Skoliosis
Skoliosis
Skoliosis
Skoliosis adalah suatu deformitas yang telah diketahui sejak sebelum zaman
Hipocrates. Skoliosis sendiri berasal dari kata dalam bahasa Yunani yang berarti kurva.
Sedangkan dalam istilah medis skoliosis menunjukkan adanya suatu abnormalitas tulang
belakang berupa terbentuknya kurva kearah lateral.1,2
Alasan utama yang membuat penderita skoliosis mencari pengobatan adalah alasan
kosmetik, berupa penampilan yang tidak baik dengan segala komponennya, baik fisik maupun
psikologis. Nyeri punggung baik di daerah thorakal maupun lumbal merupakan alasan lain
untuk mendapatkan terapi pada penderita skoliosis. Pada skoliosis yang berat, kurva thorakal
dengan deformitas tulang iga yang menyertainya dapat menyebabkan gangguan respirasi
dengan kemungkinan terjadinya komplikasi jantung. Tiga hal ini, yaitu kosmetik, nyeri dan
komplikasi kardiopulmoner merupakan alasan mengapa perlu deteksi dan terapi dini pada
penderita skoliosis.1,2,3
Hal yang penting dalam penatalaksanaan skoliosis adalah deteksi dini, koreksi kurva
yang telah ada dan pencegahan progresifitas lebih lanjut dari kurva tersebut. Radiologis
memainkan peranan yang penting dalam identifikasi dan pemantauan (follow up) skoliosis.
Sedangkan penatalaksanaan skoliosis sendiri terdiri atas penatalaksanaan secara non operatif
atau konservatif dan penatalaksanaan secara operatif.1,2,3,4,5
ANATOMI TULANG BELAKANG
Tulang belakang berfungsi untuk mempertahankan tubuh dalam posisi tegak,
meskipun dalam aktifitas kehidupan sehari-hari tulang belakang harus menerima berbagai
jenis tenaga atau gaya yang tak terhitung banyaknya seperti misalnya tekanan, regangan,
putaran dan sebagainya. Tulang belakang manusia memiliki stabilitas ekstrinsik yang
diberikan oleh otot-otot yang bekerja pada batang tubuh.1,4
Tulang belakang yang normal terdiri atas 33 ruas vertebra yang saling berhubungan
dan bersambungan satu diatas yang lain, dan masing-masing merupakan suatu unit
fungsional. Unit fungsional ini terdiri atas 2 segmen yaitu1,4 :
1. Segmen anterior
Merupakan suatu struktur yang fleksibel yang berfungsi sebagai pendukung,
penyangga berat badan dan peredam kejut. Segmen ini terdiri atas korpus vertebra
dan diskus intervertebralis.
2. Segmen posterior
Terdiri atas arkus vertebra, prosesus spinosus dan prosesus transversus serta sendi
yang berpasangan superior dan inferior, yang dikenal dengan faset. Segmen ini
merupakan tempat melekatnya otot dan penentu arah gerakan.
Keseluruhan tulang belakang ini tersusun secara vertikal dan membentuk 4 buah kurva
fisiologis yaitu servikal dan lumbal lordosis dengan konveksitas ke arah anterior serta
thorakal dan sakral kifosis dengan konveksitas ke arah posterior. Gaya gravitasi memotong
kurva fisiologis ini dan memberikan keseimbangan anterior posterior. Deviasi salah satu
bagian tulang belakang akan mengakibatkan pergeseran bagian lain sebagai usaha kompensasi
untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. Keseimbangan tubuh pada saat berdiri tegak
terletak pada sakrum yang membentuk sudut lumbosakral dengan bidang horisontal.6
Berdiri dalam posisi tegak dianggap sebagai suatu keadaan statis dan disebut dengan
istilah postur. Pada saat berdiri tegak tubuh disangga secara intermiten oleh ligamentum dan
otot. Keseimbangan yang baik saat berdiri tegak tersebut memerlukan pergantian antara daya
topang fisiologis dari ligamentum dengan kontraksi isometrik minimal dari otot.1,6
Arah gerakan dari sejauh mana suatu gerakan dapat dilakukan oleh tulang belakang
bervariasi, tergantung pada segmen tulang belakang yang mana gerakan tersebut dilakukan.
Arah gerakan ditentukan oleh bidang dari faset dan besarnya gerakan dibatasi oleh kapsula
sendi, diskus intervertebralis, ligamentum dan otot.1
DEFINISI
Skoliosis adalah suatu keadaan patologis berupa terbentuknya kurva tulang belakang
ke arah lateral dari garis tengah dalam bidang frontal.1,2,6
Hubungan antara pusat pertmbuhan vertebra dan faktor-faktor seperti gaya gravitasi
dan waktu ditunjukkan oleh hukum fisiologis sebagai berikut8 :
Hukum Julius Wolff
Tulang merupakan suatu struktur dinamik yang akan memberikan reaksi terhadap
berbagai tekanan dan regangan yang dibebankan kepadanya selama melakukan aktifitas
sehari-hari. Tulang dapat memberikan reaksi secara dinamis terhadap tekanan yang terus
menerus sehingga akhirnya dapat mengubah struktur internalnya. Dengan adanya deviasi ke
lateral dan rotasi yang terus menerus dari kolumna vertebralis seperti yang terlihat pada
skoliosis, maka tekanan akan meningkat pada sisi konkaf dari kurva dan menurun pada sisi
konveks dari kurva. Cancellous Bone yang merupakan penyusun utama korpus vertebra
berekasi terhadap peningkatan tekanan dengan cara mengubah secara dinamis pola arsitektur
internalnya. Peningkatan tekanan ini merupakan salah satu penyebab terjadinya vertebral
wedging (vertebra yang membaji). Selain itu, perubahan struktural pendukung yang
berhubungan dengan vertebra yaitu tulang iga, ligamentum dan otot dan juga organ-organ
viscera. Jika proses tersebut dibiarkan berlanjut maka perubahan-perubahan tersebut akan
menetap.
