CAPD Baxter
CAPD Baxter
CAPD Baxter
Continouos Ambulatory
Peritoneal Dialysis
Sejarah dan perkembangan dialysis peritoneal.
Ruang Hemodialisa
RSSA Malang
2007
1
Daftar Isi
1. Editorial
2. Dasar Peritoneal Dialisis
3. Langkah Pertama Menuju Peritoneal Dialisis
4. Kateter Dialisis Peritoneal
5. Kantong dan Tabung
6. Zaman Continous Ambulatory Peritoneal Dyalisis (CAPD)
7. Automated Peritoneal Dialysis (APD)
8. Baru, Cairan Peritoneal Dialysis yang Biocompatible
9. Diagnosa Keperawatan
2
1.Editorial
Peritoneal Dialysis – dari dulu hingga sekarang
3
kehidupan yang lebih panjang dan lebih baik pada lebih dari
160.000 pasien dialisis peritoneal diseluruh dunia.
4
2.Dasar dialisis peritoneal
5
atas penyeimbangan konsentrasi: aliran air dari darah melewati
membran dan menuju cairan dengan isi gula yang tinggi.
Istilah
Kata “peritoneum” merujuk pada bahasa Yunani “peritonaion”
dan berarti “merentangkan”. Pengusaha pemakaman pada
jaman Mesir kuno merupakan orang pertama yang melihat
selaput perut (peritoneum) ketika mereka mempersiapkan
organ pada saat influential gaya Mesir. Tabib yunani yang
sangat terkenal Galen dan sarjana medis mempelajari abdomen
yang terbuka pada gladiator yang terluka. Ahli anatomi dan ahli
bedah terdahulu menguraikan ukuran dan ciri membran
peritoneal tapi gagal untuk menemukan detil struktur dan
fungsinya. Penelitian tersebut diikuti oleh Friedrich Daniel von
Recklinghausen pada tahun 1862, yang memberikan penjelasan
ilmiah pertama kali mengenai komposisi sel-sel peritoneum.
6
contoh, dia menyuntikkan cairan dengan bermacam isi dan
temperatur pada kelinci dan menemukan bahwa sebuah
konsentrasi cairan gula bisa menjadikan peningkatan jumlah
cairan pada rongga abdomen. Inilah cara G. Wegner
menemukan basis dalam menggunakan peritoneum sebagai
pemindahan cairan, atau ultrafiltrasi peritoneal. Pada tahun
1894, dua orang inggris, Ernest Henry Starling dan Alfred
Herbert Tubby, menemukan bahwa pemindahan cairan melalui
peritoneum diakibatkan oleh pembuluh darah pada membran
7
mengurangi gejala sementara, tapi pasien tersebut meninggal
beberapa waktu kemudian.
8
menggunakan wadah satu liter dengan sebuah tutup dimana
pipa plastik dipasangkan. Ide revolusionernya menggunakan
kateter yang fleksibel daripada pipa yang kaku., seperti yang
lakukan pada masa lalu. Sebagai tambahan, ujung pipa yang
tetap di rongga abdomen memiliki beberapa lubang kecil untuk
mengoptimalkan pemasukan dan pengeluaran cairan dialisis.
9
kateter permanennya tidak hanya menyediakannya dengan
waktu luang yang lebih panjang, tapi juga memberikan
pertolongan pada dialisis peritoneal lebih luas. Kateter Tenckoff
masih digunakan sampai sekarang. Terbuat dari silikon, memiliki
satu atau dua kancing yang mecmudahkan pipa naik ke
peritoneum (selaput perut) dan masuk lapisan dalam jaringan
penghubung.
10
5.Kantong dan tabung
11
Beberapa tim peneliti Itali juga membuat kontribusi yang
berharga pada pencegahan peritonitis, yang paling terkemuka
Umberto buoncristiani dari Perugia, yang menemukan sistem-Y
(Y-set System). Sistem ini mengikutkan sebuah kantong kosong
dan dihubungkan pada sistem, berbentuk mirip huruf Y.
Pertama-tama, penggunaan cairan dialisis dialirkan menuju
kantong kosong, membawa bakteri yang mungkin dari kateter.
