Askep Trauma Tumpul Mata

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 60

askep trauma tumpul mata

BAB I
PENDAHULUAN
http://huntingdollar.com/8231b

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan
yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan
bagian yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang
cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain
terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat
trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata
dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi
penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk
mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan
kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya
kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga
dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah
pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai
mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan
terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel,
senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada
golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian
trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita.
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau
menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan
mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan
orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan
bahkan kehilangan penglihatan. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular
berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami
penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat
cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di
Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan

dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31
tahun.
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya
berupa kelainan ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan
atas trauma tumpul, trauma akibat benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma
fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat
ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ
struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel
ataupun non-ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya
laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan
saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola mata.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti untuk
mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang
disebabkan yang akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah
selanjutnya. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit
lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun
CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana Anatomi mata ?
2. Bagaimana Definisi Trauma Tumpul Mata?
3. Bagaimana Etiologi Trauma Tumpul Mata?
4. Bagaimana Tanda dan Gejala Trauma Tumpul Mata?
5. Bagaimana Manifestasi Klinis Trauma Tumpul Mata?
6. Bagaimana Patofisiologi Trauma Tumpul Mata?
7. Bagaimana Pathway Trauma Tumpul Mata?
8. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Trauma Tumpul Mata?
9. Bagaimana Penatalaksanaan Trauma Tumpul Mata?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Trauma Tumpul Mata?
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Anatomi mata.
2. Untuk Mengetahui Definisi Trauma Tumpul Mata
3. Untuk Mengetahui Etiologi
4. Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala

5. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis


6. Untuk Mengetahui Patofisiologi
7. Untuk Mengetahui Pathway
8. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik
9. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan
10. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan
1.4 Manfaat
Penelitian ini dapat digunakan sebagai pengalaman dalam penerapan
ilmu keperawatan gawat darurat khususnya tentang trauma tumpul pada mata.
1.4.1 Bagi Institusi
1.
Digunakan sebagai buku bacaan di perpustakaan agar bisa bermanfaat
bagi para pembaca.
2.
Sebagai bahan bandingan persepsi tentang penatalaksanaan trauma
tumpul pada mata.
1.4.2

Bagi Profesi

1.
Perawat lebih mengetahui tentang konsep pengertian, manfaat, dampak,
penatalaksanaan untuk trauma tumpul pada mata.
2.
Perawat lebih memahami tantang manajemen keperawatan yang dilakukan
pada penatalaksanaan trauma tumpul pada mata.
1.4.3

Bagi Penyusun

1.
Sebagai ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan trauma tumpul pada
mata.
2.
Sebagai aplikasi, dan manajemen keperawatan saat melakukan
penatalaksanaan trauma tumpul pada mata.

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Anatomi Mata


Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan.
Dari luar ke dalam, lapisanlapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh
jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk
bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea
transparan tempat lewatnya berkasberkas cahaya ke interior mata. Lapisan
tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung
pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam
dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di
sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang
dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls
syaraf
Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina.
Semua komponenkomponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina
mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap
dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan
difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel
fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impulsimpuls syaraf ini dan
menjalarkannya ke otak.
Struktur Mata Tambahan, Mata dilindungi dari kotoran dan benda asing oleh alis,
bulu mata dan kelopak mata. Konjungtiva adalah suatu membran tipis yang
melapisi kelopak mata (konjungtiva palpebra), kecuali darah pupil. Konjungtiva
palpebra melipat kedalam dan menyatu dengan konjungtiva bulbar membentuk
kantung yang disebut sakus konjungtiva. Walaupun konjungtiva transparan,
bagian palpebra tampak merah muda karena pantulan dari pembuluh
pembuluh darah yang ada didalamnya, pembuluh pembuluh darah kecil dapat
dari konjungtiva bulbar diatas sklera mata. Konjungtiva melindungi mata dan
mencegah mata dari kekeringan
Kelenjar lakrimalis teletak pada sebelah atas dan lateral dari bola mata. Kelenjar
lakrimalis mengsekresi cairan lakrimalis. Air mata berguna untuk membasahi
dan melembabkan kornea, kelebihan sekresi akan dialirkan ke kantung lakrimalis
yang terletak pada sisi hidung dekat mata dan melalui duktus nasolakrimalis
untuk ke hidung.
http://huntingdollar.com/8231b
Gambar 1: anatomi mata

2.1.1 Bola Mata


Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya
oleh selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke
dalam, yaitu :
1.

Tunica Fibrosa

Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan bagian
anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat
fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam
bola mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi nervus
opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar
yang menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu
vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada
batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan
cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar
ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung
dengan epitel konjungtiva. (2) substansia propria, terdiri atas jaringan ikat
transparan. (3) lamina limitans posterior dan (4) endothel (epithelium posterius)
yang berhubungan dengan aqueous humour.
2.

Lamina vasculosa

Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas
lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (ke
belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang
tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris
(3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di
pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi
camera anterior dan posterior, serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri
atas serat-serat sirkuler dan radier.
3.

Tunica sensoria (retina)

Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya.
Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak
dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ
reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata, di
tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif
dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya.
Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian belakang iris.
Di pusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, macula
lutea, merupakan daerah retina untuk penglihatan paling jelas. Bagian
tengahnya berlekuk disebut fovea sentralis.

Nervus opticus meninggalkan retina lebih kurang 3 mm medial dari macula lutea
melalui discus nervus optici. Discus nervus optici agak berlekuk di pusatnya yaitu
tempat dimana ditembus oleh a. centralis retinae. Pada discus ini sama sekali
tidak ditemui coni dan bacili, sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut
sebagai bintik buta. Pada pengamatan dengan oftalmoskop, bintik buta ini
tampak berwarna merah muda pucat, jauh lebih pucat dari retina di sekitarnya.
2.1.2 Ruang Mata
Bagian dalam bola mata terdiri dari 2 rongga, yaitu anterior dan posterior.
Rongga anterior teletak didepan lensa, selanjutnya dibagi lagi kedalam dua
ruang, ruang anterior (antara kornea dan iris) dan ruang posterior antara iris dan
lensa ). Rongga anterior berisi cairan bening yang dinamakan humor aqueous
yang diproduksi dalam badan ciliary, mengalir ke dalam ruang posterior
melewati pupil masuk ke ruang anterior dan dikeluarkan melalui saluran
schelmm yang menghubungkan iris dan kornea ( sudut ruang anterior).
Iris struktur berwarna, menyerupai membran dan membentuk lingkaran
ditengahnya. Iris mengandung dilator involunter dan otot otot spingter yang
mengatur ukuran pupil. Pupil adalah ruangan ditengah tengah iris, ukuran pupil
bervariasi dalam merespon intensitas cahaya dan memfokuskan objek
( akomodasi ) untuk memperjelas penglihatan, pupil mengecil jika cahaya terang
atau untuk penglihatan dekat. Lensa mata merupakan suatu kristal, berbentuk
bikonfek ( cembung ) bening, terletak dibelakang iris, terbagi kedalam ruang
anterior dan posterior. Lensa tersusun dari sel sel epitel yang dibungkus oleh
membran elastis, ketebalannya dapat berubah ubah menjadi lensa cembung
bila refraksi lebih besar.
2.1.3 Orbita dan Otot-otot Ekstra-okular
Volume rongga orbita orang dewasa 30 mL, sedangkan bola mata hanya mengisi
1/5 rongga orbita. Rongga orbita berbentuk limas segi empat dengan puncak ke
arah dalam. Dinding orbita terdiri dari :
1.

Atap orbita, yaitu tulang frontal (terdapat sinus frontalis)

2.

Dinding lateral, yaitu tulang sphenoidal dan tulang zygomatikus

3.
Dinsing medial, yaitu tulang eithmoidal yang tipis (terdapat sinus eitmoidal
dan sphenoidal)
4.
Dasar orbita, yaitu tulang maksilaris dan Zygomatukus. Pada tulang
maksilaris terdapat sinus maksilaris. Kelenjar makrinalis terdapat dalam fossa
lakrimalis dibagian anterior atap orbita.
Otot-otot ekstraokular terdiri dari empat muskuli yang berorigo pada dinding
belakang dan m. Oblukus superior yang berorigo pada tepi foramen optikum
menempel pada dinding depan atas orbita. Seluruh otot-otot tersebut berinsersi
pada dinding sklera.
2.2 Trauma Tumpul Bola Mata

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola
mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh bubungan bertulang
yang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang
bagi benda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa
mengalami kerusakan.
Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan
akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus
diangkat. Cedera mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan
menilai fungsi penglihatan.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat
juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat
atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering
menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang
menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat
mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata.
Trauma tumpul, meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang berat,
tetapi transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi cedera yang
fatal. Kerusakan yang terjadi bergantung kekuatan dan arah gaya, sehingga
memberikan dampak bagi setiap jaringan sesuai sumbu arah trauma. Trauma
tumpul dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1.
Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda
dari luar terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola
mata
2.
Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi
pada jaringan di sekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata.
Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringan berupa
kerusakan molekular, reaksi vaskular, dan robekan jaringan. Menurut Duke-Elder,
kontusio dan konkusio bola mata akan memberikan dampak kerusakan mata,
dari palpebra sampai dengan saraf optikus.
Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata dapat mengakibatkan hifema. Hifema
adalah darah dalam bilik mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah
pada iris, akar iris dan badan silia.
2.3 Etiologi
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya
trauma, Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata,

terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan


sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
Trauma Tumpul, misalnya: terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka
tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
2.4 Tanda dan gejala
1. subyektif yaitu: Penderita mengeluh nyeri disertai penglihatan yang menurun.
2. obyektif yaitu: (1) pelebaran pembuluh darah perikornea, (2) visus menurun,
(3) hifema, (4) darah yang menempel pada endotel kornea, dan (5) tes fluoresin
dapat (+) atau (-).
2.5 Manifestasi Klinis
Berbagai Kerusakan Jaringan Mata Akibat Trauma diantaranya:
1.

