CSR Dan Agresivitas Pajak 3 PDF
CSR Dan Agresivitas Pajak 3 PDF
CSR Dan Agresivitas Pajak 3 PDF
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro
Disusun oleh:
MARETTA YOEHANA
NIM. C2C009145
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama Penyusun
: Maretta Yoehana
: C2C009145
Fakultas/Jurusan
Judul Skripsi
Dosen Pembimbing
ii
Nama Penyusun
: Maretta Yoehana
: C2C009145
Fakultas/Jurusan
Judul Skripsi
Tim penguji :
1. Puji Harto, S.E., M.Si., Akt., Ph.d
( .............................................)
( .............................................)
( .............................................)
iii
Maretta Yoehana
NIM. C2C009145
iv
Hujan besar itu seperti tantangan hidup. Tidak perlu memohon supaya
hujan berhenti, cukup memohon supaya payung kita bertambah kuat
ABSTRACT
The aim of this study is to examine the effect of corporate social responsibility
(CSR) to corporate tax aggressiveness. The independent variable is used in this study
is corporate social responsibility disclosure.While the dependent variable in this
study is tax aggressiveness that measured using two effective tax rates measures and
one book tax differences measure.
This study is a replication of the study by Lanis and Richardson (2012) and
use 98 manufacturing companies that listed on the Indonesia Stock Exchange in the
period 2010-2011 as the sample. Samples were selected by purposive sampling
method and finally obtained 49 manufacturing companies per year that fulfill the
criterias. Data were analyzed using ordinary least square regression analysis model.
The result shows that the higher the level of CSR disclosure of a corporation,
the lower is the level of tax aggressiveness.
Keywords
vi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate social resposibity
(CSR) terhadap agresivitas pajak perusahaan. Variabel independen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pengungkapan tanggung jawab sosial. Sedangkan variabel
dependen dalam penelitian ini adalah agresivitas pajak yang diukur menggunakan dua
ukuran effective tax rates dan satu ukuran book tax defferences.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Lanis
dan Richardson (2012) dengan menggunakan 98 perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI pada tahun 2010-2011 sebagai sampel penelitian. Sampel penelitian
dipilih dengan metode purposive sampling dan diperoleh 49 perusahaan per tahun
yang memenuhi kriteria. Data dianalisis menggunakan model analisis regresi
ordinary least square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengungkapan
CSR suatu perusahaan, semakin rendah tingkat agresivitas pajaknya.
Kata kunci
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan berkah dan
rahmat-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Analisis Pengaruh Corporate Social Responsibity terhadap Agresivitas Pajak
(Studi Empiris pada Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 20102011) dengan lancar dan tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini dimaksudkan
untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan studi pada Program Sarjana (S1)
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan
yang tiada henti dari berbagi pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada:
1. Bapak Drs. Mohamad Nasir, M.Si., Akt., Ph.D. selaku Dekan Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
2. Bapak Anis Chariri SE, M.Com, Akt., Ph.D. selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
3. Bapak Dr. Muchamad Syafruddin, M.Si., Akt., selaku Ketua Jurusan Akuntansi.
4. Bapak Puji Harto, S.E., M.Si., Akt., Ph.d selaku Dosen Pembimbing yang penuh
sabar dan selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran,
dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.
5. Bapak Drs. Sudarno Msi., Akt, Ph.D. selaku Dosen Wali atas pengarahan yang
diberikan selama proses perwalian.
6. Bapak Adityawarman, S.E., M.Si., Akt., terimakasih sudah mendengarkan segala
keluh kesah saya. Youre the best lecture I have ever meet !
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
ii
iii
iv
ABSTRACT .......................................................................................................
vi
ABSTRAK .......................................................................................................
vii
viii
xi
xv
xvii
xviii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................
10
10
11
TELAAH PUSTAKA
xi
BAB III
12
12
14
16
20
22
24
28
31
31
32
34
34
35
41
42
METODE PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................
48
48
49
50
51
51
51
52
52
54
54
xii
55
55
55
55
56
57
58
59
60
60
61
63
64
64
67
67
74
77
79
85
85
88
90
93
xiii
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan ...............................................................................
98
99
5.3. Saran......................................................................................
100
101
LAMPIRAN-LAMPIRAN...............................................................................
108
xiv
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1.
39
TABEL 4.1
63
TABEL 4.2.
65
TABEL 4.3.
71
TABEL 4.4.
72
TABEL 4.5.
73
TABEL 4.6.
74
TABEL 4.7.
75
TABEL 4.8.
76
TABEL 4.9.
77
78
79
81
83
84
85
86
xv
87
TABEL 4.18. Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Regresi Pertama ........
88
TABEL 4.19. Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Regresi Kedua ...........
89
89
90
91
92
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.
Gambar 2.1.
41
Gambar 4.1.
68
Gambar 4.2.
68
Gambar 4.3.
69
Gambar 4.4.
69
Gambar 4.5.
70
Gambar 4.6.
70
Gambar 4.7.
81
Gambar 4.8.
82
Gambar 4.9.
84
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
109
LAMPIRAN B
113
LAMPIRAN C
115
LAMPIRAN D
120
LAMPIRAN E
121
LAMPIRAN F
127
LAMPIRAN G
133
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
dikarenakan pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang berasal dari
iuran wajib rakyat, dimana ketentuan pungutannya diatur dalam undang-undang
seperti yang dinyatakan dalam pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen
III. Pasal 23A UUD 1945 berbunyi pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa
untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Pajak digunakan oleh
pemerintah untuk melaksanakan tanggung jawab negara di berbagai sektor kehidupan
untuk mencapai kesejahteraan umum. Bagi rakyat sebagai wajib pajak sendiri, pajak
merupakan perwujudan pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk ikut
berkontribusi dalam peningkatan pembangunan nasional.
