Lapkas Adenoma Hipofisis
Lapkas Adenoma Hipofisis
Lapkas Adenoma Hipofisis
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama
: Sri Wahyuni
Jenis Kelamin
: perempuan
Umur
: 57 tahun
Alamat
Pekerjaan
: PNS
Suku
: Aceh
Agama
: Islam
Tanggal Masuk RS
Keluhan Tambahan
: nyeri kepala
rasakan akibat dari penyakit diabetes yang dideritanya. Keluarga pasien mengaku
bahwa pasien mudah lupa jika menaruh barang.
Tidak ada keluhan mual dan muntah. Tidak ada keluhan mata kabur, bayangan
ganda. Tidak ada keluhan pingsan dan penurunan kesadaran. Tidak ada keluhan
kejang. Tidak ada keluhan gangguan ppendengaran seperti berdenging. Tidak ada
keluhan perubahan emosi seperti sering marah, tidak ada keluhan perubahan sifat
BAK dan BAB dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak ada riwayat trauma atau kecelakaan Pasien menderita diabetes
mellitus sejak lebih kurang 8 tahun. Pasien mengaku memiliki riwayat darah
tinggi sejak lebih kurang 5 tahun dengan tekanan darah tertinggi 150/90 mmhg
dan paling rendah 130/80 mmhg.
Riwayat pengobatan:
Pasien sudah dirawat di 2 RS batam yaitu RS Setia Budi Batam dan RS
Otorita Batam. Awalnya pasien dirawat di RS Setia Budi Batam dan dilakukan CT
Scan non Kontras, kemudian dirujuk ke RS otorita untuk dilakukan CT Scan
Kontras. Kemudian pasien dirujuk ke RSUDZA untuk dilakukan tindakan karena
peralatan yang lebih lengkap di Banda Aceh.
Sebelumnya pasien berobat ke dokter spesialis penyakit dalam di
lhokseumawe akibat diabetes mellitus yang dideritanya. Pasien menggunakan
insulin dan beberapa obat namun pasien tidak ingat.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Riwayat Sosial Ekonomi :
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum
: Baik
Keadaan sakit
: Tampak lemah
Kesadaran
Tanda vital
-
Nadi
: 75 x/menit
Napas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8 C
Kulit
Kepala
Mata
Telinga
: sekret (-)
Hidung
Mulut
Leher
Toraks
Paru
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Kanan
Kiri
simetris
simetris
Stem fremitus kanan dan kiri Stem fremitus kanan dan kiri
sama
sama
Jantung
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
: akral hangat (+), edema (-/-), sianosis (-), Capillary Refill Time
< 2 detik.
Status Neurologis
1
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: E 4 V5 M 6
Kaku kuduk
:-
Brudzinsky 1
:-
Brudzinsky 2
: -|-
Laseque
: >700 | >700
Kernig
: >1350 | >1350
Saraf kranial
1
N. I (Olfactorius )
Daya pembau
Kanan
Dbn
Kiri
dbn
Keterangan
Dalam batas
normal
N.II (Opticus)
5
Daya penglihatan
Kanan
Dbn
Kiri
Dbn
Lapang pandang
Dbn
Dbn
Pengenalan warna
Dbn
Dbn
Keterangan
Dalam
batas
normal
N.III (Oculomotorius)
Kanan
Ptosis
Kiri
Keterangan
()
(+)
Pupil
Bentuk
Bulat
Bulat
Ukuran
3mm
3mm
Dalam batas
akomodasi
baik
baik
normal
Langsung
(+)
(+)
Tidak langsung
(+)
(+)
Dbn
Dbn
Refleks pupil
N. IV (Trokhlearis)
Gerak bola mata
Kanan
Dbn
Kiri
Dbn
Keterangan
Dalam
batas
normal
N. V (Trigeminus)
Kanan
Dbn
Kiri
Dbn
Opthalmikus
Dbn
Dbn
Maxilaris
Dbn
Dbn
Mandibularis
Dbn
Dbn
Kanan
Dbn
Kiri
Dbn
Motorik
Sensibilitas
Keterangan
Dalam
batas
normal
N. VI (Abduscens)
Gerak bola mata
Keterangan
Dalam
batas
6
Strabismus
7
(-)
(-)
normal
