Bedah Preprostetik (Makalah)

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Definisi
Bedah preprostetik adalah bagian dari bedah mulut dan maksilofasial yang bertujuan

untuk membentuk jaringan keras dan jaringan lunak seoptimal mungkin sebagai dasar dari suatu
protesa. Meliputi teknik pencabutan sederhana dan persiapan mulut untuk pembuatan prothesa
sampai dengan pencangkokan tulang dan implant alloplastik (Stephens, 1997)
Bedah preprostetik adalah suatu prosedur bedah (rekonstruksi) yang dilakukan sebelum
pemakaian full denture (Sorratur)
Bedah preprostetik lebih ditujukan untuk modifikasi bedah pada tulang alveolar dan
jaringan sekitarnya untuk memudahkan pembuatan dental prothesa yang nyaman, baik dan
estetis (Panchal)
1.2

Etiologi perubahan struktur anatomi pada jaringan lunak dan jaringan keras
(Matthew et al, 2001)

Hilangnya tulang alveolar


Perubahan luas dapat terjadi pada morfologi rahang setelah gigi hilang. Tulang rahang terdiri
dari tulang alveolar dan tulang basal. Tulang alveolar dan jaringan periodontal mendukung gigi, dan
saat gigi hilang, tulang alveolar dan jaringan periodontal akan diresorbsi. Tulang alveolar berubah
bentuk secara nyata saat gigi hilang, baik dalam bidang horizontal dan vertikal. Pada daerah posterior
mandibula, tulang yang hilang kebanyakan dalam bidang vertikal. Setelah terjadi resorbsi secara
fisiologis, struktur tulang rahang yang tinggal disebut dengan istilah residual ridge. Tulang yang ada
1

setelah tulang alveolar mengalami resorbsi disebut dengan tulang basal. Tulang basal tidak berubah
bentuk secara nyata kecuali ada pengaruh lokal. Struktur anatomi yang lain dapat menjadi lebih
menonjol, genial tubercle dan perlekatan ototnya dapat menonjol pada pasien yang mengalami resorbsi
alveolar mandibula yang luas. Tori pada mandibula atau maksila dapat menyebabkan ketidak stabilan
gigi tiruan, atau dapat menyebabkan trauma. Frenulum yang menonjol dapat menyebabkan
perpindahan gigi tiruan saat pergerakan lidah atau bibir.
Daya pengunyahan pada pasien dengan gigi tiruan akan diteruskan melalui gigi dan akan
diserap oleh jaringan pendukung gigi ( periodontium dan tulang alveolar ). Pada pasien yang
edentulous, daya akan digunakan oleh gigi tiruan dan akan diteruskan melalui mukosa mulut ke tulang
yang ada dibawahnya. Oleh karena itu, gigi tiruan harus terpasang dengan baik, sehingga trauma pada
mukosa dan mulut dapat dihindari.
Perubahan pada profil dan bentuk muka
Profil muka seperti melipat (hidung dan dagu kelihatan saling berdekatan) setelah hilangnya
gigi. Hilangnya perlekatan otot dan dukungan sekitar bibir dapat menyebabkan timbulnya kerutan pada
wajah.

1.3. Karakteristik jaringan pendukung yang baik menurut Tucker

(1998)

1. Tidak ada kondisi patologis pada intra oral dan ekstra oral
2. Adanya hubungan atau relasi rahang yang baik secara antero posterior, tranversal dan
dimensi vertical

3. Bentuk processus alveolaris yang baik (bentuk yang ideal dari processus alveolaris adalah
bentuk daerah U yang luas dengan komponen vertical yang sejajar
4. Tidak ada tonjolan tulang atau jaringan lunak atau undercut
5. Mukosa yang baik pada daerah dukungan gigi tiruan
6. Kedalaman vestibular yang cukup
7. Bentuk alveolar dan jaringan lunak yang cukup untuk penempatan implant.

1.4

Tujuan Bedah Preprostetik


1.
2.
3.
4.

