Wrap Up b5 - Perdarahan Pervaginam (SK 1 Emergensi)
Wrap Up b5 - Perdarahan Pervaginam (SK 1 Emergensi)
Wrap Up b5 - Perdarahan Pervaginam (SK 1 Emergensi)
SKENARIO 1
PERDARAHAN PERSALINAN
KELOMPOK : B 05
KETUA
: Ruri Gustiyanti
SEKRETARIS: Tia Syalita
ANGGOTA
: Rizq Felageti Sofian
1102011248
1102011278
1102011241
Rowin
1102011246
1102011247
Sabila Zasarosa
1102011249
Tiffany Nurzaman
1102011280
1102011283
1102011285
SKENARIO 1
PENDARAHAN PERVAGINAM
Seorang pasien 17 tahun datang ke IGD RSUD dengan hamil pertama keluhan nyeri
perut dan perdarahan pervaginam. Pasien mengaku hamil 32 minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir ( HPHT ). Pasien tidak pernah melakukan antenatal care ( ANC )
sebelumnya.
Pasien mengalami kenaikan berat badan sampai 25 kg selama kehamilan ini diikuti
edema tungkai dalam 4 minggu terakhir. Pasien tidak pernah mengkonsumsi suplemen besi
atau vitamin lainnya.
Dari riwayat penyakit keluarga diketahui tidak ada riwayat penyakit ginjal, DM dan
hipertensi dikeluarganya.
Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil : keadaan umum tampak sakit sedang,
tekanan darah 135/85 mmHg; frekuensi nadi 98x/menit; frekuensi nafas 26x/menit; suhu
afebris. Dari status obstetric, didapatkan tinggi fundus uteri 42 cm, denyut jantung janin I :
166x/menit dan II : 177x/menit simultan. Dilakukan pemeriksaan inspekulo tampak darah
berwarna kehitaman mengalir dari OUI, pembukaan tidak ada.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang USG dengan hasil kehamilan ganda
letak sungsang dan hasil pemeriksaan laboratorium urin didapatkan protein +2. Dilakukan
pemeriksaan CTG didapatkan tanda tanda gawat janin.
2. Suhu afebris
3. Antenatal care
PERTANYAAN
1. Mengapa terdapat protein +2 pada pasien ?
2. Mengapa terdapat darah berwarna hitam yang mengalir dari OUI ?
3. Apa saja tanda gawat janin ?
4. Apa pengaruh suplemen ibu hamil terhadap kasus ibu ?
5. Apa pengaruh usia ibu dan kehamilan pertama dengan kasus ibu ?
6. Apa peran ANC dalam proses kehamilan ?
JAWABAN
1. Proteinuria terjadi karena pre eklampsi menyebabkan glomerulo endoteliosis sehingga
terjadi pembengkakan kapiler endotel glomerulus. Hal ini menyebabkan perfusi serta
laju filtrasi glomerulus menurun karena volume plasma turun. Untuk
mengkompensasi keadaan tersebut ginjal melakukan retensi air dan garam.
2. Kegagalan implantasi trophoblast menyebabkan nekrosis pada endometrium. Nekrosis
inI menyebabkan pendarahan desidua basalis lalu terbentuklah hematoma
subkhorionik. Hematoma semakin besar dan menekan plasenta, sehingga
menyebabkan darah hitam yang berasal dari plasenta keluar melalui OUI dari
menyelinap di bawah selaput ketuban.
3. Tanda tanda gawat janin :
Frekwensi bunyi jantung janin kurang dari 120 x / menit atau lebih dari 160 x /
menit.
Berkurangnya gerakan janin ( janin normal bergerak lebih dari 10 kali per hari
).
Adanya air ketuban bercampur mekonium, warna kehijauan ( jika bayi lahir
dengan letak kepala )
4. Berpengaruh pada perkembangan kesehatan ibu dan janin
5. Sebagai faktor predisposisi preeklampsi
6. untuk memantau kesehatan ibu dan perkembangan janin
HIPOTESIS
PREEKLAMPSI
glomeruloendoteliosis
perfusi , filtrasi
terbentuk hematoma subkhorionik
proteinuria
plasenta lepas
- Pemeriksaan Lab
- Vaginal Toucher
- CTG
Tatalaksana :
Sectio Cesarea
SASARAN BELAJAR
LO 1.1 Definisi
Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau kenaikan
tekanan sistolik 30 mmHg dan atau tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai normal. Preeklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah
kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal
terjadi. Sedangkan pengertian eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada
penderita pre-eklampsia, yang juga dapat disertai koma.