Kanan
Kiri
Keterangan
Saat diam
simetris
simetris
Dalam
Mengernyitkan dahi
Dbn
Dbn
normal
Senyum
Dbn
Dbn
memperlihatkan gigi
Dbn
Dbn
N. VII (Facialis)
Motorik
Daya
perasa
2/3 Tidak
anterior lidah
8
batas
Tidak dilakukan
dilakukan
N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)
Kanan
Kiri
Tuli konduktif
(-)
(-)
Tuli sensorieural
(-)
(-)
Keterangan
Pendengaran
Vestibular
Dalam
batas
normal
Vertigo
(-)
(-)
Nistagmus
(-)
(-)
N. IX (Glossofaringeus)
Kanan
Simetris
Arkus farings
Daya
perasa
posterior lidah
Kiri
Simetris
1/3
Keterangan
Dalam
Tidak
batas
Tidak dilakukan
normal
Kiri
Simetris
Keterangan
Arkus farings
Kanan
Simetris
Disfonia
Dalam
Refleks muntah
Tidak
Tidak dilakukan
normal
dilakukan
10 N. X (Vagus)
batas
dilakukan
11 N. XI (Assesorius)
Kanan
Kiri
Keterangan
Menoleh
dbn
dbn
Dalam
Mengankat bahu
dbn
dbn
normal
Eutrofi
Eutrofi
Kanan
dbn
Kiri
Dbn
Keterangan
Motorik
Trofi
eutrofi
Eutrofi
Dalam
Tremor
(-)
(-)
normal
Disartri
(-)
(-)
Kanan
Kiri
Kekuatan
5555
1111
Tonus
Trofi
Eu
Eu
(-)
(-)
Motorik
Trofi
batas
12 N. XII (Hipoglossus)
batas
Sistem motorik
Keterangan
Ekstremitas atas
Ger.involunter
Ekstremitas bawah
Dalam
Batas
Normal
Kekuatan
5555
1111
Tonus
Trofi
Eu
Eu
Ger.involunter
(-)
(-)
Sistem sensorik
Sensasi
Raba
Kanan
Baik
Kiri
baik
Keterangan
Dalam
batas
Nyeri
baik
baik
normal
Suhu
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Propioseptif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
8
Refleks
Refleks
Fisiologis
Kanan
Kiri
Biseps
(+)
(+)
Triseps
(+)
(+)
Patella
(+)
(+)
(+)
(+)
Hoffman Tromer
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Babinski
(-)
(-)
Dalam batas
Chaddock
(-)
(-)
normal
Openheim
(-)
(-)
Gordon
(-)
(-)
Schaeffer
(-)
(-)
Achilles
Patologis
Keterangan
Pemeriksaan
Jari tangan jari tangan
Kanan
Baik
Kiri
Baik
Keterangan
Baik
Baik
Dalam
Tumit lutut
Baik
Baik
normal
Pronasi supinasi
Baik
Baik
Romberg test
Tidak
Tidak dilakukan
dilakukan
Sistem otonom
Miksi
: Baik
Defekasi
: Baik
Keringat
: Baik
batas
2. CT Scan
3. Laboratorium
Tanggal 20 januari 2016
10
Pemeriksaan
Laboratorium
Darah Rutin
Hb
Ht
Leukosit
Pemeriksaan
Laboratorium
Eritrosit
Darah
Rutin
Trombosit
Hb
Hitung
HtJenis
Eosinofil
Leukosit
Basofil
Netrofil segmen
Eritrosit
Limfosit
Trombosit
Monosit
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
Hati dan Empedu
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
Elektrolit
Natrium
Klorida
Kalium
Diabetes
Gula Darah Sewaktu
Ginjal Hipertensi
Ureum
Kreatinin
Tanggal 3 Februari
Pemeriksaan
Laboratorium
Darah Rutin
Hb
Ht
Leukosit
Hasil
8,3*
24,5*
24,7*
Hasil
Nilai normal
14,0-17,0 g/dL
45-55 %
4,5-10,5
x 106
Nilai normal
Tanggal
25
Januari 2016
/mm3
3,0* 4,7-6,1 103/ mm3
558*
150-450
8,1*
14,0-17,0 g/dL
23*
45-55 %
030,8*
0-6
%
4,5-10,5
x 106
0
0-2%
/mm3%
85*
50-70
103/ mm3
83,2* 4,7-6,1
20-40
150-450
7612*
2-8%
1
0
85*
6*
8
0-6 %
0-2%
50-70 %
20-40
2-8%
2,69*
3,01
17
24
3,5-5,2 g/dL
115*
81*
4,4
135-145mmol/L
90-110 mmol/L
3,5-4,5 mmol/L
112
24
0,62
Hasil
7,5*
24*
17,6*
<35U/L
<45/UL
<200 mg/dL
13-43 mg/dL
0,67-1,17 mg/Dl
Nilai normal
14,0-17,0 g/dL
45-55 %
4,5-10,5 x 106
11
Eritrosit
Trombosit
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