Kemudian cairan dialisis baru dibilas melalui tabung dan menuju
kantong selama kira-kira tiga detik. Koneksi ke rongga abdomen
tetap tertutup selama proses ini. Ketika tabung telah dibilas,
konektor kateter pasien dibuka dan cairan PD yang baru
dimasukkan pada rongga (prinsip bilas-sebelum-mengisi).
Tergantung pada sistem, aliran cairan PD (drainase, bilas,
mengisi) dikontrol dengan pengapit alat yang kemudian disebut
Twist Clamp. Teknologi ini memainkan peranan penting dalam
menurunkan jumlah peritonitis. Keuntungan yang lain: pasien
tidak harus membawa kantong yang terhubung pada tubuhnya.
12
6.Zaman Penggunaan Continous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD)
13
harus secara konstan tetap pada tubuh pasien. Sayangnya,
penemuan mereka itu tidak ditanggapi secara serius oleh
Komite Medis. Tapi ketika Popovich dan Moncrief
memperkenalkan kesuksesan klinis yang selanjutnya pada
tahun 1978, komunitas medis kemudian menjadi yakin.
Dibandingkan dengan prosedur yang sebentar-sebentar
(intermittent), metode yang mereka kembangkan membuatnya
mungkin untuk memindahkan cairan dan menyaring darah lebih
stabil dan terus menerus.
14
dan drainase cairan. Terimakasih untuk dialisis otomatis,
sekarang pasien bisa dianalisa sementara tertidur dirumah.
15
Pada pada tahun 1981, jose Diaz –Buxo menawarkan Continous
Cyclic Peritoneal Dialysis (CCPD), yang sekarang paling umum
digunakan pada metode APD. Disini, kelebihan air dan racun
dipindahkan dari pasien pada malam hari menggunakan 10
sampai 15 liter cairan dialisis. Selama waktu itu, satu atau dua
setengah cairan dialisis tetap tersisa di rongga abdomen.
16
8. Baru, cairan biocompatible dialisis peritoneal
Pada awal tahun 1980an, artikel yang sangat terkenal oleh Axel
Duwe diterbitkan, membahas mengenai efek komponen
individual pada cairan PD pada efisiensi peritoneal dalam bakteri
pembunuh untuk pertama kalinya. Beberapa tahun kemudian
kata “bio(dalam)compability” muncul untuk mengindikasikan
ketidaktoleransian cairan dialisis. Pada waktu itu, penelitian
menunjukkan bahwa PD konvensional bisa menghalangi aktifitas
sel utama pada peritoneum dan menyebabkan kerusakan
jangka panjang pada membran. Komplikasi tersebut komplikasi
tersebut bisa menyebabkan kelemahan secara bertahap pada
membran peritoneal dan membuatnya tidak cocok untuk
penggunaan dalam dialiser berikutnya. Cairan dialisis
konvensional memiliki non-fisiologis pH dibawah peritoneum dan
konsentrasi tinggi penurunan produk glukosa. Keduanya
17
menyumbang secara signifikan pada cairan bioincompability.
Sekarang, cairan PD ditawarkan pada wadah multi-ruang yang
memiliki netral pada fisiologis pH dan lebih rendah jumlahnya
secara signifikan pada penurunan jumlah glukosa.
18
menyediakan terapi terapi penggantian ginjal bagi 131,450
pasien pada akhir 2005. Dipasarkan dengan baik di Indonesia
oleh Perusahaan Farmasi yang sangat besar,Kalbe Farma
(sekarang Kalbe Group, tbk.) demi memberi sedikit harapan bagi
pasien dengan PGK di Indonesia. Informasi lebih lanjut
www.kalbefarma.com
9.Diagnosa Keperawatan
Dialysis Ginjal : Peritoneal
19
1. Volume cairan, kelebihan, resiko tinggi terhadap.
2. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap.
3. Trauma, resiko tinggi terhadap.
4. Nyeri (Akut).
5. Infeksi, resiko tinggi terhadap, (Peritonitis).
6. Pola pernapasan, tidak efektif, resiko tinggi terhadap.
FAKTOR RESIKO MELIPUTI
1. Tidak adekuatnya gradien osmotik dialisat. Retensi cairan
(malposisi atau kateter terlipat/bekuan,distensi
usus;peritonitis, jaringan parut peritoneum). Pemasukan
per oral/IV berlebihan.
