4638309-Anemia-Aplastik 3
4638309-Anemia-Aplastik 3
4638309-Anemia-Aplastik 3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
DISUSUN OLEH:
Ruzanna binti
Hassim
C 111 09 870
PEMBIMBING :
dr. Titien Buniyanti
PEMBIMBING
BACA:
dr. Ayu
DIBAWAKAN
DALAM
RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahawa:
Nama
NIM
: C 111 09 858
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
: Universitas Hasanuddin
Judul Kasus
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepanitraan klinik pada bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, 4 Agustus 2014
Mengetahui,
Pembimbing
Co-ass
dr. Ayu
LAPORAN KASUS
PANCYTOPENIA ec. ANEMIA APLASTIK
IDENTITAS PASIEN
Nama
Tn. F
Umur
31tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Alamat
Pekerjaan
Tidak bekerja
Masuk
28 Juni 2014
Bangsal/Ruang
658070
SUBJEKTIF
Demam ada sejak 1 minggu yang lalu, tidak terus menerus, membaik apabila
diberi obat penurun panas dan lebih sering pada malam hari. Pasien tidak
mengeluhkan batuk dan lendir. Pasien tidak mengeluhkan sakit kepala dan
pusing. Pasien tidak sesak napas. Pasien tidak mengeluhkan nyeri dada dan
nyeri ulu hati. Pasien mual terutama bila ada intake oral. Tidak ada muntah.
Nafsu makan berkurang selama pasien sakit, berat badan berkurang tetapi tidak
ketahui sejak kapan. Ada gusi berdarah sejak dirawat di rumah sakit.
BAK: Kesan Lancar, warna seperti teh. BAB: kesan lancar warna hitam
kecoklatan.
Riwayat keluarga: Riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama (-).
OBJEKTIF
a)
b)
: 80 kali/menit
Pernafasan
: 20 kali/menit
Suhu
BB
: 53 kg
TB
: 165 cm
IMT
: 22.49 kg/m2
c) Pemeriksaan Fisis
Kepala : Ekspresi: normal Deformitas: tiada Simetris muka: kiri kanan sama
Rambut: hitam
Mata: Konjungtiva: anemis (+), Sklera: ikterus (+), sianosis (-).
Telinga: Nyeri tekan di processus mastoideus (+)
: BP : vesikuler
BT: Rh
Jantung
----
Wh - ---
Abdomen
Anus dan rektum : Ampulla kosong, mukosa licin, feces tidak berdarah
Ekstremitas
Lain-Lain
:-
d) Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium (9-6-2014)
HEMATOLOG
HASIL
I
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
MCV
MCH
MCHC
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT
Na
K
Cl
GDS
Protein Total
Albumin
Globulin
Bil. Total
Bil. Direk
PT
aPTT
RUJUKAN
1,29
4.00 10.0
2,48
4.00 6.00
7,6
12.0 16.0
21,9
37.0 48.0
41
150 400
92,0
80.0 97.0
30,1
26.5 33.5
32,7
31.5 35.0
10-50
<1,3
1218
<38
670
<41
127
136-145
3,8
3,5-5,1
102
97-111
140
5,0
6,6-8,7
2,3
3,5-5
1,5-5
10,85
<1,1
9,02
<0,30
20,5
10,6-14,4
Tidak terbentuk 22,1-28,1
INR
Kolestrol Total
HDL
LDL
NILAI
koagulasi
1,65
<200
>65
<130
UNIT
[103/uL]
[106/uL]
[g/dL]
[%]
[103/uL]
[fL]
9[pg]
[g/dL]
mg/dl
mg/dl
u/L
u/L
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
mg/dl
gr/dl
gr/dl
gr/dl
mg/dl
mg/dl
Detik
Detik
Detik
mg/dl
mg/dl
mg/dl
Trigliserida
HBsAg (Rapid)
Anti-HCV
<200
Negatif
Negatif
(Rapid)
Anti HAV
D-Dimer
Fibrinogen
mg/dl
- Radiologi
USG Abdomen
-
Hepatomegaly
Foto Thorax AP
- Aspek bronchitis
- Efusi pleura dextra minimal
MSCT Whole Abdomen
- soft tissue mass sugestif benign dinding internal anterior abdomen suspek
-
desmoid tumor
Hepatosplenomegaly dengan fatty liver
Ascites dan efusi pleura bilateral
Meteorismus
e) Diagnosis Kerja
- Pansitopenia e.c susp. Anemia aplastik
- Febril neutropenia
- DIC
- Selulitis orbita
- Peningkatan enzim transaminase
- Acute liver failure belum dapat disingkirkan
- Dispepsia fungsional
- Hiponatremia
f) Penatalaksanaan
1.
Diet Hepar
2.
3.
4.
5.
Metilprednisolone 125mg/24j/iv
6.
Ceftazidine 1gr/8j/iv
7.
8.
9.
Novalgin 1amp/8j/iv
Tanggal
Perjalanan Penyakit
09/6/2014
terus
Instruksi
menerus.
T : 110/70
N : 114 x/i
P : 24 x/i
S : 36.7 oC
37 C)
- Metilprednisolone
BB : 53 kg
125mg/24j/iv
TB : 165 cm
sianosis (-)
- Ceftazidine 1gr/8j/iv
-IgM
anti
Fibrinogen
HAV,
- GOT,GPT,PT,APTT
kultur
D-Dimer,
darah
-balance cairan
dan
rektum:
Spinkter
dan
terus
menerus.
T : 110/70
N : 84
P : 20
S : 36,6
37 C)
- Metilprednisolone
BB : 53 kg
125mg/24j/iv
TB : 165 cm
sianosis (-)
- Ceftazidine 1gr/8j/iv
- Leucogen 2x/minggu
10
Usul:
Vit K
Transfusi FFP
dan
rektum:
Spinkter
11/06/2014
terus
menerus.