Orbita

Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong dan
menimbulkan fraktur orbita. Fraktur orbita sering merupakan perluasan fraktur
dari maksila yang diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur tripod pada
zygoma yang akan mengenai dasar orbita. Apabila pintu masuk orbita menerima
suatu pukulan, maka gaya-gaya penekan dapat menyebabkan fraktur dinding
inferior dan medial yang tipis, disertai dengan prolaps bola mata beserta
jaringan lunak ke dalam sinus maksilaris (fraktur blow-out). Mungkin terdapat
cedera intraokular terkait, yaitu hifema, penyempitan sudut, dan ablasi retina.
Enoftalmos dapat segera terjadi setelah trauma atau terjadi belakangan setelah
edema menghilang dan terbentuk sikatrik dan atrofi jaringan lemak.
Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan
paralisis otot-otot ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus.
Diplopia dapat disebabkan kerusakan neuromuskular langsung atau edema isi
orbita. Dapat pula terjadi penjepitan otot rektus inferior orbita dan jaringan di
sekitarnya. Apabila terjadi penjepitan, maka gerakan pasif mata oleh forseps
menjadi terbatas.
2. Palpebra
Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai mata
dapat berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis,
dan erosi palpebra.
3. Konjungtiva
Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau
khemosis dan edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan
terapi karena akan hilang dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat
bervariasi, dari ptekie hingga makular.

Bila terdapat perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus
diwaspadai adanya fraktur orbita atau ruptur sklera.
4. Sklera
Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik
depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola
mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi
karena trauma langsung mengenai sklera sampai perforasi, namun dapat pula
terjadi pada trauma tak langsung.
5. Koroid dan korpus vitreus
Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid ke
belakang dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup) sehingga
dapat menyebabkan edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila
perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan menimbulkan perdarahan vitreus.
Perdarahan dapat terjadi di subretina dan suprakoroid. Akibat perdarahan dan
eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera.
Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas,
biasanya terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada
membran Bruch. Kontusio juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis,
dan degenerasi koroid.
6. Kornea
Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema
interstisial dalah edema yang terjadi di substania propria yang membentuk
kekeruhan seperti cincin dengan batas tegas berdiameter 2 3 mm.
Lipatan membrana Bowman membentuk membran seperti lattice. Membrana
descement bila terkena trauma dapat berlipat atau robek dan akan tampak
sebagai kekeruhan yang berbentuk benang. Bila endotel robek maka akan terjadi
inhibisi humor aquous ke dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi edema.
Bila robekan endotel kornea ini kecil, maka kornea akan jernih kembali dalam
beberapa hari tanpa terapi.
Deposit pigmen sering terjadi di permukaan posterior kornea, disebabkan oleh
adanya segmen iris yang terlepas ke depan. Laserasi kornea dapat terjadi di
setiap lapisan kornea secara terpisah atau bersamaan, tetapi jarang
menyebabkan perforasi.

7. Iris dan Korpus Siliaris


Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila trauma
ringan. Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan
iridoplegi dan spasme akomodasi sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti
dengan paralisis otot akomodasi, yang dapat menetap bila kerusakannya cukup

hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus dibantu
dengan kacamata.
Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa vasokonstriksi
yang segera diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan hiperemia. Eksudasi
kadang-kadang hebat sehingga timbul iritis. Perdarahan pada jaringan iris dapat
pula terjadi dan dapat dilihat melalui deposit-deposit pigmen hemosiderin.
Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus siliaris dapat menyebabkan
terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut hifema.
Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya
kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar okuli
anterior. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler
okuler. Darah ini dapat bergerak dalam kamera anterior, mengotori permukaan
dalam kornea.
Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris
atau korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah
kornea, hal ini merupakan suatu keadaan yang serius. Pembagian hifema:
1) Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
2) Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
3) Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan
mempengaruhi visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Tanda dan gejala hifema, antara lain:
1)

Pandangan mata kabur

2)

Penglihatan sangat menurun

3)

Kadang kadang terlihat iridoplegia & iridodialisis

4)

Pasien mengeluh sakit atau nyeri

5)

Nyeri disertai dengan efipora & blefarospasme

6)

Pembengkakan dan perubahan warna pada palpebra

7)

Retina menjadi edema & terjadi perubahan pigmen

8)

Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan

9)

Pupil tetap dilatasi (midriasis)

10) Tidak bereaksi terhadap cahaya beberapa minggu setelah trauma.


11) Pewarnaan darah (blood staining) pada kornea
12) Kenaikan TIO (glukoma sekunder )
13) Sukar melihat dekat

14) Silau akibat gangguan masuknya sinar pada pupil


15) Anisokor pupil
16) Penglihatan ganda (iridodialisis)
Hifema primer dapat cepat diresorbsi dan dalam 5 hari bilik mata depan sudah
bersih. Komplikasi yang ditakutkan adalah hifema sekunder yang sering terjadi
pada hari ke-3 dan ke-5, karena viskositas darahnya lebih kental dan volumenya
lebih banyak. Hifema sekunder disebabkan lisis dan retraksi bekuan darah yang
menempel pada bagian yang robek dan biasanya akan menimbulkan perdarahan
yang lebih banyak.
Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang
di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di
lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus,
kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.

Gambar 2: hifema

8. Lensa
Kerusakan yang terjadi pada lensa paska-trauma adalah kekeruhan, subluksasi
dan dislokasi lensa. Kekeruhan lensa dapat berupa cincin pigmen yang terdapat
pada kapsul anterior karena pelepasan pigmen iris posterior yang disebut cincin
Vosslus. Kekeruhan lain adalah kekeruhan punctata, diskreta, lamelar aau difus
seluruh massa lensa.
Akibat lainnya adalah robekan kapsula lensa anterior atau posterior. Bila robekan
kecil, lesi akan segera tertutup dengan meninggikan kekeruhan yang tidak akan
mengganggu penglihatan. Kekeruhan ini pada orang muda akan menetap,
sedangkan pada orang tua dapat progresif menjadi katarak presenil. Dengan
kata lain, trauma dapat mengaktivasi proses degeneratif lensa.
Subluksasi lensa dapat aksial dan lateral. Subluksasi lensa kadang-kadang tidak
mengganggu visus, namun dapat juga mengakibatkan diplopia monokular,
bahkan dapat mengakibatkan reaksi fakoanafilaktik. Dislokasi lensa dapat terjadi
ke bilik depan, ke vitreus, subskleral, ruang interretina, konjungtiva, dan ke
subtenon. Dislokasi ke bilik depan sering menyebabkan glaukoma akut yang
hebat, sehingga harus segera diekstraksi. Dislokasi ke posterior biasanya lebih
tenang dan sering tidak menimbulkan keluhan, tetapi dapat menyebabkan
vitreus menonjol ke bilik depan dan menyebabkan blok pupil dan peninggian TIO.
9. Retina
Edema retina terutama makula sering terjadi pada kontusio dan konkusio okuli.
Bila hebat dapat meninggalkan bekas yang permanen. Edem retina bisa terjadi

pada tempat kontusio, tetapi yang paling sering terjadi mengenai sekeliling
diskus dan makula. Dapat pula terjadi nekrosis dan perdarahan retina yang pada
proses penyembuhan akan meninggalkan atrofi dan sikatrik.
Pada edem makula, tampak retina di sekeliling makula berwarna putih ke abuabuan dengan bintik merah di tengahnya, menyerupai gambaran oklusi arteri
retina sentralis. Edema dapat berkembang menjadi kistik atau macular hole. Bila
edema tidak hebat, hanya akan meninggalkan pigmentasi dan atrofi. Segera
setelah trauma, terjadi vasokonstriksi yang diikuti oleh vasodilatasi,
menyebabkan edema dan perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di retina,
subhyaloid, atau bahkan dapat ke vitreus, sehingga pada penyembuhannya
menyebabkan retinopati proliferatif.
Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi
pada mata yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehingga
trauma yang ringan sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina sering
disertai dengan ruptur koroid. Dialisis ora serata sering terjadi pada kuadran
inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga atau tapal kuda, disertai
dengan ablasio retina. Ablasio retina pada kontusio dan konkusio dapat terjadi
akibat:
1)

Kolaps bola mata yang tiba-tiba akibat ruptur

2)

Perdarahan koroid dan eksudasi

3)

Robekan retina dan koroid

4)

Traksi fibrosis vitreus akibat perdarahan retina atau vitreus.

5)

Adanya degenerasi retina sebelumnya, trauma hanya sebagai pencetus.

10. Nervus Optikus


Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan edem dan inflamasi di sekitar diskus
optik berupa papilitis, dengan sekuele berupa papil atrofi. Keadaan ini sering
disertai pula dengan kerusakan koroid dan retina yang luas. Kontusio dan
konkusio yang hebat juga mengakibatkan ruptur atau avulsi nervus optikus yang
biasanya disertai kerusakan mata berat.
2.6 Patofisiologi
Trauma tumpul pada kornea atau limbus menimbulkan tekanan sangat
tinggi dalam waktu singkat didalam bola mata sehingga terjadi penyebaran
tekanan kecairan badan kaca dan jaringan skelera yang tidak elastis yang
mengakibatkan peregangan dan robekan jaringan pada kornea dan skelera,
sudut irido-kornea, badan siliari sehingga terjadi perdarahan.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan paska-cedera bertujuan menilai ketajaman visus dan sebagai
prosedur diagnostik, antara lain:
1.
Kartu mata snellen (tes ketajaman pengelihatan) : mungkin terganggu
akibat kerusakan kornea, aqueus humor, iris dan retina.
2.
Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh patologi
vaskuler okuler, glukoma.
3.
Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler ( TIO ) normal 12-25
mmHg.
4.
Tes provokatif : digunakan untuk menentukan adanya glukoma bila TIO
normal atau meningkat ringan.
5.
Pemerikasaan oftalmoskopi dan teknik imaging lainnya (USG, CT-scan, xray): mengkaji struktur internal okuler, edema retine, bentuk pupil dan kornea.
6.
Darah lengkap, laju sedimentasi LED : menunjukkan anemia
sistemik/infeksi.
7.