Dalam periode tahun 2005-2011, pemerintah telah berhasil meningkatkan
penerimaan perpajakan lebih dari dua kali lipat dari Rp 347,0 triliun pada tahun 2005
menjadi Rp 850,3 triliun pada tahun 2011. Dalam kurun waktu tersebut, total
penerimaan perpajakan cenderung meningkat, seperti terlihat dalam grafik I berikut,
kecuali
terhadap
melambatnya
laju
perekonomian
Indonesia
pada
tahun
tersebut
1000
850.3
800
658.7
600
400
347
409.2
744.4
619.9
491
200
0
2005
2006
2007
2008
2009
2010
APBN
2011
Gambar 1.1.
Grafik Penerimaan APBN yang bersumber dari Pajak
Komposisi penerimaan dalam negeri pada tahun 1980 sebesar 63,1 % berasal
dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP),sedangkan 36,9 % berasal dari pajak.
Sementara mulai periode tahun 2000 PNBP sebesar 31,8% dan yang berasal dari
pajak adalah sebesar 68,2%. Dilihat dari besarnya presentase penerimaan negara yang
bersumber dari pajak, kita dapat mengetahui betapa pentingnya arti pajak bagi
pemerintah dan tentunya bagi kelangsungan hidup negara kita. Dapat dikatakan pula,
pajak merupakan tulang punggung penerimaan negara. Oleh karena itu, penting bagi
pemerintah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan
pajak sehingga dapat membuat regulasi yang lebih tepat lagi bagi ketentuan
perpajakan. Hal ini karena belum tentu kebijakan peningkatan tarif pajak juga akan
mengarah pada peningkatan penerimaan pajak.
Perusahaan sebagai salah satu wajib pajak mempunyai kewajiban untuk
membayar pajak yang besarnya dihitung dari laba bersih yang diperolehnya. Semakin
besar pajak yang dibayarkan perusahaan, maka pendapatan negara semakin banyak.
Namun sebaliknya bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi
laba bersih. Tujuan pemerintah untuk memaksimalkan penerimaan dari sektor pajak
bertentangan dengan tujuan dari perusahaan sebagai wajib pajak, dimana perusahaan
berusaha untuk mengefisiensikan beban pajaknya sehingga memperoleh keuntungan
yang lebih besar dalam rangka mensejahterakan pemilik dan melanjutkan
kelangsungan hidup perusahaannya.
Mangoting (1999) menyatakan bahwa bagi perusahaan, pajak dianggap
sebagai biaya, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha atau strategi-strategi tertentu
untuk menguranginya. Usaha-usaha atau strategi-strategi yang dilakukan merupakan
bagian dari tax planning. Tujuan yang diharapkan dengan adanya tax planning ini
adalah meminimalkan pajak terutang untuk mencapai laba yang optimal.
Sementara Lanis dan Richardson (2012) menjelaskan bahwa pajak merupakan
faktor pendorong dalam keputusan perusahaan. Tindakan manajerial yang dirancang
semata-mata untuk meminimalkan pajak perusahaan melalui kegiatan agresif pajak
menjadi fitur yang semakin umum dari lanskap perusahaan di seluruh dunia. Namun
demikian, agresivitas pajak perusahaan dapat menghasilkan biaya dan manfaat yang
signifikan. Chen, Chen, Cheng, dan Shevlin (2008, h.1) mendefinisikan agresivitas
pajak sebagai downward management of taxable income through tax planning
activities. Demikian juga dengan Slemrod (2004) dalam Balakrishnan, Blouin, dan
Guay (2010) berpendapat bahwa agresivitas pajak merupakan aktivitas yang spesifik,
yang mencakup transaksi-transaksi, dimana tujuan utamanya adalah untuk
menurunkan kewajiban pajak perusahaan.
Beberapa peneliti dan literatur menggunakan istilah yang berbeda untuk
menjelaskan agresivitas pajak perusahaan. Khurana dan Moser (2009) mendefinisikan
agresivitas pajak sebagai tax planning perusahaan melalui aktivitas tax avoidance
atau
agresivitas pajak dapat dilihat dengan dua cara. Salah satunya adalah cara legal yang
diperkenankan oleh hukum yang berlaku, yang disebut dengan legal tax avoidance
dan merupakan salah satu layanan sah yang diberikan oleh akuntan. Cara kedua
adalah tax sheltering. Desai dan Dharmapala (2006) dalam Timothy (2010)
menjelaskan bahwa tax sheltering adalah upaya untuk mendesain transaksi yang
bertujuan untuk mengurangi kewajiban pajak perusahaan.
Namun, Frank, Lynch, dan Rego (2009) mendefinisikan agresivitas pajak
sebagai downward manipulation of taxable income through tax planning that may or
may not be considered fraudulent tax evasion. Demikian juga dengan beberapa
peneliti seperti Mangunsong (2002), Mangoting (2009), serta Harari, Sitbon, dan
Donyets (2012) menjelaskan bahwa tax planning dapat dilakukan dengan cara tax
avoidance (legal) atau tax evasion (ilegal).
Meskipun terdapat perbedaan istilah untuk tax planning yang dilakukan
secara ilegal yakni tax sheltering dan tax evasion, pada dasarnya dapat disimpulkan
bahwa keduanya mempunyai arti yang sama, yaitu usaha perencanaan pajak yang
dilakukan dengan cara yang
Corporate
Social
Responsibility
didefinisikan
sebagai
'bagaimana
memaksimalkan manfaat
dan
meminimalkan kerugian
Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa tanggung jawab
sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat,
maupun masyarakat pada umumnya. Lanis dan Richardson (2012) menjelaskan
bahwa CSR dianggap sebagai faktor kunci dalam keberhasilan dan kelangsungan
hidup perusahaan. Akan
tetapi,
tingkat keterlibatan
perusahaan
dalam
perusahaan. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Lanis dan Richardson
(2012). Peraturan perpajakan yang berbeda antara negara di dunia menimbulkan
pertanyaan apakah penelitian ini akan memberikan hasil yang sama dengan penelitian
sebelumnya. Pada tahun 2010 Pemerintah Indonesia telah memberikan berbagai
insentif di bidang perpajakan, antara lain: (i) penurunan tarif PPh badan dari 28
persen menjadi 25 persen, sebagaimana diamanatkan dalam UU No 36 Tahun 2008;
(ii) pemberian keringanan tarif PPh badan 5 persen lebih rendah dari tarif normal bagi
perusahaan yang minimal 40 persen sahamnya dimiliki oleh publik; (iii) pelaksanaan
amandemen undang-undang PPN yang secara umum lebih memberikan kepastian
hukum bagi wajib pajak dan meningkatkan daya saing bagi pengusaha Indonesia di
luar daerah pabean; dan (iv) pemberian insentif berupa pajak ditanggung pemerintah
(DTP) atas PPh, PPN dan bea masuk guna mendorong investasi dan kegiatan dunia
usaha serta stabilisasi harga di dalam negeri (Kementerian Keuangan RI, 2012).