Tanggal 5 februari
Pemeriksaan
Laboratorium
Darah Rutin
Hb
Ht
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
3,1*
559*
/mm3
4,7-6,1 103/ mm3
150-450
0
0
86*
9*
5
0-6 %
0-2%
50-70 %
20-40
2-8%
Hasil
Nilai normal
9,1*
28*
20,4*
3,7*
1024
14,0-17,0 g/dL
45-55 %
4,5-10,5 x 106
/mm3
4,7-6,1 103/ mm3
150-450
*
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
2
0
71
20
7
0-6 %
0-2%
50-70 %
20-40
2-8%
Prognosis
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanactionam
: dubia ad bonam
12
2.9
Follow Up
16 februari 2016
S: nyeri pada tempat pemasangan wsd
O:
TD =110/70
Nadi = 100 x
RR =28 x
T = 37 C
O:
TD =100/60
Nadi = 115 x
RR =30 x
T = 37 C
I= asimetris
P= sf ka tidak sama sf ki
P=Redup(+/-)
A= vesikuler (melemah/+), rh(-/-),
Wh (-/-)
I= simetris
P= sf ka sama dengan sf ki
P= sonor(+/+)
A= vesikuler (+/+), rh(-/-)
13
B III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi
Terletak di pusat cranium, sella turcica merupakan tempat dimana kelenjar
pituitari atau hipofisis berada dan berada pada os sphenoid. Neurocranium yang
awalnya banyak mengandung kartilago menjadi dasar daripada tengkorak. Pada
awal pembentukannya os sphenoid berupa sebuah plat yang dibentuk dari
kondensasi mesenkim yang berhubungan dengan bagian depan dari foramen
magnum dan bagian paling depan dari cranium. Plat ini akan berkembang menjadi
corpus sphenoid, selanjutnya akan membentuk sayap dan berakhir dengan
terbentuknya fossa crania media. Ala major os sphenoid terbentuk dari fossa
crania media dan ala minornya terbentuk dari prosesus clinoideus anterior yang
akan menuju ke lateral untuk membentuk tepi sphenoid dan dipisahkan oleh
fissura orbitalis superior. Saat itu dasar tengkorak disebut sebagai chondrocranium
dan seiring waktu terjadilah proses osifikasi. Sella turcica dibentuk dari depresi
badan os sphenoid dan kemudian dilapisi duramater dan diisi oleh kelenjar
pituitari. Kelenjar Pituitari kemudian dibungkus dengan diafragma dan
disambungkan dengan infundibulum. Sinus Cavernosus dibentuk oleh duramater
yang terlipat dan menguhubungkan arteri karotis, cabang maxillaris dari nervus
trigeminus dan nervus III, IV, VI. Sinus Cavernosus menerima darah dari sinus
petrosus dan sphenopariteal serta vena lokal yang mendarahi sella. Diatas sella
turcica terletak nervus optikus, kiasma, ventrikel tertius dan hipotalamus. Lobus
anterior dan intermedia kelenjar pituitari terbentuk dari kantong
Rathke yang merupakan suatu evaginasi dari atap faring. Hipofisis
posterior sebagian besar terbentuk dari ujung ujung akson dari nukleus supraoptik
dan paraventrikularis hipotalamus pada pembulah darah. Serabut saraf simpatis
14
mencapai lobus anterior dari kapsulanya sedangkan parasimpatis berasal dari saraf
petrosal, Hubungan langsung antara hipotalamus dan hipofisis dibentuk oleh
pembuluh portal hipofisis. Cabang dari arteri karotis dan sirkulus Willisi
membentuk jaringan kapiler berjendela yang dinamakan pleksus primer
dipermukaan ventral hipotalamus yang akan masuk ke eminensia mediana
danmembentuk kapiler yang bermuara ke kapiler hipofisis anterior. Hal inilah
yang disebut sebagai sistem portal. Berat rata-rata kelenjar pituitari adalah 100 mg
