Stimulus Control
Stimulus Control
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
Contoh Kasus Stimulus Control 1. Kasus 1 Terdapat seorang remaja laki-laki yang bernama Dani, ia adalah siswa salah satu SMA di Surakarta. Terpengaruh oleh teman-temannya yang membawa HP baru, Blackberry, Danipun iri dengan mereka dan bermaksud untuk meminta uang kepada orang tuanya. Ketika sampai di rumah, Dani meminta uang kepada ayahnya karena ia ingin menukar tambahkan HP lamanya dengan Blackberry dan ayahnya pun tidak memberikan uang tersebut dan malah menyuruhnya bekerja sendiri untuk mendapatkan uang untuk ganti HP. Ketika Dani melakukan hal yang sama kepada ibunya, meminta uang kepada ibunya, ibunya memberikan uang kepada Dani. Sebagai hasilnya, ketika Dani membutuhkan uang untuk keperluan dirinya, maka ia akan meminta uang kepada ibunya, bukan pada ayahnya. Dari contoh kasus ini kita katakan bahwa, kesediaan ibu memberikan uang kepada Dani merupakan stimulus control bagi tingkah laku Dani untuk meminta uang. Contoh di atas menggambarkan prinsip dari stimulus control. Ibu yang memberikan uang kepada Dani saat ia meminta untuk membeli sesuatu merupakan Antecedent Stimulus yang diberikan Ibu kepada Dani sehingga untuk kesempatan di lain waktu, Dani akan meminta uang kepada ibunya dan bukan ayahnya karena sebuah tingkah laku cenderung untuk muncul saat spesific antecedent stimulus ada atau terjadi. (Antecedent stimulus adalah stimulus yang mendahului terjanya tingkah laku). Sebuah tingkah laku dikatakan berada di bawah kontrol stimulus ketika kemungkinan peningkatan perilaku itu muncul saat stimulus antesedent terjadi. 2. Kasus 2 Kesulitan sebuah asrama laki-laki untuk mengatur anggotanya dalam upaya untuk menciptakan ketertiban pada saat akan masuk ke asrama ketika hari sudah malam. Ketika hari sudah malam, anggotanya yang masih remaja berusia 15 tahun, sulit untuk diatur. Pada awalnya menggunakan usaha para staff atau wali asrama untuk mencari anak-anaknya dan mengabsen kembali setelah masuk ke dalam kamar masing-masing. Para staff atau wali asrama, mencari berputar-putar asrama untuk menyuruh anak-anak masuk ke kamarnya masing-masing. Ketua asrama pun menyadari bahwa usaha itu menggunakan tenaga dan perhatian ekstra dari wali asrama, lalu mengusulkan untuk menggunakan sirine, seperti sirine polisi untuk mengumpulkan anak-anak berbaris dan mengabsen untuk masuk ke kamar masing-masing. Sirine dibunyikan berulang-ulang selama 3 menit untuk mengumpulkan anak pada sore hari, pada awalnya usaha itupun masih membutuhkan usaha dari para wali asrama untuk mengumpulkan sisa anak-anak
yang tidak mau menurut bunyi sirene. Namun, setelah beberapa kali pembiasaan dan hukuman apabila tidak menurut sirine, akhirnya mereka mau menurut dan terbiasa untuk mengikutinya. Tidak hanya pada sore hari, akhirnya sirine digunakan pula untuk membangunkan anak-anak di pagi hari agar mereka dapat tertib berolahraga dan masuk kelas untuk belajar.