Penelitian sebelumnya menggunakan sampel Wajib Pajak Badan yang listing
di Australia dari tahun 2008-2009. Sedangkan objek penelitian ini menggunakan
Wajib Pajak Badan Manufaktur yang listing di Indonesia pada tahun 2010-2011.
Penelitian ini mengurangi beberapa variabel kontrol dari penelitian terdahulu.
Variabel kontrol yang dipakai adalah profitabilitas, leverage, capital intensity, dan
inventory intensity. Penelitian sebelumnya menggunakan uji regresi tobit untuk
menganalisis pengaruh CSR terhadap agresivitas pajak sementara dalam penelitian ini
uji regresi yang digunakan adalah model ordinary least square. Belum banyak
1.2.
Rumusan Masalah
Masalah perpajakan merupakan fenomena yang selalu berkembang dalam
10
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
1.4.
Manfaat Penelitian
11
1.5.
Sistematika Penulisan
Secara garis besar, sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
TELAAH PUSTAKA
Bab telaah pustaka berisi landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka
pemikiran dan pengembangan hipotesis.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab metode penelitian berisi variabel penelitian dan definisi operasional variabel,
populasi dan sampel penelitian, jenis dan sumber data penelitian, metode
pengumpulan data, dan metode analisis data.
BAB IV
Bab hasil dan analisis berisi deskripsi objek penelitian, analisis hasil penelitian,
dan pembahasan penelitian.
BAB V
PENUTUP
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
12
13
13
14
15
16
17
18
tidaklah penting, atau profitabilitas yang tidak penting untuk kesuksesan bisnis.
Sebaliknya, agar perusahaan dapat bertahan dan menguntungkan, maka harus terlibat
dengan berbagai stakeholder yang pandangannya terhadap keberhasilan perusahaan
sangat bervariasi (Bichta, 2003). Menurut Baker (2003) CSR adalah tentang
bagaimana perusahaan mengelola proses bisnis untuk menghasilkan dampak positif
secara keseluruhan pada masyarakat. Sementara definisi CSR menurut Wikipedia
Indonesia menyatakan bahwa:
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility
adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (bukan hanya)
perusahaan adalah memiliki tanggung jawab terhadap konsumen,
karyawan, pemegang saham, komunitas, dan lingkunagn dalam segala
aspek operasional.
The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD),
lembaga internasional yang berdiri tahun 1995 memberikan definisi CSR sebagai:
Continuing commitment by business to behave ethically and contribute
to economic development while improving the quality of life of
the workforce and their families as well as of the local community and
society at large.
Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa CSR merupakan komitmen berkelanjutan
dari perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan, sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawan dan
keluarganya, komunitas lokal, dan masyarakat luas.
Definisi lain mengenai CSR juga dikemukakan oleh World Bank yang
memandang CSR sebagai:
19
20
merupakan proses
21
Chariri (2008) menyatakan bahwa ada berbagai motivasi yang mendorong manajer
secara sukarela mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan. Berdasarkan review
dan sintesis yang dilakukan oleh Deegan (2002) dalam Chariri (2008), dapat dilihat
bahwa alasan dilakukannya pengungkapan antara lain:
a. Keinginan untuk mematuhi persyaratan yang ada dalam undang-undang. Namun
demikian menurut Deegan (2000), alasan ini sebenarnya bukan alasan utama yang
ditemukan di berbagai karena ternyata tidak banyak aturan yang meminta
perusahaan mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan (Deegan, 2000).
b. Pertimbangan rasionalitas ekonomi (economic rationality). Atas dasar alasan ini
praktik PSL memberikan keuntungan bisnis karena perusahaan melakukan hal
yang benar dan alasan ini mungkin dipandang sebagai motivasi utama (Friedman,
1962).
c. Keyakinan dalam proses akuntabilitas untuk melaporkan. Manajer berkeyakinan
bahwa orang memiliki hak yang tidak dapat dihindari untuk memperoleh informasi
yang memuaskan (Hasan, 1998; Donaldson dan Preston 1995; Freeman dan Reed
1983) tidak peduli dengan cost yang diperlukan untuk menyajikan informasi
tersebut.
d. Keinginan untuk mematuhi persyaratan peminjaman.
e. Untuk mematuhi harapan masayarakat, yang didasarkan pada pandangan bahwa
kepatuhan terhadap ijin yang diberikan masyarakat untuk beroperasi (atau
22
23
konsep
sustainability
development.
Dalam
sustainability report digunakan metode triple bottom line, yang tidak hanya
melaporan sesuatu yang diukur dari sudut pandang ekonomi saja, melainkan dari
sudut pandang ekonomi, sosial dan lingkungan. Gagasan ini merupakan akibat dari
adanya 3 dampak operasi perusahaan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dari
ketiga dimensi tersebut diperluas menjadi 6 dimensi, yaitu: ekonomi, lingkungan,
praktek tenaga kerja, hak asasi manusia, masyarakat, dan tanggung jawab produk.