pada masa kanak-kanak dan bertambah menjadi 500-600 mg pada saat dewasa,
Ukuran kelanjar pituitari 20% lebih berat pada wanita dan dapat bertambah 12100% pada saat kehamilan karena membesarnya pars distalis. Volume kelenjar
pituitari menurun seiring dengan penuaan.12
Kelenjar Pituitari menerima darah dari dua kelompok arteri yakni arteri
hipofisialis superior yang mempercabangkan pituitari pars anterior. Pituitari pars
anterior merupakan bagian yang paling kaya vaskularisasi dan menerima 0,8
mL/g/menit darah dari sistem portal. Sedangkan arteri hipofisialis inferior
memperdarahi pars nervosa. Arteri hipofisialis superior berasal dari tonjolan
supraclinoid dari arteri karotis interna atau dari arteri komunikans posterior
sedangkan arteri hipofisialis inferior berasal dari trunkus meningohipofisial yang
merupakan cabang dari segmen kavernosa dari arteri karotis interna. Selain itu
arteri hipofisialis superior juga memperdarahi tangkai pituitari, adenohipofisis,
dan permukaan bawah dari nervus optikus dan kiasma optikum. Arteri
beranastomosis dengan arteri hipofisisalis inferior untuk memperdarahi bagian
atas tangkai pituitari. Anastomose arteri lainnya berakhir menjadi kapiler
fenestrata dan masuk ke jaringan hipofisis dan menerima produk yang disekresi
hipofisis. Kapiler tersebut akan berubah bentuk menjadi vena porta hipofisial dan
merupakan tempat pelepasan hormon hasil sekresi dari hipotalamus. Aliran vena
dikembalikan pada sinus kavernosus yang selanjutnya akan bermuara pada sinus
petrosus dan sphenoparietal.
Fisiologi
15
Bagian utama dari hipofisis terdiri dari lobus anterior, posterior dan infundibulum.
Bagian anterior pars distalis menyatu ke kranium dalam bentuk tubular dari
hipofisis serebri yang disebut infundibularis dan menghubungkan pars posterior
ke diencephalon. Bagian anterior terdiri dari 3 jenis sel yang berbeda berdasarkan
asiditasnya yakni asidofilik, basofilik, dan kromofobik. Sel asidofilik berbentuk
bulat dan mengandung granul asam. Sel ini terdiri dari sel somatotropik dan
mammotropik. Yang membedakannya adalah ukuran granul pada sel somatotropik
asidofilik lebih kecil dengan diameter 300nm, dibandingkan dengan sel
mammotropik dengan ukuran granul 600900nm.13
Sel basofilik memiliki bentuk yang bervariasi terdiri dari sel gonadotropik
(ukuran granul: 300400nm), sel tirotropik (granul: 60160nm), sel adrenotropik
(granul 200500nm), sel lipotropik (granul: 200500nm) dan melanotropik
(granule size: 200400nm).13 Sel kromofobik cenderung tidak berpartisipasi
dalam pembentukan hormon namun cenderung menjadi prekursor sel yang
memproduksi hormon.6
Lobus intermedius masuk kedalam adenohipofisis. Sel basofilik masuk ke dorsal
hipofisis. Kista berisi koloid merupakan bagian yang penting pada lobus
intermedius. Kista dilapisi oleh epitel selapis atau epitel berlapis dam
menghasilkan MSH (melanocyte stimulating hormon).13 Bagian posterior dan
infundibulum membentuk suatu struktur neurohipofisis yang terdiri dari sel
neuroglia (pituisit dan sel protoplasmik glial), sejumlah serabut saraf tidak
bermielin dari hipotalamus, jaringan penyambung dan pembuluh darah serta sel
basofilik.
