Askep Trauma Tumpul Mata
Askep Trauma Tumpul Mata
Askep Trauma Tumpul Mata
BAB I
PENDAHULUAN
http://huntingdollar.com/8231b
dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31
tahun.
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya
berupa kelainan ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan
atas trauma tumpul, trauma akibat benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma
fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat
ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ
struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel
ataupun non-ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya
laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan
saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola mata.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti untuk
mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang
disebabkan yang akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah
selanjutnya. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit
lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun
CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana Anatomi mata ?
2. Bagaimana Definisi Trauma Tumpul Mata?
3. Bagaimana Etiologi Trauma Tumpul Mata?
4. Bagaimana Tanda dan Gejala Trauma Tumpul Mata?
5. Bagaimana Manifestasi Klinis Trauma Tumpul Mata?
6. Bagaimana Patofisiologi Trauma Tumpul Mata?
7. Bagaimana Pathway Trauma Tumpul Mata?
8. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Trauma Tumpul Mata?
9. Bagaimana Penatalaksanaan Trauma Tumpul Mata?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Trauma Tumpul Mata?
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Anatomi mata.
2. Untuk Mengetahui Definisi Trauma Tumpul Mata
3. Untuk Mengetahui Etiologi
4. Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala
Bagi Profesi
1.
Perawat lebih mengetahui tentang konsep pengertian, manfaat, dampak,
penatalaksanaan untuk trauma tumpul pada mata.
2.
Perawat lebih memahami tantang manajemen keperawatan yang dilakukan
pada penatalaksanaan trauma tumpul pada mata.
1.4.3
Bagi Penyusun
1.
Sebagai ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan trauma tumpul pada
mata.
2.
Sebagai aplikasi, dan manajemen keperawatan saat melakukan
penatalaksanaan trauma tumpul pada mata.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan bagian
anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat
fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam
bola mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi nervus
opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar
yang menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu
vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada
batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan
cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar
ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung
dengan epitel konjungtiva. (2) substansia propria, terdiri atas jaringan ikat
transparan. (3) lamina limitans posterior dan (4) endothel (epithelium posterius)
yang berhubungan dengan aqueous humour.
2.
Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas
lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (ke
belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang
tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris
(3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di
pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi
camera anterior dan posterior, serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri
atas serat-serat sirkuler dan radier.
3.
Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya.
Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak
dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ
reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata, di
tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif
dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya.
Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian belakang iris.
Di pusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, macula
lutea, merupakan daerah retina untuk penglihatan paling jelas. Bagian
tengahnya berlekuk disebut fovea sentralis.
Nervus opticus meninggalkan retina lebih kurang 3 mm medial dari macula lutea
melalui discus nervus optici. Discus nervus optici agak berlekuk di pusatnya yaitu
tempat dimana ditembus oleh a. centralis retinae. Pada discus ini sama sekali
tidak ditemui coni dan bacili, sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut
sebagai bintik buta. Pada pengamatan dengan oftalmoskop, bintik buta ini
tampak berwarna merah muda pucat, jauh lebih pucat dari retina di sekitarnya.
2.1.2 Ruang Mata
Bagian dalam bola mata terdiri dari 2 rongga, yaitu anterior dan posterior.
Rongga anterior teletak didepan lensa, selanjutnya dibagi lagi kedalam dua
ruang, ruang anterior (antara kornea dan iris) dan ruang posterior antara iris dan
lensa ). Rongga anterior berisi cairan bening yang dinamakan humor aqueous
yang diproduksi dalam badan ciliary, mengalir ke dalam ruang posterior
melewati pupil masuk ke ruang anterior dan dikeluarkan melalui saluran
schelmm yang menghubungkan iris dan kornea ( sudut ruang anterior).
Iris struktur berwarna, menyerupai membran dan membentuk lingkaran
ditengahnya. Iris mengandung dilator involunter dan otot otot spingter yang
mengatur ukuran pupil. Pupil adalah ruangan ditengah tengah iris, ukuran pupil
bervariasi dalam merespon intensitas cahaya dan memfokuskan objek
( akomodasi ) untuk memperjelas penglihatan, pupil mengecil jika cahaya terang
atau untuk penglihatan dekat. Lensa mata merupakan suatu kristal, berbentuk
bikonfek ( cembung ) bening, terletak dibelakang iris, terbagi kedalam ruang
anterior dan posterior. Lensa tersusun dari sel sel epitel yang dibungkus oleh
membran elastis, ketebalannya dapat berubah ubah menjadi lensa cembung
bila refraksi lebih besar.
2.1.3 Orbita dan Otot-otot Ekstra-okular
Volume rongga orbita orang dewasa 30 mL, sedangkan bola mata hanya mengisi
1/5 rongga orbita. Rongga orbita berbentuk limas segi empat dengan puncak ke
arah dalam. Dinding orbita terdiri dari :
1.
2.
3.
Dinsing medial, yaitu tulang eithmoidal yang tipis (terdapat sinus eitmoidal
dan sphenoidal)
4.
Dasar orbita, yaitu tulang maksilaris dan Zygomatukus. Pada tulang
maksilaris terdapat sinus maksilaris. Kelenjar makrinalis terdapat dalam fossa
lakrimalis dibagian anterior atap orbita.
Otot-otot ekstraokular terdiri dari empat muskuli yang berorigo pada dinding
belakang dan m. Oblukus superior yang berorigo pada tepi foramen optikum
menempel pada dinding depan atas orbita. Seluruh otot-otot tersebut berinsersi
pada dinding sklera.
2.2 Trauma Tumpul Bola Mata
Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola
mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh bubungan bertulang
yang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang
bagi benda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa
mengalami kerusakan.
Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan
akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus
diangkat. Cedera mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan
menilai fungsi penglihatan.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat
juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat
atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering
menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang
menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat
mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata.
Trauma tumpul, meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang berat,
tetapi transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi cedera yang
fatal. Kerusakan yang terjadi bergantung kekuatan dan arah gaya, sehingga
memberikan dampak bagi setiap jaringan sesuai sumbu arah trauma. Trauma
tumpul dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1.
Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda
dari luar terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola
mata
2.
Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi
pada jaringan di sekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata.
Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringan berupa
kerusakan molekular, reaksi vaskular, dan robekan jaringan. Menurut Duke-Elder,
kontusio dan konkusio bola mata akan memberikan dampak kerusakan mata,
dari palpebra sampai dengan saraf optikus.
Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata dapat mengakibatkan hifema. Hifema
adalah darah dalam bilik mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah
pada iris, akar iris dan badan silia.
2.3 Etiologi
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya
trauma, Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata,
Orbita
Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong dan
menimbulkan fraktur orbita. Fraktur orbita sering merupakan perluasan fraktur
dari maksila yang diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur tripod pada
zygoma yang akan mengenai dasar orbita. Apabila pintu masuk orbita menerima
suatu pukulan, maka gaya-gaya penekan dapat menyebabkan fraktur dinding
inferior dan medial yang tipis, disertai dengan prolaps bola mata beserta
jaringan lunak ke dalam sinus maksilaris (fraktur blow-out). Mungkin terdapat
cedera intraokular terkait, yaitu hifema, penyempitan sudut, dan ablasi retina.
Enoftalmos dapat segera terjadi setelah trauma atau terjadi belakangan setelah
edema menghilang dan terbentuk sikatrik dan atrofi jaringan lemak.
Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan
paralisis otot-otot ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus.
Diplopia dapat disebabkan kerusakan neuromuskular langsung atau edema isi
orbita. Dapat pula terjadi penjepitan otot rektus inferior orbita dan jaringan di
sekitarnya. Apabila terjadi penjepitan, maka gerakan pasif mata oleh forseps
menjadi terbatas.
2. Palpebra
Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai mata
dapat berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis,
dan erosi palpebra.
3. Konjungtiva
Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau
khemosis dan edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan
terapi karena akan hilang dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat
bervariasi, dari ptekie hingga makular.
Bila terdapat perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus
diwaspadai adanya fraktur orbita atau ruptur sklera.
4. Sklera
Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik
depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola
mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi
karena trauma langsung mengenai sklera sampai perforasi, namun dapat pula
terjadi pada trauma tak langsung.
5. Koroid dan korpus vitreus
Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid ke
belakang dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup) sehingga
dapat menyebabkan edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila
perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan menimbulkan perdarahan vitreus.
Perdarahan dapat terjadi di subretina dan suprakoroid. Akibat perdarahan dan
eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera.
Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas,
biasanya terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada
membran Bruch. Kontusio juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis,
dan degenerasi koroid.
6. Kornea
Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema
interstisial dalah edema yang terjadi di substania propria yang membentuk
kekeruhan seperti cincin dengan batas tegas berdiameter 2 3 mm.
Lipatan membrana Bowman membentuk membran seperti lattice. Membrana
descement bila terkena trauma dapat berlipat atau robek dan akan tampak
sebagai kekeruhan yang berbentuk benang. Bila endotel robek maka akan terjadi
inhibisi humor aquous ke dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi edema.
Bila robekan endotel kornea ini kecil, maka kornea akan jernih kembali dalam
beberapa hari tanpa terapi.
Deposit pigmen sering terjadi di permukaan posterior kornea, disebabkan oleh
adanya segmen iris yang terlepas ke depan. Laserasi kornea dapat terjadi di
setiap lapisan kornea secara terpisah atau bersamaan, tetapi jarang
menyebabkan perforasi.
hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus dibantu
dengan kacamata.
Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa vasokonstriksi
yang segera diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan hiperemia. Eksudasi
kadang-kadang hebat sehingga timbul iritis. Perdarahan pada jaringan iris dapat
pula terjadi dan dapat dilihat melalui deposit-deposit pigmen hemosiderin.
Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus siliaris dapat menyebabkan
terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut hifema.
Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya
kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar okuli
anterior. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler
okuler. Darah ini dapat bergerak dalam kamera anterior, mengotori permukaan
dalam kornea.
Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris
atau korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah
kornea, hal ini merupakan suatu keadaan yang serius. Pembagian hifema:
1) Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
2) Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
3) Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan
mempengaruhi visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Tanda dan gejala hifema, antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
Gambar 2: hifema
8. Lensa
Kerusakan yang terjadi pada lensa paska-trauma adalah kekeruhan, subluksasi
dan dislokasi lensa. Kekeruhan lensa dapat berupa cincin pigmen yang terdapat
pada kapsul anterior karena pelepasan pigmen iris posterior yang disebut cincin
Vosslus. Kekeruhan lain adalah kekeruhan punctata, diskreta, lamelar aau difus
seluruh massa lensa.
Akibat lainnya adalah robekan kapsula lensa anterior atau posterior. Bila robekan
kecil, lesi akan segera tertutup dengan meninggikan kekeruhan yang tidak akan
mengganggu penglihatan. Kekeruhan ini pada orang muda akan menetap,
sedangkan pada orang tua dapat progresif menjadi katarak presenil. Dengan
kata lain, trauma dapat mengaktivasi proses degeneratif lensa.
Subluksasi lensa dapat aksial dan lateral. Subluksasi lensa kadang-kadang tidak
mengganggu visus, namun dapat juga mengakibatkan diplopia monokular,
bahkan dapat mengakibatkan reaksi fakoanafilaktik. Dislokasi lensa dapat terjadi
ke bilik depan, ke vitreus, subskleral, ruang interretina, konjungtiva, dan ke
subtenon. Dislokasi ke bilik depan sering menyebabkan glaukoma akut yang
hebat, sehingga harus segera diekstraksi. Dislokasi ke posterior biasanya lebih
tenang dan sering tidak menimbulkan keluhan, tetapi dapat menyebabkan
vitreus menonjol ke bilik depan dan menyebabkan blok pupil dan peninggian TIO.
9. Retina
Edema retina terutama makula sering terjadi pada kontusio dan konkusio okuli.
Bila hebat dapat meninggalkan bekas yang permanen. Edem retina bisa terjadi
pada tempat kontusio, tetapi yang paling sering terjadi mengenai sekeliling
diskus dan makula. Dapat pula terjadi nekrosis dan perdarahan retina yang pada
proses penyembuhan akan meninggalkan atrofi dan sikatrik.