Kerangka pelaporan GRI mengandung isi yang bersifat umum dan sektor yang
bersifat spesifik, yang telah disetujui oleh berbagai pemangku kepentingan di seluruh
dunia dan dapat diaplikasikan secara umum dalam melaporkan kinerja berkelanjutan
dari sebuah organisasi (Sudana dan Arlindania, 2011).
Akan tetapi, menurut Ahmad Nurkhin (2007) dalam Sudana dan Arlindania
(2011) indikator yang dikemukakan GRI dinilai kurang tepat digunakan dalam
penelitian di Indonesia karena item-item dalam kategori GRI cakupannya terlalu
dalam dan bersifat khusus, sedangkan di Indonesia kegiatan CSR yang dilakukan
masih bersifat umum. Indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan adalah indikator yang dipakai oleh
Sembiring tahun 2005 yang terdiri atas tujuh kategori, yaitu lingkungan, energi,
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, lain-lain teanaga kerja, produk, keterlibatan
masyarakat, dan umum. Sembiring (2005) menyatakan bahwa kategori ini diadopsi
dari penelitian yang dilakukan oleh Hackston dan Milne (1996). Ketujuh
kategori tersebut terbagi dalam 90 item pengungkapan. Berdasarkan peraturan
24
Bapepam No. VIII.G.2 tentang laporan tahunan dan kesesuaian item tersebut untuk
diaplikasikan di Indonesia, maka penyesuaian kemudian dilakukan. Dua belas
item dihapuskan karena kurang sesuai untuk diterapkan dengan kondisi di
Indonesia sehingga secara total tersisa 78 item pengungkapan. Tujuh puluh delapan
item tersebut kemudian disesuaikan kembali dengan masing-masing sektor industri
sehingga item pengungkapan yang diharapkan dari setiap sektor berbeda-beda.
Dengan menggunakan instrumen pengukuran yang mengacu pada instrumen
yang digunakan oleh Sembiring (2005), diharapkan akan lebih banyak item
pengungkapan yang dapat teridentifikasi dalam penelitian ini. Sehingga akan lebih
dapat menggambarkan bagaimana pengaruh pengungkapan CSR perusahaan di
Indonesia terhadap agresivitas pajak.
25
yang diungkapkan oleh Balakrishnan, et.al. (2011) bahwa perusahaan terlibat dalam
berbagai bentuk perencanaan pajak untuk mengurangi kewajiban pajak yang
diperkirakan.
Hlaing (2012) mendefinisikan agresivitas pajak sebagai kegiatan perencanaan
pajak semua perusahaan yang terlibat dalam usaha mengurangi tingkat pajak yang
efektif. Tidak ada definisi ataupun ukuran agresivitas pajak yang dapat diterima
secara universal (Balakrishnan, et. Al., 2011) dan (Hanlon dan Heizman, 2010) dalam
Ying (2011). Slemrod (2004) dalam Balakrishnan, et. al. (2011) berpendapat bahwa
agresivitas pajak merupakan kegiatan yang lebih spesifik, yaitu mencakup transaksi
yang tujuan utamanya adalah untuk menurunkan kewajiban pajak perusahaan.
Balakrishnan, et. al. (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang agresif terhadap
pajak ditandai dengan transparansi yang lebih rendah. Demikian juga dengan Jimenez
(2008) yang menyatakan bahwa bukti empiris baru-baru ini menunjukkan bahwa
agresivitas pajak lebih merasuk dalam tata kelola perusahaan yang lemah.
Sementara Hanlon dan Heitzman (2010) dalam Yuan, McIver, dan Burrow
(2012) mendefinisikan agresivitas pajak penghasilan badan (sering disebut sebagai
penghindaran pajak) sebagai tingkat yang paling akhir dari spektrum serangkaian
perilaku perencanaan pajak. Zuber (2007) menyatakan:
Between tax avoidance and tax evasion, there exist potential gray area of
aggressiveness. This gray area exists because there are tax shelters beyond
what is specifically allowed by the tax law and the tax law does not
specifically address all possible tax transaction. A bright line does not exist
26
between tax avoidance and tax evasion because neither term adequately
describes all transactions. Therefore, aggressive transactions and
decision-making may potentially become either tax avoidance or tax
evasion issues.
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa transaksi dan pengambilan keputusan
yang agresif mungkin secara potensial dapat menjadi masalah penghindaran pajak
maupun penggelapan pajak. Harari, et.al. (2012) menyatakan bahwa agresivitas pajak
dapat didefinisikan sebagai:
The main purpose of the activity or activities that are the object of tax
planning is to avoid paying taxes or to lower taxes significantly, and the
commercial reason for that activity, if any, is marginal.
Dari kutipan di atas dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa tujuan utama dari
aktivitas perencanaan pajak adalah menghindari pembayaran pajak atau membuat
rendah beban pajak yang dibayarkan secara signifikan. Hidayat dan Jaenudi (2006)
menyatakan bahwa beban pajak yang dipikul oleh subjek pajak badan, memerlukan
perencanaan yang baik, oleh karena itu strategi perpajakan menjadi mutlak diperlukan
untuk mencapai perusahaan yang optimal. Strategi dan perencanaan pajak yang baik
dan tentu saja harus legal, akan mampu mendorong perusahaan untuk dapat bersaing
dengan perusahaan yang lain.