Tes toleransi glokosa : menentukan adanya /kontrol diabetes

Pada hifema Cara Pemeriksaan yaitu: (1) anastesi lokal bila ada blefarospasme,
(2) tes fluoresin, dan (3) pemeriksaan anterior dengan: lampu senter, loupe, dan
slite lamp biomicroscope.
Penyulit yaitu: glaukoma sekunder, uveitis, hefema sekunder, dan hemosiderosis.
2.9 Penatalaksanaan
Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas
adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai
pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan
sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan
meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan
secara parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung fox pada mata.
Analgetik, aneiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan,
dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari
substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat
meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu
terjadinya herniasi isi intraokular.
Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan
timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu
berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna,
dan obat lainnya yang diberikan ke mata yang cedera harus steril.
Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek
kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap
cedera yang cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga
meningkatkan risiko perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian
yang serius, yaitu pada kasus hifema.
Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema
dan perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang
sendiri dalam beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu
mengurangi edema dan menghilangkan nyeri, dilanjutkan dengan kompres
hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat penyerapan darah. Pada
laserasi kornea , diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan
penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi
dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan
viskoelastik. Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan
irigasi mekanis atau vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 90 interrupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara
dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan.
Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera
makula, robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular
intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah
kondisi tersebut.

Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka
pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata
yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya
perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmentasi
hemosiderin.
Penanganan hifema, yaitu :
1.

Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.

2.

Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.

3.

Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60 diberi koagulasi.

4.
Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat.
(asetasolamida).
5.

Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.

6.

Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang

7.
Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan
dilakukan bila ada tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema
penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda
hifema akan berkurang.
8.

Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.

9.
Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH
selama 5 hari.
10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.
11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.
12. anastesi lokal dengan pentocain tetes mata 2% tiap menit selama 5 menit.
13. kelopak mata atas dan bawah dibuka dengan spekulum untuk mencari
benda asing.
14. pengeluaran benda sing dengan: kapas lidi steril, ujung jarum suntik tumpul
15. salep mata antibiotik 3 kali perhari dan mata dibebat selama 2 hari.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama, Umur, jenis kelamin,TB,BB, Alamat, status perkawinan, Agama, Suku,
Pendidikan, Pekerjaan.
2. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama (saat masuk Rumah Sakit)
Keluhan utama pada pasien dengan trauma tumpul pada mata adalah Nyeri
pada matanya
2) Riwayat Kesehatan sekarang
Selama kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, klien merasa nyeri pada
kedua matanya, Kemudian klien memberi obat tetes tetapi tidak ada efeknya
juga.
3) Riwayat penyakit dahulu

Pasien belum pernah menderita penyakit tersebut


4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak memiliki penyakit seperti yang di alami klien
3. Pengkajian Fungsional
1)

Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan

Ketika pasien merasa pusing,sesak nafas,jantung berdebar-debar pasien


langsung pergi berobat ke pukesmas
2)

Pola nutrisi dan metabolic

Sebelum sakit, intake makanan : frekuensi 3x sehari dan minum : 6-8 gelas /hari
tetapi selama sakit, intake makanan berkurang menjadi : 2x sehari dengan
syarat bebas lemak/kolesterol dan Minum : 5-7 gelas /hari
3)

Pola eliminasi

Eliminasi Buang Air Besar (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) tidak ada perubahan
yaitu Frekuensi BAK : 4-5x sehari dan BAB : 2x sehari. Tidak ada keluhan terkait
dengan pola eliminasi

4)

Pola istirahat dan tidur

Sebelum sakit klien Tidur jam 21.00-05.00 WIB Lama tidur 8 jam, siang hari 2
jam dan Selama sakit klien Tidur jam 23.00-03.00 WIB Lama tidur hanya 4 jam,
siang hari 1 jam.
5)

Pola aktivitas latihan

Kemampuan perawatan diri, Makan/minum, Mandi,


Toileting, Berpakaian, Mobilitas di tempat tidur dan Berpindah.
6)

Persepsi sensorik / perceptual

Klien mengatakan penglihatannya berkurang karena nyeri pada mata,


pendengaran baik
7)

Pola konsep diri

Pasien mengatakan meras sedih karena tidak dapat melakukan aktivitas seperti
biasa,
8)

Pola seksual-reproduksi

Pasien mengatakan mempunyai 3 orang anak dan selama berkeluarga tidak


pernah menggunakan alat kontrasepsi
9)

Pola hubungan dan peran

Hubungan dengan anak-anaknya, suami dan dengan pasien lain serta perawat
lain baik
10) Pola koping dan stress
Pasien selalu terbuka atas segala masalah pasrah kepada petugas kesehatan
dan juga menyerahkan kesembuhannya pada tuhan YME
11) Pola nilai dan keyakinan
Klien sering mengikuti pengajian di musola di tempat tinggalnya dan juga setiap
sholat kadang-kadang membaca al quran, sekarang hanya bisa berdoa dengan
tiduran di tempat tidur.
4. Pemeriksaan Fisik (Head to toe)
Bentuk kepala

: mesosopal

Rambut

: hitam, tidak berketombe, sedikit beruban

Mata

: kondisi konjungtiva, sclera,palpebra,iris,dll.

Hidung

: tidak ada polip, bersih

Mulut

: mukosa kering dan pecah-pecah, tidak berbau, dan

tidak Caries
Leher

: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe

Dada

: sebelah kiri terjadi pembesaran, dan tidak ada kelainan

Abdomen

: terdapat asites, nyeri abdomen

Ekstremitas

: terpasang kateter, tidak ada udem

Anus

: bersih, tidak ada haemorhoid

Tanda-tanda Vital

: T

5. Data Penunjang Lain

: 110/70 MMhG

: 75x/MENIT

RR

: 20x/MENIT

: 37C

1) Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin


mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan
pada sistem suplai untuk retina.
2) Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa,
trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan
pembuluh darah akibat trauma.
3) Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan
bola mata (normal 10-20 mmHg).
4) Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal
dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
6. Program Terapi
1. Terapi farmakologi
2. Terapi invasive
3.2

Diagnosa Keperawatan (sesuai prioritas)

1. Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan


tekanan intraokular.
2. Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori
/ status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi.
3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder
terhadap interupsi permukaan tubuh.
4. Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasan
informasi.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang
menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat
mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata.

Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata (Hifema). Hifema adalah darah dalam bilik
mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris dan
badan silia.
Trauma Tumpul, misalnya: terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka
tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
Tanda subyektif yaitu: Penderita mengeluh nyeri disertai penglihatan yang
menurun dan tanda obyektif yaitu: (1) pelebaran pembuluh darah perikornea, (2)
visus menurun, (3) hifema, (4) darah yang menempel pada endotel kornea, dan
(5) tes fluoresin dapat (+) atau (-).
Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang
di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di
lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus,
kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
4.2 Saran
Dari kesimpulan diatas organ mata merupakan organ yang penting bagi
manusia karena dengan mata kita dapat mengetahui apa saja yang kita lihat dan
melakukan sesuatu yang kita inginkan diantaranya belajar, membaca, lihat TV
dll.
Untuk itu penulis menyarankan agar kita selalu menjaga alat indra kita.
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang kegawat
daruratan mata agar kita dapat melakukan tindakan untuk mengatasi hal
tersebut terutam trauma tumpul pada mata.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2.
Jakarta : EGC
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis
Company.
Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan
Essentia Media.
Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI
Jakarta.

Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta


Soemarsono. 1999. Contusio Oculi. Cermin Dunia Kedokteran;15:32-4

Colby K. Blunt injuries to the eye. The Merck Manuals.2007 (diakses dari website
www.merckmanuals.com, pada tanggal 8 Juli 2009

Rubsamen PE. 2004.Trauma in Ophthalmology. Edisi II. Editor: Yanoff M, Duker JS,
Augsburger JJ. Mosby,

Sidarta, Ilyas. 1998.Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI

Tucker, Susan Martin et al. 2003. Standar Perawatan Pasien : proses


keperawatan, diagnosis dan evaluasi. Alih bahasa Yasmin Asih dkk. Ed. 6.
Jakarta : Egc

Asbury T, Sanitato JJ. 2000. Trauma dalam Oftalmologi Umum edisi 14. Editor
Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU.
Jakarta: Widyamedika,

Sjukur BA, Yogiantoro M. Lensa. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF
Ilmu Penyakit Mata. Surabaya, RSUD Dokter Soetomo: 1994; 37 4
Prihatno AS. Cedera Mata. 2007 (Diakses dari website www.medicastore.com,
pada tanggal 8 Juli 2009)

Hilman H. Setyowati EE, Hamdanah. Ilmu Penyakit Mata I. SMC press, 1998.
Jalilah NH. Hifema. STIKES Ngudi Waluyo, Ungaran 2007 (diakses dari website
www.indoskripsi.com, pada tanggal 8 Juli 2009)

Khaw PT, Shah P, Elkington AR. 2004.Injury to the eye. Br Med J;328:36-8

Berke SJ. 2004.Post-traumatic glaucoma in Ophthalmology. Edisi II. Editor: Yanoff


M, Duker JS, Augsburger JJ. Mosby,

Diposkan 16th November 2012 oleh alan alaudin

Askep Trauma Tumpul Pada Mata

ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA TUMPUL PADA MATA
GADAR II

Logo UNIK_CLR

Disusun Oleh :
1.