Pada edem makula, tampak retina di sekeliling makula berwarna putih ke abuabuan dengan bintik merah di tengahnya, menyerupai gambaran oklusi arteri
retina sentralis. Edema dapat berkembang menjadi kistik atau macular hole. Bila
edema tidak hebat, hanya akan meninggalkan pigmentasi dan atrofi. Segera
setelah trauma, terjadi vasokonstriksi yang diikuti oleh vasodilatasi,
menyebabkan edema dan perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di retina,
subhyaloid, atau bahkan dapat ke vitreus, sehingga pada penyembuhannya
menyebabkan retinopati proliferatif.
Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi
pada mata yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehingga
trauma yang ringan sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina sering
disertai dengan ruptur koroid. Dialisis ora serata sering terjadi pada kuadran
inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga atau tapal kuda, disertai
dengan ablasio retina. Ablasio retina pada kontusio dan konkusio dapat terjadi
akibat:
1)
2)
3)
4)
5)
Pada hifema Cara Pemeriksaan yaitu: (1) anastesi lokal bila ada blefarospasme,
(2) tes fluoresin, dan (3) pemeriksaan anterior dengan: lampu senter, loupe, dan
slite lamp biomicroscope.
Penyulit yaitu: glaukoma sekunder, uveitis, hefema sekunder, dan hemosiderosis.
2.9 Penatalaksanaan
Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas
adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai
pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan
sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan
meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan
secara parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung fox pada mata.
Analgetik, aneiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan,
dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari
substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat
meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu
terjadinya herniasi isi intraokular.
Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan
timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu
berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna,
dan obat lainnya yang diberikan ke mata yang cedera harus steril.
Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek
kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap
cedera yang cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga
meningkatkan risiko perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian
yang serius, yaitu pada kasus hifema.
Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema
dan perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang
sendiri dalam beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu
mengurangi edema dan menghilangkan nyeri, dilanjutkan dengan kompres
hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat penyerapan darah. Pada
laserasi kornea , diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan
penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi
dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan
viskoelastik. Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan
irigasi mekanis atau vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 90 interrupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara
dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan.
Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera
makula, robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular
intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah
kondisi tersebut.
Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka
pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata
yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya
perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmentasi
hemosiderin.
Penanganan hifema, yaitu :
1.
Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.
2.
Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.
3.
4.
Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat.
(asetasolamida).
5.
6.
7.
Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan
dilakukan bila ada tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema
penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda
hifema akan berkurang.
8.
9.
Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH
selama 5 hari.
10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.
11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.
12. anastesi lokal dengan pentocain tetes mata 2% tiap menit selama 5 menit.
13. kelopak mata atas dan bawah dibuka dengan spekulum untuk mencari
benda asing.
14. pengeluaran benda sing dengan: kapas lidi steril, ujung jarum suntik tumpul
15. salep mata antibiotik 3 kali perhari dan mata dibebat selama 2 hari.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama, Umur, jenis kelamin,TB,BB, Alamat, status perkawinan, Agama, Suku,
Pendidikan, Pekerjaan.
2. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama (saat masuk Rumah Sakit)
Keluhan utama pada pasien dengan trauma tumpul pada mata adalah Nyeri
pada matanya
2) Riwayat Kesehatan sekarang
Selama kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, klien merasa nyeri pada
kedua matanya, Kemudian klien memberi obat tetes tetapi tidak ada efeknya
juga.
3) Riwayat penyakit dahulu
Sebelum sakit, intake makanan : frekuensi 3x sehari dan minum : 6-8 gelas /hari
tetapi selama sakit, intake makanan berkurang menjadi : 2x sehari dengan
syarat bebas lemak/kolesterol dan Minum : 5-7 gelas /hari
3)
Pola eliminasi
Eliminasi Buang Air Besar (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) tidak ada perubahan
yaitu Frekuensi BAK : 4-5x sehari dan BAB : 2x sehari. Tidak ada keluhan terkait
dengan pola eliminasi
4)
Sebelum sakit klien Tidur jam 21.00-05.00 WIB Lama tidur 8 jam, siang hari 2
jam dan Selama sakit klien Tidur jam 23.00-03.00 WIB Lama tidur hanya 4 jam,
siang hari 1 jam.
5)
Pasien mengatakan meras sedih karena tidak dapat melakukan aktivitas seperti
biasa,
8)
Pola seksual-reproduksi
Hubungan dengan anak-anaknya, suami dan dengan pasien lain serta perawat
lain baik
10) Pola koping dan stress
Pasien selalu terbuka atas segala masalah pasrah kepada petugas kesehatan
dan juga menyerahkan kesembuhannya pada tuhan YME
11) Pola nilai dan keyakinan
Klien sering mengikuti pengajian di musola di tempat tinggalnya dan juga setiap
sholat kadang-kadang membaca al quran, sekarang hanya bisa berdoa dengan
tiduran di tempat tidur.
4. Pemeriksaan Fisik (Head to toe)
Bentuk kepala
: mesosopal
Rambut
Mata
Hidung
Mulut
tidak Caries
Leher
Dada
Abdomen
Ekstremitas
Anus
Tanda-tanda Vital
: T
: 110/70 MMhG
: 75x/MENIT
RR
: 20x/MENIT
: 37C
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang
menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat
mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata.
Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata (Hifema). Hifema adalah darah dalam bilik
mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris dan
badan silia.
Trauma Tumpul, misalnya: terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka
tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
Tanda subyektif yaitu: Penderita mengeluh nyeri disertai penglihatan yang
menurun dan tanda obyektif yaitu: (1) pelebaran pembuluh darah perikornea, (2)
visus menurun, (3) hifema, (4) darah yang menempel pada endotel kornea, dan
(5) tes fluoresin dapat (+) atau (-).
Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang
di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di
lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus,
kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
4.2 Saran
Dari kesimpulan diatas organ mata merupakan organ yang penting bagi
manusia karena dengan mata kita dapat mengetahui apa saja yang kita lihat dan
melakukan sesuatu yang kita inginkan diantaranya belajar, membaca, lihat TV
dll.
Untuk itu penulis menyarankan agar kita selalu menjaga alat indra kita.
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang kegawat
daruratan mata agar kita dapat melakukan tindakan untuk mengatasi hal
tersebut terutam trauma tumpul pada mata.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2.
Jakarta : EGC
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis
Company.
Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan
Essentia Media.
Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI
Jakarta.