Ada berbagai macam proksi pengukuran agresivitas pajak, antara lain
Effective Tax Rates (ETR), Book Tax Differences, Discretionary Permanent BTDs
(DTAX), Unrecognize Tax benefit, Tax Shelter Activity, dan Marginal tax rate. Rego
dan Wilson (2008) menyatakan bahwa tidak ada proksi agresivitas pajak yang dapat
27
oleh
Slemrod,
2004;
Robinson et al,
2010;
Armstrong dkk menggunakan ETR untuk mengukur agresivitas pajak, proksi ETR
adalah proksi yang paling banyak digunakan dalam literatur, dan nilai yang rendah
dari ETR dapat menjadi indikator adanya agresivitas pajak. Secara keseluruhan,
perusahaan-perusahaan yang menghindari pajak perusahan dengan mengurangi
penghasilan kena pajak mereka dengan tetap menjaga laba akuntansi keuangan
memiliki nilai ETR yang lebih rendah. Dengan demikin, ETR dapat digunakan untuk
mengukur agresivitas pajak. Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan proksi
Book Tax Defference (BTD) sebagai proksi pengukuran alternatif agresivitas pajak
untuk memperkuat hasil empiris penelitian ini. Book tax difference menggambarkan
selisih antara laba akuntansi dengan laba fiskal. Perbedaan yang besar antara laba
akuntansi dengan penghasilan kena pajak di perusahaan umumnya menunjukkan
perilaku agresif terhadap pajak yang lebih besar. (Desai dan Dharmapala, 2006; Frank
et al., 2009, Lanis dan Richardson, 2011).
28
29
30
b.
Kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan orang lain (PPh
Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Final);
c.
Kewajiban memungut PPN dan atau PPn BM (jika ada) yang khusus berlaku
bagi Pengusaha Kena Pajak.
d.
e.
f.
g.
untuk jenis kegiatan tertentu sebagaimana diatur dalam UU No. 36 tahun 2008. UU
No. 36 Tahun 2008 tidak secara khusus mengatur perlakuan perpajakan untuk
kegiatan CSR, akan tetapi ada beberapa aturan terkait tentang biaya-biaya yang bisa
dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu yang berkaitan dengan isu konsumen,
pengembangan masyarakat, lingkungan, ketenagakerjaan, dan hak asasi manusia.
Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto antara lain biaya promosi, biaya
beasiswa, biaya magang dan pelatihan, biaya kupon makanan dan minuman bagi
pegawai kriteria dan daerah tertentu, beban pengolahan limbah, cadangan biaya
31
kinerja
manajemen
dalam
mengolah
operasional
perusahaan.
32
2.1.8.2. Leverage
Leverage dapat didefinisikan sebagai penggunaan aktiva atau dana dimana
untuk penggunaan tersebut, perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar
beban tetap (Riyanto, 1995). Tingkat leverage perusahaan dapat menggambarkan
risiko keuangan perusahaan. Hal ini disebabkan karena leverage merupakan alat
untuk mengukur seberapa besar perusahaan bergantung pada kreditur dalam
membiayai aset perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage tinggi
berarti sangat bergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan
perusahaan yang mempunyai tingkat leverage rendah, berarti perusahaan tersebut
lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri.
Pada umumnya, perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan
berusaha menyampaikan lebih banyak informasi sebagai instrumen untuk mengurangi
monitoring costs bagi investor. Mereka memberikan informasi yang lebih detail
33
34
35
2.2.
Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang CSR telah banyak dilakukan, demikian juga dengan
agresivitas pajak yag dilakukan oleh perusahaan. Namun, masih sedikit penelitian
yang mengkaitkan antara pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan dengan
agresivitas pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Khurana dan Moser (2009) yang berjudul
Shareholder Investment Horizons and Tax Aggressiveness memberikan bukti
bahwa perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh invstor jangka pendek akan lebih
agresif terhadap pajak dan perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh investor jangka
panjang akan berkurang agresif pajaknya. Penelitian ini menggunakan sampel
36
perusahaan non-keuangan dan non-utility periode tahun 1995 sampai 2008 yang
menggunakan analisis regresi Ordinary Least Square (OLS). Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah agresivitas pajak yang diproksikan dalam ETR dan
permanent BTD. Variabel independen dalam penelitian ini adalah persentase
outstanding-stock yang dimiliki oleh pemegang saham jangka pendek dan pemegang
saham jangka panjang. Sementara variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian
ini adalah ROE, leverage, kompensasi kerugian, perubahan kompensasi kerugian,
pendapatan luar negeri, Property, Plant, and Equipment, intangible asset, pendapatan
ekuitas, ukuran perusahaan, dan market to book ratio.
Penelitian yang dilakukan oleh Timothy pada tahun 2010 yang berjudul
Effect of Corporate Governance on Tax Aggressiveness memberikan bukti bahwa
tata kelola perusahaan mempengaruhi agresivitas pajak. Penelitian ini menggunakan
sampel perusahaan yang terdaftar di Hongkong Stock Exchange dengan menggunakan
analisis regresi. Variabel dependen dalam penelitian adalah agresivitas pajak yang
diproksikan dalam ETR. Variabel independen dalam penelitian ini adalah tata kelola
perusahaan yang diproksikan dalam jumlah saham yang dimiliki oleh direksi, dewan
direksi independen, kekuatan shareholder, kekuatan shareholder minoritas, dan tarif
pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Martani pada tahun 2010 yang
berjudul
Ownership
Characteristics,
Corporate
Governance,
and
Tax
37
38
dengan mengumpulkan data CSR dari KLD STATs database dimana KLD
menyediakan nilai bulat dari strength dan concern yang terbagi dalam tujuh
kategori yang terbagi lagi menjadi 100 subkategori atau item. Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah agresivitas pajak perusahaan yang diproksikan dalam
UTBs (Unrecognized Tax benefits). Variabel kontrol yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain profitabilitas (ROA), leverage (LEV), foreign income (FI),
sales growth (SALES), research and development expense (R&D), adanya kerugian
fiskal dari operasi bersih (NOL). Ukuran perusahaan (natural log of assets, SIZE),
dan pertumbuhan (market-to-book ratio, MB).
Penelitian yang dilakukan oleh Lanis dan Richardson pada tahun 2012 yang
berjudul Corporate Social Responsibility and Tax Aggressiveness: An Empirical
Analysis memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi tingkat pengungkapan
CSR suatu perusahaan, semakin rendah tingkat agresivitas pajak yang dilakukan.
