Case Fraktur Costae

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 39

Presentasi Kasus

Close Fracture Costa III Dextra Segmental, Close


Fracture Costa IV-IX Dextra Posterior Simple dan
Hematothorax

Oleh:
Meily Stevani
11-2014-305
Pembimbing:
Dr. Andreas A Loensoen, Sp.BTKV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
PERIODE 02 JANUARI 12 MARET 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2016
0

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU BEDAH
RSPAD GATOT SOEBROTO
Nama

: Meily Stevani

NIM

: 11.2014.305

Dokter pembimbing : dr. Andreas A. Lensoen, Sp.BTKV


I.

II.

Tanda Tangan
.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. KN

Umur

: 64 Tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Buruh

Alamat

: Purbowardayan 02/02 Tegalharjo, Jebres

ANAMNESA
Keluhan Utama:
Nyeri dada kanan post kecelakan lalu lintas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Enam jam SMRS saat pasien sedang mengendarai motor, menggunakan
helm standar, tertabrak mobil dari arah belakang, pasien terjatuh dengan
posisi dada kanan terbentur roda. Setelah kejadian, pasien merasa nyeri
pada dada kanan. Nyeri dirasakan seperti tetusuk benda tajam, dirasakan
terus menerus dan tidak menjalar ke bagian tubuh lain. Nyeri makin
memberat apabila dipakai menarik nafas dalam dan beraktivitas,
berkurang dengan istirahat dalam posisi setengah duduk. Sebelum
kecelakaan pasien mengaku tidak pernah merasakan
nyeri pada dadanya. Pasien juga mengeluh sesak (+), dirasakan
setelah kecelakaan, terus menerus dan membuat pasien susah untuk
beraktivitas dan tidur terlentang. Sesak makin memberat apabila
digunakan untuk beraktivitas dan berbaring terlentang berkurang dengan
1

berbaring pada posisi setengah duduk dan pemberian oksigen. Sebelum


kecelakaan pasien merasa tidak pernah sesak nafas. Pasien tidak
mengeluhkan batuk (-), muntah darah (-), pingsan (-) muntah makanan
minuman (-), pusing (-), pandangan mata kabur (-), kejang (-). Pasien
merasa dirinya dalam keadaan sehat sebelum menglami kecelakaan.
Pasien masih ingat kejadian sebelum dan sesudah kecelakaan.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Hipertensi

: (-)

Asma

: (-)

Jantung

: (-)

DM

: (-)

Sakit Kuning

: (-)

Keganasan

: (-)

Trauma

: (-)

Alergi

: (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

III.

Hipertensi

: (-)

Asma

: (-)

Jantung

: (-)

DM

: (-)

Sakit Kuning

: (-)

Keganasan

: (-)

PRIMARY SURVEY
A : Clear
B :
Inspeksi

: Pengembangan dada kanan < kiri, retraksi (+) pada SIC II-III hemithorax

dextra, jejas (+) pada hemithorax dextra, RR : 22x/menit.


Palpasi

: krepitasi (-/-), nyeri tekan (+) pada hemithorax kanan

Perkusi

: sonor, redup mulai SIC IV/ sonor

Auskultasi : SDV, menurun mulai SIC IV / SDV normal


C :
2

Tekanan darah : 130/90 mmHg, Nadi : 88x/menit


D :
GCS E4M6V5, reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
E : Suhu 36,7 C, jejas (+) lihat status lokalis.
IV. SECONDARY SURVEY
Status Generalis
1. Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

2. Derajat Kesadaran : Compos Mentis


3. Kepala

: normochepal, deformitas (-)

4. Mata

: CA -/-, SI -/-, refleks cahaya (+/+), oedema palpebra (-/-), pupil


isokor (3mm/3mm)

5. Hidung
6. Telinga

: Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-)
: Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)

7. Tenggorok

: Uvula di tengah, mukosa pharinx hiperemis (-), T1-T1

8. Leher

: Pembesaran KGB dan Glandula Tiroid (-), deviasi trakea (-), JVP
tidak meningkat.