LO 1.2 Epidemiologi
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 15% penyulit kehamilan dan merupakan
salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia
mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masioh cukup tinggi. Hal ini
disebabkan selain olejh etiologi tidak jelas, juga perawatan dalam persalinan masih ditangani
oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam
kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang
pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar- benar dipahami oleh semua tenaga
medikbaik di pusat maupun di daerah.
LO 1.3 Klasifikasi
Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah melebihi batas normal yaitu
tekanan darah 140/90mmHg (Prawirohardjo,2008). Menurut Prawirohardjo 2008,
gangguan hipertensi pada kehamilan diantaranya adalah:
a Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
miggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
b Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria. Preeklamsi merupakan penyulit kehamilan yang akut dan
dapat membahayakan kesehatan maternal maupun neonatal. Gejala klinik
preeklamsi dapat dibagi menjadi preeklamsi ringan dan preeklampsi berat:
a Preeklamsi ringan (PER)
Preeklamsi ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh
darah dan aktivasi endotel (Prawirohardjo, 2008).
b Preeklamsi berat
Preeklamsi berat adalah preeklamsi dengan tekanan darah 160/110
mmHg, disertai proteinuria 5 g/24 jam atau 3+ atau lebih (Prawirohardjo,
2008).
c Eklamsi adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang sampai
dengan koma.
d Hipertensi kronik dengan superposed preeklamsi adalah hipertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklamsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
e Hipertensi gestasional (transient hypertensi) adalah hipertensi yang timbul
pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah
a
b
c
d
e
f
a
b
c
d
e
f
g
Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokkan dalam faktor resiko sebagai berikut :
Primigravida, primipaternitas
Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes melitus,
hidrops fetalis, bayi besar
Umur ekstrim
Riwayat keluarga pernah preeklamsia/eklamsia
Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
obesitas
Menurut Zweifel dalam Manuaba (2007) mengungkapkan bahwa cukup banyak teori
tentang bagaimana hipertensi pada kehamilan dapat terjadi sehingga disebut sebagai disease
of theory. Beberapa landasan teori yang dikemukakan yaitu :
Teori genetik
Teori immunologis
Teori iskemia region uteroplasenter
Teori kerusakan endotel pembuluh darah
Teori radikal bebas
Teori trombosit
Teori diet
Ditinjau dari teori yang telah disebutkan di atas, maka teori diet merupakan salah satu
faktor risiko yang dapat dikendalikan dengan melakukan upaya pencegahan oleh ibu hamil.
Faktor gizi yang sangat berhubungan dengan terjadinya hipertensi melalui beberapa
mekanisme. Aterosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya hipertensi yang
berhubungan dengan diet seseorang. Konsumsi lemak yang berlebih, kekurangan konsumsi
zat gizi mikro (vitamin dan mineral) sering dihubungkan pula dengan terjadinya
ateroklerosis, antara vitamin C, vitamin E dan vitamin B6 yang meningkatkan kadar
homosistein. Tingginya konsumsi vitamin D merupakan faktor terjadinya asteroklerosis
dimana terjadi deposit kalsium yang menyebabkan rusaknya jaringan elastis sel dinding
pembuluh darah (Kurniawan, 2002).
Berbagai faktor defesiensi gizi juga diperkirakan berperan sebagai penyebab
eklampsia. Banyak saran yang diberikan untuk menghindarkan hipertensi misalnya dengan
menghindari konsumsi daging berlebihan, protein, purine, lemak, hidangan siap saji (snack),
dan produk-produk makanan instan lain. Hasil penelitian Sastrawinata, dkk (2003) bahwa
faktor gizi memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi pada ibu hamil karena disebabkan
kekurangan kalsium, protein, kelebihan garam natrium, atau kekurangan asam lemak tak
jenuh Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) dalam makanannya. John, dkk (2002) dalam
Rozikhan, (2007) menemukan bahwa diet buah dan sayur banyak mengandung aktivitas nonoksidan yang dapat menurunkan tekanan darah. Zhang, dkk (2002) dalam Rozikhan, (2007)
menemukan kejadian pre-eklampsia pada pasien dengan asupan vitamin C harian kurang dari
85 mg dapat meningkat menjadi 2 kali lipat.