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan publik Australia yang terdaftar dalam
Aspect-Huntley Financial Database periode tahun 2008-2009 dengan menggunakan
analisis regresi tobit. Variabel independen dalam penelitian ini adalah CSR yang
diproksikan dalam CSR disclosure yang terbagi dalam 52 item. Sementara variabel
dependen dalam penelitian ini adalah agresivitas pajak perusahaan yang diproksikan
dalam dua proksi ETR (Effective Tax Rates). Penelitian ini menggunakan variabel
kontrol antara lain proporsi anggota dewan direksi yang independen (BODI), trouble
(TROUBLE), umur perusahaan (AGEPUB), struktur kepemilikan saham oleh
39
development
intensity
(RDINT),
pertumbuhan
perusahaan
(MKTBK),
2.
Judul
penelitian
Shareholder
Investment
Horizons and
Tax
Aggressiveness
Nama
Peneliti
Khurana
dan Moser
Tahun
Penelitian
2009
Effect of
Corporate
Governance on
Tax
Aggressiveness
Timothy
2010
Variabel dan
Analisis
Variabel
dependen:
agresivitas pajak
(ETR dan
permanent
BTD).
Variabel
independen:
dalah persentase
outstandingstock yang
dimiliki oleh
pemegang
saham jangka
pendek dan
pemegang
saham jangka
panjang.
Menggunakan
analisis regresi
OLS
Variabel
dependen:
agresivitas pajak
(ETR).
Variabel
independen:
Hasil
Perusahaan yang
sahamnya dimiliki
oleh invstor jangka
pendek akan lebih
agresif terhadap
pajak dan
perusahaan yang
sahamnya dimiliki
oleh investor
jangka panjang
akan berkurang
agresif pajaknya
Tata kelola
perusahaan
mempengaruhi
agresivitas pajak
40
tata kelola
(jumlah saham
yang dimiliki
oleh direksi,
dewan direksi
independen,
kekuatan
shareholder,
kekuatan
shareholder
minoritas, dan
tarif pajak).
Menggunakan
analisis regresi
3.
Ownership
Characteristics,
Corporate
Governance,
and Tax
Aggressiveness
Sari dan
Martani
2010
4.
Corporate
Social
Responsibility
and Tax
Aggressiveness:
An Examination
of
Unrecognized
Tax Benefits
Watson
2011
Variabel
dependen:
agresivitas pajak
(ETRit, CETRit,
BTD_MPit,
BTD_DDit, dan
Tax Plan it).
Variabel
independen:
struktur
kepemilikan
saham dan
indeks
corporate
governance.
Menggunakan
analisis regresi
anova
Variabel
dependen:
agresivitas pajak
(UTBs)
Variabel
independe :
CSR.
Menggunakan
analisis regresi
Memberikan bukti
secara empiris
bahwa pengaruh
tata kelola
perusahaan yang
baik belum
berdampak
signifikan di
perusahaanperusahaan di
Indonesia dan
struktur
kepemilikan
keluarga
berhubungan
positif dengan
tingkat agresivitas
pajak
Aktivitas CSR
yang dilakukan
oleh perusahaan
secara konsisten
dapat mengurangi
tingkat agresivitas
pajak perusahaan
41
OLS
5.
Corporate
Social
Responsibility
and Tax
Aggressiveness:
An Empirical
Analysis
2.3.
Lanis dan
Richardso
n
2012
Variabel
dependen:
agresivitas pajak
(ETR)
Variabel
independen:
CSR
Menggunakan
analisis regresi
Tobit
Memberikan bukti
empiris bahwa
semakin tinggi
tingkat
pengungkapan
CSR suatu
perusahaan,
semakin rendah
tingkat agresivitas
pajak yang
dilakukan
Kerangka pemikiran
Berdasarkan landasan teori dan beberapa penelitian terdahulu, penelitian ini
menguji pengaruh CSR terhadap agresivitas pajak. Oleh karena itu dibuat kerangka
pemikiran sebagai berikut :
Gambar 2.1.
Kerangka Pemikiran
Corporate Social Responsibility
Variabel Kontrol :
Profitabilitas (ROA)
Leverage (Lev)
Inventory Turnover (INVT)
Capital Intensity (CINT)
Agresivitas Pajak
42
2.4.
Pengembangan Hipotesis
Perusahaan merupakan salah satu subjek pajak yang mempunyai kewajiban
untuk membayar pajak. Dengan membayar pajak, berarti perusahaan turut serta
berkontribusi dalam mewujudkan pembangunan nasional guna mensejahterakan
kehidupan masyarakat luas. Harari, et.al. (2012) menyatakan bahwa dari perspektif
masyarakat, pajak dapat dipandang sebagai dividen yang dibayar oleh perusahaan
kepada masyarakat sebagai imbalan telah menggunakan sumber daya yang tersedia.
Oleh karena itu, apabila perusahaan menghindari kewajibannya untuk membayar
pajak, meskipun tidak melanggar hukum, tindakan tersebut tidaklah adil, dan
perusahaan hanyalah sebagai parasit yang ada di dalam masyarakat. Dalam teori
legitimasi dinyatakan bahwa perusahaan terus mencoba untuk meyakinkan bahwa
mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat atau
berusaha melegitimasi tindakannya agar dapat diterima di dalam masyarakat. Salah
satunya ditunjukkan dari kepatuhan perusahaan dalam membayar pajak dengan penuh
kesadaran dan tidak berupaya untuk melakukan aktifitas agresivitas pajak yang dapat
merugikan banyak pihak. Selain itu apabila dengan penuh kesadaran perusahaan
membayar pajak sesuai nominal yang ditetapkan, berarti perusahaan telah membina
hubungan baik dengan pemerintah.