11
T : 100/70
N : 84 x/i
P : 21x/i
- Metilprednisolone
S : 36.5 oC
125mg/24j/iv
- Ceftazidine 1gr/8j/iv
BB : 53 kg
TB : 165 cm
sianosis (-)
- Leucogen
2x/minggu
(1vial/sc)
- Kenalog in orobase
- Bil.total, Bil.direk,GOT,GPT.Fe,
TIBC
-Cek
Anus
dan
rektum:
control
DR,PT,APTT,D-
Spinkter FFP)
12
O: 1600
+2900
A:
-Pansitopenia e.c susp. Anemia
aplastik + febril neutropenia
- DIC
- Selulitis orbita
- Peningkatan enzim transaminase
- Acute liver failure belum dapat
disingkirkan
- Dispepsia fungsional
- Hiponatremia
12/06/2014
T : 120/80
N : 84 x/i
P : 24x/i
S : 36.7 oC
BB : 53 kg
TB : 165 cm
sianosis (-)
- Leucogen
2x/minggu
(1vial/sc)
- Kenalog in orobase
13
14
O: 200+500
+1000
A:
-Pansitopenia e.c susp. Anemia
aplastik + febril neutropenia
- DIC
- Selulitis orbita
- Peningkatan enzim transaminase
- Acute liver failure belum dapat
disingkirkan
- Dispepsia fungsional
- Hiponatremia
13/06/2014
T : 120/70
N : 84 x/i
merokok (+)
P : 24x/i
S : 36.7 oC
- Metilprednisolone
125mg/24j/iv
- Ceftazidine 1gr/8j/iv
sianosis (-)
TB : 165 cm
- Leucogen
2x/minggu
(1vial/sc)
- Kenalog in orobase
15
dan
rektum:
Spinkter
16
RESUME
Seorang pria berumur 31 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan bengkak pada
kelopak mata dialami sejak 3 bulan, bengkak dialami secara perlahan-lahan sampai
sekarang dan sempat dirawat di RSWS pada Maret 2014. Dirawat selama 1 bulan
dengan diagnosis selulitis orbita dari dokter spesialis mata. 1 bulan setelah keluar dari
rumah sakit, pasien mengeluh mata bengkak lagi tetapi bengkak tidak seperti waktu
bulan Maret 2014. Pasien juga mengeluh bengkak di bagian pipi dialami sejak 3 hari
yang lalu, muncul secara tiba-tiba.
Demam ada sejak 1 minggu yang lalu, tidak terus menerus, membaik apabila diberi
obat penurun panas dan lebih sering pada malam hari. Pasien tidak mengeluhkan
batuk dan lendir. Pasien tidak mengeluhkan sakit kepala dan pusing.Pasien tidak
sesak napas. Pasien tidak mengeluhkan nyeri dada dan nyeri ulu hati. Pasien mual
terutama bila ada intake oral. Tidak ada muntah. Nafsu makan berkurang selama
pasien sakit, berat badan berkurang tetapi tidak ketahui sejak kapan. Ada gusi
berdarah sejak dirawat di rumah sakit. BAK: Kesan Lancar, warna seperti teh. BAB:
kesan lancar warna hitam kecoklatan. Tidak ada riwayat hipertensi.Tidak ada riwayat
DM. Riwayat diopname dengan keluhan bengkak pada kelopak mata. Riwayat
konsumsi obat OAT tidak pernah . Riwayat transfusi darah tidak pernah. Riwayat
minum alkohol ada. Riwayat merokok ada. Riwayat seks bebas tidak pernah. Riwayat
konsumsi narkoba tidak pernah. Riwayat Keluarga yang menderita penyakit yang
sama disangkal.
Tanda-tanda vital pada pasien adalah tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84 kali
per menit, pernapasan 24 kali per menit, dan suhu 36.6 C. Pada pemeriksaan kepala
didapatkan anemis dan ikterus . Pada pemeriksaan mulut didapatkan lidah merah
kecoklatan, sariawan ada dan perdarahan gusi. Pada pemeriksaan telinga didapatkan
nyeri tekan pada processus mastoideus. Pada
17
mencekik, ampulla kurang, mukosa licin, handschoen tidak ada darah. Pada
ekstremitas didapatkan eritema palmaris dan eritema pada seluruh badan. Hasil USG
Abdomen : kesan hepatomegaly. Pada pemeriksaan MSCT Whole Abdomen kesan
soft tissue mass sugestif benign dinding internal anterior abdomen suspek desmoid
tumor, hepatosplenomegaly dengan fatty liver, ascites dan efusi pleura bilateral,
meteorismus. Pada pemeriksaan foto thoraks kesan : aspek bronchitis, efusi pleura
dextra minimal. Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan peningkatan enzim hati,
serta pancytopenia. Dari anamnesis, pemeriksaan fisis, dan laboratorium serta USG
Abdomen. Maka pasien ini sesuai dengan diagnosis Pancytopenia ec Anemia
Aplastik.
18
BAB I
PENDAHULUAN
Anemia aplastik adalah ditandai dengan pansitopenia darah tepi, dengan
hiposellularitas sumsum tulang dan tidak adanya proses hematologi klonal.
Kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi komponen sel darah. Keunggulan dari
penyakit ini adalah pansitopenia dan hiposellularitas sumsum tulang.1,2,3
Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada tahun
1988 oleh Paul Ehrlich pada wanita hamil. Istilah ini adalah sebuah ironi karena
semua tiga baris sel hematopoietic menghilang secara bertahap dari sumsum tulang
tanpa penggantian dari baris sel lain.4
Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai
6 kasus baru persejuta penduduk pertahun. Penyakit ini jauh lebih umum di bagian
tertentu di dunia misalnya Asia Timur.5 Di Thailand dan China, insidensi 5 sampai 7
perjuta kasus telah ditemukan. Pada umumnya pria dan wanita memiliki frekwensi
yang sama, tapi ada distribusi usia yang biphasic dengan puncak kejadiannya pada
remaja dan dua puluhan dan kenaikan kedua pada orang tua. 1 Variasi geografis ini
lebih disebabkan oleh lingkungan daripada unsure genetic meskipun kerentanan
individu merupakan factor penting.3
Penyakit ini mungkin bawaan atau diperoleh. Anemia aplastik congenital
dapat diwariskan sebagai resesif autosomal ( tipe Fanconi) ; jarang berhubungan
dengan dyskeratosis congenital. Anemia aplastik yang diperoleh memiliki penyebab
yang dapat diidentifikasikan (infeksi virus, radiasi atau paparan obat) pada sekitar
50% kasus. Obat-obatan yang menyebabkan penekanan sumsum tulang seperti
busulfan dan kloramfenikol, radiasi pengion, bahan kimia seperti benzene,
insektisida, dan infeksi seperti hepatitis. 7 Penyebabnya tidak diketahui, tetapi
mungkin melibatkan kekebalan terhadap sumsum tulang. 6
19
Diagnosis anemia aplastik bisa sulit karena tumpang tindih dengan penyakit
lain khusunya kegagalan sumsum tulang. Langkah- langkah diagnostic aplastik
anemia termasuk mengkonfirmasikan kecurigaan diagnosis dan membedakan
penyakit kegagalan sumsum tulang lainnya, menentukan beratnya penyakit dan
mengkarakterisasikan anemia aplastik. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah
berdasarkan pemeriksaan darah tepi, biopsy trephine dan aspirasi sumsum tulang. 8
Sebelum
munculnya
transplantasi
sumsumtulang,
terapi
intensif
imunosupresif prognosis untuk pasien dengan anemia aplastik berat lebih dari 25 %
berkembang ke kematian dalam waktu 4 bulan dari diagnosis dan 50% meninggal
dalam waktu 1 tahun. Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup dapat
mencapai 75% sampai 85 %.3
20
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang
ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. 4 Pada anemia
aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga
menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan
trombositopenia.9 Istilah anemia aplastik sering juga digunakan untuk menjelaskan
anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun. Sinonim lain yang
sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif, aleukia
hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.1
2.2 Epidemiologi
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia,
berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. 2 Analisis retrospektif
di Amerika Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5
kasus persejuta penduduk pertahun.9 The Internasional Aplastic Anemia and
Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang
pertahun.2,9 Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai
25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik
lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta
penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta
penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur lebih besar daripada
di negara Barat belum jelas.9 Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan
dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik,
21
dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti dengan tidak ditemukan
peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di Amerika.5
2.3 Klasifikasi Anemia Aplastik
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Klasifikasi menurut kausa2 :
1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.
2. Sekunder : bila kausanya diketahui.
3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya
anemia Fanconi
B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.3,9,10
Anemia aplastik berat
22
23
Hipoimunoglobulinemia
Timoma dan carcinoma timus
Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi
Paroksismal nokturnal hemoglobinuria
Kehamilan
Idiopathic aplastic anemia
Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)
Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenita
Sindrom Shwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
Anemia aplastik familial
Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)
Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)
2.4.1 Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi
dimana stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana
jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat
sensitif.4,12 Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia aplastik.
Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan
fibrosis.2
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan
luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat
digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum
tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang.
Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi tergantung dari dosis
yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada dosis kurang dari 1 Sv
24
(ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah dapat
berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads).
Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi.
Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada dosis
radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima transplantasi sumsum tulang.
Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga dapat menyebabkan
anemia aplastik.13
2.4.2 Bahan-bahan Kimia
Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan
anemia aplastik dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia yang
lain seperti insektisida dan logam berat juga berhubungan dengan anemia yang
berhubungan dengan kerusakan sumsum tulang dan pansitopenia.13
2.4.3 Obat-obatan
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seseorang
dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah
kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon,
senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya mieleran
atau nitrosourea.2
Tabel 3. Obat-obatan yang menyebabkan Anemia Aplastik9
Kategori
Resiko Tinggi
Resiko
Menengah
Resiko Rendah
Analgesik
Fenasetin,
salisilamide
Anti aritmia
Kuinidin, tokainid
Anti artritis
Garam Emas
25
Kolkisin
aspirin,
Kategori
Resiko Tinggi
Anti konvulsan
Resiko
Menengah
Resiko Rendah
Karbamazepin,
hidantoin,
felbamat
Etosuksimid, Fenasemid,
primidon, trimethadion,
sodium valproate
Anti histamin
Klorfeniramin,
pirilamin, tripelennamin
Anti hipertensi
Captopril, methyldopa
Anti inflamasi
Penisillamin,
fenilbutazon,
oksifenbutazon
Diklofenak, ibuprofen,
indometasin, naproxen,
sulindac
Kloramfenikol
Dapsone,
metisillin,
penisilin, streptomisin,
-lactam antibiotik
Anti mikroba
Anti bakteri
Anti fungal
Amfoterisin, flusitosin
Anti protozoa
Kuinakrine
Klorokuin,
pirimetamin
mepakrin,
Busulfan,
cyclophosphamide,
melphalan,
nitrogen
mustard
Daunorubisin,
doxorubisin,
mitoxantrone
Anti platelet
Tiklopidin
Anti tiroid
Karbimazol, metimazol,
metiltiourasil, potassium
perklorat, propiltiourasil,
sodium thiosianat
Sedative dan
tranquilizer
Klordiazepoxide,
Klorpromazine
(dan
fenothiazin yang lain),
26
Kategori
Resiko Tinggi
Resiko
Menengah
Resiko Rendah
lithium, meprobamate,
metiprilon
Numerous sulfonamides
Acetazolamide
Hipoglikemik
Klorothiazide,
furosemide
Klorpropamide,
tolbutamide
Lain-lain
Allopurinol, interferon,
pentoxifylline
Catatan : Obat dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang
disebut resiko tinggi. Obat dengan 30 kasus dilaporkan menyebabkan anemia aplastik
merupakan resiko menengah dan selainnya yang lebih jarang merupakan resiko
rendah.