Preeklamsi
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa diketahui secara pasti. Namun banyak
teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada
satupun teori tersebut yang dianggap benar-benar mutlak. Beberapa faktor resiko ibu
terjadinya preeklamsi:
Paritas
Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan paritas
paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada
grandemultigravida (Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama perkawinan 4 tahun juga dapat
berisiko tinggi timbul preeklamsi (Rochjati, 2003)
b Usia
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian maternal pada
wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun meningkat,
karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun di anggap
lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi (Cunningham, 2006). Selain itu ibu hamil yang
berusia 35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir
tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi preeklamsi (Rochjati, 2003).
c Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum hamil atau sebelum
umur kehamilan 20 minggu. Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi berisiko lebih besar
mengalami preeklamsi, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal
lebih tinggi. Diagnosa preeklamsi ditegakkan berdasarkan peningkatan tekanan darah yang
disertai dengan proteinuria atau edema anasarka (Cunningham, 2006)
d Sosial ekonomi
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya lebih maju jarang
terjangkit penyakit preeklamsi. Secara umum, preeklamsi/eklamsi dapat dicegah dengan
asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang masih rendah dan
pengetahuan yang kurang seperti di negara berkembang seperti Indonesia insiden
preeklamsi/eklamsi masih sering terjadi (Cunningham, 2006)
e Hiperplasentosis /kelainan trofoblast
Hiperplasentosis/kelainan trofoblas juga dianggap sebagai faktor predisposisi terjadinya
preeklamsi, karena trofoblas yang berlebihan dapat menurunkan perfusi uteroplasenta yang
selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat mengakibatkan terjadinya
vasospasme, dan vasospasme adalah dasar patofisiologi preeklamsi/eklamsi. Hiperplasentosis
tersebut misalnya: kehamilan multiple, diabetes melitus, bayi besar, 70% terjadi pada kasus
molahidatidosa (Prawirohardjo, 2008; Cunningham, 2006).
f Genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu yang mengalami preeklamsi 26%
anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula, sedangkan 8% anak menantunya
mengalami preeklamsi. Karena biasanya kelainan genetik juga dapat mempengaruhi
penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat
menyebabkan terjadinya vasospasme yang merupakan dasar patofisiologi terjadinya
preeklamsi/eklamsi (Wiknjosastro, 2008; Cunningham, 2008).
g Obesitas
Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas
merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan
protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor risiko terjadinya
berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung
koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan
lain.Hubungan antara berat badan ibu dengan risiko preeklamsia bersifat progresif, meningkat
dari 4,3% untuk wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi
peningkatan menjadi 13,3 % untuk mereka yang indeksnya 35 kg/m2 (Cunningham, 2006;
Mansjoer, 2008)
2
Eklamsia
Merupakan kasus akut pada penderita preeklamsia, yang disertai dengan keng menyeluruh
dan koma. Sama halnya dengan preeklamsia, eklamsia dapat timbul pada ante,intrta dan
postpartum. Eklamsia postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama
setelah persalinan.
Pada penderita preeklamsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atay tandatanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang.
Preeklamsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma akan terjadinya kejang. Preeklamsia
yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut sebagai impending eclamsia atau
imminent eclamsia.
Hipertensi kronik
Hipertensi kronik dapat disebabkan primer : idiopatik : 90% dan sekunder 10% berhubungan
dengan penyakit ginjal, vaskuler kolagen, endokrin, danb pembuluh darah
Kategori
Normal
Prehipertensi
Stage 1 hipertensi
Stage 2 hipertensi
Tekanan darah
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
<120
<80
120 139
80 89
140 159
90 99
160
100
LO 1.5 Patogenesis
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang
sekarang banyak dianut adalah :
a Teori kelainan vaskularisasi plasenta
b Teori iskemia plasenta, radikal bebasm dan disfungsi endotel
c Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
d Teori adaptasi kardiovaskularori genetik
e Teori defisiensi gizi
f Teori inflamasi
1 Preeklamsi
Perubahan pada sistem dan organ pada preeklamsi menurut Prawirohardjo
2008 adalah:
a Volume plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut
hipovolemia), guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan
tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan
32-34 minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas pada preeklamsia
terjadi penurunan volume plasma antara 30% - 40% dibanding hamil
normal, disebut hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan
iii
Preeklamsi
a Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik 140/90 mmHg.