2. Penggunaan dialisat hipertonik, dengan pembuangan
cairan berlebihan dari volume sirkulasi.
3. Kateter dimasukan ke dalam rongga peritoneal. Sisi dekat
usus/kandung kemih, dengan potensial terjadi perforasi
selama pemasukan atau manipulasi kateter.
4. Iritasi/infeksi dalam rongga peritoneal. Infus dialisat dingin
atau asam, distensi abdominal, infus dialisat cepat.
5. Kontaminasi kateter selama pemasangan. Kontaminasi
kulit pada sisi pemasangan kateter. Peritonitis steril
(respon terhadap komposisi dialisat)
6. Tekanan abdomen/keterbatasan pengembangan
diagfragma; infus dialisat terlalu cepat; nyeri.
TINDAKAN
1. Mandiri:
a. Pertahankan pencatatan volume masuk dan keluar, dan
kumulatif keseimbangan cairan. Rasional : Pada
kebanyakan kasus, jumlah cairan yang keluar harus
sama atau lebih daripada yang masuk.
20
b. Kaji patensi kateter, catat kesulitan pada drainase.
Perhatikan lembaran/plak fibrin. Rasional :
Melambatnya kecepatan aliran/adanya fibrin
menunjukkan hambatan kateter parsial yang perlu
evaluasi/intervensi.
c. Catat seri berat badan, bandingkan dengan pemasukan
dan pengeluaran. Timbang pasien saat abdomen kosong
tanpa dialisat (titik rujukan konsisten). Rasional : Seri
berat badan adalah indikator akurat status volume
cairan. Keseimbangan cairan positif dengan
peningkatan berat badan menunjukkan retensi cairan.
d. Evaluasi terjadinya takipnea, dipsnea, peningkatan
upaya pernapasan. Alirkan dialisat dan beritahu dokter.
Rasional : Distensi abdomen/kompresi diagfragma
dapat menyebabkan kesulitan pernapasan.
Kolaborasi :
a. Perubahan program dialisat sesuai indikasi. Rasional :
Perubahan mungkin diperlukan dalam konsentrasi
glukosa atau natrium untuk memudahkan efisiensi
dialisis.
b. Tambahkan heparin pada dialisa awal, bantu irigasi
kateter dengan garam faal heparinisasi. Rasional :
Beguna dalm mencegah pembentukan bekuan fibrin,
yang dapat menghambat kateter peritoneal.
2. Mandiri :
a. Pertahankan pencatatan volume masuk dan keluar,
dan keseimbangan cairan kumulatif/individual.
Rasional : Memberikan informasi tentang status
21
kehilangan atau peningkatan pasien pada ahkir
pertukaran.
b. Perhatikan keluhan pusing, mual, peningkatan rasa
haus. Rasional : Dapat menunjkan hipovolemia/sindrom
hiperosmolar.
c. Berikan jadwal untuk pengaliran dialisat dari
abdomen. Rasional : Waktu tinggal lama, khususnya
bila menggunakan cairan dextrose 4,25 %, dapat
menyebabkan kehilangan cairan berlebihan.
d. Inspeksi membran mukosa, evaluasi turgor kulit, nadi
perifer, pengisian kapiler. Rasional :Membran mukosa
kering, turgor klit buruk, dan penurunan nadi/pengisian
kapiler adalah indikator dehidrasi dan membutuhkan
peningkatan pemasukan/perubahan dalam kekuatan
dialisat.
Kolaborasi :
a. Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi,
contoh, Natrium serum dan kadar glukosa. Rasional :
Cairan hipertonik dapat menyebabkan hipernatremia
dengan membuang lebih banyak air daripada natrium.
Selain itu dextrose dapat diabsropsi dari dialisat,
sehingga meningkatkan glukosa serum.
3. Mandiri :
a. Biarkan pasien mengosongkan kandung kemih
sebelum pemasangan katetr peritoneal bila kateter
indwelling tidak ada. Rasional : Kandung kemih kosong,
lebih jauh dari sisi pemasukan dan menurunkan
kemungkinan tertusuk selama pemasangan kateter.