2.4.4 Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis,
virus Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling
sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi
hepatitis. Walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan hepatitis akan tetapi terdapat
hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan dengan anemia aplastik.. Parvovirus
B19 dapat menyebabkan krisis aplasia sementara pada penderita anemia hemolitik
kongenital (sickle cell anemia, sferositosis herediter, dan lain-lain). Pada pasien yang
imunokompromise dimana gagal memproduksi neutralizing antibodi terhadap
Parvovirus suatu bentuk kronis red cell aplasia dapat terjadi.8,12,13
Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum
tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat
menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan infeksi dan
sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui induksi imun sekunder,
27
inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel dan progenitor sel
atau destruksi jaringan stroma penunjang.4
2.4.5 Faktor Genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian
dari padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia
Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh hipoplasia
sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius,
mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa.2
2.4.7 Anemia Aplastik pada Keadaan/Penyakit Lain
1. Pada leukemia limfoblastik akut kadang-kdang ditemukan pansitopenia dengan
hipoplasia sumsum tulang.2
2. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH).
Penyakit ini dapat bermanifestasi berupa anemia aplastik. Hemolisis disertai
pansitopenia mengkin termasuk kelainan PNH.2
3. Kehamilan
Kasus kehamilan dengan anemia aplastik telah pernah dilaporkan, tetapi
hubungan antara dua kondisi ini tidak jelas. Pada beberapa pasien, kehamilan
mengeksaserbasi anemia aplastik yang telah ada dimana kondisi tersebut akan
membaik lagi setelah melahirkan. Pada kasus yang lain, aplasia terjadi selama
kehamilan
dengan
kejadian
yang
berulang
pada
kehamilan-kehamilan
berikutnya.9
2.5 Patogenesis2
Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik
yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan
oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan
(acquired aplastic anemia)
28
mekanisme
utama
patofisiologi
anemia
aplastik.
Walaupun
29
system pusat dapat menyebabkan perdarahan intracranial atau retina. Gejala anemia
juga sering terjadi termasuk mudah lelah, lemas, sesak napas, dan rasa berdebar di
telinga. Infeksi merupakan gejala awal yang jarang terjadi pada anemia aplastik (tidak
seperti pada agranulositosis, dimana pharingitis, infeksi anorektal, atau sepsis sering
terjadi pada awal). Sebuah fitur mencolok dari anemia aplastik adalah keterbatasan
gejala pada sistem hematologi dan pasien sering merasa dan terlihat sehat walaupun
terjadi penurunan drastis pada hitung darah. Riwayat keluarga penyakit atau kelainan
hematologi darah dapat mengindikasikan penyebab konstitusional pada kegagalan
sumsum. Pemeriksaan panggul dan dubur harus dilakukan dengan hati-hati dan
menghindari trauma; ini akan sering menunjukkan perdarahan dari servikal atau
darah dari tinja. Pucat pada kulit dan selaput lendir adalah umum kecuali dalam kasus
yang sangat akut atau yang telah menjalani transfusi. Limfadenopati dan
splenomegali sangat atipikal anemia aplastik. Spot Cafe au Lait dan perawakan
pendek menunjukkan anemia, kuku aneh Fanconi dan leukoplakia menandakan
dyskeratosis congenita.1
Anemia aplastik dapat muncul dengan mendadak atau memiliki onset yang
lebih berbahaya. Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan
gejala yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Anemia sedang hingga
berat bermanifestasi dengan kelelahan dan dypsnoe saat beraktivitas. Neutropenia
dikaitkan dengan perkembangan infeksi bakteri atau jamur. Perdarahan atau memar
akibat trombositopenia juga sering terjadi. Pemeriksaan fisik pucat, perdarahan
mukosa, ekimosis atau petechiae.2
Pada tabel 4 terlihat bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan
keluhan yang paling sering dikemukakan.
Tabel 4. Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2
Jenis Keluhan
Pendarahan
%
83
Lemah badan
80
30
Pusing
69
Jantung berdebar
36
Demam
33
26
Sesak nafas
23
Penglihatan kabur
19
Telinga berdengung
13
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada
tabel 5 terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan
pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang
sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan
splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan
limfadenopati justru meragukan diagnosis.2
Tabel 5. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik2
Jenis Pemeriksaan Fisik
Pucat
%
100
Pendarahan
63
Kulit
34
Gusi
26
Retina
20
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
16
Hepatomegali
Splenomegali
31
dan
begitu
juga
dengan
waktu
pembekuan
akibat
adanya
32
sumsum
tulang
yang
diturunkan,
karena
banyak
diantaranya
33
Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran elemen seluler dan
digantikan oleh jaringan lemak.
2.8 Diagnosa3,9,10
Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan dan
pemeriksaan sumsum tulang. Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia disertai
sumsum tulang yang miskin selularitas dan kaya akan sel lemak sebagaimana yang
telah dijelaskan sebelumnya. Pansitopenia dan hiposelularitas sumsum tulang tersebut
dapat bervariasi sehingga membuat derajat anemia aplastik (lihat tabel 1).
2.9 Diagnosa Banding
Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan
pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada tabel 6.
Table 6 Penyebab Pansitopenia14
Kelainan
sumsum
Anemia
tulang
aplastik
Myelodisplasia
Leukemia
akut
Myelofibrosis
Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia
Anemia
megaloblastik
lupus
eritematosus
34
35
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
Assessment
untuk
transplantasi
stem
sel
allogenik
pemeriksaan
36
globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG
atau ALG diindikasikan pada15 :
-
Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat
pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih
dari 200/mm3
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin
melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi
langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis.15
37
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi
alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan
kortikosteroid.15 Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan
menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.15 Sebuah protokol
pemberian ATG dapat dlihat pada tabel 8.11
Tabel 8. Protokol Pemberian ATG pada anemia aplastik11
Dosis test ATG :
ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan
dengan saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya.