Pengukuran darah dilakukan sebanyak 2 kali pada selang waktu 4 jam-6
jam.
b Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau
sama dengan 1+ dipstic.
c Edema, sebelumnya edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda preeklamsi
tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema
generalisata. Selain itu bila di dapatkan kenaikan berat badan
>0,57kg/minggu.
d Preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi
organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, proteinuria adalah tanda
b
c
d
e
f
Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti
dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut
terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat
sakit kepala lain
Gangguan penglihatan pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya,
pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
Iritabel ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara
berisik atau gangguan lainnya
Nyeri perut nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan
muntah
Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
Kejang-kejang dan / atau koma
Preeklamsia
Deteksi dini :
a Menyaring semua kehamilan primigravida (kehamilan pertama), ibu
menikah dan langsung hamil, dan semua ibu hamil dengan risiko tinggi
terhadap pre-eklampsia dan eklampsia
b Pemeriksaan kehamilan secara teratur sejak awal triwulan satu kehamilan
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui
terdapatnya protein dalam air seni, fungsi organ hati, ginjal, dan jantung, fungsi
hematologi / pembekuan darah
a
Diagnosis PE ringan :
Diagnosis preeklamsi ringan menurut Prawirohardjo 2008, ditegakkan
berdasarkan atas munculnya hipertensi disertai proteinuria pada usia
kehamilan lebih dari 20 minggu dengan ketentuan sebagai berikut:
i
TD 140/90 mmHg
ii
Proteinuria: 300 mg/24 jam atau pemeriksaan kualitatif 1 atau 2+
iii
Edema: edema generalisata (edema pada kaki, tangan,muka,dan perut).
b Diagnosa PE berat :
Diagnosis preeklamsi berat menurut Prawirohardjo 2008, dan Wiknjosastro
2007, ditegakkan bila ditemukan salah satu atau lebih tanda/gejala berikut:
i TD 160/110 mmHg
ii Proteinuria 5 g/24 jam; 3 atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
iii Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24jam
iv Kenaikan kadar kreatinin plasma
Eklamsia
a Eklamsia selalu didahuli oleh preeklamsia.
b Perawatan pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeklampsia
perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala
prodorma eklamsia.
c Sering dijumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak menjadi
kejang-kejang eklamsia, karen tidak terdeteksi adanya preeklamsia
sebelumnya.
d Kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda tanda kejang tonik ialah dengan
dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya
sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot
tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan
ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan
fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua
otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksu tonik. Kontraksi ini
berlangsung 15-30 detik.
Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik
dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali
edngan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata.
Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada otot-otot muka dan
otot- otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga
seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah
tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat.
Dari mulut keluar liur berbusa yang kadng-kadang disertai bercak darah.
Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjugtiva mata
dijumpai bintik-bintik perdaraham.
Pada waktu timbul kejang, diafrgama terfiksir sehingga pernafasar
tertahan, kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu
berangsur-angsur kejang melemah, dan akhirnya pernderita diam tidak
bergerak.
Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit kemudian berangsurangsur kontraksi melemah dan akhirnya terhernti setha penderita jatuh
dalam koma. Pada waktu timbul kejang, tekananm darah dengan cepat
meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat yang mungkin oleh
karena gangguan serebral. Penderita mengalami inkontinensia disertai
Hipertensi kronik
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia sulit di diagnosis,
apalagi hipertensi kronik disertai kelainan ginjal dan proteinuria. Tanda
tanda superimposed preeklamsia pada hipertensi kronil, adalah : adanya
proteinuria, gejala-gejala neurologik, nyeri kepala hebat, gangguan visus,
edema patologik yang menyeluruh 9anasarka), olihguria, edema paru. B)
kelainan laboratorium : berupa kenaikan serum kreatinin, trombositopenia,
kenaikan transamine serum hepar.