Rizky D.C. Rahayu

(10620373)

2.

Rois

3.

Siti Arifah

(10620375)

4.

Vaniaji Satria

(10620377)

5.

Wahyu Antoro

(10620378)

6.

Wisnu Dwi W.

(10620379)

(10620374)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2013

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup
baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain
terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat
trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata
dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi
penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk
mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan
kebutaan.
Kemajuan mekanisasi teknik dan bertambah banyaknya kawasan industri,
kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah
ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung
kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-anak
kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari
permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin,
tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada
golongan sosial ekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian
trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita.
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau
menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan
mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan
orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
1

Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan


bahkan kehilangan penglihatan. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular
berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami
penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat
cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di
Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan
dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31
tahun.
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya
berupa kelainan ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan

atas trauma tumpul, trauma akibat benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma
fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat
ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ
struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel
ataupun non-ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya
laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan
saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola mata.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti untuk
mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang
disebabkan yang akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah
selanjutnya. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit
lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun
CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.

1.2

Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :


Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma tumpul pada
mata?

1.3

Tujuan

1.3..1

Tujuan umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma tumpul


pada mata.
1.3..2

Tujuan khusus

1.

Untuk mengetahui definisi trauma tumpul pada mata

2.

Untuk mengetahui etiologi trauma tumpul pada mata

3.

Untuk mengetahui patifisiologi trauma tumpul pada mata

4.

Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma tumpul pada mata

5.

Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang trauma tumpul pada mata

6.

Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma tumpul pada mata

7.

Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan trauma tumpul pada mata

1.4

Manfaat

1.4.1 Bagi Mahasiswa


Mahasiswa mampu mempelajari dan memahami tentang asuhan keperawatan
trauma tumpul pada mata.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Mampu memahami tentang asuhan keperawatan trauma tumpul pada mata,
sehingga bisa melakukan pencegahan.
1.4.3 Bagi Institusi
Mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada publik tentang pengobatan,
dan memberikan penyuluhan tentang asuhan keperawatan trauma tumpul pada
mata.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola
mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh bubungan bertulang
yang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang
bagi benda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa
mengalami kerusakan. Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa
mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi
kebutaan atau mata harus diangkat. Cedera mata harus diperiksa untuk
menentukan pengobatan dan menilai fungsi penglihatan.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan
yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan
bahkan kehilangan mata.
Trauma tumpul okuli adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang
keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut
dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan
pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.
Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas sehari-hari ataupun karena
olahraga. Biasanya benda-benda yang sering menyebabkan trauma tumpul
berupa bola tenis, bola sepak, bola tenis meja, shuttlecock dan lain sebagianya.
Trauma tumpul dapat bersifat counter coupe, yaitu terjadinya tekanan akibat

trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi yang bersebrangan sehingga jika
tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan sampai dengan makula.

2.2

Etiologi

Penyebab dari trauma ini adalah :


1.

Benda tumpul
Trauma tumpul disebabkan akibat benturan mata dengan benda yang relatif
besar, tumpul, keras maupun tidak keras misalnya terpukul, kena bola tenis,
atau shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
2.

Benturan atau ledakan dimana terjadi pemadatan udara

2.3

Patofisiologi

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada


pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan
perdarahan dalam bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling
lemah. Suatu trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan
hidraulis yang dapat menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek
lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang
timbul dari suatu trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui
sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta
menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang
terjadi dalam beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses
homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap sehingga akan menjadi
jernih kembali.

2.4

Manifestasi Klinis

a.
Rongga Orbita : suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang
yang membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila,
platinum dan zigomatikus. Jika pada trauma mengenai rongga orbita maka akan
terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf), perdarahan didalam
rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.
b.
Palpebra : Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata,
serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan

komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi
bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak
mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang
ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan
penutupan kelopak (lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya permukaan
mata sehingga terjadi keratitis. Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka
akan terjadi hematom, edema palpebra yang dapat menyebabkan kelopak mata
tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata
(lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).
c.
Konjungtiva : Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang
dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama
kornea. Robekan pembuluh darah konjungtiva (perdarahan subkonjungtiva)
adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika konjungtiva terkena trauma.
d.
Kornea : Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening
mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi
oleh banyak saraf. Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi,
laserasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang
sangat, mata berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat muncul akibat
trauma pada kornea.
e.
Iris atau badan silier : merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea
dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar
posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat
tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada
setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar
anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis
mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah
arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf
optik. Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas dari
insersinya) merupakan tanda patologik jika trauma mengenai iris.
f.
Lensa : Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa
mempunyai sifat tertentu, yaitu : Kenyal atau lentur karena memegang peranan
terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan
karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di tempatnya. Secara
patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi lensa mata
(perpindahan tempat).
g.

Korpus vitreus : perdarahan korpus vitreus.

h.
Retina : Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas
penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca
dan koroid. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior berakhir
pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu
penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm

yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat
bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea. Secara patologik jika retina
terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio retina, fotopsia,
lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola mata.
i.
Nervus optikus : N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan
kebutaan

2.5

Pemeriksaan Penunjang

a.
Pemeriksaan Fisik : dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman
penglihatan.
b.

Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.

c.
Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera
kelihatan jelas.
d.

Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata.

e.
Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek :
untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler.
f.
Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini
dilakukan dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa,
kemudian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp
dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat
perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.
g.
Pemeriksaan CT - Scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui
posisi benda asing.
h.
Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi
pada retina.
i.
Kartu snellen : pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin
mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan
pada sistem suplai untuk retina.
j.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal
tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
k.
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal
dari okuler, papiledema, retina hemoragik.
l.
Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat
membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.
m. Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa trauma asam atau basa.

2.6

Penatalaksanaan

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas
adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai
pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan
sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan
meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan
secara parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung fox pada mata.
Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan,
dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari
substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat
meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu
terjadinya herniasi isi intraokular.
Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan
timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu
berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna,
dan obat lainnya yang diberikan ke mata yang cedera harus steril.
Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek
kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap
cedera yang cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga
meningkatkan risiko perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian
yang serius, yaitu pada kasus hifema.
Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema
dan perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang
sendiri dalam beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu
mengurangi edema dan menghilangkan nyeri, dilanjutkan dengan kompres
hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat penyerapan darah. Pada
laserasi kornea , diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan
penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi
dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan
viskoelastik. Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan
irigasi mekanis atau vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 90 interrupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara
dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan.
Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera
makula, robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular
intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah
kondisi tersebut.
Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka
pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata
yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya

perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmentasi


hemosiderin.
Penanganan hifema, yaitu :
1.

Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.

2.

Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.

3.

Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60 diberi koagulasi.

4.
Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat.
(asetasolamida).
5.

Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.

6.

Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang

7.
Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan
dilakukan bila ada tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema
penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda
hifema akan berkurang.
8.

Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.

9.
Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH
selama 5 hari.
10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.
11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.
12. Anastesi lokal dengan pentocain tetes mata 2% tiap menit selama 5 menit.
13. kelopak mata atas dan bawah dibuka dengan spekulum untuk mencari
benda asing.
14. pengeluaran benda sing dengan: kapas lidi steril, ujung jarum suntik tumpul
15. Salep mata antibiotik 3 kali perhari dan mata dibebat selama 2 hari.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1

Pengkajian

1.
Identitas pasien meliputi nama, usia (dpt terjadi pada semua usia),
pekerjaan (tukang las,pegawai pabrik obat,dll),jenis kelamin (kejadian banyak
pada laki-laki).
2.

Keluhan utama

Klien dapat mengeluh adanya penurunan penglihatan, nyeri pada mata,


keterbatasan gerak mata.
3.

Riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat penyakit yang mungkin diderita klien seperti DM dapat menyebabkan


infeksi yang terjadi pada mata sulit sembuh, riwayat hipertensi.
4.

Riwayat penyakit sekarang

Yang perlu dikaji adalah trauma disebabkan karena truma tumpul,tajam,atau


mekanik, tindakan apa yang sudah dilakukan pada saat trauma terjadi.
5.

Riwayat psikososial

Pada umumnya klien mengalami berbagai derajat ansietas, gangguan konsep


diri dan ketakutan akan terjadinya kecacatan mata, gangguan penglihatan yang
menetap atau mungkin kebutaan. Klien juga dapat mengalami gangguan
interaksi sosial.
6.
1)

Pemeriksaan fisik
B1(Breath)

Pada sistem ini tidak didapatkan kelainan jika perdarahan tidak menyumbat jalan
nafas.
2)

B2 (Blood)

Tidak ada gangguan perfusi, adanya peningkatan nadi/tekanan darah


dikarenakan pasien takut dan cemas.
3)

B3 (Brain)

Pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan TIO (tekanan intra
orbital).
4)

B4 (Bladder)

Kebutuhan eliminasi dalam batas normal.


5)

B5 (Bowel)

Tidak ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal.


6)

B6 (Bone)

Ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan adanya kelainan.

7)

Pemeriksaan khusus pada mata :

a)

Visus (menurun atau tidak ada),

b)
Gerakan bola mata ( terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian
pergerakan bolam mata)
c)

Konjungtiva bulbi (adanya hiperemi atau adanya nekrosis)

d)

Kornea ( adanya erosi,keratitis sampai dengan nekrosis pada kornea)

3.2

Diagnosa keperawatan

1.
Nyeri akut berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri sekunder
terhadap trauma tumpul.
2.
Resiko terjadi komplikasi dan perdarahan ulang berhubungan dengan
patologi vaskuler okuler.
3.

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

4.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan
ketajaman penglihatan.
5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
perawatan diri dan proses penyakit.

3.3
1.