Bila tidak ada reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.
Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :
Asetaminofen 650 mg peroral
Difenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus
Hidrokortison 50 mg intravena perbolus
Terapi ATG :
ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari
Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :
Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG dan
dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum sickness,
tapering dosis setiap 2 minggu.
Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal
kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau
lebih mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan
bila terdapat kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.
Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi
ATG, siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada
38
anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi
sebesar 46%.15
Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi
imunosupresif. Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki
kadar aldehid dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid.
Dengan dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif
daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama tidak jelas
sebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG dan
siklosporin.9 Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk
imunosupresif yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai
kini, studi-studi dengan siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun.
Sebaliknya, 75% respon terhadap ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps
dapat terjadi dalam 1 tahun setelah terapi ATG.15
c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)
Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian
faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.15
Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon
terhadap siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang
refrakter ATG kuda tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci.15
Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik
seperti Granulocyte-
39
reaksi
penolakan
sumsum
tulang
donor
(Graft
Versus
Host
Disesase/GVHD).15 Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang
lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.9,10
40
41
tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang lebih baik daripada orang dewasa.
Anemia aplastik konstitusional merespon sementara terhadap androgen dan
glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan transplantasi
sumsum tulang.
Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang
berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun dan
sekitar 50% pada pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40% pasien
yang bertahan karena mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita
gangguan akibat GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada
pasien usia tua atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum transplantasi
stem sel. Hasil yang terbaik didapatkan pada pasien yang belum mendapatkan terapi
imunosupresif sebelum transplantasi, belum mendapatkan dan belum tersensitisasi
dengan produk sel darah serta tidak mendapatkan iradiasi dalam hal conditioning
untuk transplantasi.
Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi
kombinasi imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien
setelah terapi memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian
mendapatkan anemia sedang atau trombositopenia. Penyakit ini juga akan
berkembang dalam 10 tahun menjadi proxysmal nokturnal hemoglobinuria, sindrom
myelodisplastik atau akut myelogenous leukimia pada 40% pasien yang pada
mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif. Pada 168 pasien yang
mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar 69% yang bertahan selama
15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif, hanya 38%
yang bertahan dalam 15 tahun.
Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal yang
sama dengan kombinasi ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid memiliki
toksisitas yang lebih besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat walaupun
memiliki remisi yang lebih bertahan lama.
42
DISKUSI STATUS
Anemia aplastik adalah suatu kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang
yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentuk darah
dalam sumsum. Penyakit ini ditandai dengan adanya pansitopenia, di mana terjadi
kondisi defisit sel darah pada jaringan tubuh. Biasanya hal ini juga dikaitkan dengan
kurangnya jumlah sel induk pluripoten, defek pada limfosit T helper, defisiensi
regulator humoral atau selular, atau faktor-faktor lainnya. Umumnya pasien anemia
aplastik yang mendapat terapi transplantasi sumsum tulang dari saudara kembar
identik dapat sembuh dari penyakit tersebut. Di samping itu, anemia aplastik dapat
disebabkan oleh induksi obat atau induksi toksin yang menyebabkan kerusakan sel
induk. Penyebab kasus lainnya adalah infeksi virus. Angka kejadian anemia aplastik
sangat rendah, pertahunnya kira-kira 2 5 kasus/juta penduduk/tahun.
Secara umum, anemia aplastik diklasifikasikan menjadi:
Eritroblastopenia (anemia hipoblastik) yaitu aplasia yang hanya mengenai
sistem eritopoetik.
Agranulositosis (anemia hipoplastik) yaitu aplasia yang mengenai sistem
43
agranulopoetik.
Amegakaryositik (Penyakit Schultz) yaitu aplasia yang mengenai sistem
trombopoetik.
Panmieloptisis (anemia aplastik) yaitu aplasia yang mengenai ketiga
sistem diatas (eritropoetik, agranulopoetik, trombopoetik)
Anemia aplastik disebabkan oleh:
1. Faktor kongenital
Sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali,
strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.
2. Faktor didapat (acquired):
a. Zat kimia, benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
b. Obat : Obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi pada sumsum tulang dapat
dibagi dua:
i. Sering atau selalu menyebabkan depresi sumsum tulang
a) Sitostatika
ii. Kadang-kadang menyebabkan depresi sumsum tulang
a) Antikonvulsan, misalnya: metilhidantoin
b) Antibiotik, misalnya: kloramfenikol, sulfonamide, penicillin dan lain-lain
c) Analgesik, misalnya: fenilbutazon
d) Relaksan otot, misalnya: meprobamat
44
45
3. Proses autoimun
Adanya reaksi autoimunitas pada anemia aplastik dibuktikan oleh percobaan in vitro
yang memperlihatkan bahwa limfosit dapat menghambat pembentukan koloni
hemopoetik alogenik dan autologous. Setelah itu, diketahui bahwa limfosit T
sitotoksik memerantarai destruksi sel-sel asal hemopoetik pada kelainan ini. Sel-sel T
efektor tampak lebih jelas di sumsum tulang dibandingkan dengan darah tepi pasien
anemia aplastik. Sel-sel tersebut menghasilkan IFN- dan TNF- yang merupakan
inhibitor langsung hemopoesis dan meningkatkan ekspresi Fas pada sel-sel CD34+.
Klon sel-sel T immortal yang positif CD4 dan CD8 dari pasien anemia aplastik juga
mensekresi sitokin Th1 yang bersifat toksik langsung ke sel CD34 positif autologous.
Pada penderita anemia aplastik dapat ditemukan tiga tanda utama yaitu, anemia,
trombositopenia, dan leucopenia (pansitopenia). Ketiga tanda ini disertai dengan
gejala sebagai berikut:
Anemia ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit.
