Antigen Antibodi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 32

Bugis_Bagus Dentist wanna be.... ~Insya Allah~....online class ...

Friday, February 06, 2009 SISTEM PERTAHANAN TUBUH ( IMUN) Sistem immun adalah sebuah sebuah sistem yang diciptakan oleh Zat yang Maha Kuasa untuk melindungi mahkluknya dari 'kerusakan', ??? PENDAHULUAN System imun diperlukan sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Berbagai komponen system imun bekerja sama dalam sebuah respon imun. Apabila seseorang secara imunologis terpapar pertama kali dengan antigen kemudian terpapar lagi dengan antigen yang sama, maka akan timbul respon imun sekunder yang lebih efektif. Reaksi tersebut dapat berlebihan dan menjurus ke kerusakan individu mempunyai respon imun yang menyimpang. Kelainan yang disebabkan oleh respon imun tersebut disebut hipersensitivitas. Secara garis besar dapat digolongkan adanya dua kelompok respon imun abnormal yang berlebihan. Kelompok pertama adalah respon yang berlebihan terhadap antigen asing (hipersensitivitas) yang berakibat kerusakan jaringan, di mana kelainan ini dibagi menjadi 4 tipe reaksi hipersensitivitas dan kelompok kedua adalah respon terhadap antigen sendiri (self antigen) yang berakibatkan terjadinya penyakit autoimun Topik 1.Pengertian antigen 2.Struktur, distribusi, dan produksi antibodi 3.Interaksi antigen dan antibodi 4.Pengertian reaksi hipersensitivitas 5.Berbagai tipe reaksi hipersensitivitas 6.Mekanisme reaksi hipersensitivitas PEMBAHASAN ANTIGEN

PENGERTIAN ANTIGEN Antigen mempunyai 2 pengertian, yaitu : Suatu molekul yang dapat dikenal oleh suatu antibody atau reseptor sel T, sehingga ia bertindak sebagai target suatu respon imun, tapi belum tentu ia dapat menginduksi respon imun Molekul yang merangsang timbulnya respon imun (disebut juga imunogen) MACAM-MACAM ANTIGEN 1.Antigen eksogen Adalah antigen yang disajikan dari luar tubuh hospes dalam bentuk mikroorganisme, tepung sari, obat-obatan, atau polutan Antigen ini bertanggung jawab terhadap suatu spectrum penyakit manusia, mulai dari penyakit infeksi sampai ke penyakit-penyakit yang ditengahi imunologik, seperti misalnya asma bronkiale 2.Antigen endogen Adalah antigen yang terdapat dalam individu Meliputi : antigen xenogeneik (heterolog/heterogeneik), antigen idiotipik (autolog), dan antigen alogeneik (homolog) Antigen xenogeneik / heterolog / heterogeneik Adalah antigen yang terdapat dalam aneka macam spesies yang secara filogenetik tidak ada hubungannya Penting pada kedokteran klinik, karena antigen-antigen ini menimbulkan respons antibody yang berguna dalam diagnosis penyakit Antigen idiotipik / autolog Merupakan komponen tubuh sendiri Contoh : antigen-antigen spesifik immunoglobulin. Antigen alogeneik / homolog Adalah antigen yang secara genetic diatur oleh determinan antigenic yang membedakan satu individu spesies tertentu dari individu lain pada spesies yang sama Pada manusia, determinan antigenic semacam ini terdapat pada sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, trombosit, protein serum, dan permukaan sel-sel yang menyusun jaringan tertentu dari tubuh termasuk antigen histokompatibiltas

SIFAT ANTIGENISITAS Antigenisitas adalah : Sifat zat (antigen) yang memungkinkan zat tersebut bereaksi dengan produk-produk dari respon imun spesifik, yaitu antibody atau limfosit T yang tersensitisasi spesifik Kemampuan antigen untuk berikatan secara spesifik dengan produk akhir dari suatu respon imun, di mana bisa berupa antibody atau reseptor permukaan sel IMUNOGEN Imunogen adalah : Molekul atau gabungan molekul yang dapat merangsang timbulnya respon imun pada inang tertentu. Karena antigen mempunyai 2 pengertian, yaitu : Molekul yang merangsang timbunya respon imun (disebut juga imunogen) dan Molekul yang bereaksi dengan antibodi tanpa melihat kemampuan untuk merangsang pembentukan antibody Jadi, imunogen pasti antigen, tapi antigen belum tentu imunogen. SIFAT IMUNOGENISITAS Adalah kemampuan suatu imunogen untuk menginduksi suatu respon imunitas pada inang tertentu, baik yang humoral maupun seluler Faktor yang mempengaruhi imunogenitas suatu imunogen : Derajat Keasingan Sifat imun yang normal dapat membedakan mana molekul milik sendiri (self) dan mana yang molekul bukan milik sendiri (nonself) Molekul yang dikenal pada limfosit yang belum matang (immature) disebut molekul sel milik sendiri (self), sehingga tidak perlu dilawan. Molekul yang dikenal pada limfosit yang sudah matang (mature) disebut molekul sel bukan milik sendiri (nonself), sehingga perlu dilawan Sifat asing dapat terjadi jika ada perubahan konfigurasi atau komposisi substansi yang semula bukan substansi asing Ukuran Molekul Imunogen yang paling poten adalah makromolekul protein yang mempunyai berat molekul 100.000 dalton.

Jika beratnya kurang dari 100.000 dalton, maka imunogen bersifat lemah Molekul yang sangat kecil (misal, asam amino) tidak bersifat imonugenik. Sedangkan molekul kecil tertentu (misal, hapten) dapat bersifat imonugenik hanya jika bergabung dengan protein pembawa (carrier). Kerumitan (Kompleksitas) kimiawi dan struktural Makin kompleks susunan suatu molekul imunogen, maka makin tinggi imunogenitas substansi yang bersangkutan Contohnya, homopolimer asam amino kurang bersifat imunogenik dibandingkan dengan heteropolimer yang mengandung dua atau tiga asam amino yang berbeda Kepekaan terhadap presentasi dan pemrosesan antigen Makromolekul yang besar atau tidak larut lebih siap difagositosis, diproses dan dipresentasikan Limfosit T yang dipresentasikan atau diproses oleh antigen, kerjanya dilaksanakan oleh APC (Antigen-Precenting Cell) dengan bantuan MHC (Major Histocompatibility Complex). Enzim pada APC hanya bisa mendegradasi asam amino L, tidak bisa jika asam aminonya berbentuk D. Tatanan genetik penjamu Dua strain binatang dari species yang sama dapat merespon secara berbeda terhadap antigen yang sama karena perbedaan komposisi gen respon imun Dosis, cara dan waktu pemberian imunogen Karena derajat respon imun tergantung pada banyaknya imunogen yang diberikan, respon imun dapat dioptimalkan dengan cara menentukan dosis imunogen dengan cermat, cara pemberian dan waktu pemberian (termasuk interval diantara dosis yang diberikan) adalah mungkin untuk meningkatkan Respon imun dari suatu zat dapat ditingkatkan dengan menggabungkanya dengan adjuvan. HAPTEN Hapten adalah molekul kecil yang bersifat antigenic (misalnya protein) tapi tidak imunogenik, yang bisa berikatan dengan produk respon imun tapi tidak bisa membangkitkan respon imun. Antibody atau limfosit teraktivasi yang terbentuk untuk melawan ikatan tersebut kemudian seringkali akan bereaksi secara terpisah terhadap protein atau hapten.