a Diagnosis hipertensi kronik ialah bila didapatkan hipertensi yang telah
timbul sebelum kehamilan, atau timbul hipertensi < 20 minggu umur
kehamilan. Ciri ciri hipertensi kronik :
a Umur ibu relatif tua, > 35 tahun
b Tekanan darah sangat tinggi
c Umumnya multipara
d Umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal, dan diabetes melitus
e Obesitas
f Penggunaan obat-oabt antihipertensi sebelum kehamilan
g Hipertensi yang menetap pasca persalinan
b Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan khusus ECG (eko kardiografi), pemeriksaan mata, dan
pemeriksaan USG ginjal. Pemeriksaan laboratorium lain ialah fungsi ginjal,
fungsi hepar, Hb, hematokrit dan trombosit.
c Pemeriksaan janin
Oerlu dilakukan pemeriksaan USG janin. Bila dicurigai IUGR, dilakukan
NST dan profil biofisik.
DIAGNOSIS BANDING
Tuberkulosis
Pneumoni
Gagal jantung
LO 1.8 Penatalaksanaan
1 Preeklamsia
A Tatalaksana Preeklasmsia ringan
Rawat jalan (ambulatoir)
Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir) :
i
Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai
keinginannya
ii
Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan
posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada vena kava
inferior, sehingga mengkatkan aliran darah baik dan akan
menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan
aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke
ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan
diuresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan eksresi
natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular, sehingga
mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan
meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi
plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.
iii
Makanan dan nutrisi seperti biasa, tidak perlu diet khusus
iv
Vitamin
v
Tidak perlu pengurangan konsumsi garam, sepanjang fungsi
ginjal masih normal. Pada preeklamsia , ibu hamil umumnya
masihg muda, berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak
perlu restriksi garamm. Diet yang mengandung 2g Na atau 4-6
gNaCl (garam dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih
banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan
janin justru membutuhkan lebih banyak konsumsi gram. Bila
konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan
konsumsi cairan yang banyak, berupa susu dan buah.
vi
Diet berikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam
secukupnya, dan roboransia pranatal.
vii
Tidak perlu pemberian obat - obat diuretik, antihipertensi, dan
sedatif.
viii
Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium Hb, Hematokrit, fungsi hati, urin
lengkap, dan fungsi ginjal.
h
ii
Eklamsia
Tatalaksana Tujuan pengobatan :
- Untuk menghentikan dan mencegah kejang
- Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
- Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal
mungkin
- Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
Pengobatan Konservatif Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali
bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4).
Bila dengan jenis obat ini kejang msaih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis
lain, misalnya tiopental. Diozapam juga dapat dipakai sebagai alternatif pilihan,
namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi, pemberian diazepam
hanya dilakukan ooleh mereka yang telah berpengalaman. Dan jangan lupa
monitor plasma elektrolit.
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberinan
magnesium sulfat pada preeklamsia berat. Pengobatan suportif terutama
ditujukan untuk gangguan fungsi-fungsi organ penting, misalnya tindakantindakan untuk memperbaiki asidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru,
mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi kordis. Pada penderita yang
mengalami kejang dan kom, nursing care sangat penting, misalnya meliputi
cara-cara perawatan pencerita dalam suatu kamar isolasim mencegah aspirasi,
mengatur infus penderitam dan monitoring produksi urin.
Pengobatan Obstetrik
a
b
Hipertensi kronik
Tujuan pengelolaan hipertensi kronik dalam kehamilan dalam kehamilan
adalah meminimalkan atauoun mencegah dampak buruk pada ibu ataupun janin
akibat hipertensinya sendiri ataupun akibat obat-obat hipertensi. Secara umum
ini berari mencegah terjadinya hipertensu yang ringan menjadi lebih berat
(pregnancy aggravated hypertension) , yang dapat dicapai dengan cara
farmakologik atau perubahan pola hidup: diet, merokok, alkohol dan sustance
abuse
Terapi hipertensikronik berat hanya mempertimbangkan keselamatan ibu, tanoa
memandang status kehamilan. Hal ini untuk mneghindari terjadinya CVA,
infark miokard, serta disfungsu jantung da ginjal.