Untuk meminimalisir patologi yang telah disebutkan diatas


Untuk merehabilitasi jaringan yang terinflamasi
Untuk menghasilkan hubungan maksilomandibular di seluruh dimensi spasial
Untuk mengkoreksi dimensi alveolar ridge (tinggi, luas, bentuk, konsistensi) agar dapat

sesuai dengan syarat restorasi protesa


5. Untuk menghilangkan tulang serta jaringan ikat yang menyebabkan undercut
6. Untuk mendapatkan kedalaman vestibular yang tepat dan untuk mendapatkan perluasan
flange (sayap landasan) bila perlu
7. Untuk membentuk proporsi tepat dari posterior maksila serta palatal vault
8. Untuk mencagah serta menangani fraktur dari atrofi mandibula
9. Untuk mempersiapkan alveolar ridge dengan onlay grafting, corticocancellous
augmentation, sinus lift, atau selingan osteogenesis untuk penempatan implant berikutnya
10. Untuk estetik, bicara dan system pengunyahan yang adekuat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Alveolektomi

2.1.1

Pengertian Alveolektomi

Alveolectomy adalah pengurangan tulang soket dengan cara mengurangi plate


labial/bukal dari prosessus alveolar dengan pengambilan septum interdental dan interadikuler.
Atau Tindakan bedah radikal untuk mereduksi atau mengambil procesus alveolus disertai dengan
pengambilan septum interdental dan inter radikuler sehingga bisa
di laksanakan aposisi mukosa (Sandira, 2009).

Alveolektomi termasuk bagian dari bedah preprostetik, yaitu tindakan bedah yang
dilakukan untuk persiapan pemasangan protesa. Tujuan dari bedah preprostetik ini adalah untuk
mendapatkan protesa dengan retensi, stabilitas, estetik, dan fungsi yang lebih baik. Tindakan
pengurangan dan perbaikan tulang alveolar yang menonjol atau tidak teratur untuk
menghilangkan undercut yang dapat mengganggu pemasangan protesa dilakukan dengan prinsip
mempertahankan tulang yang tersisa semaksimal mungkin. Seringkali seorang dokter gigi
menemukan sejumlah masalah dalam pembuatan protesa yang nyaman walaupun kondisi
tersebut dapat diperbaiki dengan prosedur bedah minor. Penonjolan tulang atau tidak teratur
4

dapat menyebabkan protesa tidak stabil yang dapat mempengaruhi kondisi tulang dan jaringan
lunak dibawahnya. (Ghosh, 2006).

Tujuan alveolektomi adalah :

1.

Membuang ridge alveolus yang tajam dan menonjol

2.

Membuang tulang interseptal yang sakit sewaktu dilakukan gingivektomy

3.

Untuk membuat kontur tulang yang memudahkan pasien dalam melaksanakan


pengendalian plak yang efektif.

4.

Untuk membentuk kontur tulang yang sesuai dengan kontur jaringan gingival setelah
penymbuhan.

5.

Untuk memudahkan penutupan luka primer.

6.

Untuk membuka mahkota klinis tambahan agar dapat dilakukan restorasi yang sesuai.

(Pedersen, 1996).

2.1.2

Etiologi Alveolektomi
Indikasi untuk prosedur ini sangat jarang dilakukan tetapi mungkin dilakukan saat

proyeksi gigi anterior dari ridge pada area premaksilaris akan menjadi masalah untuk estetik dan
kestabilan gigi tiruan pada masa yang mendatang. Maloklusi klass II divisi I adalah tipe yang
sangat memungkinkan untuk dilakukan prosedur ini (Wray, 2003).

2.1.3

Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi

1.

Indikasi dari prosedur alveolektomi jarang dilakukan tetapi biasanya pada dilakukan pada
kasus proyeksi anterior yang berlebih pada alveolar ridge pada maxilla(Wray et al,2003)
atau untuk pengurangan prosesus alveolaris yang mengalami elongasi (Thoma, 1969). Area
yang berlebih tersebut dapat menimbulkan masalah dalam estetik dan stabilitas gigi tiruan.
Pembedahan ini paling banyak dilakukan pada maloklusi kelas II divisi I (Wray et al,2003).

2.

Alveolektomi juga dilakukan untuk mengeluarkan pus dari suatu abses pada gigi.

3.

Alveolektomi diindikasikan juga untuk preparasi rahang untuk tujuan prostetik yaitu
untuk memperkuat stabilitas dan retensi gigi tiruan (Thoma, 1969).

4.