Hapten yang menimbulkan tipe respon imun seperti ini biasanya berupa obat-obatan dengan berat molekul rendah, unsure kimiawi dalam debu, produk pemecahan ketombe dari hewan, bahan kimiawi industri , toksin dari racun tumbuh-tumbuhan yang menjalar ,dll. Hapten + Carriers imunogenik *** Keterangan : Hapten yang berikatan dengan carriers bersifat imunogenik yang disebut hapten carriers conjugate. EPITOPE DAN DETERMINANNYA Epitope disebut juga antigenic determinant Epitope adalah : Suatu tempat-tempat tertentu dari suatu imunogen yang sifatnya aktif, yang akan berikatan dengan antibody atau dengan reseptor spesifik pada permukaan limfosit T Posisi epitope dengan antibody harus berdekatan dan sesuai yang merupakan ikatan non kovalen. Jumlah epitop pada satu molekul antigen berbeda dengan jumlah epitop pada antigen yang lain Dari hasil penelitian bahwa imunogan sedikitnya harus memiliki 2 determinan/ 2 epitop untuk dapat merangsang pembentukan antibody. ANTIBODI AntibodyAntibodi adalah protein yang dapat ditemukan pada plasma darah dan digunakan oleh sistem
kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan dan menetralisir benda asing seperti bakteri dan virus

Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2253352-pengertian-antibodi/#ixzz1s23s0ykp

merupakan protein globulin gamma yang disebut immunoglobulin DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ANTIBODY -Selama perkembangan janin, prekursor limfosit berasal dari sumsum tulang, sel sel yang menempati tymus ditransformasikan oleh lingkungan organ ini menjadi limfosit yang berperan dalam kekebalan sekunder ( limfosit T ), dan transformasi limfosit B terjadi di bursa ekivalen yaitu dihati pada janin. Setelah berdiam dalam tymus dan hati, sejumlah besar limfosit B dan limfosit T bermigrasi kekelenjar limfe dan sumsum tulang. Sebagian besar pemrosesan prekursor limfosit di tymus dan bursa ekivalen serta perpindahannya ke kelenjar limfe dan jaringan lain terjadi semasa janin dan kehidupan neonatal. Namun pada dewasa, limfosit secara terus menerus dan lambat tetap dibentuk dari sel induk

Bila ada antigen asing masuk, makrofag dalam jaringan limfoid akan memfagositosis antigen dan kemudian akan membawanya ke limfosit B di dekatnya Antigen tersebut dapat juga dibawa ke sel T pada saat yang bersamaan dan sel T-helper yang teraktivasi kemudian juga membantu mengaktifkan limfosit B Limfosit B yang bersifat spesifik terhadap antigen segera membesar dan tampak seperti gambaran limfoblas Beberapa limfoblas berdiferensiasi membentuk plasmablas, yang merupakan precursor dari sel plasma Dalam sel-sel ini, sitoplasma meluas dan reticulum endoplasma kasar berproliferasi dengan cepat Sel plasma yang matur kemudian menghasilkan antibody gamaglobulin dengan kecepatan tinggi, kira-kira 2000 molekul perdetik untuk setiap sel plasma Antibody yang disekresikan kemudian masuk ke dalam cairan limfe dan diangkut ke sirkulasi darah Proses ini berlanjut terus selama beberapa hari atau beberapa minggu sampai sel plasma kelelahan dan mati Pembentukan sel memory Perbedaan respon primer dan sekunder Beberapa limfoblas yang terbentuk oleh pengaktifan suatu klon limfosit B, tidak berlanjut membentuk sel plasma, melainkan membentuk sel limfosit B baru dalam jumlah cukup. Limfosit B baru ini bersirkulasi juga ke seluruh tubuh untuk mendiami seluruh jaringan limfoid, tapi secara imunologis mereka tetap dalam keadaan dorman sampai diaktifkan lagi oleh sejumlah antigen baru yang sama Limfosit inilah yang disebut sel memori Karena adanya sel memori inilah, paparan berikutnya oleh antigen yang sama akan menghasilkan respon sekunder yang jauh lebih cepat dan lebih kuat daripada respon primer Sifat dari respon sekunder : a.Afinitas antibody terhadap antigen makin lama makin besar b.Kompleks antigen-antibodi yang terjadi makin lama makin stabil c.Antibody yang dibentuk juga makin lama makin poliklonal sehingga makin kurang spesifik Perbedaan-perbedaan relative antara respon primer dan respon sekunder :

Pembeda Respon Primer Respon Sekunder Periode laten panjang pendek Terjadinya Setelah terjadi paparan antigen 1-3 hari Angka sintesis antibodi rendah tinggi Puncak titer antibodi rendah tinggi Bertahannya titer antibodi sebentar lama Daya gabung (afinitas) antibodi rendah tinggi Reaksi silang antibodi rendah tinggi Adanya sel memori sedikit banyak Kelas immunoglobulin yang menonjol IgM IgG STRUKTUR ANTIBODY

Semua immunoglobulin terdiri atas kombinasi rantai polipeptida berat (Heavy chains / Hchains) dan rantai polipeptida ringan (Light chains / L-chains) Kebanyakan merupakan kombinasi 2 rantai berat identik dan 2 rantai ringan identik Antara rantai yang satu dengan yang lain, berikatan melalui ikatan disulfide (S-S) 5 macam rantai berat, yaitu : Ada 3 kelompok gena yang berbeda, yang terlibat dalam produksi daerah variable rantairantai berat, yaitu : gena variable (VH), gena diversitas (D), gena joining (JH), yang bersama-sama menghasilkan spesifitas tertentu dari antibody. Pengenalan antigen yang berbeda tergantung pada V-D-J nya 2 macam rantai ringan, yaitu : Meskipun begitu ada immunoglobulin yang mempunyai kombinasi sampai 10 rantai berat dan 10 rantai ringan, misalnya IgM Dalam semua immunoglobulin, tiap rantai berat sejajar dengan satu rantai ringan pada salah satu ujungnya. Jadi membentuk satu pasangan rantai berat dan rantai ringan Ujung setiap rantai ringan dan rantai ringan, disebut bagian yang berubah (variable segment) Sisa dari masing-masing rantai, disebut bagian yang tetap (constant segment) terdapat 2 tempat yang dapat berubah, untuk melekatnya antigen, maka antibody ini disebut bersifat bivalen Bagian yang dapat berubah tersebut berbeda-beda untuk setiap sifat antibody dan bagian inilah yang secara khusus melekat pada tipe antigen tertentu Bagian yang tetap dari antibody menentukan sifat-sifat lain dari antibody, menetapkan beberapa factor seperti penyebaran antibody dalam jaringan, pelekatan pada kompleks komplemen, antibody melewati membrane, dan sifat-sifat biologis lain dari antibody - Fragmentasi immunoglobulin oleh Papain Imunoglobulin yang diberi enzim proteolitik papain , akan terpecah menjadi 3 fragmen, yaitu : 2 fragmen Fab (antigen binding site) dan 1 fragmen Fc (fragmen yang konstan) Papain memecah Ig pada terminal asam amino di tempat ikatan S-S yang mengikat kedua rantai H satu dengan yang lain Fragmen-fragmen IgG yang dihasilkan oleh pemecahan Papain : Pembeda

Fab Fc Pembentukan Dibentuk oleh domain terminal N Dibentuk oleh domain terminal C Komposisi 1.Setengah terminal amino rantai berat dan satu rantai ringanamino rantai berat dan satu rantai ringan 2.Rangkaian yang menyimpang 1.Setengah terminal karboksil dimmer rantai berat 2.Karbohidrat 3.Dapat dikristalkan (pada beberapa spesies) 4.Rangkaian asam amino konstan 5.Mengandung determinan antigenic spesifik Fungsi Sebagai fragmen aktif antibody, yaitu mengikat antigen. Karena itu susunan asam amino di bagian ini berbeda antara molekul IgG yang satu dengan yang lain dan sangat variable sesuai dengan variabilitas antigen yang merangsang pembentukannya 1.Sebagai efektor sekunder 2.Menentukan sifat biologic Ig, seperti : Kemampuan Ig untuk melekat pada sel Fiksasi komplemen Menembus plasenta Distribusi Ig dalam tubuh dll Pemecahan dengan papain menghasilkan fragmen-fragmen antibody univalent yang dapat bergabung dengan antigen, tetapi tidak dapat mengendapkannya - Fragmentasi immunoglobulin oleh Pepsin Sedangkan enzim proteolitik lain, seperti pepsin, bekerja pada molekul IgG dengan memecah rantai berat, mulai dari ujung terminal karboksil dan maju terus ke jembatan antar