Intervensi
Diagnosa 1:

Nyeri akut berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri sekunder terhadap


trauma tumpul.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, rasa nyeri berkurang.
Kriteria Hasil :
a.

Pasien mendemonstrasikan pengetahuan pengontrolan nyeri

b.
Pasien mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur yang tidak
terganggu
c.

Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri ringan (1-3)

Intervensi:
a)

Kaji tipe, intensitas dan lokasi nyeri

Rasional : Untuk menentukan intervensi yang sesuai dan keefektifan dari terapi
yang diberikan.
b)

Gunakan tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgetik

Rasional : Membantu dalam pemberian dosis yang sesuai


c)

Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi

Rasional : Relaksasi dapat mengurangi tingkat nyeri


d)

Pertahankan tirah baring dengan posisi tegak atau posisi kepala 60

Rasional : Mengurangi tekanan pada TIO sehingga dapat mengurangi rasa


nyeri
e)

Lakukan bebat mata pada bagian yang sakit

Rasional : Mengurangi rasa nyeri dan agar dapat mengurangi rasa nyeri.
f)

Kolabirasi pemberian sedasi untuk meminimalkan aktivitas

Rasional : Dengan aktivitas berkurang sehingga nyeri juga dapat berkurang


g)

Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri.

2.

Diagnosa 2:

Resiko terjadi komplikasi dan perdarahan ulang berhubungan dengan patologi


vaskuler okuler.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi perdarahan
ulang.
Kriteria Hasil:
a.

Perdarahan utama segera berhenti dan dapat diserap kembali

b.

Jumlah darah dalam kamera okuli anterior tidak bertambah

c.

Tidak terjadi obstruksi pada jaringan trabekular

Intervensi:
a)

Kaji jumlah perdarahan pada okuli anterior

Rasional : Mengetahui seberapa banyak perdarahan dan mengantisipasi


kekurangan HB.

b)
TIO

Mata diperiksa untuk melihat adanya perdarahan sekunder dan kenaikan

Rasional : Memudahkan melakukakan intervensi lanjut dan mengontrol


peningkatan TIO
c)

Pertahankan tirah baring dan pemberian sedasi untuk minimal aktivitas.

Rasional : Tirah baring dapat mengurangi aktivitas yang dapat menyebabkan


nyeri dan kenaikan TIO.
d)
Berikan balut tekan pada mata yang sakit dan lakukan penggantian
balutan.
Rasional : Berikan balut tekan pada mata yang sakit dan lakukan penggantian
balutan.
e)

Beri koagulansia dan antibiotika.

Rasional : Antibiotik dapat mengurangi resiko infeksi pada luka.


f)

Berikan anhidrase karbonat (asetasolamide) untuk atasi kenaikan TIO.

Rasional : Asetosalamide dapat menurunkan kenaikan TIO.

3.

Diagnosa 3:

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan penglihatan.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu beradaptasi
dengan perubahan.

Kriteria Hasil :
a.

Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan

b.

Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat

Intervensi:
a)

Perkenalkan pasien dengan lingkungan sekitarnya

Rasional : Dengan memperkenalkan lingkungan disekitar, dapat memudahkan


klien dalam beraktifitas dan mengurangi injuri.
b)

Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera yang lain

Rasinal
: Mengurangi kerja indra yang sedang mengalami luka atau
perdarahan.
c)
Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan
ansietas.
Rasional : Adanya kunjungan yang sering kebutuhan klien dapat terpenuhi dan
ansietas klien dapat berkurang atau hilang karena klien merasa terlindungi.
d)

Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas.

Rasional : Klien merasa diperhatikan oleh keluarga klien sehingga klien jadi
merasa aman.
e)

Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang.

Rasional : Istirahat yang cukup dapat mengurangi rasa sakit dan mempercepat
proses penyembuhan.

4.

Diagnosa 4:

Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan


ketajaman penglihatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, ansietas dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
a.
Pasien mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk
mengurangi ansietas
b.

Pasien mendemonstrasikan pemahaman proses penyakit

Intervensi:
a)

Kaji tingkat ansietas pasien

Rasional : Mengetahui tingkat ansietas klien dan mempermudahkan untuk


melakukan intervensi selanjutnya.
b)

Diskusikan metode penanganan ansietas

Rasional : Dengan diskusi dapat di ketahui metode apa yang cocok untuk
menangani ansietas.
c)

Dorong mengungkapkan ansietas

Rasional : Dengan mengungkapkan ansietas perawat dapat menyebabkan


ansietas.

d)

Pertahankan limgkungan yang tenang

Rasional : Lingkungan yang tenang dapat mengurangi stres.


e)

Berikan dukungan emosional

Rasional : Dengan dukungan dari keluarga perasaan klie bisa jadi lebih tenang.
f)
Tempatkan seluruh barang-barang yang dibutuhkan dalam jarak yang
dapat dijangkau
Rasional : Memudahkan mengambil barang-barang agar tidak terjadi injuri
karena penurunan ketajaman penglihatan.
g)

Pastikan bahwa bantuan terhadap aktivitas sehari-hari akan ada

Rasional : Dengan adanya bantuan maka klien tidak terlalu banyak melakukan
aktivitas.
h)

Bantu atau ajarkan teknik relaksasi, nafas dalam, meditasi

Rasional : Teknik relaksasi dapat mengurangi rasa sakit dan ansietas dapat
berkurang.

BAB 4
PENUTUP

4.1

Kesimpulan

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang


menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat
mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata.
Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata (Hifema). Hifema adalah darah dalam bilik
mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris dan
badan silia. Trauma Tumpul, misalnya: terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock,
membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
Tanda subyektif yaitu: Penderita mengeluh nyeri disertai penglihatan yang
menurun dan tanda obyektif yaitu: (1) pelebaran pembuluh darah perikornea, (2)
visus menurun, (3) hifema, (4) darah yang menempel pada endotel kornea, dan
(5) tes fluoresin dapat (+) atau (-).
Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang
di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di

lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus,


kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.

4.2

Saran

4.2.1 Bagi Mahasiswa


Diharapkan mahasiswa mampu mempelajari dan memahami tentang asuhan
keperawatan trauma tumpul pada mata.
4.2.2 Bagi Masyarakat
Diharapkan mampu memahami tentang asuhan keperawatan trauma tumpul
pada mata, sehingga bisa melakukan pencegahan.
4.2.3 Bagi Institusi

Diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada publik tentang


pengobatan, dan memberikan penyuluhan tentang asuhan keperawatan trauma
tumpul pada mata.
DAFTAR PUSTAKA

Asbury T, Sanitato JJ. 2000. Trauma dalam Oftalmologi Umum edisi 14. Editor
Vaughan
Carpenito, L.J. 2007. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 10.
Jakarta : EGC
DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya
Medika
Doengoes, Marylin E., 2000, Nursing Care Plans. USA Philadelphia: F.A Davis
Company
Ilyas, Sidarta. 2005. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI
Jakarta
Tucker, Susan Martin et al. 2003. Standar Perawatan Pasien : proses
keperawatan, diagnosis dan evaluasi. Alih bahasa Yasmin Asih dkk. Ed. 6.
Jakarta : Egc

Trauma mata

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa arena atas berkat dan rahmatNya
sehingga pembuatan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah dalam judul
Trauma Mata penuis susun sebagai tugas dari salah satu dosen pengampu
mata ajar KMB II system penglihatan.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak
tidak lupa pada kesempatan kali ini penuis menyampaikan terima kasih kepada
yang terhormat:
1.
Bapak Suwarsono, S.KM, S.Pd selaku direktur Akper Ngesti Waluyo
Parakan.
2.

Ibu Desak

selaku dosen pembimbing

3.
Rekan-rekan mahasiswa Akper Ngesti Waluyo Parakan yang telah
membantu dan atas kerjasamanya.
4.

Seluruh pihak yang memberikan dukungan dan bantuan

Penulis sadar akan kekurangan yang dimiliki, oleh karena itu kritik dan saran dari
pembaca sangat diharapkan, semoga makalah ini dapat menambah wawasan
dan bermanfaat bagi pembaca.

Parakan, Nopember 2008

Penulis
ii

PENDAHULUAN

A. ANATOMI FISIOLOGI

Otot-otot optik adalah otot interior dan superior. Otot optik superior
menggerakan mata kebawah dan kesisi luar. Sementara otot oblik inferior
menggerakan mata keatas dan juga kesisi luar.
Sklera adalah pembungkus mata yang kuat dan fibrus, sklera membentuk putih
mata dan bersambang pada bagian depan dengan sebuah jendela membentuk
yang bening yaitu kornea.
Retina adalah lapisan sarafi pada mata, yang terdiri dari sejumlah lapisan
serabut yaitu sel-sel saraf, batang-batang dan kerucut. Kornea yang merupakan
bagian depan yang transaparan dan bersambung dengan sklera yang putih dan
tidak tembus cahaya, kornea terdiri atas beberapa lapisan (lapisan tepi adalah
epitalicum berlapis yang bersambung dengan konjungtiva).

Bilik enterior (kamera akali anteriror) yang terletak antara kornea dan iris. Iris
adalah tirai berwarna didepan lensa yang tersambung dengan selaput kloreia.
Pupil, bintik tengah yang berwarna hitam, yang merupakan celah dalam iris
melalui mana cahaya masuk gara mencapai retina.
Bilik posterior (kamera akoli posterior) terlerak diantara iris dan lensa.
Lensa adalah sebuah benda transparan biconvex (cembung depan-belakang)
yang terdiri dari beberapa lapisan.
Retina adalah mekanisme pernafasan untuk penglihatan, retina memcat ujungujung nervus optikus.
Alis adalah 2 potong kulit tebal melekung yang ditumbuhi bulu konjungtiva
adalah selaput lender yang melapisi sisi dalam kelopak mata.
Bagian-bagian mata
1.