Colby K. Blunt injuries to the eye. The Merck Manuals.2007 (diakses dari website
www.merckmanuals.com, pada tanggal 8 Juli 2009
Rubsamen PE. 2004.Trauma in Ophthalmology. Edisi II. Editor: Yanoff M, Duker JS,
Augsburger JJ. Mosby,
Sidarta, Ilyas. 1998.Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Asbury T, Sanitato JJ. 2000. Trauma dalam Oftalmologi Umum edisi 14. Editor
Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU.
Jakarta: Widyamedika,
Sjukur BA, Yogiantoro M. Lensa. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF
Ilmu Penyakit Mata. Surabaya, RSUD Dokter Soetomo: 1994; 37 4
Prihatno AS. Cedera Mata. 2007 (Diakses dari website www.medicastore.com,
pada tanggal 8 Juli 2009)
Hilman H. Setyowati EE, Hamdanah. Ilmu Penyakit Mata I. SMC press, 1998.
Jalilah NH. Hifema. STIKES Ngudi Waluyo, Ungaran 2007 (diakses dari website
www.indoskripsi.com, pada tanggal 8 Juli 2009)
Khaw PT, Shah P, Elkington AR. 2004.Injury to the eye. Br Med J;328:36-8
ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA TUMPUL PADA MATA
GADAR II
Logo UNIK_CLR
Disusun Oleh :
1.
(10620373)
2.
Rois
3.
Siti Arifah
(10620375)
4.
Vaniaji Satria
(10620377)
5.
Wahyu Antoro
(10620378)
6.
Wisnu Dwi W.
(10620379)
(10620374)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup
baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain
terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat
trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata
dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi
penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk
mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan
kebutaan.
Kemajuan mekanisasi teknik dan bertambah banyaknya kawasan industri,
kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah
ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung
kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-anak
kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari
permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin,
tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada
golongan sosial ekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian
trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita.
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau
menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan
mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan
orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
1
atas trauma tumpul, trauma akibat benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma
fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat
ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ
struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel
ataupun non-ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya
laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan
saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola mata.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti untuk
mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang
disebabkan yang akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah
selanjutnya. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit
lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun
CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan
1.3..1
Tujuan umum
Tujuan khusus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.4
Manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola
mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh bubungan bertulang
yang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang
bagi benda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa
mengalami kerusakan. Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa
mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi
kebutaan atau mata harus diangkat. Cedera mata harus diperiksa untuk
menentukan pengobatan dan menilai fungsi penglihatan.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan
yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan
bahkan kehilangan mata.
Trauma tumpul okuli adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang
keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut
dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan
pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.
Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas sehari-hari ataupun karena
olahraga. Biasanya benda-benda yang sering menyebabkan trauma tumpul
berupa bola tenis, bola sepak, bola tenis meja, shuttlecock dan lain sebagianya.
Trauma tumpul dapat bersifat counter coupe, yaitu terjadinya tekanan akibat
trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi yang bersebrangan sehingga jika
tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan sampai dengan makula.
2.2
Etiologi
Benda tumpul
Trauma tumpul disebabkan akibat benturan mata dengan benda yang relatif
besar, tumpul, keras maupun tidak keras misalnya terpukul, kena bola tenis,
atau shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
2.
2.3
Patofisiologi
2.4
Manifestasi Klinis
a.
Rongga Orbita : suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang
yang membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila,
platinum dan zigomatikus. Jika pada trauma mengenai rongga orbita maka akan
terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf), perdarahan didalam
rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.
b.
Palpebra : Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata,
serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan
komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi
bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak
mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang
ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan
penutupan kelopak (lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya permukaan
mata sehingga terjadi keratitis. Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka
akan terjadi hematom, edema palpebra yang dapat menyebabkan kelopak mata
tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata
(lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).
c.
Konjungtiva : Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang
dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama
kornea. Robekan pembuluh darah konjungtiva (perdarahan subkonjungtiva)
adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika konjungtiva terkena trauma.
d.
Kornea : Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening
mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi
oleh banyak saraf. Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi,
laserasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang
sangat, mata berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat muncul akibat
trauma pada kornea.
e.
Iris atau badan silier : merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea
dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar
posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat
tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada
setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar
anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis
mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah
arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf
optik. Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas dari
insersinya) merupakan tanda patologik jika trauma mengenai iris.
f.
Lensa : Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa
mempunyai sifat tertentu, yaitu : Kenyal atau lentur karena memegang peranan
terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan
karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di tempatnya. Secara
patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi lensa mata
(perpindahan tempat).
g.
h.
Retina : Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas
penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca
dan koroid. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior berakhir
pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu
penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm
yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat
bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea. Secara patologik jika retina
terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio retina, fotopsia,
lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola mata.
i.
Nervus optikus : N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan
kebutaan
2.5
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan Fisik : dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman
penglihatan.
b.
Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.
c.
Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera
kelihatan jelas.
d.
e.
Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek :
untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler.
f.
Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini
dilakukan dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa,
kemudian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp
dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat
perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.
g.
Pemeriksaan CT - Scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui
posisi benda asing.
h.
Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi
pada retina.
i.
Kartu snellen : pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin
mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan
pada sistem suplai untuk retina.
j.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal
tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
k.
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal
dari okuler, papiledema, retina hemoragik.
l.
Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat
membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.
m. Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa trauma asam atau basa.
2.6
Penatalaksanaan
Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas
adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai
pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan
sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan
meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan
secara parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung fox pada mata.
Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan,
dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari
substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat
meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu
terjadinya herniasi isi intraokular.
Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan
timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu
berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna,
dan obat lainnya yang diberikan ke mata yang cedera harus steril.
Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek
kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap
cedera yang cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga
meningkatkan risiko perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian
yang serius, yaitu pada kasus hifema.
Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema
dan perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang
sendiri dalam beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu
mengurangi edema dan menghilangkan nyeri, dilanjutkan dengan kompres
hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat penyerapan darah. Pada
laserasi kornea , diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan
penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi
dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan
viskoelastik. Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan
irigasi mekanis atau vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 90 interrupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara
dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan.
Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera
makula, robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular
intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah
kondisi tersebut.
Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka
pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata
yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya
Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.
2.
Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.
3.
4.
Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat.