rantai disulfide Pemecahan ini mengakibatkan terbentuknya fragmen besar yaitu F(ab1)2 yang memiliki 2 sisi pengikat antigen (bersifat bivalen) dan dapat mengendapkan antigen Pepsin selanjutnya dapat memecah fragmen Fc menjadi beberapa bagian kecil Keterangan : bagian molekul Ig yang peka terhadap pemecahan oleh kedua enzim di atas, disebut bagian engsel (hinge region) FUNGSI ANTIBODI Membantu imunitas melawan beberapa agen infeksi yang disebarkan melalui darah seperti bacteria, virus, parasit, dan beberapa jamur karena gamaglobulin mengandung sebagian besar antibody serumMemberi aktifitas antibody dalam jaringan Mengikat dan menghancurkan antigen, namun demikian pengikatan antigen tersebut kurang memberikan dampak yang nyata kalau tidak disertai fungsi efektor sekunder. Fungsi efektor sekunder yang penting adalah memacu aktivasi komplemen, di samping itu merangsang pelepasan histamine oleh basofil atau mastosit dalam reaksi hipersensitivitas tipe segera VARIABILITAS ANTIBODY Immunoglobulin merupakan kumpulan protein yang sangat heterogen. Heterogenitas ini disebabkan oleh susunan asam amino yang berbeda satu dengan yang lain, yang akan mengakibatkan perbedaan struktur molekul. Hal ini selanjutnya menimbulkan variabilitas dalam determinan antigenik Ig. Keragaman antibodi tergantung pada : 1.Segmen gen V, D dan J multiple. 2.Hubungan kombinasi misalnya hubungan tiap segmen V, tiap segmen D dan Segmen J 3.Kombinasi acak rantai L dan H yang berbeda 4.Mutasi somatik 5.Keragaman junctional yang dihasilkan oleh penggabungan yang tepat selama penyusunan kembali dan mengakibatkan perubahan atau penghilangan asam amino dalam regio hipervariabel 6.Keragaman intersional, yaitu enzim deoksinukleotidil transferase ujung menyisipkan kelompok kecil nukleotida pada persilangan ( junctional ) V D dan D J ( keragaman regio N ).

Variabilitas antibodi dapat digolongkan berdasarkan : 1.Variasi Isotip Pada manusia terdapat 9 isotop H chain fungsional. Sesuai dengan sub kelas Immunoglobulin. Pada orang normal dapat dijumpai 5 kelas immunoglobulin, yaitu Ig A, Ig D, Ig E, Ig G dan Ig M. Tetapi dalam satu kelas dapat dijumpai beberapa sub kelas seperti Ig G1, Ig G2, Ig G3 dan Ig G4. Karena semua bagian konstan H chain yang terdapat pada berbagai kelas dan sub kelas itu dapat djumpai pada satu orang maka bagian tersebut dinamakan varian Isotip. Sebutan varian isotip juga berlaku bagi bagian konstan L chain kappa dan lamda yang dapat dijumpai pada semua kelas dan subkelas Ig dan terdapat pada semua orang. 2.Variasi Alotip Determinant antigen satu varian isotip imnoglobulin satu species dapat juga berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini ditentukan secara genetik dan disebut varian Alotip. Contohnya ; golongan darah rhesus. 3.Variasi Idotip Adalah determinant Antigen yang diasosiasikan dengan reseptor binding site. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antibodi terhadap antigen yang sama dan diproduksi oleh individu yang berbeda secara genetik, dapat memiliki idiotip yang sama. Idiotip inilah yang membedakan satu molekul imunoglobulin dengan molekul imunoglobulin yang lain dalam alotip yang sama. Variasi idiotip adalah karakterisitik bagi setiap molekul antibodi. KLAS DAN SUBKLAS IMUNOGLOBULIN Klas Imunoglobulin Pembagian molekul imunoglobulin berdasarkan atas determinan antigen yang unik pada regio Fc dari rantai H. Pada manusia terdapat 5 ( lima ) kelas imunoglobulin yaitu ; a.Ig A Merupakan kelas Ig kedua terbanyak dalam serum Merupakan Imunoglobulin utama pada hasil sekresi misalnya susu, saliva dan air mata serta

sekresi traktus respiratorius, intestinal, dan genital. Fungsi : Imunoglobulin ini melindungi membran mukosa dari serangan bakteri dan virus. Kehadirannya dalam kolostrum dapat membantu sistem imun bayi baru lahir Membatasi absorbsi antigen yang berasal dari makanan Tiap molekul Ig A (berat molekul 400.000) terdiri dari dua unit H2 L2 dan satu molekul yang terdiri atas rantai J dan componen sekresi Komponen sekretorik ini mengikat dimer Ig A dan mempermudah trasnpornya melintasi epitel sel epitel mucosa dengan cara endositosis Beberapa Ig A terdapat dalam serum sebagai monomer H2 L2. Terdapat sedikitnya dua sub kelas yaitu Ig A1 dan Ig A2. Beberapa bakteri ( misalnya neisseria ) dapat merusak Ig A1 dengan cara menghasilkan protease sehingga menghalangi imunitas yang diperantarai antibodi pada permukaan mukosa. Half-life = 5-6 hari b.Ig D Konsentrasinya dalam serum sedikit, tapi dalam darah tali pusat cukup tinggi Fungsi : Bertindak sebagai reseptor antigen ketika terdapat pada permukaan limfosit B tertentu dan berperan mengawali respon imun. Keberadaannya bersama Ig M pada permukaan limfosit menimbulkan dugaan bahwa keduanya berinteraksi sebagai reseptor antigen dalam mengendalikan aktivasi dan penekanan limfosit Sifat : Lebih lentur karena punya bagian engsel yang lebih panjang sehinga dapat melakukan ikatan silang dengan antigen polivalen secara lebih efisien mungkin inilah yang menyebabkan umur Ig D pendekSangat peka terhadap enzim proteolitik c.Ig E Merupakan antibodi dengan jumlah sedikit (hanya 0,0004% dari kadar Ig total), tetapi merupakan antibodi yang berperanan penting dalam peristiwa alergi. Sifat : kemampuannya melekat erat pada permukaan mastosit atau basofil

Regio Fc dari Ig E terikat pada reseptor pada permukaan sel mast dan basofil. Ig E yang terikat ini bertindak sebagai reseptor untuk antigen yang menstimulasi produksinya sehingga terbentuk kompleks antigen antibodi yang memicu terjadinya respon alergi tipe cepat anafilaksis ) melalui pelepasan mediator. Parasit yang dilapisi Ig E lebih mudah membunuh eosinofil Kadar Ig E pada individu atopik lebih tinggi dibanding individu normal Pada orang dengan hipersensitivitas alergi yang diperantarai antibodi tersebut, konsentrasi Ig E meningkat dengan cepat dan Ig E dapat terdapat pada sekresi eksternal. Ig E serum juga meningkat secara tipikal selama infeksi cacing. Sel plasma yang memproduksi Ig E terdapat dalam tonsil dan sinusoid dan pada jaringan limfotik sepanjang mukosa saluran nafas dan saluran cerna d.Ig G Pada orang normal terdiri dari sekitar 75 % dari seluruh anti bodi. Merupakan antibodi dominan pada respon sekunder dan menyusun pertahanan yang penting melawan bakteri dan virus. Paling mudah berdifusi ke dalam jaringan ekstravakular dan melakukan aktivitas antibodi di jaringan Ig G merupakan satu satunya anti bodi yang dapat melintasi plasenta. Oleh karena itu merupakan Imunoglobulin yang paling ditemukan pada bayi baru lahir. Tiap molekul Ig G terdiri dari dua rantai H yang dihubungkan oleh ikatan sulfida oleh karena itu imunoglobulin ini mempunyai dua tempat pengikatan antigen yang identik maka disebut bivalen Terdapat empat sub kelas yang dibedakan berdasarkan perbedaan antigenik dan lokasi ikatan disulfida, yaitu Ig G1, Ig G2, Ig G3, Ig G4. Ig G1 merupakan 65 % dari Ig G. Ig G2 ditujukan untuk melawan antigen polisakarida dan mungkin berperan penting dalam pertahan penjamu melawan bakteri berkapsul. e.Ig M Antibodi yang berukuran paling besar Merupakan imunoglobulin yang diproduksi pada awal respon imunitas primer. Ig M terdapat pada permukaan semua sel B yang belum aktif.

