Case Fraktur Costae
Case Fraktur Costae
Case Fraktur Costae
Oleh:
Meily Stevani
11-2014-305
Pembimbing:
Dr. Andreas A Loensoen, Sp.BTKV
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU BEDAH
RSPAD GATOT SOEBROTO
Nama
: Meily Stevani
NIM
: 11.2014.305
II.
Tanda Tangan
.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. KN
Umur
: 64 Tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Buruh
Alamat
ANAMNESA
Keluhan Utama:
Nyeri dada kanan post kecelakan lalu lintas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Enam jam SMRS saat pasien sedang mengendarai motor, menggunakan
helm standar, tertabrak mobil dari arah belakang, pasien terjatuh dengan
posisi dada kanan terbentur roda. Setelah kejadian, pasien merasa nyeri
pada dada kanan. Nyeri dirasakan seperti tetusuk benda tajam, dirasakan
terus menerus dan tidak menjalar ke bagian tubuh lain. Nyeri makin
memberat apabila dipakai menarik nafas dalam dan beraktivitas,
berkurang dengan istirahat dalam posisi setengah duduk. Sebelum
kecelakaan pasien mengaku tidak pernah merasakan
nyeri pada dadanya. Pasien juga mengeluh sesak (+), dirasakan
setelah kecelakaan, terus menerus dan membuat pasien susah untuk
beraktivitas dan tidur terlentang. Sesak makin memberat apabila
digunakan untuk beraktivitas dan berbaring terlentang berkurang dengan
1
: (-)
Asma
: (-)
Jantung
: (-)
DM
: (-)
Sakit Kuning
: (-)
Keganasan
: (-)
Trauma
: (-)
Alergi
: (-)
III.
Hipertensi
: (-)
Asma
: (-)
Jantung
: (-)
DM
: (-)
Sakit Kuning
: (-)
Keganasan
: (-)
PRIMARY SURVEY
A : Clear
B :
Inspeksi
: Pengembangan dada kanan < kiri, retraksi (+) pada SIC II-III hemithorax
Perkusi
4. Mata
5. Hidung
6. Telinga
: Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-)
: Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)
7. Tenggorok
8. Leher
: Pembesaran KGB dan Glandula Tiroid (-), deviasi trakea (-), JVP
tidak meningkat.
9. Thoraks
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
: Nyeri tekan pada hemithorax dextra, vocal fremitus raba kanan > kiri
Perkusi
Auskultasi
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
: Supel, defans muskular (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Perkusi
Auskultasi
11. Ekstremitas
12. Genital
Status Lokalis
Regio Thorax
Inspeksi
: Retraksi (+), jejas (+), pengembangan dinding dada kanan < kiri
Palpasi
: Nyeri tekan (+), krepitasi (-), vocal fremitus kanan > kiri
Perkusi
HASIL
Cor
: Normal
VIII. PENATALAKSANAAN
O2 4 lpm
IVFD RL 20 tpm
Monitoring KU/VS
IX. FOLLOW UP
1. Hasil Foto Rontgen Thorax AP
Cor
Pulmo
8, 9 posterior kanan
-
Kesan:
Hematothorax kanan
Fraktur costae 3 anterior lateral kanan, dan fraktur costae 3, 4, 5, 6,
7, 8, 9 posterior kanan
Terpasang WSD dengan ujung proksimal terproyeksi setinggi VTh 89 sisi kanan
Hasil Laboratorium
Hb
: 16,4 g/dL
Ht
: 47%
Leukosit
: 12100/l
Trombosit
: 156.100/l
Eritrosit
: 5,25 juta/l
APTT
: 23,0 detik
PT
: 11,9 detik
HbsAg
: non reaktif
: 7,39
BE
: -2,0 mmol/L
PCO2
: 38,0 mmHg
PO2
: 93,0 mmHg
HCO3
: 23,6 mmol/L
Total CO2
: 24,2 mmol/L
Saturasi O2
: 97,0%
DIAGNOSA KERJA II
Post WSD Hemithorax Dextra
Flail Chest Costae III Dextra Segmental
Flail Chest Costae IV-IX Dextra Posterior Simple
PENATALAKSANAAN II
IVFD RL 20 tpm
Awasi KU/VS
Cor
Pulmo
Kesan :
Hematothorax kanan
Fraktur costae 3 anterior kanan, 3,4, lateral kanan dan fraktur
costae 3, 4, 5
posterior kanan
Tampak terpasang internal fiksasi pada costae 6,7,8,9 posterior
kanan, garis
fraktur (+)
Terpasang WSD dengan ujung proksimal terproyeksi setinggi VTh 3
sisi kanan
DIAGNOSA KERJA III
Post WSD Hemithorax Dextra
Post ORIF Costae Dextra
Flail Chest Costae III Dextra Segmental
Flail Chest Costae IV-IX Dextra Posterior Simple
PENATALAKSANAAN III
IVFD RL 20 tpm
Awasi KU/VS
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran,
baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga mengalami
pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu banyak pria mengalami
pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi
pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun (50-79tahun)
dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya perubahan-perubahan
kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahanperubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik
(kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala klinik.
Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan
untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling
ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu
operasi.
Definisi
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan dimana kelenjar
periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke
perifer dan menjadi simpai bedah.
lobus posterior
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi satu
dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak tampak
karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil
berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.6
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah: zona
perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral.
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proksimal
dari sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona
tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan
karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
11
Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum
dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum pubo
prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah belakang
didapatkan fascia denonvilliers.
Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat dan
vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia pelvis
dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari
prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
Kapsul anatomis sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus
kelenjar prostat.
a.
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
b.
Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang menghasilkan
bahan baku sekret.
Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatous
zone
Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang merupakan bagian
terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami hipertrofi pada usia lanjut.
12
kapsul anatomis
b.
kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya
(outer zone) sehingga terbentuk kapsul
c.
kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone)
dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak
jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior dari pada lobus
medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu
keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit
mengandung jaringan kelenjar.
Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks selapis
dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan epitel tampak
menyerupai epitel berlapis.
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang dari a.
iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan a. pudenda
interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk lewat basis
13
prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2
kelompok , yaitu:
a. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral darivesico prostatic
junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar
periurethral.
b. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang
yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar paraurethral).
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian bersatu
untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna ,
iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari
Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
Fisiologi
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan plasma
seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80%
pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat
dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.
Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia
40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir
sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia
akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia.
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini
dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80
tahun.
Etiologi
14
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi
konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan
enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada
stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya
proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan
menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon
androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya
usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan
menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan
hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli.
Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra
yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth factor,
transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth
factor.
Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan
prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan
tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat.
Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi
sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat
pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal.
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar
adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin
menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan
testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu
sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel,
testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang
kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex.
Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi
nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan
menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein
menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.
16
Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar
periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding kemudian
bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan
epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan
perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan
kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan
periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab
terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori infeksi dari
zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks,
teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas
hubungan sebab-akibatnya.
Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu
komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan
adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga
terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi
tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi
pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun
kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga
tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra. Selanjutnya
hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra yang
meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang
terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan
otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
17
urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Gambaran Klinis
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih.
Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan gejala
iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena
didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup
kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :
faktor, yaitu :
meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot
polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan
kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.
18
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna
pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran
prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun
belum penuh.
Gejalanya ialah :
Nokturia
Grade II
Grade III
: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin
>150 ml.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO
menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor
Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem
skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS)
dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang
19
berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang
menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan
(fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi
urin akut.
Faktor pencetus
Kompensasi Dekompensasi
Inkontinensia paradoksa
International Prostatic Symptom Score
Pertanyaan
Tidak
terakhir
sekali
Hampir
<20%
<50%
50%
>50%
selalu
20
berkemih
e. Beraapa kali terjadi arus
lemah sewaktu memulai
kencing
f. Berapa keli terjadi
bangun tidur anda
kesulitan memulai untuk
berkemih
g. Berapa kali anda
bangun untuk berkemih di
malam hari
Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor
pencetus, antara lain:
Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan
kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung
diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang berlebihan
Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau
mengalami infeksi prostat akut
21
detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan
antikolinergik atau alfa adrenergik.
2.
Adakah asimetris
3.
4.
5.
6.
Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi
prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris,
tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia
prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi
prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada
batu prostat akan teraba krepitasi.
22
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadangkadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang
dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total,
daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna
harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis
daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kemih yang terisi penuh dan teraba masa
kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra
simfisis.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
a.
b.
Darah
Elektrolit
Gula darah
Urin :
23
Sedimen
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis
kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman
terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai
saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari
kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan
persarafan pada vesica urinaria.