22
b. Fiksasi kateter/selang dengan plester. Tekankan
pentingnya pasien menghindari penarikan/mendorong
kateter. Restrain tangan bila di indikasikan. Rasional :
Memnurunkan resiko trauma dengan memnipulasi
kateter.
4. Mandiri :
a. Selidiki keluhan pasien akan nyeri; perhatikan
intensitas (0-10), lokasi, dan faktor pencetus. Rasional :
Membantu dalam mengidentifikasi sumber nyeri dan
intervensi tepat.
b. Jelaskan bahwa ketidaknyamanan awal biasanya
hilang setelah pertukaran pertama. Rasional :
Penjelasan dapat menurunkan ansietas, dan
meningkatkan relaksasi selama prosedur.
c. Perhatikan keluhan nyeri pada area bahu. Cegah
udara masuk ke rongga peritoneum selama infus.
Rasional : Masuknya udara ke peritoneum dapat
mengiritasi diagfragma dan mengakibatkan nyeri pada
bahu. Dapat dikeluhkan juga pada awal terapi, gunakan
volume yang lebih kecil dulu sampai pasien baik.
23
d. Hangatkan dialisat (hangat kering)pada suhu tubuh
sebelum diinfuskan. Rasional : Penghangatan cairan
dapat meningkatkan kecepatan pembuangan urea
melalui dilatasi pembuluh darah. Dialisat dingin
menyebakan vasokonstriksi, yang dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dan /atau terlalu rendah dari suhu inti
tubuh, mencetuskan henti jantung.
Kolaborasi :
a. Berikan analgesik. Rasional : Menghilangkan nyeri dan
ketidaknyamanan.
b. Tambahkan Natrium Hidroksida pada dialisat, bila
diindikasikan. Rasional : Kadang-kadang digunakan
untuk mengubah pH bila pasien tidak toleran pada
keasaman dialisat.
5. Mandiri :
a. Observasi tehnik aseptik dan gunakan masker
selama pertukaran cairan, gunakan prinsip steril saat
pemasangan kateter, ganti balutan dan kapanpun
sistem dibuka. Lakukan pertukaran cairan dialisat
sesuai protokol. Rasional : Mencegah introduksi
organisme dan kontaminasi lewat udara yang dapat
menyebabkan infeksi.
b. Ganti balutan sesuai indikasi dengan hati-hati,
dengan tidak mengubah posisi kateter. Perhatikan
karakter, warna, bau drainase dari sekitar sisi
pemasangan. Rasional : Lingkungan yang lembab
meningkatkan pertumbuhan bakteri. Drainase
24
purulen pada sisi insersi menunjukkan adanya infeksi
lokal.
c. Observasi warna dan kejernihan keluaran. Rasional :
Keluaran keruh diduga infeksi peritoneal.
Kolaborasi :
a. Awasi jumlah SDP dari keluaran. Rasional :
Adanya SDP pada awal dapat menunjukan respon
normal terhadap substansi asing; namun,
berlangsungnya peningkatan diduga terjadi infeksi.
b. Ambil spesimen darah, keluaran cairan,
dan/atau drainase. Rasional : Mengidentifikasi tipe
organisme, pilihan intervensi.
c. Berikan antibiotik secara sistemik atau dalam
dialisat sesuai indikasi. Rasional : Mengatasi infeksi,
mencegah sepsis.
6. Mandiri :
a. Awasi frekuensi/upaya pernapasan. Penurunan
kecepatan infus bila ada dipsnea. Rasional :
Takipnea, dipsnea, dan napas dangkal selama dialisa
diduga tekanan diafragmatik dari distensi rongga
peritoneal atau mungkin menunjukkan komplikasi.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, tingkatkan latihan
napas dalam dan batuk. Rasional : Memudahkan
ekspansi dada/ventilasi dan mobilisasi sekret.
Kolaborasi :
25
a. Berikan analgesik sesuai indikasi. Rasional :
Menghilangkan nyeri, meningkatkan pernapasan
nyaman, upaya batuk maksimal.
b. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi. Rasional :
Memaksimalkan oksigen untuk penyerapan vaskular,
pencegahan/pengurangan hipoksia.
26