Ig M ini tersusun atas lima unit H2 L2 ( masing masing hampir sama Ig G ) dan satu molekul rantai J ( joining ) Merupakan Pentamer ( berat molekul 900.000 ) yang mempunyai total sepuluh tempat pengikatan antigen yang identik oleh karena itu disebut mempunyai valensi 10. Merupakan imunoglobulin yang paling efisien dalam proses aglutinasi dan fiksasi komplemen dan reaksi antigen antibodi lainnya serta penting juga dalam pertahanan melawan bakteri dan virus. Imunoglobulin ini dapat diproduksi oleh fetus yang terinfeksi. Menunjukkan afinitas rendah terhadap antigen dengan determinan tunggal (hapten) Karena molekul Ig M multivalen, maka Ig M dapat berinteraksi dengan antigen dengan melibatkan semua tempat pengikatan (epitope) antigen tersebut, sehingga memiliki aviditas tinggi SubKlas Imunoglobulin Pembagian kelas imunoglobulin berdasarkan perbedaan struktur dan perbedaan antigenik pada rantai H. Pada manusia terdapat 4 (empat ) sub klas Ig G yaitu ; Ig G1, Ig G2, Ig G3, dan Ig G4 Ada 2 subklas untuk Ig A, yaitu Ig A1 dan Ig A2 REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI Pengenalan antigen A. Mekanisme pengenalan antigen Suatu antigen akan masuk ke APC (Antigen Presenting Cell), yang akan diproses dan diubah menjadi suatu potongan peptide Kemudian akan dipresentasikan bersama dengan molekul MHC (Major Histocompatibility Complex) pada permukaan membrane APC agar dapat dikenal oleh sel T APC ini akan membantu mengantarkan antigen pada sel T Sedangkan MHC akan membantu antigen agar lebih mudah berikatan dengan limfosit T B. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme pengenalan antigen : 1)Spesifitas adalah respon yang timbul terhadap antigen, bahkan terhadap komponen structural kompleks protein / polisakarida yang berbeda, tidak sama. Bagian dari antigen tersebut yang dikenal oleh limfosit disebut determinan antigen / epitop.

Spesifitas terjadi karena masing-masing limfosit mengekspresikan reseptor yang mampu membedakan struktur antigen 1 dengan yang lain walaupun itu sangat kecil. Klon limfosit dengan berbagai spesifitas terdapat pada individu yang belum tersensitasi dan mampu mengenal dan membedakan respons terhadap antigen asing. 2) Diversitas adalah jumlah total spesifitas limfosit terhadap antigen dalam 1 individu yang disebut limfosit repertoireI, sangat besar. Diduga bahwa system imun dapat membedakan sekitar 109 antigen yang berbeda. Hal ini dimungkinkan karena limfosit memiliki reseptor terhadap antigen dengan struktur yang berbeda-beda, tergantung pada antigen yang dikenalnya. Setiap klon limfosit memiliki struktur reseptor yang berbeda dari klon limfosit yang lain sehingga dengan demikian terdapat diversitas repertoire yang sangat besar 3) Afinitas Kekuatan total interaksi non kovalen antara antigen yang mengikat antibody dan epitop merupakan gaya gabungan (afinitas) dari antibody untuk epitop tersebut Antibody dengan afinitas yang rendah mengikat antigen dengan lemah dan cenderung memisah Sedangkan antibody dengan afinitas tinggi mengikat antigen dengan ketat dan sisa ikat lebih panjang 4) Aviditas Afinitas pada suatu ikatan sebenarnya tidak selalu mencerminkan kekuatan interaksi antara antibody dan antigen Ketika komplek antigen berisi berbagai factor penentu yang antigenic dan tercampur dengan antibody yang terikat, interaksi dari molekul antibody dan molekul antigen pada satu sisi akan meningkatkan kemungkinan dari reaksi kedua molekul itu pada lokasi yang kedua Kekuatan interaksi antara antibody multivalent dan antigen itulah yang disebut dengan aviditas Aviditas dari antibody lebih baik dalam mengukur terikatnya kapasitas dalam system biologi (Contohnya yaitu : reaksi antibody dengan antigenic determinan pada virus atau bakteri) dibanding afinitas Aviditas yang tinggi dapat menggantikan kerugian untuk afinitas yang rendah

Ikatan dalam interaksi antigen dan antibody Interaksi antigen-antibodi adalah asosasi biomolekuler yang mirip dengan interaksi enzinsubstrat, dengan perbedaan penting : ini tidak mengarah pada perubahan kimiawi yang tidak dapat diubah lagi. Interaksi diantara antibody dan antigen meliputi berbagai macam interaksi non kovalen diantara determinan antigenic, atau epitope, antigen dan dominant wilayah variabel dari molekul antibody, khususnya wilayah-wilayah hipervariabel, atau wilayah yang menentukan pelengkap (CDR). Spesifikasi yang sangat halus dari interaksi-interaksi antigen-antibodi mengarah pada pengembangan berbagai macam kadar immunologis, kadar ini bisa digunakan untuk mendeteksi kehadiran antibody-antigen dan memainkan peranan penting dalam mendiagnosa penyakit, memantau level respon imun humoral, dan mengidentifikasikan molekul-molekul untuk kepentingan biologis atau medis. Kadar ini berbeda dalam hal kecepatan dan kepekaan mereka ; beberapa adalah sangat kualitatif dan lainnya kuantitatif. Ikatan dalam interaksi antigen antibody adalah ikatan non-kovalen jadi apabila ingin melekat letaknya harus dekat. Beberapa macam ikatan non kovalen, yaitu : ikatan hidrofobik ikatan hydrogen * ikatan hidrogen adalah sejenis gaya tarik antarmolekul yang terjadi antara dua muatan listrik parsial dengan polaritas yang berlawanan * merupakan gaya tarik menarik elektrostatik kuat antara hidrogen pada satu molekul dengan atom N , O atau F dari molekul lain Ikatan ionic *Ikatan ionik merupakan ikatan yang terbentuk antara unsur yang ingin membebaskan elektron dengan unsur yang ingin menerima elektron. * atau gaya tarik menari elektrostatik antara ion posiif dan ion negatif Ikatan van der waals * gaya van der waals terjadi akibat distribusi muatan yang tidak simetri REAKSI HIPERSENSITIVITAS

PENGERTIAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS Adalah : Respon atau reaksi imun yang berlebihan atau tidak terkontrol. Reaksi ini terjadi bila jumlah antigen yang masuk relative banyak atau bila status imunologik seseorang baik selular maupun humoral meningkat. Reaksi ini tidak pernah timbul pada pemaparan antigen pertama dan merupakan ciri khas individu bersangkutan MACAM-MACAM DAN CONTOH REAKSI HIPERSENSITIVITAS Berdasarkan mekanisme reaksi imunologik yang terjadi, secara umum reaksi hipersensitivitas dibagi menjadi 4 golongan, yaitu tipe I, II, III, dan IV Reaksi tipe I, II, dan III terjadi karena interaksi antara antigen dengan antibody, sehingga termasuk reaksi humoral Sedangkan reaksi tipe IV terjadi karena interaksi antara antigen dengan reseptor yang terdapat pada permukaan limfosit T dan mengaktifkan limfosit T sehingga termasuk reaksi selular Tipe reaksi : 1.Tipe I : Reaksi Hipersensitivitas tipe segera Terjadi apabila antigen lingkungan dan respons Ig E menyebabkan pelepasan berbagai mediator oleh sel mastosit yang berakibat reaksi inflamasi Bila antigen (khususnya Alergen) berikatan dengan molekul IgE yang sebelumnya telah melekat pada permukaan mastosit atau basofil, maka hal itu akan menyebabkan dilepaskannya berbagai mediator oleh mastosit dan basofil yang secara kolektif mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos bronkus dan saluran cerna inflamasi lokal. Mediator-mediatornya : IgE disebut antibody homosititropik atau regain dengan sifat khas, yaitu: afinitas yang tinggi pada mastosit dan basofil melalui reseptor Fc pada permukaan sel bersangkutan yang mengikat fragmen FcIgE, berperan besar pada reaksi anafilaktik IgG4 mempunyai kemampuan serupa dengan IgE tetapi dengan afinitas yang jauh lebih rendah. Berbagai jenis limfokin dan sitokin dengan peran multifungsi juga dilepaskan pada reaksi ini sebagai akibat aktivasi mastosit oleh IgE.