(asetasolamida).
5.
6.
7.
Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan
dilakukan bila ada tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema
penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda
hifema akan berkurang.
8.
9.
Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH
selama 5 hari.
10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.
11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.
12. Anastesi lokal dengan pentocain tetes mata 2% tiap menit selama 5 menit.
13. kelopak mata atas dan bawah dibuka dengan spekulum untuk mencari
benda asing.
14. pengeluaran benda sing dengan: kapas lidi steril, ujung jarum suntik tumpul
15. Salep mata antibiotik 3 kali perhari dan mata dibebat selama 2 hari.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
1.
Identitas pasien meliputi nama, usia (dpt terjadi pada semua usia),
pekerjaan (tukang las,pegawai pabrik obat,dll),jenis kelamin (kejadian banyak
pada laki-laki).
2.
Keluhan utama
Riwayat psikososial
Pemeriksaan fisik
B1(Breath)
Pada sistem ini tidak didapatkan kelainan jika perdarahan tidak menyumbat jalan
nafas.
2)
B2 (Blood)
B3 (Brain)
Pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan TIO (tekanan intra
orbital).
4)
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
7)
a)
b)
Gerakan bola mata ( terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian
pergerakan bolam mata)
c)
d)
3.2
Diagnosa keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri sekunder
terhadap trauma tumpul.
2.
Resiko terjadi komplikasi dan perdarahan ulang berhubungan dengan
patologi vaskuler okuler.
3.
4.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan
ketajaman penglihatan.
5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
perawatan diri dan proses penyakit.
3.3
1.
Intervensi
Diagnosa 1:
b.
Pasien mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur yang tidak
terganggu
c.
Intervensi:
a)
Rasional : Untuk menentukan intervensi yang sesuai dan keefektifan dari terapi
yang diberikan.
b)
Rasional : Mengurangi rasa nyeri dan agar dapat mengurangi rasa nyeri.
f)
2.
Diagnosa 2:
b.
c.
Intervensi:
a)
b)
TIO
3.
Diagnosa 3:
Kriteria Hasil :
a.
b.
Intervensi:
a)
Rasinal
: Mengurangi kerja indra yang sedang mengalami luka atau
perdarahan.
c)
Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan
ansietas.
Rasional : Adanya kunjungan yang sering kebutuhan klien dapat terpenuhi dan
ansietas klien dapat berkurang atau hilang karena klien merasa terlindungi.
d)
Rasional : Klien merasa diperhatikan oleh keluarga klien sehingga klien jadi
merasa aman.
e)
Rasional : Istirahat yang cukup dapat mengurangi rasa sakit dan mempercepat
proses penyembuhan.
4.
Diagnosa 4:
Intervensi:
a)
Rasional : Dengan diskusi dapat di ketahui metode apa yang cocok untuk
menangani ansietas.
c)
d)
Rasional : Dengan dukungan dari keluarga perasaan klie bisa jadi lebih tenang.
f)
Tempatkan seluruh barang-barang yang dibutuhkan dalam jarak yang
dapat dijangkau
Rasional : Memudahkan mengambil barang-barang agar tidak terjadi injuri
karena penurunan ketajaman penglihatan.
g)
Rasional : Dengan adanya bantuan maka klien tidak terlalu banyak melakukan
aktivitas.
h)
Rasional : Teknik relaksasi dapat mengurangi rasa sakit dan ansietas dapat
berkurang.
BAB 4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
4.2
Saran
Asbury T, Sanitato JJ. 2000. Trauma dalam Oftalmologi Umum edisi 14. Editor
Vaughan
Carpenito, L.J. 2007. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 10.
Jakarta : EGC
DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya
Medika
Doengoes, Marylin E., 2000, Nursing Care Plans. USA Philadelphia: F.A Davis
Company
Ilyas, Sidarta. 2005. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI
Jakarta
Tucker, Susan Martin et al. 2003. Standar Perawatan Pasien : proses
keperawatan, diagnosis dan evaluasi. Alih bahasa Yasmin Asih dkk. Ed. 6.
Jakarta : Egc
Trauma mata
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa arena atas berkat dan rahmatNya
sehingga pembuatan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah dalam judul
Trauma Mata penuis susun sebagai tugas dari salah satu dosen pengampu
mata ajar KMB II system penglihatan.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak
tidak lupa pada kesempatan kali ini penuis menyampaikan terima kasih kepada
yang terhormat:
1.
Bapak Suwarsono, S.KM, S.Pd selaku direktur Akper Ngesti Waluyo
Parakan.
2.
Ibu Desak
3.
Rekan-rekan mahasiswa Akper Ngesti Waluyo Parakan yang telah
membantu dan atas kerjasamanya.
4.
Penulis sadar akan kekurangan yang dimiliki, oleh karena itu kritik dan saran dari
pembaca sangat diharapkan, semoga makalah ini dapat menambah wawasan
dan bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
PENDAHULUAN
A. ANATOMI FISIOLOGI
Otot-otot optik adalah otot interior dan superior. Otot optik superior
menggerakan mata kebawah dan kesisi luar. Sementara otot oblik inferior
menggerakan mata keatas dan juga kesisi luar.
Sklera adalah pembungkus mata yang kuat dan fibrus, sklera membentuk putih
mata dan bersambang pada bagian depan dengan sebuah jendela membentuk
yang bening yaitu kornea.
Retina adalah lapisan sarafi pada mata, yang terdiri dari sejumlah lapisan
serabut yaitu sel-sel saraf, batang-batang dan kerucut. Kornea yang merupakan
bagian depan yang transaparan dan bersambung dengan sklera yang putih dan
tidak tembus cahaya, kornea terdiri atas beberapa lapisan (lapisan tepi adalah
epitalicum berlapis yang bersambung dengan konjungtiva).
Bilik enterior (kamera akali anteriror) yang terletak antara kornea dan iris. Iris
adalah tirai berwarna didepan lensa yang tersambung dengan selaput kloreia.
Pupil, bintik tengah yang berwarna hitam, yang merupakan celah dalam iris
melalui mana cahaya masuk gara mencapai retina.
Bilik posterior (kamera akoli posterior) terlerak diantara iris dan lensa.
Lensa adalah sebuah benda transparan biconvex (cembung depan-belakang)
yang terdiri dari beberapa lapisan.