Menghilangkan alveolar ridge yang runcing yang dapat menyebabkan : neuralgia,protesa


tidak stabil,protesa sakit pada waktu dipakai.

5.

Menghilangkan tuberositas untuk mendapatkan protesa yang stabil dan enak dipakai

6.

Untuk eksisi eksostosis (Thoma, 1969).

7.

Menghilangkan interseptal bonediseas.

8.

Menghilangkan undercut.

9.

Mendapatan spaceintermaksilaris yang diharap.

10.

Untuk keperluan perawatan ortodontik,bila pemakaian alat ortho tidak maksimal maka
dilakukan alveolektomi

11.

Penyakit periodontal yang parah yang mengakibatkan kehilangan sebagian kecil tulang
alveolarnya.

12.

Ekstraksi gigi yang traumatik maupun karena trauma eksternal.

Kontra indikasi

Sedangkan kontra indikasi alveolektomi adalah :

1.

Pasien dengan penyakit sistemik

2.

Periostitis

3.

Periodontitis

2.1.4

Klasifikasi Alveolektomi

a.

Simple alvolectomy
Setelah dilakukan multiple extractions, lapisan alveolar bukal dan tulang interseptal

diperiksa untuk mengetahui adanya protuberansia dan tepi yang tajam. Incisi dibuat
melintangi interseptal

crests.

Mukoperiosteum

diangkat

dengan

hati-hati

dari

tulang

menggunakan Molt curet no.4 atau elevator periosteal. Kesulitan terletak pada permulaan flap
pada tepi tulang karena periosteum menempel pada akhiran tulang, tetapi hal ini harus dilatih
agar flap tidak lebih tinggi dari dua per tiga soket yang kosong. Jika terlalu tinggi akan dapat
melepaskan perlekatan lipatan mukobukal dengan mudah, dengan konsekuensi hilangnya ruang
untuk ketinggian denture flange. Flap diekstraksi dengan hati-hati dan tepi dari gauze diletakkan
di antara tulang dan flap. Rongeur universal diletakkan pada setengah soket yang kosong, dan
lapisan alveolar bukal atau labial direseksi dengan ketinggian yang sama pada semua soket.
Rounger diposisikan pada sudut 45 di atas interseptal crest, satu ujung pada masing-masing
soket, dan ujung interseptal crest dihilangkan. Prosedur ini dilakukan pada semua interseptal
crests. Perdarahan tulang dikontrol dengan merotasi curet kecil pada titik perdarahan. File ditarik
secara ringan pada satu arah pemotongan secara menyeluruh sehingga meratakan tulang.
Partikel-partikel kecil dihilangkan, gauze juga dilepaskan sehingga awalan flap terletak pada
tulang, dan jari digesek-gesekkan (dirabakan) pada permukaan mukosa untuk memeriksa
kedataran tulang alveolus. Lapisan bukal harus dibuat kontur kurang lebih setinggi lapisan

palatal dan dibuat meluas dan datar. Undercut pada bagian posterior atas dan anterior bawah
perlu deperhatikan. Sisa jaringan lunak dan jaringan granulasi kronis juga dihilangkan dari flap
bukal dan palatal, kemudian dijahit menutupi area interseptal tetapi tidak menutupi soket yang
terbuka. Penjahitan secara terputus atau kontinyu dilakukan tanpa tekanan.

b.

Radical alveolectomy
Pembentukan kontur tulang bagian radiks dari tulang alveolar diindikasikan karena