Hal ini didukung oleh teori stakeholder yang menyatakan bahwa perusahaan
dalam melakukan kegiatan operasinya harus mempertimbangkan kepentingan semua
pihak yang terkena dampak aktivitas operasi perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan
43
tidak hanya mementingkan kepentingan shareholder saja, akan tetapi juga harus
memperhatikan kepentingan masyarakat, pemerintah, konsumen, supplier, analis, dan
lain sebagainya. Salah satu wujud perhatian perusahaan terhadap kepentingan
stakeholder adalah dengan cara membina hubungan yang baik dengan pemerintah
melalui ketaatannya dalam membayar pajak tanpa ada tindakan agresivitas pajak.
Dengan tidak agresif terhadap pajak, secara tidak langsung berarti perusahaan turut
serta dalam upaya mensejahterakan kehidupan masyarakat. Hal ini karena pajak
merupakan salah satu sumber pendapatan utama negara yang digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Avi-Yonah (2008) dalam Lanis dan Richardson (2012) menyatakan bahwa
pajak perusahaan hanya dapat dikaitkan dengan CSR jika pembayaran pajak yang
dilakukan perusahaan memang memiliki implikasi untuk masyarakat luas. Apabila
pembayaran pajak penghasilan badan hanyalah dianggap sebagai sebuah transaksi
bisnis dan salah satu biaya perusahaan, mungkin tujuan perusahaan tersebut adalah
untuk meminimalkan jumlah pajak terutang sebanyak mungkin. Lanis dan
Richardson (2012) berpendapat bahwa dengan demikian dalam membayar pajak,
perusahaan seharusnya memiliki beberapa pertimbangan etika untuk masyarakat dan
stakeholder lainnya. Seharusnya perusahaan tidak berkeinginan untuk meminimalkan
pajak baik dengan cara legal maupun ilegal sebagi wujud bahwa perusahaan tersebut
bertanggung jawab terhadap masyarakat. Christensen dan Murphy (2004), Ostas
(2004) Rose (2007) dalam Lanis dan Richardson (2012) menyatakan bahwa dengan
44
adalah
berhentinya
operasi
2008
dalam
bisnis
Lanis
perusahaan
dan
Richardson,
45
46
stakeholdernya dan akan menghilangkan dampak positif yang terkait dengan kegiatan
CSR yang telah dilakukan. Oleh karena itu, hipotesis penelitian ini adalah :
H1 : CSR berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak
Gupta dan Newberry (1997) menyatakan bahwa kebijakan pendanaan dan
keputusan investasi dapat mempengaruhi ada atau tidaknya penghindaran pajak yang
dilakukan oleh perusahaan. Hal ini karena peraturan perpajakan memberikan
perlakuan yang berbeda untuk setiap kebijakan struktur modal dan bauran aset yang
dimiliki perusahaan. Sementara profitabilitas yang diukur dengan menggunakan ROA
berfungsi untuk mengontrol dampak perubahan dalam laba akuntansi (Gupta dan
Newberry, 1997). Oleh karena itu variabel ROA, leverage, capital intensity, dan
inventory intensity menjadi variabel kontrol dalam penelitian ini.
Variabel ROA menggambarkan profitabilitas yang dimiliki perusahaan
dimana ROA berpengaruh positif terhadap ETR. Akan tetapi seiring adanya dampak
reformasi perpajakan yang menurunkan tarif pajak statutori, hubungan ROA dan ETR
menjadi negatif (Gupta dan Newberry, 1997). Tingkat profitabilitas perusahaan
berpengaruh negatif dengan ETR karena semakin efisien perusahaan, maka
perusahaan akan membayar pajak yang lebih sedikit sehingga ETR perusahaan
tersebut menjadi lebih rendah (Derazhid dan Zhang (2003) dalam Lestari (2010).
Kebijakan keputusan pendanaan yang dilakukan perusahaan digambarkan melalui
variabel leverage yang dimiliki perusahaan. Ketika perusahaan memilih untuk lebih
47
banyak membiayai operasinya dengan hutang, maka perusahaan akan memiliki nilai
ETR yang rendah. Hal ini karena komponen biaya atas bunga pinjaman dapat
digunakan sebagai pengurang pajak, tidak seperti ketika perusahaan lebih banyak
mendanai operasinya dengan menggunakan saham. Hal tersebut karena dividen yang
merupakan komponen biaya atas saham yang diterbitkan tidak dapat menjadi
pengurang pajak.
Kebijakan keputusan investasi akan menentukan besar kecilnya ETR.
Perusahaan yang memilih untuk lebih banyak berinvestasi pada aset tetap akan
memiliki nilai ETR yang rendah karena perusahaan tersebut memiliki beban
depresiasi yang lebih tinggi yang dapat dijadikan sebagai pengurang laba kena pajak.
Akan tetapi, perusahaan yang memilih untuk memiliki intensitas persediaan yang
tinggi tidak dapat melakukan hal yang sama.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
48
49
50
kategori lain-lain tenaga kerja (29 item), kategori produk (10 item), kategori
keterlibatan masyarakat (9 item), dan kategori umum (2 item).
Pengukuran ini dilakukan dengan mencocokkan item pada check list dengan
item yang diungkapkan perusahaan. Apabila item y diungkapkan maka diberikan nilai
1, jika item y tidak diungkapkan maka diberikan nilai 0 pada check list. Setelah
mengidentifikasi item yang diungkapkan oleh perusahaan di dalam laporan tahunan,
serta mencocokkannya pada check list, hasil pengungkapan item yang diperoleh dari
setiap perusahaan dihitung indeksnya dengan proksi CSRI. Adapun rumus untuk
menghitung CSRI sebagai berikut:
CSRIi
Xyi
ni
51
3.1.3.2. Leverage
Leverage menggambarkan proporsi hutang jangka panjang terhadap total aset yang
dimiliki perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keputusan pendanaan
yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Leverage menurut Lanis dan Richardson
(2012) dihitung dari:
52
3.2.
manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2011. Alasan memilih
perusahaan manufaktur sebagai sampel perusahaan adalah karena:
1. permasalahan dalam perusahaan manufaktur lebih kompleks sehingga diharapkan
akan lebih mampu menggambarkan keadaan perusahaan di Indonesia,
2. untuk menghindari bias yang disebabkan oleh efek industri, dan
3. sektor manufaktur memiliki jumlah terbesar dibandingkan dengan sektor yang
lainnya.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode purposive sampling. Metode purposive sampling adalah pengambilan sampel
berdasarkan pertimbangan subjek peneliti, sampel dipilih berdasarkan pada
kesesuaian karakterisitik dengan kriteria sampel yang ditentukan agar diperoleh
sampel yang representatif.