Retina adalah mekanisme pernafasan untuk penglihatan, retina memcat ujungujung nervus optikus.
Alis adalah 2 potong kulit tebal melekung yang ditumbuhi bulu konjungtiva
adalah selaput lender yang melapisi sisi dalam kelopak mata.
Bagian-bagian mata
1.
Alis
Alis yaitu rambut-rambut halus yang terdapat diatas mata. Alis berfungsi
mencegah masuknya air atau keringat dari dahi ke mata.
2.
Bulu Mata
Bulu mata yaitu rambut-rambut halus yang terdapat di tepi kelopak mata. Bulu
mata berfunsi untuk melindungi mata dari benda asing.
3.
Humor berair atau cairan berair berfungsi menghasilkan cairan pada mata.
4.
Badan bening ini terletak dibelakang lensa. Bentuknya berupa zat tranparan
seperi jeli (agar-agar). Fungsi humir (badan bening) adalah untuk meneruskan
cahaya dari lensa mata ke retina (selaput jala)
5.
Kelenjar air mata terlatak dibagian dalam kelopak mata. Kelenjar air ata
berfungsi untuk menghasilkan cairan yang disebut air mata. Air mata berguna
untuk mencegah bola mata agar tetap basah. Selain itu air mata berguna untuk
membersihkan mata dari benda asing yang masuk kemata sehingga mata tetap
bersih. Contoh benda asing adalah debu, asap, uap, bawang merah, dan zat-zat
yang berbahaya bagi mata. Oleh karena itu, jika mata terkena benda-benda
asing tersebut, maka akan basah oleh air mata.
6.
Kelenjar air mata (lakrima) berfungsi menghasilkan air ata untuk membasahi
mata yang berguna menjaga kelembaban mata, membersihkan mata dari debu
dan membunuh bibit penyakit yang masuk kedalam mata.
7.
Kelopak Mata
Kelopak mata terdiri atas kelopak atas dan kelopak bawah. Bagian ini untuk
membuka dan menutup mata. Kelopak mata befungsi untuk melindungi bola
mata bagian depan dari benda-benda asing dari luar. Benda-benda tersebut
misalnya debu, asap, dan goresan. Kelopak mata juga berfungsi untuk menyapu
permukaan bola mata dengan cairan. Selain itu juga untuk mengatur intensitas
cahaya yang masuk kemata.
8.
Konjungtiva
Lapisan koroid atau lapisan tengah terletak diantara sklera dan retina, berwarna
kehitaman sampai hitam. Lapisan tengah (lapisan koroid) berfungsi memberi
nutrisi pada retina luar. Sedang gelap koroid brfungsi untuk mencegah
pemantulan sinar. Lapisan yang amat gelap juga mencegah berkas cahaya
dipantulkan di sekeliling mata.
10. Lensa Mata
Terletak ditengah bola mata, dibelakang anak mata (pupil) dan selaput pelangi
(iris). Fungsi utama lensa adalah memfokuskan dan meneruskan cahaya yang
masuk ke mata agar jatuh tepat pada retina (selaput jala). Dengan demikian
mata dapat melihat dengan jelas. Lensa mata mempunyai kemampuan untuk
memfokuskan jatuhnya cahaya. Kemampuan lensa mata untuk mengubah
kecembungan disebut daya akomodasi bila kita mengamati benda yang letakna
dekat, maka mata berakomodasi dengan kuat. Akibatnya lensa mata menjadi
lebih cembung, dan bayangan dapat jatuh tepat diretina. Dan apabila kita
mengamati benda yang letaknya jauh, maka mata tidak berakomodasi.
Akibatnya, lensa mata berbentuk pipih. Sebagai contoh pada orang tua yang
telah berusia 50 tahun, daya akomodasi lensa mata mulai menurun, orang tua
menjadi sulit untuk melihat dengan jelas. Lensa mempunyai karakteristik lunak
dan transparan, mengatur focus citra. Lensa mata berupa lensa cembung yang
kenyal. Fungsi lensa yang lain juga untuk membentuk bayangan pada retina
yang bersifat nyata, terbalik dan diperkecil.
11. Otot-otot bersilia
Otot-otot bersilia berfungsi mengatur bentuk lensa.
12. Pupil (anak mata)
Pupil berupa celah yang berbentuk lingkaran terdapat ditengah-tengah iris. Pupil
berfungsi sebagai tempat untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya yang
masuk kedalam mata. Pupil juga lubang di dalam iris yang dilalui berkas cahaya.
Pupil merupakan tempat lewatnya cahaya menuju retina.
13. Saraf Optik (saraf mata)
Saraf mata berfungsi untuk meneruskan rangsang yang telah diterima.
Rangsang cahaya tersebut diteruskan kesusunan saraf pusat yang berada di
otak. Dengan demikian kita dapat melihat suatu benda. Saraf optik atau saraf
mata juga berfungsi mengirim informasi visual ke otak atau meneruskan
informasi tentang kuat cahaya dan warna ke otak.
14. Selaput Bening (Kornea)
Selaput bening (kornea) sangat penting bagi ketajaman penglihatan kita. Fungsi
utama selaput bening (kornea) adalah meneruskan cahaya yang masuk kemata.
Cahaya tersebut diteruskan kebagian mata yang lebih dalam dan berakhir pada
selaput jala atau retina. Karena fungsinya itu, maka selaput bening (kornea)
mempunyai beberaa sifat, yaitu tidak berwarna (bening) da tidak mempunyai
pembuluh darah. Kornea merupakan bagian mata yang dapat disumbangkan
untuk penyembuhan orang dari kebutaan. Selaput bening (kornea) berupa
piringan transaparan di depan bola mata dan tidak berpembuluh darah. Selaput
bening (kornea) juga berfungsi sebagai pelindung mata bagian dalam.
15. Sklera / Selaput Putih
Sklera ata selaput putih terletak di lapisan kuat. Sklera lapisan luar yang keras /
kuat. Lapisan ini berwarna putih, kecuali dibagian depan yaitu tidak berwarna
atau benin. Lapisan sklera berwarna putih terdiri atas serabut kolagen yang tidak
teratur dan tidak berpembuluh darah, kecuali bagian episklera. Lapisan sklera
berfungsi melindungi bola mata. Sklera bagian mata depan tampak
bergelembung dan transparan disebut kornea.