terdapat undercuts yang sangat menonjol, atau dalam beberapa hal, terdapat perbedaan dalam
hubungan horizontal berkenaan dgn rahang atas dan rahang bawah yang disebabkan oleh overjet.
Beberapa pasien mungkin memerlukan pengurangan tulang labial untuk mendapatkan
keberhasilan dalam perawatan prostetik.
Dalam beberapa kasus, flap mukoperiosteal menjadi prioritas untuk melakukan ekstraksi.
Ekstraksi gigi, pertama dapat difasilitasi dengan menghilangkan tulang labial diatas akar gigi.
Penghilangan tulang ini juga akan menjaga tulang intraradikular. Setelah itu sisa-sisa tulang
dibentuk dan dihaluskan sesuai dengan tinggi labial dan oklusal menggunakan chisel, rongeur
dan file. Sisa jaringan pada bagian flape labial dan palatal dihaluskan, yang diperkirakan akan
menganggu atau melanjutkan kelebihan sutura pada septa (continuoussutures over the septa).
Dalam penutupan flap, penting untuk menghilangkan jaringan pada area premolar agar terjadi
penuruan pengeluaran dari tulang labial. Dalam pembukaan flap yang besar, harus dilakukan
pemeliharaan yang tepat untuk memelihara perlekatan dari lipatan mukobukal sebaik mungkin,
atau selain itu penghilangan kelebihan flap yang panjang harus dilakukan pada akhirnya. Jika
flap tidak didukung dengan gigi tiruan sementara (immediate denture)dan sisa jaringan tidak
dihilangkan, tinggi dari lapisan mukobukal akan berkurang secara drastis.

(Kruger, 1984)

2.1.5

Prosedur Alveolektomi

Teknik untuk alveolektomi maksila dan mandibula:


1. Jika kasus salah satu dari gigi yang tersisa baru dicabut, mukoperiosteum harus dicek
untuk memastikan bahwa telah terdapat kedalaman minimum sebesar 10mm dari semua
tepi gingival yang mengelilingi area yang akan dihilangkan.
2. Pastikan bahwa insisi telah dibuka mulai dari midpoint dari puncak alveolar pada titik di
pertengahan antara permukaan buccal dan lingual dari gigi terakhir pada satu garis, yaitu
gigi paling distal yang akan dicabut, menuju ke lipatan mukobukal pada sudut
450setidaknya 15mm. tarik insisi ke area dimana gigi tersebut sudah dicabut sebelumnya.
3. Angkat flap dengan periosteal elevator dan tahan pada posisi tersebut dengan jari telunjuk
tangan kiri atau dengan hemostat yang ditempelkan pada tepi flap atau dengantissue
retactor.
4. Bebaskan tepi flap dari darah menggunakan suction apparatus, dan jaga dari seluruh area
operasi.
5. Letakkan bone shear atau single edge bone-cutting rongeur dengan satu blade pada
puncak alveolar dan blade lainnya dibawah undercut yang akan dibuang, dimulai pada
regio insisivus sentral atas atau bawah dan berlanjut ke bagian paling distal dari alveolar
ridge pada sisi yang terbuka.
6. Bebaskan mukoperiosteal membrane dari puncak alveolar dan angkat menuju lingual,
sehingga plate bagian lingual dapat terlihat. Prosedur ini akan memperlihatkan banyak
tulang interseptal yang tajam.
7. Hilangkan penonjolan tulang interseptal yang tajam tersebut dengan end-cutting
rongeurs.

8. Haluskan permukaan bukal dan labial dari alveolar ridge dengan bone file. Tahan bone
file pada posisi yang sama sebagai straight operative chisel , pada posisi jari yang sama,
dan file area tersebut pada dengan gerakan mendorong.
9. Susuri soket dengan small bowl currete dan buang tiap spikula kecil tulang atau struktur
gigi atau material tumpatan yang masuk ke dalam soket. Ulangi prosedur ini pada sisi kiri
atas dan lanjutkan ke tahap berikutnya.
10. Kembalikan flap pada posisi semula, kurang lebih pada tepi jaringan lunak, dan ratakan
pada posisi tersebut dengan jari telunjuk yang lembab.
11. Catat jumlah jaringan yang overlapping, yang notabene bahwa tulang dibawahnya telah
dikurangi, yang akhirnya meninggalkan tulang yang lebih sedikit dilapisi oleh jaringan
lunak.
12. Dengan gunting, hilangkan sejumlah mukoperiosteum yang sebelumnya terlihat overlap.
13. Ratakan jaringan lunak tersebut kembali ketempatnya menggunakan jari telunjuk yang
lembab, perkirakan tepi dari mukoperiosteum, lalu catat apakah ada penonjolan tajam
yang tersisa pada alveolar ridge. Operator dapat merasakannya dengan jari telunjuk.
14. Jika masih terdapat penonjolan dari tulang yang tersisa, hilangkan dengan bone fie.
15. Jahit mukoperiosteum kembali ketempatnya. Disarankan menggunakan benang jahitan
sutra hitam kontinyu nomor 000. Walaupun demikian, jahitan interrupted juga dapat
digunakan jika diinginkan

10

Prosedur alvoelektomi
2.1.6

Medikasi Pasca Bedah

Perawatan Pasca Operasi

Analgesic
Rasa sakit dan tidak nyaman muncul pada waktu kembalinya sensasi (saat kerja obat

anestesi telah usai ). Oleh karena itu, analgesic diperlukan untuk mengontrol rasa sakit dan tidak
nyaman setelah operasi dilakukan. (Pedersen,1996).