Antihipertensi diberikan ;
a Sedini mungkin pada batas tekanan darah dianggap hipertensi, yaitu pada
stage I hipertensi tekanan darah sistolik 140mmHg, tekanan diastolik 90
mmHg
b Bila tergadu disfungsi end organ
Obat antihipertensi yang digunakan pada hipertensi kronik adalah :
a
b
c
-metildopa
suatu 2 reseptor agonis dengan dosis awal 500 mg 3xperhatti, maksimal
3gram perhari
calcium channel blocker
nifedipin ; dosis bervariasi antara 30-90 mg perhri
Diuretik thiazid
Tidak diberikan karena akan mengganggu volume plasma sehingga
menggangg alirah darah utero plasenta
Preeklamsia
LO 1.11 Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan
akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir
perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam
kemudian setelah persalinan. Keadaajn ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal
ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa
jam kemudian.
Eklamsia tidak memperbaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang
sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklamsia juga tergolong
buruk. Seringkali janji mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi
bayi sudah sangat intolerir?
LO 2.2 Epidemiologi
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain
menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam 500750 persalinan (11). Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah
1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio
plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya.
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500
persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula
penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan. Menurut hasil penelitian yang
dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi
sebab kematian bayi. Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam
894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta.
Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo
(RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971 solusio
plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta
sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena
penderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga
tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya. Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani
di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio
plasenta dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan.
LO 2.3 Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui dengan jelas.
Meskipun demikian,beberapa hal di bawah ini di duga merupakan factor-faktor
yang berpengaruh pada kejadiannya,antara lain sebagai berikut :
1) Hipertensi esensial atau preeklampsi.
2) Tali pusat yang pendek karena pergerakan janin yang banyak atau
bebas.
3) Trauma abdomen seperti terjatuh terkelungkup,tendangan anak
yang sedang di gendong.
4) Tekanan rahim yang membesar pada vena cava inferior.
5) Uterus yang sangat kecil.
6) Umur ibu (< 20 tahun atau > 35 tahun
7) Ketuban pecah sebelum waktunya.
8) Mioma uteri.
9) Defisiensi asam folat.
10) Merokok,alcohol,dan kokain.
11) Perdarahan retroplasenta.
12) Kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas.
13) Peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah ke janin tidak
ada.
14) Pengecilan yang tiba-tiba pada hidromnion dan gamely.
15)
Factor-faktor yang mempengaruhi solusio plasenta antara lain sebagai berikut :
1) Factor vaskuler (80-90%) yaitu toksemia gravidarum,glomerulonefritis
kronik,dan hipertensi esensial. Adanya desakan darah yang tinggi membuat
pembuluh darah mudah pecah sehingga terjadi hematoma retroplasenter dan
plasenta sebagian terlepas.
2) Factor trauma.
a) Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidromnion dan
gamely.
b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat dari pergerakan
janin yang banyak/bebas,atau pertolongan persalinan.
3) Factor paritas
Lebih banyak dijumpai pada multi dari pada primi. Holmer mencatat bahwa
dari 83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 multi dan 18 primi.
4) Pengaruh lain seperti anemia,malnutrisi,tekanan uterus pada vena cava
inferior,dan lain-lain.
5) Trauma langsung seperti jatuh,kena tendang dan lain-lain.
LO 2.4 Klasifikasi
1) Klasifikasi dari solusio plasenta adalah sebagai berikut:
a)
b)
c)
b)
Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed)
Tidak terdapat perdarahan pervaginam,uterus
tegang
dan
c)
Solusio plasenta tipe campuran (mixed)
Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam,uterus tetanik.
5) Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus
a)
Solusio plasenta ringan
Plasenta yang kurang dari bagian plasenta yang terlepas. Perdarahan
kurang dari 250 ml.
b)
Solusio plasenta sedang
Plasenta yang terlepas - bagian. Perdarahan <1000 ml,uterus
tegang,terdapat fetal distress akibat insufisiensi uteroplasenta.
c)
Solusio plasenta berat
Plasenta yang terlepas > bagian,perdarahan >1000 ml,terdapat fetal
distress
sampai
dengan
kematian
janin,syok
maternal
serta
koagulopati.
LO 2.5 Patogenesis
1) Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk
hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila
perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan
plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan tanda serta
gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir,yang pada
pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan
darah yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang
telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi
menghentikan
perdarahannya.
Akibatnya
hematoma
retroplasenter
akan
bertambah besar,sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus.