16. Suspensor Ligamen
Suspensor ligamen berfungsi menjaga lensa agar selalu pada tempatnya.
17. Urat Saraf Mata
Urat saraf mata berfungsi menghubungkan mata dengan otak.
BAB II
KONSEP DASAR MEDIK
A. PENGERTIAN
1.
Trauma mata adalah cidera mata yang dapat mengakibatkan kelainan
mata (mangunkusumo, 1988)
2.
Trauma mata adalah trauma pada mata yang menyebabkan kerusakan
jaringan pada mata (Widodo, 2000)
3.
Trauma mata merupakan kelainan mata yang terjadi akibat cidera /
trauma oleh benda tumpul, benda tajam, kimia, bahan baker maupun radiasi
B.
ETIOLOGI
Mekanik, meliputi :
Trauma oleh benda tumpul, misalnya :
a.
c.
Trauma Radiasi
a.
Plasits
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Bentuk pupil yang lonjong / terjadi perubahan bentuk pupil akibat
perlengkapan iris dengan bbir luka kornea
i.
Tekanan bola mata akan rendah akibat cairan mata keluar melalui luka
2.
a.
b.
c.
d.
Fototobia
e.
3.
a.
Trauma Akali
1).
2).
3).
4).
Pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesari air mata, yang
mengakibatkan mata menjadi kering
5).
b.
Trauma Asam
1).
Terjadi koogulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekerutan pada
kornea
2).
3).
Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edema kornea
dan iris
4).
Keadaan terburuk apabila terkena trauma asam berupa vaskularisasi berat
pada kornea
4.
a.
Bila siperficila dan bulu mata hangus kulit palpebra hipermis dan terjadi
edema palpebra
b.
Bila lebih berat terjadi nekrosis sehingga dapat kehilangan sebagian
palpebra
c.
Bila kornea terkena dapat terjadi erosi karena adanya reflek menutup pada
kelopak umumnya kornea tidak terkena
5.
C.
FAKTOR PREDIPOSISI
1.
2.
Berjalan dibawah terik matahari dalam waktu begitu lama tanpa
menggunakan topi atau kaca mata pelindung
3.
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan keparahannya trauma mata diklasifikasi sebagai berikut:
1.
Trauma Ringan
a.
b.
c.
Pragnosis baik
2.
Trauma sedang
a.
Kekeruhan kornea sehingga detail iris tidak dapat dilihat, tapi pupil masih
tampak
b.
c.
Pragnosis sedang
3.
Trauma berat
a.
b.
c.
Pragnosis buruk
E.
GAMBARAN KLINIK
1.
a.
b.
1).
2).
c.
Adanya eksuftalmos dan gangguan gerak bola mata akibat perdarahan di
dalam rongga orbita
d.
e.
f.
g.
Pupil akan menyempit, dapat juga juga melebar dan reaksi terhadap
cahaya akan menjadi lembat atau hilang
h.
i.
Edema retina
j.
k.
Terjadi gangguan gerak bola mata, kelopak mata tidak dapat menutup atau
tidak dapat membuka dengan jelas.
a.
Lesi termis ditimbulkan oleh sinar infra red berupa : kekeruhan kornea,
atrati, iris, kerusakan macula karena berfokusnya sinar pada mocula, jaringan
berpigmen seperti ovea dan retina lebih mudah mengalami kerusakan
b.
Lesi obiotik ditimbulkan oleh UV (ultra violet) : setelah periode laten terlihat
eriterna yang terbatas jelas hanya pada daerah yang teriritasi.
c.
Lesi ionisasi ditimbulkan oleh sinar X; terjadi perubahan vaskulariasi, korpus
siliarsis menjadi edema dan dilatasi yang mengakibatkan terjadinya glaukoma.
(Mangunkusumo, 1988)
F.
1.
a.
b.
Ekskoriasi kornea terjadi bila benda asing menggesek kornea, oleh
kedipan bola mata.
c.
Lakrimasi hebat.
d.
e.
2.
Infra Okuler
a.
Kerusakan pada tempat masuknya mungkin dapat terlihat di kornea,
tetapi benda asing bisa saja masuk ke ruang posterior atau limbus melalui
konjungtiva maupun sklera.
b.
Bila menembus lensa atau iris, lubang mungkin terlihat dan dapat terjadi
katarak.
c.
Masalah lain diantaranya infeksi skunder dan reaksi jaringan mata
terhadap zat kimia yang terkandung misalnya dapat terjadi siderosis.
G. MANIFESTASI KLINIK
1.
Lagaltafmas
Kekeruhan pada lensa yang terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi proteksi lensa, atau akibat kedua-duanya.
3.
4.
a. Akut
b. Kronik
Kebutaan
Penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan infra akuler yang meningkat
mendadak sangat tinggi
Penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi
kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanent. (ilyas 1997)
Tidak dapat melihat karena kerusakan mata (Ramali, dkk. 2005)
H. PATOFISIOLOGI
Trauma mata bisa disebabkan oleh karena mekanik dan non mekanik, semua ini
menciderai organ-organ mata yang menyebabkan terjadinya trauma mata.
Trauma mata yang diakibatkan oleh cedera mekanik pada jaringan bola mata
akan menimbulkan suatu atau berbagai akibat klasik seperti: rasa sakit akibat
I.
PATHWAY
J.
1.
TES DIAGNOSTIK
Pemeriksaan umum
Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektf maupun obyektif.
a.
Pemeriksaan subyektif
Pemeriksaan Obyektif
Saat penderita kita inspeksi sudah dapat diketahui adanya kelainan di sekitar
mata seperti adanya perdarahan sekitar mata. Pembengkakan di dahi, pipi,
hidung dan lain-lain yang diperiksa pada kasus trauma mata ialah: keadaan
kelopak mata kornea, bilik mata depan, pupil, lensa dan tundus, gerakan bola
mata dan tekanan bola mata.
Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentotop, loupe slit lamp dan
atlalmoskop. (Widodo, 2000).
2.
Pemeriksaan Khusus
a.
Pembiakan kuman dari benda yang merupakan penyebab trauma untuk
menjadi petunjuk pemberian obat antobiotik pencegah infeksi.
b.
Untuk melihat adanya benda asing yang radioopak, bila ada dilakukan
pemeriksaan dengan lensa kontak combrang dan dapat ditentukan apakah
benda asing intra okuler atau ektra okuler.
c.
d.