Antibiotik
Antibiotik dapat bekerja secara primer dengan menghentikan pembelahan sel

(bakteriostat), atau dengan membunuh mikroorganisme secara langsung (bakterisida) (Brooker,


2005). Obat antibiotik digunakan untuk menghilangkan dan mencegah infeksi pasca bedah.

Gargarisma
11

Penggunaan Gargarisma secara efektif dianjurkan karena hampir selalu terjadi kondisi di
mana kebersihan mulut jelek karena penyikatan gigi masih sakit.

Aplikasi dingin untuk mengontrol pembengkakan


Pembengkakan mencapai puncaknya kurang lebih 24 jam sesudah pembedahan.

Pembengkakan dapat bertahan 1 minggu. Aplikasi dingin dilakukan pada daerah wajah dekat
dengan daerah yang dilakukan pembedahan (Pedersen, 1996).

FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN DALAM MELAKUKAN


ALVEOLEKTOMI
Dalam melakukan tindakan alveolektomi terdapat beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan oleh seorang dokter gigi, yaitu :
A. Bentuk Prosesus Alveolaris
Pada pembuatan gigi tiruan dibutuhkan bentuk prosesus alveolaris yang dapat
memberikan kontak serta dukungan yang maksimal. Karena itu selain menghilangkan undercut
yang dapat mengganggu pemasangan gigi tiruan, maka dalam melakukan alveolektomi harus
diperhatikan juga bentuk prosesus alveolaris yang baik. Yaitu bentuk U yang seluas mungkin,
sehingga dapat menyebarkan tekanan mastikasi pada permukaan yang cukup luas.
B. Sifat Tulang Yang Diambil
Untuk mendapatkan suatu hasil terbaik maka suatu gigi tiruan harus terletak pada tulang
kompakta, bukan tulang spongiosa. Karena itu pada waktu melakukan alveolektomi dengan
pembuangan tulang yang banyak harus diusahakan untuk mempertahankan korteks tulang pada
saat membuang tulang medular yang lunak. Hal ini disebabkan karena tulang spongiosa lebih
cepat dan lebih banyak mengalami resorbsi dibandingkan
12

dengan tulang kompakta.


C. Usia Pasien
Dalam melakukan alveolektomi usia pasien juga harus dipertimbangkan, karena semakin
muda pasien maka jangka waktu pemakaian gigi tiruan semakin lama. Tulang pada pasien muda
lebih plastis dan lebih cenderung mengalami resorbsi dibandingkan atrofi, serta pemakaian
tulang alveolar lebih lama daripada pasien tua. Jadi pem-buangan tulang pada pasien muda
dianjurkan lebih sedikit dan mungkin tidak perlu dilakukan trimming tulang.
D. Penambahan Free Graft
Jika pada waktu pencabutan gigi atau alveolektomi dilakukan ada tulang yang secara
tidak sengaja terbuang atau terlalu banyak diambil, maka harus diusahakan untuk
mengembalikan pecahan tulang ini ke daerah operasi. Pecahan tulang ini disebut free graft.
Replantasi free graft ini dapat mempercepat proses pembentukan tulang baru serta mengurangi
resorbsi tulang. Boyne menyatakan bahwa penggunaan autogenous bone graft lebih baik
daripada homogenous dan heterogenous bone graft untuk pencangkokan, dan semakin banyak
sumsum tulang dan selsel endosteal pada tulang semakin baik.
E. Proses Resorbsi Tulang
Pada periodontitis tingkat lanjut yang ditandai dengan resorbsi tulang interradikular,
maka alveolektomi harus ditunda sampai soket terisi oleh tulang baru. Penundaan selama 4-8
minggu ini dapat menghasilkan bentuk sisa ridge yang lebih baik. Selain itu harus diingat juga
bahwa pada setiap pembedahan selalu terjadi resorbsi tulang, maka harus dihindari terjadinya
kerusakan tulang yang berlebih akibat suatu tindakan bedah, karena keadaan ini dapat
mempengaruhi hasil perawatan.