IL-3 dan IL-4 mungkin mempunyai dampak autokrin pada sel mastosit bersangkutan dan substansi ini bersama-sama dengan sitokin lain meningkatkan produksi IgE oleh sel B. IL-5, IL-8 dan IL-9 berperan dalam proses khemotaksis dan aktivasi sel-sel inflamasi di daerah terjadinya alergi. Eosinofil merupakan sel yang menghasilkan berbagai mediator inflamasi yang dilepaskan bila sel itu diaktivasi misalnya : Major Basic Protein (MBP) dan Neurotoksin. Granula mastosit mengandung beberapa jenis protease; dua diantaranya adalah tryptase dan chymase yang dapat merombak peptide intestinal vasoaktif yang merupakan mediator relaksasi bronkus. Mastosit yang terdapat pada mukosa(MMC) memerlukan mediator untuk maturasi yang dilepaskan oleh sel T, yaitu: IL-3 dan IL-4. Contoh Reaksi alergi tipe I : Anafilaksis Seseorang yang mengalami shock dan pingsan setelah disuntik. Urtikaria Alergi yang menyebabkan gatal-gatal. Hay Fever Bersin-bersin alergi karena debu. Asma Pembuluh darah menebal sehingga bronkus menjadi sempit, susah bernafas. 2.Tipe II : Reaksi Sitotoksisitas yang Memerlukan Bantuan Antibodi Terjadi apabila antibody yang berikatan dengan antigen (baik self maupun non-self) merangsang terjadinya fagositosis, aktivitas killer cells, atau lisis oleh komplemen Pada reaksi tipe II antibodi ditujukan kepada antigen yang terdapat pada permukaan sel atau jaringan tertentu, antibody dalam serum bereaksi dengan antigen yang berada pada permukaan sel atau yang merupakan komponen membrane sel tertentu yang menampilkan antigen bersangkutan. Seringkali suatu substansi berupa mikroba dan molekul-molekul kecil lain atau hapten, melekat pada permukaan sel dan bersifat sebagai antigen. Umumnya antibodi yang ditujukan pada antigen permukaan sel bersifat patogenik, karena kompleks antibodi-antibodi pada permukaan sel sasaran akan dihancurkan oleh sel efektor,

mis: oleh makrofag maupun oleh neutrofil dan monosit atau limfosit T-sitotoksik dan sel NK sehingga ada kemungkinan menyebabkan kerusakan sel itu sendiri. Contoh Reaksi alergi tipe II: Kerusakan pada eritrosit Transfusi eritrosit kepada pasien yang mengandung antibodi terhadap eritrosit yang ditransfusikan dapat menimbulkan reaksi transfusi. Kerusakan jaringan transplantasi Reaksi penolakan jaringan transplantasi apabila resipien sebelumnya perna terpapar pada antigen jaringan transplantasi tersebut sehingga sudah ada sensitivitas sebelumnya dan resipien telah mengandung antibody terhadap antigen jaringan transplantasi bersangkutan. 3.Tipe III : Reaksi Kompleks Imun Terjadi apabila kompleks imun antigen-antibodi dibentuk dalam jumlah banyak atau tidak dapat dibersihkan secara adekuat oleh sel retikuloendotel dan menyebabkan reaksi serum sickness. Keadaan imunopatologik akibat pembentukan kompleks imun dalam garis besar dapat digolongkan dalam tiga golongan : a.Dampak kombinasi infeksi kronis yang ringan dengan respons antibodi yang lemah, menimbulkan pembentukan kompleks imun kronis yang dapat mengendap di berbagai jaringan. b.Komplikasi dari penyakit autoimun dengan pembentukan autoantibody secara terusmenerus yang berikatan dengan jaringan self. c.Kompleks imun terbentuk pada permukaan tubuh, misalnya: dalam paru-paru akibat terhirupnya antigen secara berulang kali. Contoh Reaksi alergi tipe III: Jenis penyakit Antigen yang terlibat Mekanisme Manifestasi klinikopatologik SLE DNA, nucleoprotein, lain lain Inflamasi diperantarai reseptor komplemen dan reseptor Fc

Nefritis, arthritis, vaskulitis Poliarteritis nodosa HbsAg Inflamasi diperantarai reseptor komplemen dan reseptor Fc Vaskulitis Glomerulonefritis pascastreptokokus Antigen dinding streptokokus mungkin mengendap pada membrane basal glomerulus Inflamasi diperantarai reseptor komplemen dan reseptor Fc Nefritis 4.Tipe IV : Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat Disebut juga reaksi DTH, Delayed Type Hypersensitivity karena umumnya timbul lebih dari 12 jam setelah pemaparan pada antigen Terjadi bila antigen tertangkap oleh makrofag tetapi tidak dapat dibersihkan atau disingkirkan Reaksi ini tidak melibatkan antibodi tapi melibatkan sel-sel limfosit-T. Pada percobaan binatang, hipersensitivitas jenis ini tidak dapat dipindahkan dari binatang satu ke binatang yang lain dengan memindahkan serum, tapi pemindahan hipersensitivitas dapat terjadi dengan memindahkan limfosit-T. Dikenal beberapa jenis reaksi hipersensitivitas : Reaksi Kontak, Tuberkulin, Granuloma. Contoh Reaksi alergi tipe IV : Reaksi Kontak Reaksi hipersensitivitas tipe IV pada kulit yang dihasilkan oleh persentuhan dengan bahan kimia yang bersifat antigen atau hapten dan mencakup dermatitis kontak. menjadi antigenicHapten pada reaksi kontak menembus epidermis kemudian mengikat carrier protein Reaksi kontak terjadi pada lapisan epidermis Reaksi kontak terdiri dari 2 fase : a.Fase sensitisasi Berlangsung selama 10-14 hari pada manusia Mekanismenya : Sel Langerhans membawa antigen ke area parakortial kelenjar getah bening regional

mempresentasikan antigen yang telah diproses (bersama MHC kelas II) kepada sel CD4+ menghasilkan populasi sel CD4+ memory b.Fase elisitasi Terjadi degranulasi dan pelepasan sitokin oleh sel mastosit segera setelah reaksi kontak Reaksi Tuberkulin Reaksi hipersensitivitas lambat terhadap antigen mikroorganisme dan yang terjadi pada banyak penyakit infeksi Reaksi ini dapat diikuti dengan reaksi yang lebih lambat yang ditandai dengan agregasi dan proliferasi makrofag membentuk granuloma yang menetap selama beberapa minggu Reaksi tuberkulin terjadi pada lapisan dermis Mekanismenya : Pemaparan ulang sel T memory pada kompleks antigen-MHC kelas II dtampilkan oleh APC merangsang sel T CD4+ melakukan transformasi blast, pembentukan DNA, dan proliferasi sel Sebagian dari populasi limfosit yang teraktivasi mengeluarkan berbagai mediator yang menarik makrofag ke tempat yang bersangkutan Makrofag merupakan sel APC utama yang berperan dalam reaksi tuberculin Reaksi Granuloma Merupakan bentuk reaksi hipersensitivitas jenis lambat yang paling penting, karena dapat menyebabkan berbagai keadaan patologis pada penyakit-penyakit yang menimbulkan respon imun seluler Massa atau nodul jaringan granulasi seperti tumor dengan fibroblast dan kapiler yang tumbuh aktif, terdiri atas kumpulan makrofag modifikasi yang menyerupai sel epitel dan dikelilingi limfosit atau benda asing. Biasanya reaksi ini terjadi karena makrofag tidak mampu menyingkirkan mikroorganisme atau partikel yang ada di dalamnya sehingga partikel itu menetap. Proses tersebut mengakibatkan pembentukan granuloma mempunyai beberapa nucleus tetapi mitokondria dan lisosom mengalami degradasiSel yang khas pada reaksi granuloma : sel epiteloid (berasal dari sel makrofag teraktivasi tetapi tidak mempunyai fagosom), sel-sel raksasa (giant cells) Contoh : tuberculosis, lepra, blastomikosis, leishmaniasis, kandidiasis, dermatomikosis, dll