Penurunan Hemoglobin menyebabkan penurunan jumlah oksigen yang
dikirimkan ke jaringan, biasanya ditandai dengan kelemahan, kelelahan, dispnea,
takikardia, ekstremitas dingin dan pucat. Anemia ini berlangsung kronis sehingga
pada tubuh telah terjadi proses adaptasi dan kompensasi agar pasien dapat
bertahan hidup dalam kondisi anemia berat.
Leukopenia atau menurunnya jumlah leukosit kurang dari 4500/mm3
menyebabkan agranulositosis yang dapat menekan respon inflamasi. Respon
inflamasi yang tertekan akan menyebabkan penurunan sistem imun sehingga
mudah terjadi infeksi pada selaput lendir, kulit, silia saluran nafas.
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3
yang ditandai dengan ekimosis, ptekie, epistaksis, perdarahan saluran kemih,
perdarahan susunan saraf dan perdarahan saluran cerna. Gejala dari perdarahan
saluran cerna adalah anoreksia, nausea, konstipasi, diare, stomatitis, atau
hematemesis melena.
Selain itu, hepatosplenomegali dan limfadenopati juga dapat ditemukan pada
penderita anemia aplasti kini meski sangat jarang terjadi.
46
DIAGNOSIS
Ada dua jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis anemia
aplastik, yaitu pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan fisis penderita anemia aplastik diperoleh:
- Pucat
- Perdarahan pada gusi, retina, hidung, dan kulit.
- Tanda-tanda infeksi, misalnya demam.
- Pembesaran hati (hepatomegali)
- Tanda anemia Fanconi, yaitu bintik Caf au lait dan postur tubuh yang pendek.
- Tanda dyskeratosis congenita, yaitu jari-jari yang aneh serta leukoplakia
Pemeriksaan laboratorium pada anemia aplastik adalah:
1) Darah Tepi
Granulosit < 500 /mm3
Trombosit < 20.000 /mm3
Retikulosit < 1.0 % (atau bahkan hampir tidak ada)
Pada penderita anemia aplastik ditemukan kadar retikulosit yang sedikit atau bahkan
tidak ditemukan, sedangkan jumlah limfosit dapat normal atau sedikit menurun. Dari
ketiga kriteria darah tepi di atas, dapat ditentukan berat tidaknya suatu anemia
aplastik yang diderita oleh pasien. Cukup dua dari tiga kriteria di atas terpenuhi, maka
pasien sudah dapat digolongkan sebagai penderita anemia aplastik berat.
47
2) Sumsum Tulang
Hiposeluler < 25%. Pemeriksaan sumsum tulang ini dilakukan pemeriksaan biopsi
dan aspirasi. Hasil-hasil yang biasanya didapati:
Hitung darah lengkap disertai diferensial anemia makrositik, penurunan
granulosit, monosit dan limfosit.
Jumlah trombosit menurun.
Jumlah retikulosit menurun.
48
Transplantasi Stem Sel Hematopoetic merupakan pilihan yang terbaik bagi pasien
yang lebih muda dengan donor saudara kandung yang memiliki kecocokan histologis
secara penuh.Human Leukocyte Antigen (HLA) typingharus segera dilakukan
secepatnya, segera saat diagnosa anemia aplastik telah tegak pada anak atau dewasa
muda. Bagi kandidat transplan, tranfusi darah dari anggota keluarga harus dihindari
untuk mencegah sensitisasi dari antigen histocompatibility, namun jumlah produk
darah yang terbatas mungkin tidak secara hebat mempengaruhi hasil terapi. Bagi
transplan allogenik dari saudara kandung yang cocok secara keseluruhan, angka
harapan hidup pada anak dapat mencapai kurang lebih 90%. Mortalitas dan
morbiditas meningkat pada dewasa, seringkali disebabkan oleh GVHD kronis dan
infeksi serius
Pasien berusia lebih dari 20 tahun dengan hitung neutrofil 200 500 /mm3
tampaknya lebih mendapat manfaat dari imunosupresi daripada transplantasi sumsum
tulang. Meskipun pada pasien yang hitungnya sangat rendah, secara umum terapi
yang lebih baik untuk diberikan adalah transplantasi karena dibutuhkan waktu yang
lebih pendek untuk resolusi neutropenia. Pasien neutropenia yang mendapat terapi
imunosupresif mungkin baru akan membaik setelah 6 bulan. Terapi imunosupresif
merupakan modalitas terapi terpenting untuk sebagian besar pasien anemia aplastik.
Obat-obatannya mencakup antara lain antithymocyte globulin (ATG) atau
antilymphocyte Globulin (ALG) dan Cyclosporin (CSA). Mekanisme kerja ATG atau
ALG pada kegagalan sumsum tulang tidak diketahui dan mungkin melalui koreksi
terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal, dan stimulasi langsung atau
tidak langsung terhadap hemopoeisis. Terapi ini terutama diberikan pada anemia
aplastik yang disebabkan oleh proses autoimun. Regimen standar ATG yang
dikombinasi dengan cyclosporine menginduksi pemulihan hematologis (lepas mandiri
dari tranfusi dan hitung leukosit yang adekuat untuk mencegah infeksi) pada 60
66% dari pasien. Anak-anak dapat berefek dengan baik sedangkan pada dewasa tua
seringkali menderita komplikasi yang diakibatkan munculnya komorbiditas. Relaps
(pansitopeni berulang) seringkali terjadi, terutama saat terputusnya cyclosporine;
kebanyakan pasien dapat merespon dengan pengulangan imunosupresan, namun
beberapa pasien menjadi tergantung kepada pemberian cyclosporine yang terus
menerus. Perkembangan MDS, dengan morfologis sumsum tulang khusus atau
49
50
danazol. Komplikasi utama adalah virilisasi dan hepatotoksisitas. Pada pasien dengan
keparahan sedang atau dengan pansitopenia parah dimana imunosupresan telah gagal,
percobaan pengobatan selama 3 4 bulan adalah tindakan yang tepat. Hematopoetic
Growth Factors (HGFs) tidak direkomendasikan sebagai terapi awal untuk anemia
aplastik parah, bahkan perannya sebagai tambahan bagi imunosupresan masih
tidaklah jelas.