Sebagian darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina
atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau
mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus
akan berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa
sangat tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan
retroplasenter,maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah
ibu,sehinga
menghabiskan
terjadi
pembekuan
sebagian
besar
intravaskuler
persediaan
dimana-mana,yang
fibrinogen.
Akibatnya
akan
terjadi
mengakibatkan
kematian
janin. Apabila
sebagian
kecil
yang
Perdarahan tersembunyi
baik.
2. Plasenta
2. Plasenta
terlepas
sebagian
atau
inkomplit.
3. Jarang berhubungan dengan hipertensi.
terlepas
luas,uterus
keras/tegang.
3. Sering berkaitan dengan hipertensi.
tekanan
dapat
menimbulkan
asfiksia
terjadi
pembekuan
plasenta
menyebabkan
uterus
meningkat
dapat
menjadi
3) Rahim keras seperti papan dan terasa nyeri saat dipegang karena isi
rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta
4)
5)
6)
7)
4)
5)
dapat
2.Anamnesa
Solusio plasenta
Hamil tua
Impartu
Mendadak
Plasenta previa
hamil tua
Dapat trauma
Perdarahan dengan nyeri
Tidak
sesuai
dengan
perdarahan
3.Kesadaran umum
Anemis
TD,nadi dan pernapasan tidak
perlahan,tanpa disadari
tanpa trauma
perdarahan dengan nyeri
sesuai dengan perdarahan
yang tampak
tidak ada
diraba
asfiksia meninggal bila
Tegang ,nyeri
Bagian janin sulit diraba
Asfiksia sampai kematian
janin,tergantung
4.Palpasi abdomen
plasenta
Teraba
menonjol
ketuban
lepasnya
tegang
Hb <5 gr%
6.pemeriksaan dalam
LO 2.8 Penatalaksanaan
Setiap pasien yang dicurigai solusio plasenta harus dirawat di rumah sakit kerena
memerlukan monitoring yang lengkap baik dalam kehamilan maupun persalinan. Pengelolaan
pada solusio plasenta adalah sebagai berikut :
1) Tidak terdapat renjatan : usia gestasi kurang dari 36 minggu atau taksiran berat fetus
kurang dari 2500 gr :
a) Solusio plasenta ringan dilakukan pengelolaan secara
1)
Ekspektatif meliputi tirah baring
i.
Sedative
ii.
Mengatasi anemia
iii.
Monitoring
keadaan
janin
2)
dengan
b). Sedang/berat
1)
Resusitasi cairan
2)
Atasi anemi (transfuse darahpartus pervaginam : bila
diperkirakan partus dapat berlangsung dalam 6 jam
3)
4)
bila
partus
pervaginam
TERAPI SPESIFIK
1) Terhadap komplikasi
a) Atasi syok
1)
Infuse larutan NS/RL untuk restorasi cairan,berikan 500ml dalam 15
2)
observasi,
Genggam bagian tabung yang berisi darah,
Setelah 4 menit,miringkan tabung untuk melihat lapisan koagulasi di
iv.
v.
permukaan,
Lakukan hal yang sama setiap menit,
Bila bagian permukaan tidak membeku dalam waktu 7 menit, maka
diperkirakan titer fibrinogen di anggap di bawah nilai normal ( kritis ),
vi.
ambang normal,
b. Bila darah segar tidak dapat segera diberikan,berikan plasma beku segar (15
ml/kgBB).
c. Bila plasma beku segar tidak tersedia,berikan kriopresipitat fibrinogen.
d. Pemberian fibrinogen,dapat memperberat terjadinya koagulasi diseminata
intravaskuler yang berlanjut dengan pengendapan fibrin,pembendungan
mikrosirkulasidi
dalam
organ-organ
vital,seperti
ginjal,glandula
d) Atasi anemia
a. Darah segar merupakan bahaan terpilih untuk mengatasi anemia karena
disamping mengandung butir-butir darah merah,juga mengandung unsure
pembekuan darah.
b. Bila restorasi cairan telah tercapai dengan baik tetapi pasien masih dalam
kondisi anemia berat,berikan packed cell.
2. Tindakan obstetric
Persalinan di harapkan dapat terjadi dalam 3 jam,umumnya dapat pervaginam.