Tabel klasifikasi reaksi hipersensitivitas : Jenis Hipersensitivitas Mekanisme imunopatologik Mekanisme kerusakan jaringan Tipe I : Hipersensitivitas tipe segera Ig E Sel mastosit dan mediator yang diproduksinya (vasoactive amine, mediator lipid, sitokin) Tipe II : hipersensitivitas diperantarai antibodi Antibody (Ig M dan Ig G) terhadap antigen permukaan sel atau matriks ekstraseluler Opsonisasi dan fagositosis sel Rekrutmen dan aktivasi leukosit (neutrofil dan makrofag) yang diperantarai komplemen dan reseptor Fc Kelainan fungsi sel , misalnya hormone reseptor signaling Tipe III : hipersensitivitas diperantarai kompleks imun Kompleks antigen dengan Ig G dan Ig M dalam sirkulasi Rekrutmen dan aktivasi leukosit diperantarai komplemen Tipe IV : hipersensitivitas diperantarai sel T 1.Sel CD4+ (DTH) 2.Sel CD8+ (sitolisis oleh Tc) 1.Aktivasi makrofag, inflamasi diperantarai sitokin 2.Lisis langsung sel sasaran, inflamasi diperantarai sitokin ALERGEN - Alergen adalah antigen khusus yang menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe cepat - Macam-macam Alergen : Alergen Protein Lengkap : mampu merangsang pembentukan IgE tanpa bantuan zat lain karena mempunyai determinan antigen (sel B dan gugus karier) merangsang makrofag dan sel T untuk mengembangkan aktivasi sel T yang termasuk kelompok ini, misalnya tepung sari, bulu binatang, ATS (Serum Antitetanus), dan ADS (Serum Antidifteri) Alergen dengan Berat Molekul Rendah :

tidak dapat menimbulkan respon antibody berupa IgE hanya berfungsi sebagai hapten hapten harus berikatan dengan protein jaringan atau protein serum in vivo membentuk kompleks hapten carrier untuk dapat menimbulkan respon antibody IgE yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat-obatan REAKSI ALERGI MEKANISME REAKSI ALERGI Bila suatu antigen (allergen) yang mempunyai banyak tempat ikatan kemudian berikatan dengan beberapa antibody Ig E yang melekat pada satu sel mast atau basofil, maka sel tersebut akan melepaskan mediator reaksi hipersensitivitas yang sangat poten, yang akan menimbulkan gejala alergi Proses : Ig E diikat reseptor Fc Ig E pada permukaan mastosit, lalu mediator-mediator yang dilepaskan mastosit akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan ECF-A, lalu merangsang pelepasan PAF dan eosinofil peroksidase menghancurkan parasit Beberapa dari banyak bahan tambahan yang segera dilepaskan atau disekresikan sesudahnya, antara lain : histamine, substansi anafilaksis bereaksi lambat(SRS-A), substansi kemotaktik eosinofil dari anafilaksis (ECF-A), protease, substansi kemotaktik neutrofil, heparin, dan factor pengaktif trombosit (PAF) Substansi-substansi ini menyebabkan berbagai fenomena, seperti : Penarikan eosinofil dan neutrofil menuju tempat yang reaktif Kerusakan jaringan setempat oleh protease Peningkatan permeabilitas kapiler Hilangnya cairan ke dalam jaringan Kontraksi sel otot polos setempat Karena itu dapat saja terjadi sejumlah respon dari bermacam-macam jaringan yang abnormal, bergantung pada macam jaringan di mana reaksi allergen-reagen terjadi. Keterangan : Dalam reaksi alergi, berarti antigen yang masuk sudah pernah masuk sebelumnya Bila ada antigen baru yang sama, masuk ke dalam tubuh, maka limfosit B yang telah berdiferensiasi menjadi sel memori akan teraktivasi Sel memori inilah yang menyebabkan respons antibody sekunder lebih cepat dan lebih kuat PRODUKSI Ig E

Dijumpai dalam serum dengan kadar amat rendah (0,3 /ml) atau 0,0004% dari kadar Ig total. Selain itu dapat dijumpai pada cairan sekresi. Ig E memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor yang terletak di membrane plasma sel mast dan basofil. Setelah disekresikan sel plasma, Ig E melekat pada sel sel ini dan hampir menghilang dari plasma darah. Bila antigen merangsang produksi Ig E, maka Ig E melekat pada reseptor Fc pada permukaan basofil darah dan jaringan sel mast. Ikatan antara antigen-antibodi ( Ig E )akan menimbulkan degranulasi basofil dan sel mast. Akibatnya sel sel melepaskan beberapa mediator, seperti histamin, heparin, leukotrien dan faktor kemotaktik-eosinofil pada reaksi anafilaksis. Faktor faktor yang mengatur sintesis Ig E : Faktor keturunan Produksi Ig E berlebihan dihubungkan dengan pewarisan gen dan kemampuan membentuk Ig E spesifik terhadap antigen tertentu. Selain itu, ada kecenderungan sintesis Ig E dipengaruhi faktor lingkungan. Pemaparan antigen sebelumnya Antigen yang membangkitkan reaksi hipersensitivitas adalah zat kimia ygn terikat protein dimana individu atopik bersangkutan terpapar secara kronik. Individu atopik adalah individu yang menunjukkan kecenderungan untuk reaksi hipersensitivitas tipe segera Hal ini menentukan tingginya kadar Ig E spesifik. Sifat antigen Berat molekul, glikosilasi dan sifat kelarutan dalam cairan tubuh mempengaruhi sintesis Ig E. Respon anafilkatik terhadap makanan biasanya melibatkan protein bermolekul kecil dengan glikosilasi tinggi. Hal ini mencegah protein dari proses denaturasi dan degradasi dalam saluran cerna. Protein utuh ini akan diabsorbsi dan merupakan peptida asing yang merangsang sel T dan berinteraksi dengan Ig E.

Sel Th dan sitokin Respon imun yang diperantarai Ig E dan eosinofil sangat bergantung pada aktivasi sel Th 2 CD4+. Sel Th 2 mensekresi IL 4 yang mengatur respon imun atopik dan alergi. Sitokin ini diperlukan untuk isotip switching ke Ig E, rekrutmen eosinofil dan IL 5 yang mengaktifkan eosinofil. Individu atopik mengandung lebih banyak sel Th 2-spesifik-alergen daripada individu nonatopik. Pada individu atopik, sel Th 2 memproduksi IL 4 lebih banyak. Hal ini meningkatkan produksi Ig E. Sitokin yang dihasilkan sel Th 1 bertanggung jawab atas terjadinya hipersensitivitas lambat. Sebaliknya, sel Th 2 tidak hanya meningkatkan produksi Ig E dan inflamasi tapi juga membatasi aktifitas makrofag melalui sekresi IL 10 dan sitokin lain. IFN- yang diprofuksi oleh sel Th 1 meningkatkan sekresi Ig kelas lain. Pada saat yang sama, IFN- menghambat class switching Ig E. PERANAN IG E, SEL MAST, BASOFIL, DAN EOSINOFIL a. Peranan Imunoglobulin E - Reaksi alergi diperantarai oleh aktivitas IgE dan antigen (allergen) yang merangsang produksinya. - Sifat khusus antibody IgE : adanya kecenderungan yang kuat untuk melekat pada sel mast dan basofil. - Satu sel mast atau basofil dapat mengikat 500.000 molekul IgE. - Bila suatu allergen yang mempunyai banyak tempat ikatan kemudian berikatan dengan beberapa IgE yang melekat pada sel mast atau basofil, akan menyebabkan perubahan segera pada membrane sel mast atau basofil. Disebabkan oleh efek fisik dari molekul antibody yang merubah membrane sel. - Sel mast dan basofil rupture,ada pelepasan substansi khusus seperti histamine, protease, dan lain-lain. - Timbul dilatasi pembuluh darah, eosinofil, dan neutrofil b. Peranan Sel Mast - Bersama dengan basofil mengikat beberapa IgE. - Interaksi mastosit dengan antigen menyebabkan influks Ca2+ ke dalam mastosit yang