Alis

Alis yaitu rambut-rambut halus yang terdapat diatas mata. Alis berfungsi
mencegah masuknya air atau keringat dari dahi ke mata.
2.

Bulu Mata

Bulu mata yaitu rambut-rambut halus yang terdapat di tepi kelopak mata. Bulu
mata berfunsi untuk melindungi mata dari benda asing.
3.

Humor berair (cairan berair)

Humor berair atau cairan berair berfungsi menghasilkan cairan pada mata.
4.

Humor / Badan Bening Humor

Badan bening ini terletak dibelakang lensa. Bentuknya berupa zat tranparan
seperi jeli (agar-agar). Fungsi humir (badan bening) adalah untuk meneruskan
cahaya dari lensa mata ke retina (selaput jala)
5.

Kelenjar Air Mata

Kelenjar air mata terlatak dibagian dalam kelopak mata. Kelenjar air ata
berfungsi untuk menghasilkan cairan yang disebut air mata. Air mata berguna
untuk mencegah bola mata agar tetap basah. Selain itu air mata berguna untuk
membersihkan mata dari benda asing yang masuk kemata sehingga mata tetap
bersih. Contoh benda asing adalah debu, asap, uap, bawang merah, dan zat-zat
yang berbahaya bagi mata. Oleh karena itu, jika mata terkena benda-benda
asing tersebut, maka akan basah oleh air mata.
6.

Kelenjar lakrima (Air Mata)

Kelenjar air mata (lakrima) berfungsi menghasilkan air ata untuk membasahi
mata yang berguna menjaga kelembaban mata, membersihkan mata dari debu
dan membunuh bibit penyakit yang masuk kedalam mata.
7.

Kelopak Mata

Kelopak mata terdiri atas kelopak atas dan kelopak bawah. Bagian ini untuk
membuka dan menutup mata. Kelopak mata befungsi untuk melindungi bola
mata bagian depan dari benda-benda asing dari luar. Benda-benda tersebut
misalnya debu, asap, dan goresan. Kelopak mata juga berfungsi untuk menyapu
permukaan bola mata dengan cairan. Selain itu juga untuk mengatur intensitas
cahaya yang masuk kemata.
8.

Konjungtiva

Adalah membrane tipis pelindung (lapisan jaringan) pada mta. Kunjungtiva


sebaga membran pelindung pada mata.
9.

Lapisan koroid (lapisan tengah)

Lapisan koroid atau lapisan tengah terletak diantara sklera dan retina, berwarna
kehitaman sampai hitam. Lapisan tengah (lapisan koroid) berfungsi memberi
nutrisi pada retina luar. Sedang gelap koroid brfungsi untuk mencegah
pemantulan sinar. Lapisan yang amat gelap juga mencegah berkas cahaya
dipantulkan di sekeliling mata.
10. Lensa Mata
Terletak ditengah bola mata, dibelakang anak mata (pupil) dan selaput pelangi
(iris). Fungsi utama lensa adalah memfokuskan dan meneruskan cahaya yang
masuk ke mata agar jatuh tepat pada retina (selaput jala). Dengan demikian
mata dapat melihat dengan jelas. Lensa mata mempunyai kemampuan untuk
memfokuskan jatuhnya cahaya. Kemampuan lensa mata untuk mengubah
kecembungan disebut daya akomodasi bila kita mengamati benda yang letakna
dekat, maka mata berakomodasi dengan kuat. Akibatnya lensa mata menjadi
lebih cembung, dan bayangan dapat jatuh tepat diretina. Dan apabila kita
mengamati benda yang letaknya jauh, maka mata tidak berakomodasi.
Akibatnya, lensa mata berbentuk pipih. Sebagai contoh pada orang tua yang
telah berusia 50 tahun, daya akomodasi lensa mata mulai menurun, orang tua
menjadi sulit untuk melihat dengan jelas. Lensa mempunyai karakteristik lunak
dan transparan, mengatur focus citra. Lensa mata berupa lensa cembung yang
kenyal. Fungsi lensa yang lain juga untuk membentuk bayangan pada retina
yang bersifat nyata, terbalik dan diperkecil.
11. Otot-otot bersilia
Otot-otot bersilia berfungsi mengatur bentuk lensa.
12. Pupil (anak mata)

Pupil berupa celah yang berbentuk lingkaran terdapat ditengah-tengah iris. Pupil
berfungsi sebagai tempat untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya yang
masuk kedalam mata. Pupil juga lubang di dalam iris yang dilalui berkas cahaya.
Pupil merupakan tempat lewatnya cahaya menuju retina.
13. Saraf Optik (saraf mata)
Saraf mata berfungsi untuk meneruskan rangsang yang telah diterima.
Rangsang cahaya tersebut diteruskan kesusunan saraf pusat yang berada di
otak. Dengan demikian kita dapat melihat suatu benda. Saraf optik atau saraf
mata juga berfungsi mengirim informasi visual ke otak atau meneruskan
informasi tentang kuat cahaya dan warna ke otak.
14. Selaput Bening (Kornea)
Selaput bening (kornea) sangat penting bagi ketajaman penglihatan kita. Fungsi
utama selaput bening (kornea) adalah meneruskan cahaya yang masuk kemata.
Cahaya tersebut diteruskan kebagian mata yang lebih dalam dan berakhir pada
selaput jala atau retina. Karena fungsinya itu, maka selaput bening (kornea)
mempunyai beberaa sifat, yaitu tidak berwarna (bening) da tidak mempunyai
pembuluh darah. Kornea merupakan bagian mata yang dapat disumbangkan
untuk penyembuhan orang dari kebutaan. Selaput bening (kornea) berupa
piringan transaparan di depan bola mata dan tidak berpembuluh darah. Selaput
bening (kornea) juga berfungsi sebagai pelindung mata bagian dalam.
15. Sklera / Selaput Putih
Sklera ata selaput putih terletak di lapisan kuat. Sklera lapisan luar yang keras /
kuat. Lapisan ini berwarna putih, kecuali dibagian depan yaitu tidak berwarna
atau benin. Lapisan sklera berwarna putih terdiri atas serabut kolagen yang tidak
teratur dan tidak berpembuluh darah, kecuali bagian episklera. Lapisan sklera
berfungsi melindungi bola mata. Sklera bagian mata depan tampak
bergelembung dan transparan disebut kornea.
16. Suspensor Ligamen
Suspensor ligamen berfungsi menjaga lensa agar selalu pada tempatnya.
17. Urat Saraf Mata
Urat saraf mata berfungsi menghubungkan mata dengan otak.

BAB II
KONSEP DASAR MEDIK

A. PENGERTIAN

1.
Trauma mata adalah cidera mata yang dapat mengakibatkan kelainan
mata (mangunkusumo, 1988)
2.
Trauma mata adalah trauma pada mata yang menyebabkan kerusakan
jaringan pada mata (Widodo, 2000)
3.
Trauma mata merupakan kelainan mata yang terjadi akibat cidera /
trauma oleh benda tumpul, benda tajam, kimia, bahan baker maupun radiasi

B.

ETIOLOGI

Trauma mata dapat terjadi secara mekani dan non mekanik


1.
a.

Mekanik, meliputi :
Trauma oleh benda tumpul, misalnya :

1). Terkena tonjokan tangan


2). Terkena lemparan batu
3). Terkena lemparan bola
4). Terkena jepretan ketapel, dan lain-lain
b.

Trauma oleh benda tajam, misalnya:

1). Terkena pecahan kaca


2). Terkena pensil, lidi, pisau, besi, kayu
3). Terkena kail, lempengan alumunium, seng, alat mesin tenun.
c.

Trauma oleh benda asing, misalnya:

Kelilipan pasir, tanah, abu gosok dan lain-lain


2.

Non Mekanik, meliputi :

a.

Trauma oleh bahan kimia:

1). Air accu, asam cuka, cairan HCL, air keras


2). Coustic soda, kaporit, jodium tincture, baygon
3). Bahan pengeras bakso, semprotan bisa ular, getah papaya, miyak putih
b.

Trauma termik (hipermetik)

1). Terkena percikan api


2). Terkena air panas

c.

Trauma Radiasi

1). Sinar ultra violet


2). Sinar infra merah
3). Sinar ionisasi dan sinar X
(Ilyas, 1985)

Gangguan-gangguna trauma pada mata


1.

Trauma mata karena benda tajam

a.

Plasits

b.

Gangguan pergerakan bola mata

c.

Ketajaman penglihatan buruk

d.

Perdarahan didalam bola mata

e.

Lensa yang pecah

f.

Rusaknya susunan jaringan bola mata

g.

Terlihat bintik mata yan dangkal karena perforasi kornea

h.
Bentuk pupil yang lonjong / terjadi perubahan bentuk pupil akibat
perlengkapan iris dengan bbir luka kornea
i.

Tekanan bola mata akan rendah akibat cairan mata keluar melalui luka

2.

Trauma mata oleh benda asing

a.

Mata terasa mengganjal dan ngeres

b.

Mendadak merasa tidak enak jika mengedikan mata

c.

Bila tertanam dalam kornea nyeri sangat hebat

d.

Fototobia

e.

Gangguan gerak bola mata dan lain-lain

3.

Trauma karena bahan kimia

a.

Trauma Akali

1).

Dapat menyebabkan pecah atau rusaknya jaringan

2).

Meningkatkan tekanan infra akuler

3).

Karena keruh dalam beberapa menit

4).
Pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesari air mata, yang
mengakibatkan mata menjadi kering
5).

Lensa keruh diakibatkan kerusakan kaps lensa

b.

Trauma Asam

1).
Terjadi koogulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekerutan pada
kornea
2).

Akibat koogulasi kadang seluruh kornea terkelupas

3).
Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edema kornea
dan iris
4).
Keadaan terburuk apabila terkena trauma asam berupa vaskularisasi berat
pada kornea
4.