13

KOMPLIKASI TINDAKAN ALVEOLEKTOMI


Dalam melakukan suatu tindakan bedah tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya
komplikasi, demikan pula halnya dengan alveolektomi. Dimana komplikasi-komplikasi yang
dapat terjadi antara lain: rasa sakit, hematoma, pembengkakan yang berlebihan, timbulnya rasa
tidak enak pasca operasi (ketidaknyamanan), proses penyembuhan yang lambat, resorbsi tulang
berlebihan serta osteomyelitis . Tetapi semua hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan
prosedur operasi serta tindakan-tindakan pra dan pasca operasi yang baik.

2.2

Frenektomi

2.2.1

Definisi
Suatu tindakan bedah untuk mengubah ikatan frenulum baik frenulum labialis maupun

frenulum lingualis
Frenulum adalah lipatan mukosa yang menghubungkan pipi, bibir atau lidah ke alveolar
periosteum. Ketinggian dari frenulum ini dapat bervariasi pada setiap orang. Gesekan antara gigi
tiruan dan frenulum atau jaringan lunak sekitarnya dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dan
terjadinya ulserasi. Untuk menghindarinya maka frenektomi dapat dilakukan bila keadaan
frenulum labialis terlalu tinggi atau frenulum lingualis yang terlalu pendek.

2.2.2

Indikasi

1.

Frenektomi Labial
Bila frenulum labialis terlalu tinggi, maka akan terlihat daerah yang pucat pada saat bibir

diangkat ke atas merupakan salah satu indikasi dilakukannya frenektomi. Hal ini dilakukan
14

karena frenulum labialis yang terlalu tinggi akan mengurangi stabilisasi dan terutama retensi
gigi tiruan. Selain itu, frenulum labialis rahang atas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
diastema, sehingga mengurangi estetika ketika seseorang tersenyum.

2.

Frenektomi Lingual
Indikasi frenektomi di bagian lingual adalah ankyloglossia (karena frenulum labialis

yang terlalu pendek). Ciri utama ankyloglossia adalah lidah berbentuk hati. Ankyloglossia ini
dapat menyebabkan kesulitan breastfeeding pada bayi, dan menyebabkan kesulitan dalam bicara
pada orang dewasa (terutama dalam mengucapkan huruf t, d, s, z) karena keterbatasan gerak
lidah.

15

Ilustrasi breastfeeding. Gambar A-C adalah gambar breasfeeding normal, sementara gambar D-E
adalah gambar breast feeding pada bayi dengan ankyloglossia

2.2.3 Teknik Frenektomi


2.2.3.1 Frenektomi Labial
16

Frenulum labialis berhubungan langsung dengan gigi insisiv sentral dan musculus
orbicularis oris. Pada labial frenektomi biasanya dilakukan anestesi infiltrasi.
a.

Diamond excision
Teknik ini merupakan teknik termudah dan paling kecil resiko komplikasinya. Digunakan

saat ukuran frenulum tidak terlalu besar.


Caranya: dengan menggunakan hemostat di kedua ujung lengkung frenulum, lalu pisau no 15
memotong ujung bawah dari hemostat (memotong jaringan osseus interseptal), sayatan dibuat
berbentuk diamond, kemudian dijahit. Bagian dalam luka, dibiarkan terbentuk epitel sekunder.

17

18

b.

Z plasty
Diindikasikan untuk kasus dengan dasar frenulum yang lebar. Caranya dengan membuat

insisi di 2 sisi submukosa. Insisi lateral dibuat pada akhir insisi asli dan sudut 60 derajat.

19

c.

V-Y plasty
Digunakan untuk memindahkan lokasi frenulum. Sayatan dilakukan pada kedua sisi

frenum untuk membentuk V.

Regangkan kaki dan kemudian menjahit sayatan V tadi dengan bentuk Y.

20

d.

