ada. 9. Bila terdapat gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang disapatkan terutama dan lemak (>50%), hingga dapat dihindari produksi CO2 yang berlebihan. Prognosis Pneumonia Komunitas

Kejadian PK di USA adalah 3,4-4juta kasus pertahun dan 20% diantaranya perlu dirawat di RS. Secara umum, angka kematian pneumonia oleh pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no.6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada usia lanjut yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien PK yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor perubah yang ada pada pasien. Pneumonia Nosokomial Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50% yang bisa mencapai 70% termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian biasanya adlah akibat bakteriemi terutama oleh Ps.aeroginosa atau Acinobacter spp.

Anda mungkin juga menyukai