Trauma Mata Mekanik (hipertemik)

a.
Bila siperficila dan bulu mata hangus kulit palpebra hipermis dan terjadi
edema palpebra
b.
Bila lebih berat terjadi nekrosis sehingga dapat kehilangan sebagian
palpebra
c.
Bila kornea terkena dapat terjadi erosi karena adanya reflek menutup pada
kelopak umumnya kornea tidak terkena
5.

Trauma Mata karena radiasi

C.

FAKTOR PREDIPOSISI

1.

Mengendarai motor tanpa menggunakan helm yang disertai kaca penutup

2.
Berjalan dibawah terik matahari dalam waktu begitu lama tanpa
menggunakan topi atau kaca mata pelindung
3.

pekerja las dalam pekerjaannya tanpa menggunakan kaca pelindung mata

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan keparahannya trauma mata diklasifikasi sebagai berikut:
1.

Trauma Ringan

a.

Trauma disembuhkan tanpa tindakan atau pengobatan yang berarti

b.

Kekerungan ringan pada kornea

c.

Pragnosis baik

2.

Trauma sedang

a.
Kekeruhan kornea sehingga detail iris tidak dapat dilihat, tapi pupil masih
tampak
b.

Iskemik mekrosis pada konjungtiva dan sklera

c.

Pragnosis sedang

3.

Trauma berat

a.

Kekeruhan kornea sehingga pupil tidak dapat dinilai

b.

Konjungtiva dan sklera sangat pucat karena istemik nekrosis berat

c.

Pragnosis buruk

E.

GAMBARAN KLINIK

1.

Trauma mata karena benda tumpul

a.

Penurunan ketajaman penglihatan

b.

Adanya kelainan disekitar mata, seperti :

1).

Adanya perdarahan sekitar mata

2).

Pembengkakan di dahi, pipi dan hidung

c.
Adanya eksuftalmos dan gangguan gerak bola mata akibat perdarahan di
dalam rongga orbita
d.

Adanya hematomom dan edema pada kelopak mata

e.

Konjungtiva akan tampak merah dengan batas tegas

f.

Terjadi erosi kornea

g.
Pupil akan menyempit, dapat juga juga melebar dan reaksi terhadap
cahaya akan menjadi lembat atau hilang
h.

Timbul raptur yang tidak langsung pada kapsul lensa

i.

Edema retina

j.

Perubahan tekanan bola mata

k.
Terjadi gangguan gerak bola mata, kelopak mata tidak dapat menutup atau
tidak dapat membuka dengan jelas.

a.
Lesi termis ditimbulkan oleh sinar infra red berupa : kekeruhan kornea,
atrati, iris, kerusakan macula karena berfokusnya sinar pada mocula, jaringan
berpigmen seperti ovea dan retina lebih mudah mengalami kerusakan
b.
Lesi obiotik ditimbulkan oleh UV (ultra violet) : setelah periode laten terlihat
eriterna yang terbatas jelas hanya pada daerah yang teriritasi.
c.
Lesi ionisasi ditimbulkan oleh sinar X; terjadi perubahan vaskulariasi, korpus
siliarsis menjadi edema dan dilatasi yang mengakibatkan terjadinya glaukoma.
(Mangunkusumo, 1988)

F.
1.

TANDA DAN GEJALA


Ekstra Okular

a.

Mendadak merasa tidak enak ketika mengedipkan mata

b.
Ekskoriasi kornea terjadi bila benda asing menggesek kornea, oleh
kedipan bola mata.
c.

Lakrimasi hebat.

d.

Benda asing dapat bersarang dalam torniks atas atau konungtiva

e.

Bila tertanam dalam kornea nyeri sangat hebat

2.

Infra Okuler

a.
Kerusakan pada tempat masuknya mungkin dapat terlihat di kornea,
tetapi benda asing bisa saja masuk ke ruang posterior atau limbus melalui
konjungtiva maupun sklera.
b.
Bila menembus lensa atau iris, lubang mungkin terlihat dan dapat terjadi
katarak.
c.
Masalah lain diantaranya infeksi skunder dan reaksi jaringan mata
terhadap zat kimia yang terkandung misalnya dapat terjadi siderosis.

G. MANIFESTASI KLINIK
1.
Lagaltafmas

Keadaan tidak menutupnya mata secara sempurna (Ramali, dkk. 2005)


2.
Katarak

Kekeruhan pada lensa yang terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi proteksi lensa, atau akibat kedua-duanya.
3.

4.

a. Akut

b. Kronik

Kebutaan

Penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan infra akuler yang meningkat
mendadak sangat tinggi
Penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi
kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanent. (ilyas 1997)
Tidak dapat melihat karena kerusakan mata (Ramali, dkk. 2005)
H. PATOFISIOLOGI
Trauma mata bisa disebabkan oleh karena mekanik dan non mekanik, semua ini
menciderai organ-organ mata yang menyebabkan terjadinya trauma mata.
Trauma mata yang diakibatkan oleh cedera mekanik pada jaringan bola mata
akan menimbulkan suatu atau berbagai akibat klasik seperti: rasa sakit akibat

trauma, gangguan penglihatan berupa penglihatan kabur, perabengkalan,


perdarahan atau luka terbuka dan bentuk mata berubah.
Trauma yang diakibatkan oleh cidera non mekanik pada bola mata akan
menimbulkan berbagai akibat seperti : erosi epitel kornea, kekeruhan kornea.
Bila pada cidera radiasi juga terjadi efek kumulasi. Bila radiasi berkurang maka
lesi terimis yang ditimbulkan sinar red (irivisible rays) dapat berupa kekeruhan
kornea, atratosi iris, katarak.
(Mangunkusumo, 1988)

I.

PATHWAY

J.
1.

TES DIAGNOSTIK
Pemeriksaan umum

Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektf maupun obyektif.
a.

Pemeriksaan subyektif

Pemeriksaan ketajaman penglihatan. Hal ini berkaitan dengan pembutatan visum


et repertum. Pada penderita yang ketajamannya menurun, dilakukan
pemeriksaan retraksi untuk mengetahui bahwa penurunan penglihatan mungkin
bukan disebabkan oleh trauma tetapi oleh kelainan retraksi yang sudah ada
sebelum trauma (Widodo, 2000)
b.

Pemeriksaan Obyektif

Saat penderita kita inspeksi sudah dapat diketahui adanya kelainan di sekitar
mata seperti adanya perdarahan sekitar mata. Pembengkakan di dahi, pipi,
hidung dan lain-lain yang diperiksa pada kasus trauma mata ialah: keadaan
kelopak mata kornea, bilik mata depan, pupil, lensa dan tundus, gerakan bola
mata dan tekanan bola mata.
Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentotop, loupe slit lamp dan
atlalmoskop. (Widodo, 2000).
2.

Pemeriksaan Khusus

a.
Pembiakan kuman dari benda yang merupakan penyebab trauma untuk
menjadi petunjuk pemberian obat antobiotik pencegah infeksi.
b.

Pemeriksaan radiology foto orbita

Untuk melihat adanya benda asing yang radioopak, bila ada dilakukan
pemeriksaan dengan lensa kontak combrang dan dapat ditentukan apakah
benda asing intra okuler atau ektra okuler.
c.

Pemeriksaan ERG : untuk mengetahui fungsi retina yang rusak atau


yang masih ada.

d.

Pemeriksaan VER : untuk melihat fungsi jalur penglihatan pusat


penglihatan

K. PENATALAKSAAN
1.

Trauma Mata Benda Tumpul

Penanganan ditekankan pada utama yang menyertainya dan penilaian terhadap


ketajaman penglihatan. Setiap penurunan ketajaman penglihatan tanda mutlak
untuk melakukan rujukan kepada dokter ahli mata. (mangunkusumo, 2000)
Pemberian pertolongan pertama berupa:
a.
Obat-obatan analgetik : untuk mengurangi rasa sakit. Untuk pemeriksaan
mata dapat diberikan anesteshi local: Pantokain 0,5% atau tetracain 0,5% - 1,0
%.
b.

Pemberian obat-obat anti perdarahan dan pembengkakan

c.

Memberikan moral support agar pasien tenang

d.
Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang terkena
trauma
e.
Dalam hal hitema ringan (adanya darah segar dala bilik mata depan) tanpa
penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan:
1).

Tutup kedua bola mata

2).

Tidur dengan posisi kepala agar lebih tinggi

3).

Evaluasi ketajaman penglihatan

4).

Evaluasi tekanan bola mata

f.
Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan mengenai
mata penderita sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli mata.
2.

Trauma mata benda tajam

Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus karena
dapat menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan atlalmia dan
simpatika.
Pertimbangan tindakan bertujuan :
a.

Mempertahankan bola mata

b.

Mempertahankan penglihatan

Bila terdapat benda asing dalam bola mata, maka sebaiknya dilakukan usaha
untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada penderita diberikan:
a.

Antibiotik spectrum luas

b.

Analgetik dan sedotiva

c.

Dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka

3.

Trauma mata benda asing

a.

Ekstra Okular

1).

Tetes mata

2).

Bila benda asing dalam forniks bawah, angkat dengan swab.

3).

Bila dalam farniks atas, lipat kelopak mata dan angkat

4). Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan anestesi local dan angkat
dengan jarum
5). Bila dalam kornea, geraka anestesi local, kemudian dengan hat-hati dan
dengan keadaan yang sangat baik termasuk cahaya yang baik, angkat dengan
jarum.
6). Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum bersama dengan antibiotic local
selama beberapa hari.
7). Untuk benda asing logam yang terlalu dalam, diangkat dengan jarum, bisa
juga dengan menggunakan magnet.
b.

Intra okuler

1).

Pemberian antitetanus

2).

Antibiotic

3).

Benda yang intert dapat dibiarkan bila tidak menybabkan iritasi

4.
a.