V-diamond plasty
Teknik ini digunakan ketika frenulum memiliki ketebalan berlebih di bagian palatal.

Caranya: tegangkan frenum dengan menarik bibir, lalu insisi dengan bentuk V, kemudian
menggunakan gunting betuk diamond, dan jahit.

2.2.3.2 Frenektomi Lingual


Pada dasarnya prinsip frenektomi lingual hampir sama dengan frenektomi labial, hanya
saja anestesi yang dilakukan bisa berupa anestesi infiltrasi ataupun anestesi blok 2 sisi. Caranya:
dengan membuat sebuah sayatan melintang pertengahan antara permukaan ventral lidah dan

21

caruncles sublingual. Pembedahan lebih dalam ke lateral. Musculus genioglossus dapat dipotong
bila perlu. Pemotongan berbentuk diamond, penjahit dengan jahitan interrupted. Pada frenektomi
lingual harus hati-hati di bagian duktus Whatron dan vena sublingual.

22

a. Kontraindikasi
1. Pasien yang sangat tua
2. Pasien dengan kelainan psikis
3. Pasien dengan kelainan sistemik yang tidak terkontrol
b. Komplikasi
1.
2.
3.
4.
5.

2.3
2.3.1

Infeksi post-operasi
Perdarahan, bengkak, dan adanya rasa nyeri
Reaksi alergi
Kebas pada bibir atau jaringan sekitarnya
Materi asing tertanam secara tidak sengaja

Vestibuloplasty
Definisi
Suatu tindakan bedah yang bertujuan untuk meninggikan sulkus vestibular dengan cara

melakukan reposisi mukosa, ikatan otot dan otot yang melekat pada tulang yang dapat dilakukan
baik pada maksila maupun pada mandibula yang akan menghasilkan sulkus vestibular yang
dalam untuk menambah stabilisasi dan retensi protesa

23

2.3.2

Indikasi
Indikasi dari vestibulopasty adalah pada sulkus vestibulum yang rendah dengan adanya

dukungan dari tulang alveolar yang cukup untuk mereposisi N.Mentalis, M.Buccinatorius dan
M.Mylohydeus
2.3.3

Kontraindikasi
1.
Pasien yang sangat tua
2.
Pasien dengan kelainan psikis
3.
Pasien dengan kelainan sistemik yang tidak terkontrol

2.3.4

Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi dari tindakan vestibulospaty adalah terjadinya

cedera pada nervus mentalis, hal ini biasa diakibatkan pada pembukaan flap bukal di regio
premolar bawah.

2.3.5

Teknik

Mucosal advancement vestibuloplasty (Submucosal vestibuloplasty)

Secondary epithelization vestibuloplasty

Kazanjians technique

24

1.

Obwegesers technique

Grafting vestibuloplasty

Mucosal graft

Skin graft

Submucosal Vestibupalsty :
Dilakukan pada maxilla. Berikan dengan local anesthesia atau IV sedation, kemudian

laukan anterior vertical incision yang digunakan untuk memisahkan submucosal dan
supraperiosteal tunnel sepanjang lateral aspek dari maxilla, kemudian jaringan submucosa yang
merupakan lapisan jaringan lunak di excisi,dan jaringan mucosa dijahit kembali menempel pada
jaringan periosteum, setelah selesai di pasangkan splint pada tempat dimana kedalaman
vestibulum telah didapatkan selama 7-10 hari untuk mendapatkan bentuk yang tidak berubah,
bisa dimodifikasi dengan penggunan circumferencial wiring pada splintnya

25

2.

Kazanjian Technique
Dilakukan pada mandibula dengan pembuatan flap labial mucosa dan hingga ke mucosa

pipi lalu, flap mucosa labial di jahit dikedalama vestibulum yang sudah dibentuk.

3.

Obwegesers Technique
Prinsipnya sama dengan dengan kazanjian techique, tetapi incisi tidak dilakukan dengan

pembukaan labial mucosa flap, melainkan incisi dilakukan dari muccobuccalfold labial kearah
mucosa dari bibir atau pipi, setelah incisi dilakukan dilakukan dilakukan penjahitan pada daerah
vestibulum yang sudah didapatkan kedalamannya.

26

BAB III
PENUTUP

27

Anda mungkin juga menyukai