1) Seksio sesarea
a) Seksio sesarea dapat dilakukan apabia :
a. Janin hidup dan pembukaan belum lengkap,
b. Janin hidup,gawat janin tetapi persalinan pervaginam tidak dapat
dilaksanakan dengan segera,
c. Janin mati tetapi kondisi servik tidak memungkinkan persalinan
pervaginam dapat berlangsung dalam waktu yang singkat.
b) Persiapan untuk seksio sesaria,cukup dilakukan penanggulangan awal (stabilisasi dan
tatalaksana komplikasi ) dan segera lahirkan bayi karena operasi merupakan satusatunya cara efektif untuk menghentikan perdarahan.
1) Hematoma miometriun tidak mengganggu kontraksi uterus.
2) Observasi ketat kemungkinan perdarahan ulangan (koagulopati).
2) Partus pervaginam
a) Partus pervaginam dilakukan apabila :
a. Janin hidup dan pembukaan sudah lengkap
LO 2.9 Pencegahan
Pemeriksaan kehamilan ke dokter atau bidan sejak awal diketahui adanya kehamilan dan
secara teratur selama masa kehamilan.
Mengenali dan mengatasi adanya masalah kesehatan pada ibu hamil seperti diabetes dan
tekanan darah tinggi dapat menurunkan risiko terjadinya solusio plasenta.
LO 2.10 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus berlangsung sehingga
menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta,
gangguan pembekuan darah, gagal ginjal. Sindroma Sheehan terdapat pada beberapa penderita yang
terhindar dari kematian setelah menderita syok yang berlangsung lama yang menyebabkan iskemia
dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat solusio plasenta 2.
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan komplikasi yang
paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada
25% perempuan yang pernah menderita solusio plasenta sebelumnya. Solusio plasenta kronik
dilaporkan juga sering terjadi di mana proses pembentukan hematom retroplasenta berhenti tanpa
dijelang oleh persalinan. Komplikasi koagulopati dijelaskan sebagai berikut. Hematoma retroplasenta
yang terbentuk mengakibatkan pelepasan retroplasenta berhenti ke dalam peredaran darah.
Tromboplastin bekerja mempercepat perombakan protrombin menjadi trombin. Trombin yang
terbentuk dipakai untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk membentuk lebih banyak bekuan
utama pada solusio plasenta berat. Melalui mekanisme ini apabila pelepasan tromboplastin cukup
banyak dapat menyebabkan terjadi pembekuan darah intravaskular yang luas (disseminated
intravascular coagulation) yang semakin menguras persediaan fibrinogen dan faktor-faktor
pembekuan lain2.
Curah jantung yang menurun dan kekakuan pembuluh darah ginjal akibat tekanan
intrauterina yang meninggi menyebabkan perfusi ginjal sangat menurun dan menyebabkan anoksia.
Keadaan umum yang terjadi adalah nekrosis tubulus-tubulus ginjal secara akut menyebabkan
kegagalan fungsi ginjal2.
Mungkin terjadi ekstravasasi luas darah ke dalam otot uterus dan di bawah lapisan serosa
uterus yang disebut sebagai apopleksio uteroplasental ini, yang pertama kalinya dilaporkan oleh
Couvelaire pada awal tahun 1900-an, sekarang sering disebut sebagai uterus couvelaire. Pada keadaan
ini perdarahan retroplasenta menyebabkan darah menerobos melalui sela-sela serabut miometrium
dan bahkan bisa sampai ke bawah perimetrium dan ke dalam jaringan pengikat ligamentum latum, ke
dalam ovarium bahkan bisa mengalir sampai ke rongga pernitonei. Perdarahan miometrium ini jarang
sampai mengganggu kontraksi uterus sehingga terjadi perdarahan postpartum berat dan bukan
merupakan indikasi untuk histerektomi2,5.
LO 2.11 Prognosis
Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya pendarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun
atau pre-eklampsia, tersembunyi tidaknya pendarahannya, dan jarak waktu antara terjadinya
solusio plasenta sampai pengosongan uterus.
Prognosis janin pada solusio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian. Pada solusio
plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari
dinding uterus dan tuanya kehamilan. Pendarahan yang lebih dari 2000 ml biasanya
menyebabkan kematian janin. Pada kasus solusio plasenta tertentu seksio sesarea dapat
mengurangi angka kematian janin. Sebagaimana pada setiap kasus pendarahan, persediaan
darah secukupnya akan sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janinnya.
DAFTAR PUSTAKA