Kelompok European Bone Marrow Transplantation mendefinisikan respon terapi
sebagai berikut : 1). Remisi komplit,: bebas transfusi dan granulosit sekurangkurangnya 2000/mm3. 2). Remisi sebagian : tidak tergantung transfusi dan granulosit
dibawah 2000 /mm3. 3).
Pasien dengan anemia aplastik memerlukan dukungan tranfusi hingga diagnosis dapat
ditegakkan dan dapat diberikan terapi spesifik. Bila terdapat keluhan akibat anemia,
diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cell sampai kadar hemoglobin 7-8 g%
atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular. Resiko
perdarahan meningkat bila trombosit kurang dari 20.000/mm3.Tranfusi trombosit
diberikan bila terdapat perdarahan atau bila trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai
profilaksis. Tranfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan
zat anti terhadap trombosit donor . Pada anemia kronis, kelasi besi, deferoxamine dan
defeasirox, harus ditambahkan setiap kira-kira tranfusi kelima belas untuk
menghindari hemochromatosis sekunder .
Cara lain untuk meningkatkan jumlah sel darah pada anemia aplastik adalah dengan
terapi eritropoietin. Terapi ini dapat digunakan dengan syarat terdapat cadangan besi
yang cukup, tidak boleh terdapat hipertensi berat, dan kadar hemoglobinnya berkisar
8 mg/dl. Namun demikian, kemungkinan keberhasilan terapi ini kurang baik pada
anemia aplastik yang disebabkan oleh defek sumsum tulang, sedangkan untuk anemia
aplastik karena penyebab lainnya terapi ini masih dapat digunakan. Infeksi adalah
penyebab utama mortalitas. Faktor resiko mencakup neutropenia berkepanjangan dan
penggunaan kateter jangka panjang untuk terapi spesifik. Infeksi fungal, khususnya
yang disebabkan oleh spesiesAspergillus, sebagai resiko paling besar. Terapi
51
antibiotik spektrum luas empiris harus diberikan, di mana mencakup sensitif terhadap
gram-negatif dan positif.
Tranfusi granulosit menggunakan granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF)memobilisasi darah perifer secara efektif pada terapi infeksi yang berlebihan atau
berulang. Penggunaan granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF, Filgrastim
dosis 5 ig/kg/hari) atau GM-CSF (Sagramostim dosis 250 ig/kg/hari) bermanfaat
untuk meningkatkan neutrofil walaupun tidak bertahan lama. Jika dikombinasikan
dengan dengan regimen ATG/CsA, G-CsF dapat memperbaiki neutropenia dan respon
terapi ini merupakan faktor prognostik dini yang positif untuk respons di masa depan.
Peningkatan dosis G-CSF tampaknya tidak bermanfaat. Beberapa laporan
menyatakan bahwa terapi G-CSF yang lama dapat menyebabkan evolusi klonal,
khususnya monosomi-7.
Mencuci tangan, metode satu-satunya yang paling baik untuk mencegah tersebarnya
infeksi, tetap menjadi praktik yang seringkali dilupakan. Antibiotik yang tidak
diabsorbsi untuk dekontaminasi saluran cerna sangat rendah ditoleransi dan tidak
memiliki nilai yang terbukti. Isolasi total tidak mengurangi mortalitas dari infeksi.
Aspirin dan jenis NSAID yang menghambat fungsi dari platelet harus dihindari.
Gizi bagi pasien dengan anemia aplastik yang memiliki neutropenia atau yang sedang
mendapat terapi imunosupresif harus sangat diperhatikan untuk tidak mengkonsumsi
buah-buah mentah, produk peternakan, atau buah, dan sayur-sayuran yang tidak
higienis yang memungkinkan kolonisasi bakteri, fungus, atau pun molds.Lebih jauh
lagi, diet rendah garam direkomendasikan selama terapi dengan steroid atau CSA
(cyclosporin).
Pasien harus menghindari aktifitas yang meningkatkan resiko trauma selama periode
thrombocytopenia.Resiko CAI (Community Acquired Infection) meningkat selama
periode neutropenia.Kontrol pasien diperlukan untuk memantau hitung darah dan
kejadian yang tidak diinginkan dari efek berbagai obat.
52
Secara keseluruhan pemberian terapi pasien pada laporan kasus masih mencakup
penatalaksanaan simptomatis saja, karena mengutamakan perbaikan masalah anemia
serta perbaikan kondisi umum pasien. Sedangkan permasalahan yang belum manjadi
perhatian adalah terapi definitif dari anemia aplastik.
Dalam problem oriented medical record pasien ini, tercantum 3 masalah yang harus
diterapi antara lain : 1). General weakness weakness due to anemia, 2). Leukopenia
3) Thrombocytopenia 4) hiponatremia 5) peningkatan enzim transaminase
General Weakness due to anemia diterapi dengan pemberian cairan parenteral asering
dengan 20 tetes tiap menit. Pemberian asering ditujukan untuk memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dan asupan nutrisi tambahan.
Asering merupakan cairan isotonik dan memiliki tekanan osmotik yang mendekati
serum sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
Transfusi Trombosit Concentrate diberikan terhadap pasien ini oleh karena kadar
trombosit dalam tubuh pasien 41x103 mikrolitre serta nampaknya gejala perdarahan.
Pemberian tranfusi trombosit konsentrat berulang dapat mengakibatkan terbentuknya
zat anti terhadap trombosit donor. Batasan dari literatur adalah trombosit yang kurang
dari 20.000 /mm3. Resiko perdarahan meningkat bila trombosit kurang dari
20.000/mm3.