Trauma mata bahan kimia


Trauma akali

1).
Segera lakukan irigasi selama 30 menit sebanyak 2000 ml; bila dilakukan
irigasi lebih lama akan lebih baik.
2).
Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi bisa dapat dilakukan
pemeriksaan dengan kertas lokmus; pH normal air mata 7,3
3).
Diberi antibiotic dan lakukan debridement untuk mencegah infeksi oleh
kuman oportunie.
4).

Diberi sikoplegik karena terdapatnya iritis dan sineksis posterior

5).

Beta bloker dan diamox untuk mengatasi glukoma yang terjadi

6).
Steroid diberikan untuk menekan radang akibat denoturasi kimia dan
kerusakan jaringan kornea dan konjungtiva namun diberikan secara hati-hati
karena steroid menghambat penyembuhan.
7).
Kolagenase intibitor seperti sistein diberikan untuk menghalangi efek
kolagenase.
8).

Vitamin C diberikan karena perlu untuk pembentukan jaringan kolagen.

9).

Diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek.

10). Karataplasti dilakukan bila kekerutan kornea sangat menganggu


penglihatan.
b.

Trauma Asam

1).

Irigasi segera dengan gara fisiologis atau air.

2).

Control pH air mata untuk melihat apakah sudah normal

3).
Selanjutnya pertimbangan pengobatan sama dengan pengobatan yang
diberikan pada trauma alkali.
Tindakan pada trauma kimia dapat juga tergantung dari 4 fase peristiwa, yaitu:
1.

Fase kejadian (immediate)

Tujuan dari tindakan adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih


mungkin, yaitu meliputi:
a.

Pembilasan dengan segera, denan anestesi tapical terlebih dahulu.

b.
Pembilasan dengan larutan non toxic (NaCl 0,9% ringer lastat dan
sebagainya) sampai pH air mata kembali normal.
2.

Fase Akut (sampai hari ke-7)

Tujuan tindakan adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai


berikut:
a.

Mempercepat proses re-epitelisasi kornea

b.

Mengontrol tingkat peradangan

c.

Mencegah infeksi sekunder

d.

Mencegah peningkatan tekanan bola mata

e.

Suplemen / anti oksidan

f.

Tindakan pembedahan

3.

Fase Pemulihan Dini (early repair : hari ke 7 21)

Tujuannya membatasi penyakit setelah fase 2


4.

Fase pemulihan akhir (late repair : setelah hari ke 21)

Tujuannya adalah rehabilitasi fungsi penglihatan


5.

Trauma Mata Termik (hipertemik)

Daerah yang terkena dicuci dengan larutan steril dan diolesi dengan salep atau
kasa yang menggunakan jel. Petroleum setelah itu ditutup dengan verban steril.
6.

Trauma Mata Radiasi

Bila panas merusak kornea dan konjungtiva maka diberi pada mata

Lokal anastesik

Kompres dingin

Antibiotika lokal

BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A.

PENGKAJIAN

a.
Data biografi (meliputi identitas pasien seperti : Nama, Jenis kelamin,
pekerjaan, agama)
b.

Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan pendahuluan diambil untuk menentukan masalah primer


pasien seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada mata,
mata basah, pandangan ganda, bercak dibelakang mata dan lain-lain.
c.

Riwayat penyakit apa yang terakhir di derita oleh pasien

1).

Masa anak

2).

Dewasa

3).

Penyakit keluarga : Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga

d.
1).

: Strabismus, ambliopia, cedera


: Glausoma, katarak, cidera / trauma mata.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan bagian luar mata

a)

Posisi mata : dikaji simetris / tidak. Apakah exaptalamus

b)

Alis mata bulu mata dan kelopak mata. Respon tutup mata dan berkedip.

2).

Inspeksi area antara kelopak mata bawah dan atas apakah bebas ederma.

3).
lain.

Inspeksi sclera dan konjugtiva: melihat warna, perubahan tekstur dan lain-

4).
Iris dan pupil diinspeksi normalnya saat diberikan cahaya. Iris kontraksi
dan nervus optikus terstimulasi.
e.

Tes Diagnostik

Untuk menilai :
1).

Ketajaman serta fungsi penglihatan

2).

Pemeriksaan keadaan organ mata

3).

Penggolongan keadaan trauma

B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.

Nyeri akut berdasarkan dengan inflamasi

2.

Resiko injuri berdasar dengan peningkatan Tekanan Infra Okuler (TIO)

3.

Ansietas berdasar dengan proses pembedahan

4.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berdasarka dengan mual, muntal
(anoveksie)
5.
Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berdasar dengan penurunan
virus
6.

C.
1.

Defisit perawatan diri berdarkan kebutuhan

RENCANA TINDAKAN
Nyeri akut berdasarkan dengan infeksi

Tujuan :
a)

Menyatakan nyeri berkurang / hilang

b)

Pasien mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi

c)

Menunjukkan menurunnya tegangan relak

Intervensi
a.

Kaji skala nyeri (P, Q, R, S, T)

Rasional : Mengidentifikasi intervensi yang tepat dan menganalisa keaktitan


analgesia
b.

Pantau tanda-tanda vital

Mengidentifikasi raa sakit dan ketidaknyamanan


c.

Berikan tindakan nyaman seperti kompres pada daerah edema

Rasional : Mengurangi rasa ketidaknyamanan


d.

Kolaborasi : berikan analgetik

Rasional : Mengontrol mengurangi nyeri


2.

Resiko injuri berdasarkan peningkatan tekanan infra okuler (TIO)

Tujuan :
a.
Menyatakan pemahaman factor yang terlibat akibat dalam kemungkinan
cidera
b.
Menunjukkan perubahan untuk menurunkan factor resiko dan melindungi
diri dari cidera
Intervensi :
a.
Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok
Rasional : Menurunkan Tekanan Infra Okuler (TIO)
b.
Anjurkan menggerakkan teknik manajemen stress seperti: bimbingan
imajinasi
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO
c.

Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi

Rasional : Melindungi dari cidera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.


d.

Kolaburasi : berikan asetazolamid (diamox)

Rasional : Menurunkan TIO bila terjadi peningkatan


3.

Ansietas berdasarkan Proses Pembedahan

Tujuan :
a.

Menyatakan keadaan perasaan ansietas

b.

Menunjukkan relaksasi

Intervensi :

a.

Pantau respon fisik seperti takikardi, gelisah

Rasional : Membantu menentukan derajad cemas


b.

Berikan tindakan kenyamanan seperti : perubahan posisi

Rasional :Meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping


c.

Anjuran pasien melakukan teknik relaksasi

Rasional :Memberikan arti penghilangan respon ansietas


d.

Libatkan orang terdekat dalam rencana perawatan

Rasional :Membantu mefokuskan penglihatan pasien


4.

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berdasarkan Anoreksia

Tujuan :
a.

Pasien mendapat nutrisi yang adekuat

b.

Pasien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat

c.

Pasien tidak mengalami penurunan berat badan

d.

Menunjukkan nafsu makan pasien meningkat

Intervensi :
a.

Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu / kedua mata

Rasional :Untuk diperbaiki prosedur


b.

Orientasi pasien terhadap lingkungan

Rasional :Memberikan peningkatan kenyamanan dann kekeluargaan


c.

Observasi tanda-tanda dan gejala-gejala disosientasi

Rasional :Menurukan resiko jatuh bila pasien bingung


d.

Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien

Rasional :Memberikan rangsangan sensori tepat terhadap isolasi


5.

Defisit perawatan diri berdasarkan kebutuhan

Tujuan :
a.
Mengidentifikasi kebersihan optimal setelah bantuan dalam perawatan
diberikan.
b.

Berpartisipasi secara fisik / verbal dalam melakukan ADL

Intervensi :

a.

Kaji faktor penyebab terjadinya kebutaan

Rasional :Untuk menentukan intervensi yang tepat


b.

Tingkatkan partisipasi optimal

Rasional :Meningkatkan kemampuan pasien dalam melakukan ADL


c.

Bantu dalam melakukan ADL

Rasional :Meringankan beban pasien dalam melakukan ADL

PENUTUP

Otot optik adalah otot interior dan superior. Otot dolik superior menggerakan
mata kebawah dan kesisi luar. Sementara otot oblik inferior menggerakan mata
keatas dan juga kesisi luar.
Sklera adalah pembungkus mata yang kuat dan fibrus, skelara membentuk putih
mata dan bersambang pada bagian depan dengan sebuah jendela membentuk
yang bening yaitu kornea.
Retina adalah lapisan sarafi pada mata, yang terdiri dari sejumlah lapisan
serabut yaitu sel-sel saraf,b batang-batang dan kerucut. Kornea yang merupakan
bagian depan yang transaparan dan bersambung dengan sklera yang putih dan
tidak tembus cahaya, kornea terdiri atas beberapa lapisan (lapisan tepi adalah
epitalicum berlapis yang bersambung dengan konjangtiva).
Bilik enterior (kamera akali anteriror) yang terletak antara kornea dan iris. Iris
adalah tirai berwarna didepan lensa yang tersambung dengan selaput kloreia.
Pupil, bintik tengah yang berwarna hitam, yang merupakan celah dalam iris
melalui mana cahaya masuk gara mencapai retina.

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sdarta, 1985, Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mara, Fakultas Kedokteran
Indonesia, Jakarta.
Mangunkusuma, Vidyapati W, 1988, Penanganan Cidera Mata dan Aspek Sosial
Kebutaan, Universitas Indonesia, Jakarta
Doenges, Marlyn E, 200, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, EGG Jakarta.
Sela, Sageng, dkk, 2002, Ilmu Penyakit Mata Untuk Kedokteran Umum dan
Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2, Unversitas Indonesia, Jakarta

Diposkan oleh Agung Susanto di 23.03

Anda mungkin juga menyukai