Pemeriksaan pencitraan
Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria yang penuh terisi urin,
yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya
hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke tulang dari carsinoma
prostat.
24
2.
3.
penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel,
atau sakulasi vesica urinaria
4.
Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram
retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran
prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan
volume vesica urinaria dan jumlah residual urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin
ada di dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan divertikel.
Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine
ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan gambaran kemungkinan tumor di
dalam vesica urinaria atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter,
atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan mengenai basar
prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke
dalam uretra.
MRI atau CT jarang dilakukan
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam macam potongan.
Pemeriksaan Lain
1.
Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh :
tekanan intravesica
resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju pancaran
mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 8
ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi
semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.
2.
3.
Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :
2.
derajat 1 : <50 ml
derajat 2 : 50-100 ml
26
derajat 3 : >100 ml
3.
4.
derajat 1 : kissing 1 cm
derajat 2 : kissing 2 cm
derajat 3 : kissing 3 cm
Diagnosis Banding
Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya:
1. Struktur uretra
2. Batu buli-buli kecil
3. Kanker prostat
4. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang menggunakan obat-obat
parasimpatolitik.
Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :
1. Instabilitas detrusor
2. Infeksi saluran kemih
3. Prostatitis
4. Batu ureter distal
5. Batu vesika kecil.
Komplikasi
Hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a. Inkontinensia Paradoks
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
27
d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Hidroureter
h. Hidronefrosis
i. Gagal Ginjal
Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan
penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi
berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:
Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat
lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang
dari 100 ml.
Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin
lebih dari 100 ml
gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHOProstate Symptom Score). Skor ini
berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah
dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan
menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul
obstruksi.
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan
cara penanganan, yaitu :
Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan
pengobatan secara konservatif.
Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang
sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR).
28
Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan
seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.
Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman
biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka
sebaiknya dilakukan operasi terbuka.
Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan
penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi
setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik,
kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas
hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah
masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun
demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang
mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala
klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral,
menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan
gejala klinik ditujukan untuk :
1.
2.
Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3.
vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.
Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna
Observasi
Watchfull waiting
Medikamentosa
Operasi
Invasif Minimal
Penghambat
Prostatektomi
TUMT
adrenergik
terbuka
TUBD
29
Penghambat
Endourologi
Strent uretra
reduktase
1. TURP
dengan prostacath
Fitoterapi
2. TUIP
TUNA
Hormonal
3. TULP (laser)
2.
bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas enzim
cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.
Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit
tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih,
kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan
perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan
adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.
Prostatektomi terbuka
1. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
31
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila membuka
vesika
Kerugian :
Mudah berdarah
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari
dalam vesika
Kerugian :
Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh
Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
Inkontinensia (<1%)
32
Perdarahan
Epididimo orchitis
Carcinoma
Ejakulasi retrograde
Impotensi
Fimosis
3.
Transperineal
Keuntungan :
Kerugian :
Impotensi
Inkontinensia
Perdarahan hebat
Prostatektomi Endourologi
1.
irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup
oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan
agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan
harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat
masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi.
Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi
air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai
gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam
keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar
0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik
yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin,
membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi
suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Keuntungan :
Luka incisi tidak ada
Lama perawatan lebih pendek
Morbiditas dan mortalitas rendah
Prostat fibrous mudah diangkat
Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
Teknik sulit
Resiko merusak uretra
34
Intoksikasi cairan
Trauma sphingter eksterna dan trigonum
Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
Alat mahal
Ketrampilan khusus
Komplikasi:
Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura
uretra.
2.
Invasif Minimal
1.
2.
36
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan
melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka
(transvesikal).
Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar. Mekanismenya :
1.
2.
3.
Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika
dirusak
3.
4.
Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter
tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat dari
logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan
sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau
bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan
USG dan kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan
dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral
tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara
mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif
sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang
lebih invasif.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo B Basuki, Benign Prostat Hiperplasia, Dasar-dasar Urologi, Edisi 2, Sagung
Seto, Jakarta, 2003
2. Swartz. H Mark, Benign Prostat Hiperplasia, Buku Ajar Diagnostik Fisik, EGC,
Jakarta, 1995
3. Sylvia AP & Lorraine MW. Prostat Hiperplasia, Patofisiologi konsep klinis prosesproses penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995
4. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC, 2004.
h. 782-786
5. Sabiston DC. Buku ajar bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC, 1994. h. 460-496
38