Transfusi Fresh Frozen Plasma (FFP) diberikan terhadap pasien ini oleh karena kadar
PT, aPTT dan INR yang memanjang. Indikasi transfusi Fresh Frozen Plasma (FFP)
adalah untuk mengatasi defisiensi protein yang membantu dalam proses koagulasi
dimana ia mengandungi protein dengan dua faktor koagulasi yang utama iaitu factor
V dan VII.
Leucogen diberikan terhadap pasien ini oleh karena kadar leukosit yang rendah iaitu
1,29 x103 mikrolitre. Leucogen adalah human granulocyte macrophage colony
stimulating factor yang diproduksi oleh bakteri E.coli melalui teknology DNA
rekombinan. Leucogen mengandungi 127 protein amino acid, non-glycosylated dan
memiliki berat molekular 14,5 kd. Indikasi pemberian leucogen adalah sebagai
53
54
dan empedu. Karena albumin tersebut memiliki kansungan asam amino esensial
lengkap dan mineral. Selain itu, dengan konsumsi albumin pada kapsul Pujimin juga
akan terhindar dari penumpukan lemak pada organ hati.
PROGNOSIS
Prognosis penyakit aplastik anemia dapat berupa:
1. Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali bila iatrogenik
akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi sempurna biasanya terjadi segera.
2. Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus.
3. Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Membaik dan bertahan hidup lama
namun kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna.
Jadi pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokan lain untuk membedakan
antara anemia aplastik berat dengan prognosis buruk dengan anemia aplastik lebih
ringan dengan prognosis yang lebih baik.
Perjalanan penyakit pada anemia aplastik yang berat akan berakhir dengan kerusakan
yang semakin memburuk dan pada akhirnya menyebabkan kematian. Persediaan
pertama terhadap sel darah merah dan kemudian dilakukan transfusi platelet serta
pemberian antibiotik yang efektif merupakan antara langkah yang dapat memberikan
keuntungan, namun demikian hanya sedikit saja dari penderita yang menunjukan
perbaikan yang spontan.Prognosis dapat ditentukan terutama dengan melihat hitung
darah. Penyakit yang berat dibuktikan dengan adanya 2-3 parameter tersebut.
Antaranya adalah hitung neutrofil absolut 500/uL, hitung platelet 20,000/uL, dan
hitung retikulosit yang telah dikoreksi 1% (atau hitung retikulosit absolut 60,000/uL).
Nilai survival pada pasien yang memenuhi kriteria tersebut di atas adalah sebanyak
20% dalam jangka waktu 1 tahun setelah terdiagnosa dan dengan hanya mendapat
terapi suportif. Pada pasien dengan penyakit yang sangat berat yang ditandai dengan
nilai neutrofil absolut sebanyak 200/uL memberikan prognosis yang jauh lebih buruk.
Namun demikian, dengan terapi yang efektif angka harapan hidup menjadi lebih baik.
55
56
sedang secara kualitatif normal. Sumsum tulang akan mengandung banyak sel lemak
dan menganduk sedikit sekali sel-sel hemopoisis. Tidak terlihat penambahan sel
primitif.
Anemia aplastik bukan berat memiliki sumsum tulang yang hiposelular dan
dua dari tiga kriteria (netrofil < 1,5x109/l, trombosit < 100x109/l, hemoglobin <10
g/dl). Anemia aplastik berat memiliki seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50%
dengan <30% sel hematopoietik residu, dan dua dari tiga kriteria (netrofil <
0,5x109/l, trombosit <20x109 /l, retikulosit < 20x109 /l). Anemia aplastik sangat
berat sama seperti anemia aplastik berat kecuali netrofil <0,2x109/l.
Pengobatan anemia aplastik dapat bersifat suportif yaitu dengan transfusi PRC
dan trombosit. Penggunaan obat-obat atau agen kimia yang diduga menjadi penyebab
anemia aplastik harus dihentikan. Pemberian antibiotik bila terjadi infeksi juga harus
dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum pasien. Terapi standar untuk anemia
aplastik meliputi terapi imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang
lebih muda umumnya mentoleransi transplantasi sumsum tulang lebih baik dan
sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host Disease). Pasien yang lebih tua dan
yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi imunosupresif.
Prognosis dipengaruhi banyak hal, antara lain derajat anemia aplastik, usia
pasien, ada tidaknya donor dengan HLA yang cocok untuk transplantasi sumsum
tulang allogenik serta apakah pasien telah mendapatkan terapi imunosupresif sebelum
tranplantasi sumsum tulang.
Penatalaksanaan pada pasien ini, masih sejauh penatalaksanaan perbaikan
keadaan umum dan penatalaksanaan kegawatan anemia yang terjadi serta mencegah
terjadinya perdarahan, yaitu dengan pemberian tranfusi FFP
dan trombosit.
57
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakshi
S.
Aplastic
Anemia.
Available
in
URL:
HYPERLINK
http://www.emedicine.com/med/ topic162.htm
2. Young NS, Maciejewski J. Aplastic anemia. In: Hoffman. Hematology : Basic
Principles and Practice 3rd ed. Churcil Livingstone, 2000;153-68.
3. Niazzi M, Rafiq F. The Incidence of Underlying Pathology in Pancytopenia.
Available in URL: HYPERLINK http://www.jpmi.org/org_detail.asp
4. Young NS, Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia.
Available in URL: HYPERLINK http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/
5. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds). William
Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007.
6. Smith EC, Marsh JC. Acquired aplastic anaemia, other acquired bone marrow
failure disorders and dyserythropoiesis. In: Hoffbrand AV, Catovsky D, et al (eds).
Post Graduate Haematology 5th edition. USA: Blackwell Publishing, 2005;190206.
7. Paquette R, Munker R. Aplastic Anemias. In: Munker R, Hiller E, et al (eds).
Modern Hematology Biology and Clinical Management 2 nd ed. New Jersey:
Humana Press, 2007 ;207-16.
8. Young NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrow failure
syndromes. In: Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrisons Principle of Internal
Medicine. 16th ed. New York: McGraw Hill, 2007:617-25.
58