Hipofisis anterior mensekresi 6 hormon yakni Adenokortikotropik Hormon
(ACTH), Thyroid Stimulating Hormon (TSH), Growth Hormone (GH), Follicle
Stimulating Hormon (FSH) Luteinizing Hormon (LH) dan Prolaktin (PRL).
Sekresis hipofisis anterior dikontrol oleh senyawa kimia yang disalurkan melalui
pembuluh portal hipofisis dari hipotalamus ke hipofisis yang disebut senyawa
hipofisiotropik yang terdiri dari Corticotropik releasing hormon (CRH),
Thyrothropin Releasing Hormon (TRH) Growth Hormon Releasing Hormon
16
(GHRH)
Growth
Hormon
Inhibiting
Hormon
(GHIH=Somatostatin)
tidak
ringan1. Pada 50% kasus, ditemukan tumor yang telah meluas ke supra sela, dan
juga seringkali menginvasi sinus sphenoid dan sinus kavernosus1,2
Dengan ekstensi dan invasi tumor tersebut, maka kontrol tumor hanya dengan
operasi tidaklah mencukupi. Pada keadaan tersebut pemberian terapi radiasi post
operasi telah banyak dipakai dengan hasil yang cukup baik, dimana dapat
menurunkan angka rekurensi lokal, 22%-71% setelah tindakan operasi menjadi
8%-21% bila ditambahkan tindakan radiasi post operasi. Disamping itu pada
beberapa keadaan radiasi juga cukup efektif sebagai terapi primer 3,4
2. Definisi
Adenoma hipofisis atau disebut juga dengan adenoma hipofise merupakan
tumor yang jinak, dengan partumbuhan yang lambat, yang berasal dari sel-sel
kelenjar hipofisis. Adenoma ini diklasifikasikan berdasarkan produk sekretorinya.
Tumor fungsional (endocrine-active) termasuk hampir 70% dari tumor hipofisis
17
18
19
berdekatan
Ditemukan karena adanya efek kompresi dari tumor, seperti bitemporal
hemianopsi selain adanya gangguan endokrin, bisa hyper atau hypo sekresi.
Pasien dengan gangguan endokrin yang tidak jelas, tetapi tumornya ada
kadang-kadang memerlukan tindakan angiography untuk menyingkirkan
adanya aneurisma a. karotis.
20
21
b. Klasifikasi Patologi
Klasifikasi ini berusaha untuk membatasi kelompok tumor heterogenus secara
klinis dan patologis dengan kategori yaitu asidofilik, basofilik, dan kromofobik.
Diasumsikan bahwa adenoma asidofilik merupakan tumor yang mensekresikan
GH dan adenoma basofilik yang mensekresikan ACTH. Tumor tumor yang gagal
diwarnai didesain secara kormofobik dan dipercaya sebagai tumor yang
hormonnya tidak aktif. 4, 9
22
c. Klasifikasi Imaging
Dari pandangan surgikal, tumor hipofisis dapat diklasifikan berdasarkan ukuran
dan karakteristik pertumbuhan, yang dapat ditemukan dari studi imaging.
Secara
praktisnya,
berdasarkan
ukuran,
tumor
diklasifikasikan
sebagai
atau
mikroadenoma
dan
makroadenoma.