9. Thoraks

: Retraksi (+), jejas (+), vulnus ekskoriasi (+), hiperpigmentasi (+)

Pulmo
Inspeksi

: Pengembangan dada kanan < kiri

Palpasi

: Nyeri tekan pada hemithorax dextra, vocal fremitus raba kanan > kiri

Perkusi

: Sonor, redup mulai SIC IV / sonor

Auskultasi

: SDV, menurun mulai SIC IV / SDV normal

Cor
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)


10. Abdomen
Inspeksi

: Datar, distensi abdomen (-), jejas (-)

Palpasi

: Supel, defans muskular (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

Perkusi

: Timpani, nyeri ketok (-)

Auskultasi

: Bising usus (+), normal

11. Ekstremitas

: Akral dingin, Oedem (-), ikterik (-)


3

12. Genital

: Terpasang selang kateter dengan produk urin berwarna kuning


Jernih, nyeri BAK (-)

Status Lokalis
Regio Thorax
Inspeksi

: Retraksi (+), jejas (+), pengembangan dinding dada kanan < kiri

Palpasi

: Nyeri tekan (+), krepitasi (-), vocal fremitus kanan > kiri

Perkusi

: Sonor, redup mulai SIC IV / sonor

Auskultasi : SDV, menurun mulai SIC IV / SDV normal


V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen Thorax AP (asimetris)

HASIL
Cor

: Normal

Pulmo : Tampak perselubungan homogen di lapang paru kanan bawah


Sinus costophrenicus kanan tumpul, kiri tajam
Hemidiaphragma kanan tertutup perselubungan, kiri normal
Tampak fraktur costae 3,4,5,6,7,8,9 posterior kanan
Kesan :
Fraktur costa 3 anterior lateral dan costae 3,4,5,6,7,8,9 posterior kanan
Hematothorax kanan

VI. DIAGNOSIS KERJA


Flail Chest III Dextra Segmental
Flail Chest IV IX Dextra Posterior Simple
Suspek Hematothorax
4

VIII. PENATALAKSANAAN

O2 4 lpm

IVFD RL 20 tpm

Injeksi ketorolac 30 mg/8 jam

Inj ranitidine 50 mg/ 12 jam

Pro Chest Tube Thoracostomy

Rontgen thorax AP/lateral post thoracostomy

Cek darah rutin

Analisa gas darah

Monitoring KU/VS

IX. FOLLOW UP
1. Hasil Foto Rontgen Thorax AP

Cor
Pulmo

: besar dan bentuk kesan normal


:

- Tak tampak infiltrat di kedua lapang paru,


- Corakan bronkovaskuler normal
- Tampak perselubungan homogen di lapang paru kanan bawah
- Sinus costophrenicus kanan tajam kiri tumpul
- Hemidiaphragma kanan tertutup perselubungan, kiri normal
- Tampak fraktur costae 3 anterior lateral kanan, dan fraktur costae
3, 4, 5, 6, 7,
5

8, 9 posterior kanan
-

Terpasang WSD dengan ujung proksimal terproyeksi setinggi VTh 89 sisi


kanan.

Kesan:
Hematothorax kanan
Fraktur costae 3 anterior lateral kanan, dan fraktur costae 3, 4, 5, 6,
7, 8, 9 posterior kanan
Terpasang WSD dengan ujung proksimal terproyeksi setinggi VTh 89 sisi kanan
Hasil Laboratorium
Hb

: 16,4 g/dL

Ht

: 47%

Leukosit

: 12100/l

Trombosit

: 156.100/l

Eritrosit

: 5,25 juta/l

APTT

: 23,0 detik

PT

: 11,9 detik

HbsAg

: non reaktif

Hasil Analisa Gas Darah


Ph

: 7,39

BE

: -2,0 mmol/L

PCO2

: 38,0 mmHg

PO2

: 93,0 mmHg

HCO3

: 23,6 mmol/L

Total CO2

: 24,2 mmol/L

Saturasi O2

: 97,0%

DIAGNOSA KERJA II
Post WSD Hemithorax Dextra
Flail Chest Costae III Dextra Segmental
Flail Chest Costae IV-IX Dextra Posterior Simple