mengakibatkan terjadinya 2 proses : Eksositosis isi granula, di antaranya histamine, leukotrin Induksi pembentukan mediator yang merangsang pembentukan prostaglandin dan leukotrien yang mempunyai dampak langsung pada jaringan lokal - Pelepasan histamine menyebabkan vasodilatasi yang menyebabkan timbulnya Red Flare (kemerahan) dan peningkatan permeabilitas kapiler setempat dalam beberapa menit terjadi pembengkakan dengan batas jelas. Peranan ini terdapat pada kasus urtikaria (gatalgatal). - Granula mastosit juga mengandung beberapa protease, dua di antaranya adalah tryptase dan chiymase - Tryptase menyebabkan konstriksi pada bronkus. Chymase dapat merangsang peningkatan secret mucus oleh bronkus. Keduanya merupakan ciri asma. - Produk sel mast yang lain : SRS-A, prostaglandin, ECF-A c. Peranan Basofil - Mirip sel mast tapi berukuran besar, teletak tepat di sisi luar kebanyakan kapiler dalam tubuh - Bersama sel mast melepaskan histamine, heparin dan sejumlah kecil bradikinin serta serotonin ke darah - Bahan-bahan ini paling banyak dikeluarkan terutama pada saat terjadi peradangan. - Sel mast dan basofil berikatan dengan IgE. Bila terdapat antigen yang spesifik terhadap IgE dan kemudian antigen ini bereaksi dengan antibody, maka akan terbentuk kompleks antibody-antigen. - Kompleks ini mengakibatkan histamine keluar eosinofil dan neutrofil ditarik ke tempat reaktif alergi. - Mediator yang dilepaskan : leukotrien, ECF-A, kalikrein basofil anafilaksis, PAF - Kerja : penambahan permeabilitas vaskuler, konstriksi oto polos d.Peranan Eosinofil - Memiliki kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan tempat berlangsungnya reaksi alergi. - Sel mast dan basofil melepaskan factor kemotaktik eosinofil yang menyebabkan eosinofil bermigrasi kearah jaringan alergi yang meradang.

- Eosinofil mendetoksifikasi zat pencetus peradangan yang dilalui oleh sel mast dan basofil. - Memfagositosis dan menghancurkan kompleks allergen-antibodi. - Mencegah penyebaran proses peradangan akibat alergi. - Eosinofil mungkin sangat penting dalam pertahanan terhadap parasit cacing MEKANISME DEGRANULASI YANG DIPERANTARAI IG E Terbentuknya ikatan silang antara allergen dan Ig E di Fc reseptor pada permukaan sel mast atau basofil ( receptor FcRI ) Ikatan ini menghasilkan PTK ( protein tirosin kinase ) PTK fosfolipase C mengubah PIP2 ( fosfatialinositol 4,5 bifosfat ) menjadi DAG ( diasilgliserol ) dan IP3 ( inositol trifosfat ). DAG mengaktifkan PKC ( protein kinase C ) dimana Ca2+ penting untuk pertemuan mikrotubular dan peleburan ganula dengan membran plasma. IP3 adalah penggerak yang poten untuk penyimpanan Ca2+ intraseluler. penambahan fluiditas dan terfasilitasinya saluran Ca2+.Ikatan ini menghasilkan enzim yang mengubah Ps (fosfatidilserin) menjadi PE ( fosfatidiletanolamin ). Kadang, PE diubah bentuk menjadi PC ( fosfatidilcolin ) oleh PMT ( fosfolipid metil transferase enzim ) I dan II. Akumulasi PC di permukaan eksterior membran plasma Hasil masuknya Ca2+ mengaktifkan fosfolipase A2 yang membantu pemecahan PC menjadi lyso PC dan asam arachidonic. Asam arachidonic berubah menjadi mediator yang poten yaitu leukotriene dan prostaglandin D2. degranulasi fusogen Lyso PC aktif. Hal ini penting untuk proses degaranulasi.Ikatan ini mengaktifkan adenilate siklase yang mengawali penambahan sementara cAMP selama 15 detik. cAMP lalu menurun dan mengubah protein kinase cAMP-tergantung protein kinase mendahului fosforilasi granula-protein membran, dengan cara itu mengubah permeabilitas granula menjadi air dan Ca2+. Konsekuensi pembengkakan penyatuan isi granula dengan membran plasma dan menghasilkan mediator. PENUTUP Kesimpulan 1.Antigen adalah suatu molekul yang dapat dikenal oleh suatu antibody atau reseptor sel T,

sehingga ia bertindak sebagai target suatu respon imun, tapi belum tentu ia dapat menginduksi respon imun 2.Ada 2 macam antigen, yaitu antigen endogen dan antigen eksogen 3.Antigenisitas adalah kemampuan antigen untuk berikatan secara spesifik dengan produk akhir dari suatu respon imun, di mana bisa berupa antibody atau reseptor permukaan sel 4.Imunogen adalah molekul atau gabungan molekul yang dapat merangsang timbulnya respon imun pada inang tertentu 5.Imunogen pasti antigen, tapi antigen belum tentu imunogen. 6.Imunogenisitas adalah kemampuan suatu imunogen untuk menginduksi suatu respon imunitas pada inang tertentu, baik yang humoral maupun seluler 7.Faktor yang mempengaruhi imunogenitas suatu imunogen : derajat keasingan, ukuran molekul, kerumitan (kompleksitas) kimiawi dan structural, kepekaan terhadap presentasi dan pemrosesan antigen, tatanan genetik penjamu, serta dosis, cara dan waktu pemberian imunogen 8.Hapten adalah molekul kecil yang bersifat antigenic (misalnya protein) tapi tidak imunogenik, yang bisa berikatan dengan produk respon imun tapi tidak bisa membangkitkan respon imun. 9.Epitope adalah suatu tempat-tempat tertentu dari suatu imunogen yang sifatnya aktif, yang akan berikatan dengan antibody atau dengan reseptor spesifik pada permukaan limfosit T 10.Antibody dibentuk oleh sel limfosit B dan didistribusikan ke dalam cairan limfe dan sirkulasi darah 11.Respon sekunder lebih cepat dan lebih kuat daripada respon primer karena disebabkan adanya sel memory 12.Struktur antibody adalah terdiri dari rantai berat (H-chain) dan rantai ringan (L-chain) yang berikatan melalui ikatan disulfide 13.Selain itu antibody terdiri dari 2 segmen : variable segmen dan constant segmen 14.Variabilitas antibody digolongkan menjadi 3 macam, yaitu variasi isotip, alotip, dan idiotip 15.Ada 5 macam klas immunoglobulin, yaitu Ig A, Ig G, Ig M, Ig D, Ig E 16.Ig G mempunyai 5 subklas, yaitu Ig G1, Ig G2, Ig G3, Ig G4, Ig G5. Sedangkan Ig A mempunyai 2 subklas, yaitu Ig A1 dan Ig A2

17.Ada 4 macam tipe reaksi hipersensitivitas : Tipe I : hipersensitivitas tipe segera Tipe II : hipersensitivitas diperantarai antibody Tipe III : hipersensitivitas diperantarai kompleks imun Tipe IV : hipersensitivitas diperantarai sel T 18.Yang berperan dalam reaksi alergi adalah Ig E, sel Mast, basofil, dan eosinofil

DAFTAR PUSTAKA 1.Roitt I, 1994. Essential Immunology. Jakarta : Widya Medika. 2.Abbas AK, 2005. Cellular and Molecular Immunology, updated edition 5th ed., WB Saunders Co. 3.Abbas, Litchtman, 2006. Basic Immunology. Functions and Disorders of the immune system, 2nd ed. Updated edition 2006-2007. WB Saunders Co. 4.Goldsby RA, Kindt TJ, Osborne BA, 2000. Kuby Immunology, 4th ed. New York : WH Freeman and Company.

di 06:34 Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook Label: Campuran 2 komentar: 1. AnonymousMay 13, 2009 05:44 AM sumpah lengkap abis, tugas bio jadi cepat selesai, makasiii Reply

2. AnonymousJun 1, 2009 03:33 PM wah2 hebaatt... thanx ya.. tugas kuliah jd cpt slesei. . . Reply Newer PostOlder PostHome Subscribe to: Post Comments (Atom)

Add Url

Powered By

@bugisbagus2012. Watermark template. Template images by dem10. Powered by Blogger.