Mikroadenoma
d. Klasifikasi WHO
Untuk menciptakan klasifikasi komprehensif yang bisa diterima secara universal
oleh dokter umum, patologis, dan surgikal, WHO mengklasifikasikan tumor ini
beradasarkan tujuh, yaitu:
3, 10
23
24
3. Etiologi
4. Gejala klisnis
25
Gejala klinis awal dari efek endokrin dengan sekresi kelenjar hipofisis berlebihan,
terutama pada prolaktin yang berlebihan menyebabkan hipogonadisme sekunder,
dapat mengarahkan pada diagnosa awal dari adanya adenoma hipofisis sebelum
timbul
manifestasi
yang
lebih
lambat
seperti
pembesaran
sellar,
26
5. Patofisiologi
Sebagian besar mayoritas tumor pituitari berasal dari neoplasma epitelial
yang berkembang dari parenkim adenohipofise dan mengubah struktur
histologi pituitari. Selain itu dibentuk lah beberapa hormon yang
dihasilkan oleh jenis sel yang berubah. Pada keadaan tertentu tidak
ditemukan adanya sekresi hormon hipofise sehingga digolongkan non
fungsional. Beberapa tumor dapat mensekresikan lebih dari satu jenis
hormon karena adanya gen hormon dan reseptor yang multipel misalnya
ekspresi gen growth hormon (GH) 50% terjadi pada prolaktinoma dan
30% pada ACTH adenoma. Patogenesisnya cenderung multifaktoral dan
tentunya berdasar pada hal berikut :9
1. Abnormalitas gen yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan sel
2. Abnormalitas tumor supresor gen
3. Gangguan kematian sel terprogram
Secara umum tumor pituitari dan massa sellar lainnya memberikan setidaknya
empat gejala berikut antara lain:
1. Difungsi Endokrin yang terjadi akibat overproduksi hormon pituitari
2. Efek massa pada struktur terdekat misalnya kompresi nervus optikus dan
kiasma optikum dan terkadang menekan nervus III terutama pada kasus apoplexy.
Hidorsefalus mungkin dapat terjadi apabila ada penekanan terhadap ventrikel
tertius
3. Sakit kepala merupakan manifestasi peregangan lapisan dura pada sella atau
diafragma yang dipersarafi nervus trigeminus
4. Penemuan insidental dari radiologis yang terkadang disebut insidentaloma
27
BAB IV
PEMBAHASAN
28
29
akut.
Pasien
yang
menderita
abcess
pada
hipofisis
akan
memberi
gejala
yang sama
disertai
demam.
Menurut
Wilson
sekitar
3%
makroedenoma
menunjukkan
Pituitary
Apoplexi
2.1 Identitas
Nama
: Sri Wahyuni
Jenis Kelamin
: perempuan
Umur
: 57 tahun
Alamat
Pekerjaan
: PNS
Suku
: Aceh
Agama
: Islam
Tanggal Masuk RS
Keluhan Tambahan
: nyeri kepala
30
31
: Baik
Keadaan sakit
: Tampak lemah
Kesadaran
Tanda vital
-
Nadi
: 75 x/menit
Napas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8 C
BAB V
KESIMPULAN
Empiema adalah terdapatnya pus didalam rongga pleura. Empiema
biasanya terjadi akibat sebab yang berasal dari paru seperti pneumonia,
32
Tuberculosis paru dan yang berasal dari luar paru. Empiema dapat juga karena
sepsis hematogen, thorakosentesis, selang thorakostomi, trauma dan infeksi
subdiafragmatik.
Gejala klinis dari empiema hampir sama dengan penderita pneumonia
bakteria, yaitu demam akut, nyeri dada (pleuritic chest pain), batuk, sesak, dan
dapat juga sianosis. Tujuan dari terapi empiema yaitu eradikasi infeksi,
mengembalikan sirkulasi cairan pleura normal, paru-paru dapat mengembang, dan
mengembalikan fungsi respirasi normal. Terapi awal terdiri dari pemberian
oksigen jika dibutuhkan, terapi cairan pada kasus dehidrasi, antipiretik, analgesik
dan antibiotik. Terapi spesifik untuk empyema terdiri dari terapi konservatif
sampai pendekatan pembedahan.
Prognosis empiema dipengaruhi oleh umur, penyakit penyerta, penyakit
dasar, dan pengobatan yang adekuat. Angka kematian meningkat pada usia tua
atau penyakit dasar yang berat dan karena terlambat pengobatan. Pengobatan yang
adekuat terhadap semua penyakit yang mungkin dapat menimbulkan penyulit
berupa empiema.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Tarigan SP. Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema. 2008. USU
Repository.
33
34