PENATALAKSANAAN II

Pro ORIF selektif

IVFD RL 20 tpm

Inj ciprofloxacin 400 mg/ 12 jam

Inj Ketorolac 30 mg/ 8 jam

Inj Ranitidin 50 mg/ 12 jam

Awasi KU/VS

Awasi patensi WSD

Ganti tube WSD bila penuh

2. Hasil Foto Rontgen Thorax AP

Cor

: besar dan bentuk kesan normal

Pulmo

Tak tampak infiltrat di kedua lapang paru

Corakan bronkovaskuler normal

Tampak perselubungan homogen di lapang paru kanan bawah

Sinus costophrenicus kanan tajam kiri tumpul


7

Hemidiaphragma kanan tertutup perselubungan, kiri normal

Tampak fraktur costae 3 anterior kanan, 3,4, lateral kanan dan


fraktur costae 3,
4, 5 posterior kanan

Tampak terpasang internal fiksasi pada costae 6,7,8,9 posterior


kanan, garis
fraktur (+)

Terpasang WSD dengan ujung proksimal terproyeksi setinggi VTh


3 sisi kanan

Kesan :
Hematothorax kanan
Fraktur costae 3 anterior kanan, 3,4, lateral kanan dan fraktur
costae 3, 4, 5
posterior kanan
Tampak terpasang internal fiksasi pada costae 6,7,8,9 posterior
kanan, garis
fraktur (+)
Terpasang WSD dengan ujung proksimal terproyeksi setinggi VTh 3
sisi kanan
DIAGNOSA KERJA III
Post WSD Hemithorax Dextra
Post ORIF Costae Dextra
Flail Chest Costae III Dextra Segmental
Flail Chest Costae IV-IX Dextra Posterior Simple
PENATALAKSANAAN III

IVFD RL 20 tpm

Inj ciprofloxacin 400 mg/ 12 jam

Inj Ketorolac 30 mg/ 8 jam

Inj Ranitidin 50 mg/ 12 jam

Awasi KU/VS

Awasi patensi WSD

Ganti tube WSD bila penuh

Tinjauan Pustaka

Pendahuluan
Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran,
baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga mengalami
pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu banyak pria mengalami
pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi
pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun (50-79tahun)
dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya perubahan-perubahan
kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahanperubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik
(kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala klinik.

Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan
untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling
ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu
operasi.
Definisi
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan dimana kelenjar
periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke
perifer dan menjadi simpai bedah.

Anatomi dan Fisiologi


Anatomi
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian
proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan
jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
lobus medius
lobus lateralis (2 lobus)
lobus anterior
10

lobus posterior
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi satu
dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak tampak
karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil
berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.6
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah: zona
perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral.
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proksimal
dari sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona
tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan
karsinoma prostat berasal dari zona perifer.

11

Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum
dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum pubo
prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah belakang
didapatkan fascia denonvilliers.
Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat dan
vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia pelvis
dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari
prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
Kapsul anatomis sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus
kelenjar prostat.
a.

Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler

b.

Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang menghasilkan
bahan baku sekret.
Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatous
zone
Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang merupakan bagian
terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami hipertrofi pada usia lanjut.

12

Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :


a.

kapsul anatomis

b.

kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya
(outer zone) sehingga terbentuk kapsul

c.

kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone)
dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak

jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior dari pada lobus
medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu
keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit
mengandung jaringan kelenjar.
Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks selapis
dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan epitel tampak
menyerupai epitel berlapis.
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang dari a.
iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan a. pudenda
interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk lewat basis
13

prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2
kelompok , yaitu:
a. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral darivesico prostatic
junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar
periurethral.
b. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang
yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar paraurethral).
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian bersatu
untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna ,
iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.

Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari
Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
Fisiologi
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan plasma
seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80%
pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat
dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.
Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia
40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir
sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia
akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia.
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini
dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80
tahun.
Etiologi
14

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
Teori Hormonal

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi
konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan
enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada
stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya
proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan
menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon
androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya
usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan
menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan
hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli.
Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra
yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth factor,
transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth
factor.
Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati

Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)


Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa
berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang
15

mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan
prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan
tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat.
Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi
sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

Teori Dehidrotestosteron (DHT)


Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan selsel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase
dengan bantuan koenzim NADPH.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat
pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal.
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar
adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin
menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan
testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu
sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel,
testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang
kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex.
Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi
nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan
menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein
menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.
16

Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar
periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding kemudian
bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan
epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan
perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan
kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan
periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab
terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori infeksi dari
zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks,
teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas
hubungan sebab-akibatnya.
Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu
komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan
adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga
terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi
tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi
pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun
kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga
tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra. Selanjutnya
hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra yang
meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang
terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan
otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
17

urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Gambaran Klinis
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih.
Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan gejala
iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena
didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup
kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :

Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)

Pancaran miksi yang lemah (weak stream)

Miksi terputus (Intermittency)

Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder


emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga

faktor, yaitu :

Volume kelenjar periuretral

Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

Kekuatan kontraksi otot detrusor


Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga

meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot
polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan
kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.

18

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna
pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran
prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun
belum penuh.
Gejalanya ialah :

Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

Nokturia

Miksi sulit ditahan (Urgency)

Disuria (Nyeri pada waktu miksi)


Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat

berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :


Grade I

: Gejala prostatismus + sisa kencing

Grade II

: Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml

Grade III

: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin
>150 ml.

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO
menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor
Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem
skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS)
dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang

19

berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang
menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:

Ringan : skor 0-7

Sedang : skor 8-19

Berat : skor 20-35


Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk

mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan
(fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi
urin akut.

Faktor pencetus

Kompensasi Dekompensasi

(LUTS) Retensi urin

Inkontinensia paradoksa
International Prostatic Symptom Score
Pertanyaan

Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan

Tidak

terakhir

sekali

Hampir

<20%

<50%

50%

>50%

selalu

a. Adakah anda merasa


buli-buli tidak kosong
setelah berkemih
b. Berapa kali anda
berkemih lagi dalam
waktu 2 menit
c. Berapa kali terjadi arus
urin berhenti sewaktu
berkemih

20

d. Berapa kali anda tidak


dapat menahan untuk

berkemih
e. Beraapa kali terjadi arus
lemah sewaktu memulai
kencing
f. Berapa keli terjadi
bangun tidur anda
kesulitan memulai untuk
berkemih
g. Berapa kali anda
bangun untuk berkemih di
malam hari

Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor
pencetus, antara lain:

Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan
kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung
diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang berlebihan

Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau
mengalami infeksi prostat akut

21

Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot

detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan
antikolinergik atau alfa adrenergik.

Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala
obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
Diagnosis
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani,
reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam
rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
1.

Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

2.

Adakah asimetris

3.

Adakah nodul pada prostate

4.

Apakah batas atas dapat diraba

5.

Sulcus medianus prostate

6.

Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi

prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris,
tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia
prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi
prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada
batu prostat akan teraba krepitasi.
22

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadangkadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang
dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total,
daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna
harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis
daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kemih yang terisi penuh dan teraba masa
kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra
simfisis.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
a.

b.

Darah

Ureum dan Kreatinin

Elektrolit

Blood urea nitrogen

Prostate Specific Antigen (PSA)

Gula darah
Urin :
23

Kultur urin + sensitifitas test

Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

Sedimen
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis
kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman
terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai
saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari
kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan
persarafan pada vesica urinaria.

Pemeriksaan pencitraan
Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria yang penuh terisi urin,
yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya
hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke tulang dari carsinoma
prostat.

24

Pielografi Intravena (IVP)


Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
1.

kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis

2.

memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya


indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah
distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish

3.

penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel,
atau sakulasi vesica urinaria

4.

foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram
retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran
prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan
volume vesica urinaria dan jumlah residual urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin
ada di dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan divertikel.

Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine
ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan gambaran kemungkinan tumor di
dalam vesica urinaria atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter,
atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan mengenai basar
prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke
dalam uretra.
MRI atau CT jarang dilakukan
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam macam potongan.
Pemeriksaan Lain
1.

Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh :

daya kontraksi otot detrusor


25

tekanan intravesica

resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju pancaran
mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 8
ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi
semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.

2.

Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)


Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat
membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang
melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan
pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka
sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.

3.

Pemeriksaan Volume Residu Urin


Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat sederhana
dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal
atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan
dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin
biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal
vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk
melakukan intervensi pada penderita prostat hipertrofi.

Kriteria Pembesaran Prostat


Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah :
1.

Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :

derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum

derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum

derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum

derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2.

Berdasarkan jumlah residual urine

derajat 1 : <50 ml

derajat 2 : 50-100 ml
26

derajat 3 : >100 ml

derajat 4 : retensi urin total

3.

Intra vesikal grading

derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet

derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter

derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4.

Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi

derajat 1 : kissing 1 cm

derajat 2 : kissing 2 cm

derajat 3 : kissing 3 cm

derajat 4 : kissing >3 cm

Diagnosis Banding
Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya:
1. Struktur uretra
2. Batu buli-buli kecil
3. Kanker prostat
4. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang menggunakan obat-obat
parasimpatolitik.
Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :
1. Instabilitas detrusor
2. Infeksi saluran kemih
3. Prostatitis
4. Batu ureter distal
5. Batu vesika kecil.
Komplikasi
Hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a. Inkontinensia Paradoks
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
27

d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Hidroureter
h. Hidronefrosis
i. Gagal Ginjal
Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan
penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi
berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:

Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.

Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat
lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang
dari 100 ml.

Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin
lebih dari 100 ml

Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.


Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat

gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHOProstate Symptom Score). Skor ini
berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah
dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan
menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul
obstruksi.
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan
cara penanganan, yaitu :

Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan
pengobatan secara konservatif.

Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang
sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR).

28

Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan
seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.

Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman
biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka
sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan
penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi
setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik,
kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas

hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah
masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun
demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang
mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala
klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral,
menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan
gejala klinik ditujukan untuk :
1.

Menghilangkan atau mengurangi volume prostat

2.

Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3.

Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor


Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher

vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.
Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna
Observasi

Watchfull waiting

Medikamentosa

Operasi

Invasif Minimal

Penghambat

Prostatektomi

TUMT

adrenergik

terbuka

TUBD

29

Penghambat

Endourologi

Strent uretra

reduktase

1. TURP

dengan prostacath

Fitoterapi

2. TUIP

TUNA

Hormonal

3. TULP (laser)

Terapi Konservatif Non Operatif


Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan adalah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obatobatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan
minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem
skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1.

mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker


(penghambat alfa adrenergik)

2.

menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon


testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

Obat Penghambat adrenergik


Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat dan
leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui
di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obatobatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat
penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu
1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat
dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan
antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak
kontraktilitas detrusor.
Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa
urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi, pusing, mual,
lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai
merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.
30

Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase


Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat golongan ini
dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat
mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan
manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek samping obat ini
adalah melemahkan libido dan ginekomastia.
Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang digunakan untuk
pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin Seeds. Keduanya,
terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya pengendalian
prostatisme BPH dalam konteks watchfull waiting strategy.
Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:

frekuensi nokturia berkurang

aliran kencing bertambah lancar

volume residu di kandung kencing berkurang

gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.


Mekanisme kerja obat diduga kuat:

menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen

bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas enzim
cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.

Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit
tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih,
kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan
perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan
adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.
Prostatektomi terbuka
1. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
31

Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal

Mortaliti rate rendah

Langsung melihat fossa prostat

Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

Perdarahan lebih mudah dirawat

Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila membuka
vesika

Kerugian :

Dapat memotong pleksus santorini

Mudah berdarah

Dapat terjadi osteitis pubis

Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal

Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari
dalam vesika

Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis


2.

Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)


Keuntungan :

Baik untuk kelenjar besar

Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat

Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit :


batu buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi, retropubik sulit
karena kelainan os pubis, kerusakan sphingter eksterna minimal.

Kerugian :

Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh

Sulit pada orang gemuk

Sulit untuk kontrol perdarahan

Merusak mukosa kulit

Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :

Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neckstenosis 4%)

Inkontinensia (<1%)
32

Perdarahan

Epididimo orchitis

Recurent (10 20%)

Carcinoma

Ejakulasi retrograde

Impotensi

Fimosis

Deep venous trombosis

3.

Transperineal
Keuntungan :

Dapat langssung pada fossa prostat

Pembuluh darah tampak lebih jelas

Mudah untuk pinggul sempit

Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :

Impotensi

Inkontinensia

Bisa terkena rektum

Perdarahan hebat

Merusak diagframa urogenital

Prostatektomi Endourologi
1.

Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)


Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya terdiri
dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode
ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada
sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh
membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat
berguna untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi
ini berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh
dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan
33

irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup
oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan
agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan
harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat
masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi.
Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi
air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai
gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam
keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar
0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik
yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin,
membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi
suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.

Keuntungan :
Luka incisi tidak ada
Lama perawatan lebih pendek
Morbiditas dan mortalitas rendah
Prostat fibrous mudah diangkat
Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
Teknik sulit
Resiko merusak uretra
34

Intoksikasi cairan
Trauma sphingter eksterna dan trigonum
Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
Alat mahal
Ketrampilan khusus
Komplikasi:

Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi

Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik

Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura
uretra.

2.

Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)


Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran prostatnya
mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada pasien yang
umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau
bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik
yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yang dipakai pada TUR P tetapi memakai alat
pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter
sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian
ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.
3.

Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)


Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat prostat yang
membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan TUMT dan
TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan operasi maka dicoba cara
operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk masingmasing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu ablasi akan
ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi ablasi pada
permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera menjadi lebih lebar, yang
kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang akan menyebabkan laser nekrosis
lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam
prostat menyerupai rongga yang terjadi sehabis TUR.
Keuntungan bedah laser ialah :
35

Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi


retensi akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi

Teknik lebih sederhana

Waktu operasi lebih cepat

Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat

Tidak memerlukan terapi antikoagulan

Resiko impotensi tidak ada

Resiko ejakulasi retrograd minimal


Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).

Invasif Minimal
1.

Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)


Cara memanaskan prostat sampai 44,50C 470C ini mulai diperkenalkan dalam tiga tahun
terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini
dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau
gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu
juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra
menurun sehingga obstruksi berkurang. lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal,
efektifitasnya serta side efek yang mungkin timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan microwave
kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka perlu
dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses
pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang radio
frequency yang panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah
dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada
pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam.
Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen
sehingga pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir
keluar.

2.

Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)

36

Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan
melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka
(transvesikal).
Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar. Mekanismenya :
1.

Kapsul prostat diregangkan

2.

Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut

3.

Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika
dirusak

3.

Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)


Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi
termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai tujuan untuk
menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme
ejakulasi dapat dipertahankan.

4.

Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter
tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat dari
logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan
sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau
bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan
USG dan kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan
dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral
tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara
mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif
sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang
lebih invasif.

37

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo B Basuki, Benign Prostat Hiperplasia, Dasar-dasar Urologi, Edisi 2, Sagung
Seto, Jakarta, 2003
2. Swartz. H Mark, Benign Prostat Hiperplasia, Buku Ajar Diagnostik Fisik, EGC,
Jakarta, 1995
3. Sylvia AP & Lorraine MW. Prostat Hiperplasia, Patofisiologi konsep klinis prosesproses penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995
4. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC, 2004.
h. 782-786
5. Sabiston DC. Buku ajar bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC, 1994. h. 460-496

38

Anda mungkin juga menyukai