ANTIGEN A. Pengertian Antigen Istilah antigen mengandung dua arti, pertama untuk mengambarkan molekul yang memacu respon imun (juga disebut imunogen) dan kedua untuk menunjukkan molekul yang dapat bereaksi dengan antibodi atau sel T yang sudah disensitasi (Baratawidjaja, 2006). Antigen yaitu setiap substansi asing yang dapat menginduksi timbulnya respon imun (Bloom, 2002). B. Letak Antigen Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap sel-nya sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi. Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul Iainnya. Permukaan bakteri mengandung banyak protein dan polisakarida yang bersifat antigen, sehingga antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat, sel-sel kanker, dan racun. C. Bagian Antigen Secara fungsional antigen terbagi menjadi 2, yaitu: 1. Imunogen, yaitu molekul besar (disebut molekul pembawa). Bagian dari molekul antigen besar yang dikenali oleh sebuah antibodi (oleh reseptor sel-T) atau bagian antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi, menginduksi pembentukan antibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari antibodi atau oleh reseptor antibodi, bisa juga disebut determinan antigen atau epitop. 2. Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil. Bahan kimia ukuran kecil seperti dinitrofenol

dapat diikat antibodi, tetapi bahan tersebut sendiri tidak dapat mengaktifkan sel B (tidak imunogenik). Untuk mengacu respon antibodi, bahan kecil tersebut perlu diikat oleh molekul besar. Hapten merupakan sejumlah molekul kecil yang dapat bereaksi dengan antibodi namun tidak dapat menginduksi produksi antibodi. D.Klasifikasi Antigen 1.Pembagian antigen menurut epitop a.Unideterminan, univalen Hanya satu jenis determinan/ epitop pada satu molekul. b. Unideterminan, multivalen Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan tersebut ditemukan pada satu molekul. c. Multideterminan, univalen Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya (kebanyaan protein). d. Multideterminan, multivalen Banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul 2. Pembagian antigen menurut spesifisitas a. Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies b. Xenoantigen, yang hanya dimiliki oleh banyak spesies tertentu c. Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk individu dalam satu spesies d. Atigen organ spesifik, yang hanya dimiliki organ tertentu e. Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri 3. Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T a. T dependen, yang memerlukan pengenalan sel T terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan respon antibodi. b. T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk mebentuk antibodi. 4. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi a. Hidrat arang (polisakarida) Hidrat arang pada umumnya imunogenik. b. Lipid Lipid biasanya tidak imunogenik kecuali bila diikat protein pembawa. c. Asam nukleat Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat menjadi imunogenik bila diikat protein molekul pembawa. d. Protein Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umumnya multideterminan dan univalent. E. Sifat-Sifat Antigen Antigen memiliki beberapa sifat-sifat yang khas pada antigen tersebut, sifat-sifat tersebut antaralain: 1. Keasingan Kebutuhan utama dan pertama suatu molekul untuk memenuhi syarat sebagai imunogen adalah bahwa zat tersebut secara genetik asing terhadap hospes. 2. Sifat-sifat Fisik Agar suatu zat dapat menjadi imunogen, ia harus mempunyai ukuran minimum tertentu, imunogen yang mempunyai berat molekul yang kecil, respon terhadap hospes minimal, dan fungsi zat tersebut sebagai hapten sesudah bergabung dengan proten-proten jaringan. 3. Kompleksitas Faktor-faktor yang mempengaruhi kompleksitas imunogen meliputi baik sifat fisik maupun kimia molekul. 4. Bentuk-bentuk (Conformation) Tidak adanya bentuk dari molekul tertentu yang imunogen. Polipeptid linear atau bercabang, karbohidrat linear atau bercabang, serta protein globular, semuanya mampu merangsang terjadinya respon imun. 5. Muatan (charge) Imunogenitas tidak terbatas pada molekuler tertentu; tidak terbatas pada molekuler tertentu, zat-zat yang bermuatan positif, negatif, dan netral dapat imunogen. Namun demikian imunogen tanpa muatan akan memunculkan antibodi yang tanpa kekuatan. 6. Kemampuan masuk Kemampuan masuk suatu kelompok determinan pada sistem pengenalan akan menentukan hasil respon imun. F. Reaksi Antigen dan Antibodi Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa masuk ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada protein tubuh kita. Substansi kecil yang

bisa berubah menjadi antigen tersebut dikenal dengan istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non spesifik (eksternal maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel limfosit B yang akan mensintesis pembentukan antibodi. Sebelum pertemuan pertamanya dengan sebuah antigen, sel-sel-B menghasilkan molekul immunoglobulin IgM dan IgD yang tergabung pada membran plasma untuk berfungsi sebagai reseptor antigen. Jumlahnya mencapai 50.000 sampai 100.000 per sel dan semuanya spesifik bagi satu determinan antigen. Sebuah antigen merangsang sel untuk membuat dan menyisipkan dalam membrannya molekul immunoglobulin yang memiliki daerah pengenalan spesifik untuk antigen itu. Setelah itu, limfosit harus membentuk immunoglobulin untuk antigen yang sama. Pemaparan kedua kali terhadap antigen yang sama memicu respon imun sekunder yang segera terjadi dan meningkatkan titer antibodi yang beredar sebanyak 10 sampai 100 kali kadar sebelumnya. Sifat molekul antigen yang memungkinkannya bereaksi dengan antibodi disebut antigenisitas. Kesanggupan molekul antigen untuk menginduksi respon imun disebut imunogenitas. Kespesifikan reaksi antara antigen dan antibodi telah ditunjukkan melalui penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Landsteiner. Ia menggabungkan radikal-radikal organik kepada protein dan menghasilkan antibodi terhadap antigen-antigen tersebut. Keputusan yang diperolehi menunjukkan antibodi dapat membedakan antara kelompok berbeda pada protein ataupun kumpulan kimia yang sama tetapi berbeda kedudukan. Ikatan yang terjadi terdiri dari ikatan non kovalen (seperti ikatan hidrogen, van der Waals, elektrostatik, hidrofobik), sehingga reaksi ini dapat kembali ke semula (reversible). Kekuatan ikatan ini bergantung kepada jarak antara paratop dan bagian-bagian tertentu pada epitop. Terdapat berbagai kategori Interaksi antigen-antibodi, kategori tersebut antara lain: 1. Primer Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibodi pada situs identik yang kecil, bernama epitop. 2. Sekunder Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya: a. Netralisasi Adalah jika antibodi secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen menimbulkan effect yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibody mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan. b. Aglutinasi Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfusi darah yang tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan c. Presipitasi Adalah jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar, sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya mengendap. d. Fagositosis Adalah jika bagian ekor antibodi yang berikatan dengan antigen mampu mengikat reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang mengandung antigen tersebut. e. Sitotoksis Adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibodi sebelum dapat dihancurkan melalui proses lisis membran plasmanya. 3. Tersier Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologik dari interaksi antigen-antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya. Pengaruh menguntungkan antara lain: aglutinasi bakteri, lisis bakteri, immnunitas mikroba,dan lain-lain. Sedangkan pengaruh merusak antara lain: edema, reaksi sitolitik berat, dan defisiensi yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.

Anda mungkin juga menyukai