53
nilai
ETR
menjadi
negatif
sehingga
akan
menyulitkan
penghitungan.
3. Perusahaan yang memiliki ETR antara 0-1 sehingga dapat mempermudah dalam
penghitungan, dimana semakin rendah nilai ETR (mendekati 0) maka perusahaan
dianggap semakin agresif terhadap pajak.
4. Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan yang berakhir tanggal 31
Desember.
5. Perusahaan yang menggunakan satuan nilai rupiah dalam laporan keuangannya.
6. Perusahaan yang memiliki nilai aset bersih positif selama tahun penelitian.
54
3.3.
Sedangkan sumber data yang digunakan merupakan jenis data sekunder. Penelitian
ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan
perusahaan manufaktur yang listing di BEI selama tahun 2010 dan tahun 2011, yang
didokumentasikan dalam www.idx.co.id serta sumber lain yang relevan seperti
(Indonesia Capital Market Directory) ICMD.
Data yang diambil berupa data cross section, artinya bahwa pengumpulan data
dilakukan dari berbagai sumber informasi perusahaan dari Bursa Efek Indonesia
selama tahun 2010-2011.
3.4.
55
56
Kolmogorov-Smirnov.
Uji
Kolmogorov-Smirnov
dilakukan
dengan
membuat hipotesis:
H0 : data residual berdistribusi normal
HA : data residual tidak berdistribusi normal
Level of Significant yang digunakan adalah 0,05. Data berdistribusi normal jika nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) hasil perhitungan dalam komputer lebih dari 0,05.
3.5.2.2. Uji Multikolonieritas
Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Multikolonearitas adalah
situasi adanya variabel-variabel bebas diantara satu sama lain. Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi adalah sebagai
berikut :
1. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris yang
sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak
yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
2. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel
independen terdapat korelasi yang cukup tinggi (di atas 0,95), maka
merupakan indikasi adanya multikolonieritas.
57
3. Melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai cutoff yang
umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai
Tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF 10 (Ghozali, 2006).
3.5.2.3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tertentu dengan kesalahan
pengganggu pada periode sebelumnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang
bebas dari autokorelasi. Pengujian ini akan menggunakan uji Durbin-Watson (DW
test) yang mensyaratkan adanya konstanta (intercept) dalam model regresi dan tidak
ada variabel lagi di antara variabel independen (Ghozali, 2006). Mekanisme
pengujian Durbin Watson menurut Gujarati (2003) adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan hipotesis :
Ho : tidak ada autokorelasi ( r = 0 )
Ha : ada autokorelasi ( r 0 )
2. Menentukan nilai d hitung (Durbin-Watson).
3. Untuk ukuran sampel tertentu dan banyaknya variabel independen,
menentukan nilai batas atas (du) dan batas bawah (dl) dalam tabel.
4. Mengambil keputusan dengan kriteria sebagai berikut:
a. Jika 0 < d < dl, Ho ditolak berarti terdapat autokorelasi positif.
58
b. Jika dl d du, daerah tanpa keputusan (gray area), berarti uji tidak
menghasilkan kesimpulan.
c. Jika du < d < 4 du, Ho tidak ditolak berarti tidak ada autokorelasi.
d. Jika 4 du d 4 dl, daerah tanpa keputusan (gray area), berarti uji
tidak menghasilkan kesimpulan.
e. Jika 4 dl < d < 4, Ho ditolak berarti terdapat autokorelasi positif.
3.5.2.4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Model
regresi
yang
baik
adalah
yang
tidak
terjadi
heteroskedastisitas
menyempit), maka
59
= konstanta
1, 2, 3, 4
= koefisien regresi
CSRIit
ROAit
LEVit
CINTit
60
INVNTit
61
1. Menentukan Hipotesis
Ho : FCF = MTBV = CFR = CR tidak berpengaruh terhadap DPR, atau
Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = bk = 0
Ha : FCF = MTBV = CFR = CR berpengaruh terhadap DPR, atau
Ha : b1 b2 b3 b4 bk 0
2. Menetapkan tingkat signifikan yang digunakan yaitu 0,05.
3. Menghitung nilai sig-F dengan menggunakan software SPSS 17.
4. Menganalisis data penelitian yang telah diolah dengan kriteria pengujian
yaitu:
a. Ho ditolak, Ha diterima yaitu bila nilai sig-F kurang dari tingkat
signifikan 0,05 berarti variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel dependen atau,
Ho tidak ditolak, Ha tidak diterima yaitu bila nilai sig-F lebih dari tingkat signifikan
0,05 berarti variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
3.5.3.3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen
(Ghozali, 2006). Langkah-langkah untuk pengujian tersebut yaitu:
1. Menentukan Hipotesis
Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = 0
62
Ha : b1 b2 b3 b4 0
2. Menetapkan tingkat signifikan yang digunakan yaitu 0,05.
3. Menghitung nilai signifikan dengan menggunakan software SPSS 17.
4. Menganalisis data penelitian yang telah diolah dengan kriteria pengujian
yaitu:
a. Ho ditolak, Ha diterima yaitu bila nilai signifikan kurang dari tingkat
signifikan 0,05 berarti variabel independen secara individual berpengaruh
terhadap variabel dependen atau,
b. Ho tidak ditolak, Ha tidak diterima yaitu bila nilai signifikan lebih dari
tingkat signifikan 0,05 berarti variabel independen secara individual tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.