K. PENATALAKSAAN
1.
c.
d.
Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang terkena
trauma
e.
Dalam hal hitema ringan (adanya darah segar dala bilik mata depan) tanpa
penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan:
1).
2).
3).
4).
f.
Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan mengenai
mata penderita sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli mata.
2.
Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus karena
dapat menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan atlalmia dan
simpatika.
Pertimbangan tindakan bertujuan :
a.
b.
Mempertahankan penglihatan
Bila terdapat benda asing dalam bola mata, maka sebaiknya dilakukan usaha
untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada penderita diberikan:
a.
b.
c.
3.
a.
Ekstra Okular
1).
Tetes mata
2).
3).
4). Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan anestesi local dan angkat
dengan jarum
5). Bila dalam kornea, geraka anestesi local, kemudian dengan hat-hati dan
dengan keadaan yang sangat baik termasuk cahaya yang baik, angkat dengan
jarum.
6). Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum bersama dengan antibiotic local
selama beberapa hari.
7). Untuk benda asing logam yang terlalu dalam, diangkat dengan jarum, bisa
juga dengan menggunakan magnet.
b.
Intra okuler
1).
Pemberian antitetanus
2).
Antibiotic
3).
4.
a.
1).
Segera lakukan irigasi selama 30 menit sebanyak 2000 ml; bila dilakukan
irigasi lebih lama akan lebih baik.
2).
Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi bisa dapat dilakukan
pemeriksaan dengan kertas lokmus; pH normal air mata 7,3
3).
Diberi antibiotic dan lakukan debridement untuk mencegah infeksi oleh
kuman oportunie.
4).
5).
6).
Steroid diberikan untuk menekan radang akibat denoturasi kimia dan
kerusakan jaringan kornea dan konjungtiva namun diberikan secara hati-hati
karena steroid menghambat penyembuhan.
7).
Kolagenase intibitor seperti sistein diberikan untuk menghalangi efek
kolagenase.
8).
9).
Trauma Asam
1).
2).
3).
Selanjutnya pertimbangan pengobatan sama dengan pengobatan yang
diberikan pada trauma alkali.
Tindakan pada trauma kimia dapat juga tergantung dari 4 fase peristiwa, yaitu:
1.
b.
Pembilasan dengan larutan non toxic (NaCl 0,9% ringer lastat dan
sebagainya) sampai pH air mata kembali normal.
2.
b.
c.
d.
e.
f.
Tindakan pembedahan
3.
Daerah yang terkena dicuci dengan larutan steril dan diolesi dengan salep atau
kasa yang menggunakan jel. Petroleum setelah itu ditutup dengan verban steril.
6.
Bila panas merusak kornea dan konjungtiva maka diberi pada mata
Lokal anastesik
Kompres dingin
Antibiotika lokal
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
a.
Data biografi (meliputi identitas pasien seperti : Nama, Jenis kelamin,
pekerjaan, agama)
b.
Riwayat kesehatan
1).
Masa anak
2).
Dewasa
3).
d.
1).
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan bagian luar mata
a)
b)
Alis mata bulu mata dan kelopak mata. Respon tutup mata dan berkedip.
2).
Inspeksi area antara kelopak mata bawah dan atas apakah bebas ederma.
3).
lain.
Inspeksi sclera dan konjugtiva: melihat warna, perubahan tekstur dan lain-
4).
Iris dan pupil diinspeksi normalnya saat diberikan cahaya. Iris kontraksi
dan nervus optikus terstimulasi.
e.
Tes Diagnostik
Untuk menilai :
1).
2).
3).
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
2.
3.
4.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berdasarka dengan mual, muntal
(anoveksie)
5.
Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berdasar dengan penurunan
virus
6.
C.
1.
RENCANA TINDAKAN
Nyeri akut berdasarkan dengan infeksi
Tujuan :
a)
b)
c)
Intervensi
a.
Tujuan :
a.
Menyatakan pemahaman factor yang terlibat akibat dalam kemungkinan
cidera
b.
Menunjukkan perubahan untuk menurunkan factor resiko dan melindungi
diri dari cidera
Intervensi :
a.
Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok
Rasional : Menurunkan Tekanan Infra Okuler (TIO)
b.
Anjurkan menggerakkan teknik manajemen stress seperti: bimbingan
imajinasi
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO
c.
Tujuan :
a.
b.
Menunjukkan relaksasi
Intervensi :
a.
Tujuan :
a.
b.
c.
d.
Intervensi :
a.
Tujuan :
a.
Mengidentifikasi kebersihan optimal setelah bantuan dalam perawatan
diberikan.
b.
Intervensi :
a.
PENUTUP
Otot optik adalah otot interior dan superior. Otot dolik superior menggerakan
mata kebawah dan kesisi luar. Sementara otot oblik inferior menggerakan mata
keatas dan juga kesisi luar.
Sklera adalah pembungkus mata yang kuat dan fibrus, skelara membentuk putih
mata dan bersambang pada bagian depan dengan sebuah jendela membentuk
yang bening yaitu kornea.
Retina adalah lapisan sarafi pada mata, yang terdiri dari sejumlah lapisan
serabut yaitu sel-sel saraf,b batang-batang dan kerucut. Kornea yang merupakan
bagian depan yang transaparan dan bersambung dengan sklera yang putih dan
tidak tembus cahaya, kornea terdiri atas beberapa lapisan (lapisan tepi adalah
epitalicum berlapis yang bersambung dengan konjangtiva).
Bilik enterior (kamera akali anteriror) yang terletak antara kornea dan iris. Iris
adalah tirai berwarna didepan lensa yang tersambung dengan selaput kloreia.
Pupil, bintik tengah yang berwarna hitam, yang merupakan celah dalam iris
melalui mana cahaya masuk gara mencapai retina.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sdarta, 1985, Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mara, Fakultas Kedokteran
Indonesia, Jakarta.
Mangunkusuma, Vidyapati W, 1988, Penanganan Cidera Mata dan Aspek Sosial
Kebutaan, Universitas Indonesia, Jakarta
Doenges, Marlyn E, 200, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, EGG Jakarta.
Sela, Sageng, dkk, 2002, Ilmu Penyakit Mata Untuk Kedokteran Umum dan
Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2, Unversitas Indonesia, Jakarta