Hukum Hueter Volkman
Peningkatan tekanan pada suatu epiphyseal growth plate (pusat pertumbuhan tulang
pada epifisis) akan menghambat kecepatan pertumbuhannya. Sedangkan penurunan tekanan
pada suatu epiphyseal growth plate akan meningkatkan kecepatan pertumbuhan atau
memungkinkan terjadinya pertumbuhan yang normal. Pada skoliosis, tekanan yang terdapat
pada sisi konkaf lebih tinggi dibandingkan pada sisi konveks suatu kurva yang sama, karena
itu enchondral growth plates pada korpus vertebra dan faset akan mengalami hambatan
pertumbuhan pada sisi konkaf dan terpacu kecepatan pertumbuhannya pada sisi konveks.
Sejalan dengan berlanjutnya pertumbuhan maka distribusi tekanan yang tidak merata ini akan
menghasilkan vertebral wedging dan faset yang tidak sama ukurannya. Selama pertumbuhan
vertebra masih terus berlangsung maka proses yang asimetris ini juga terus berlanjut,
menambah membajinya vertebra, dan karenanya meningkatkan derajat skoliosis. Proses
tersebut akan berhenti apabila pertumbuhan telah berhenti dan vertebral growth plates telah
menutup. Pada keadaan ini tulang belakang dapat dikatakan relatif stabil.
Prinsip fisiologis yang lain yang penting dalam patomekanik skoliosis adalah sifat
tulang belakang manusia yang jika dibengkokkan mempunyai righting tendency untuk
melenting kembali ke posisi tegak. Selain itu tulang belakang manusia juga mempunyai
righting reflex yaitu jika tulang belakang dibengkokkan ke satu sisi maka akan muncul satu
kurva kompensasi di atas dan di bawah kurva primer (kurva yang dihasilkan oleh
pembengkokkan tersebut), sebagai suatu usaha untuk mengembalikan pusat gravitasi dan
mempertahankan mata dalam posisi melihat ke depan, paralel dengan tanah.2
Selain terjadi kurva ke lateral, pada skoliosis juga terjadi rotasi vertebra. Ada 3 hal
yang penting dalam terjadinya rotasi vertebra2,7 :
2. Skoliosis Struktural
-
DIAGNOSIS
Sering skoliosis pertama kali terdiagnosis secara kebetulan, karena gejala/keluhan
skoliosis awal sangat minimal atau bahkan tidak ada, sehingga bisa dimengerti sewaktu
ditemukan telah terjadi skoliosis. Kenyataan inilah yang menjadi dasar program pendidikan
internasional untuk memulai deteksi dini skoliosis sebelum terjadi perubahan yang
irreversible.1
Diagnosis skoliosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap mengenai riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan khusus tulang belakang dan pemeriksaan
radiologis, yang sesuai untuk menegakkan diagnosis skoliosis dengan tepat, termasuk etiologi
dan komplikasi penyerta seperti misalnya berkurangnya fungsi kardiopulmonal maupun
tanda-tanda neurologis.1,2,3,4,7,9
Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang lengkap mencakup informasi mengenai 4,9 :
-
Riwayat keluarga
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik sebaiknya tubuh yang diperiksa terbuka. Pasien diperiksa pada posisi
berdiri tegak, kedua kaki harus sejajar dan kedua lutut ekstensi penuh.10
1. Pemeriksaan Umum10,11
a. Pada pemeriksaan umum, dalam beberapa kasus, ada daerah tertentu yang perlu
diperhatikan : pada dwarfism, periksa kekeruhan kornea; arkus palatum tinggi
(Marfans syndrom); caf au lait (neurofibromatosis); pigmentasi/kumpulan rambut
pada daerah lumbal (spina bifida atau diastematomyelia).
b. Pengukuran tinggi badan waktu duduk dan berdiri penting dalam penilaian trunk
growth. Rentang lengan seharusnya diukur dan digunakan sebagai cara untuk
memperkirakan vital capacity, karena berkurangnya tinggi badan pasien skoliosis.
c. Merupakan kebiasaan untuk memeriksa status pulmonal semua pasien dengan
skoliosis thorakal, kecuali untuk mereka yang kurvanya minimal. Menurut banyak
studi, fungsi pulmonal bisa tak banyak terganggu.
2. Pemeriksaan Khusus12
a. Pemeriksaan Postur
-
Asimetri bahu
b. Fleksibilitas kurva
-
3. Pemeriksaan Radiologis
Hasil pemeriksaan radiologis pada skoliosis dipakai sebagai dasar evaluasi
pasien skoliosis pada pemeriksaan awal (initial evaluation) dan pemantauan (follow
up) hasil terapi.5,10,13
Pemeriksaan radiologis dievaluasi untuk membantu menentukan etiologi
skoliosis. Dicari adanya anomali kongenital (misalnya : hemivertebrae, wedge
vertebrae, failure of segmentation, block vertebrae); dicatat panjang kurva (kurva
angular pendek kemungkinan neurofibromatosis, kurva yang panjang, deformitas
neuromuskuler); pedikel dan jarak antar pedikel dievaluasi sepanjang tulang belakang
(pelebaran jarak antar pedikel terlihat pada lesi intraspinal).5,10,13,14
Level kurva diklasifikasikan berdasarkan letak apeks kurva vertebra, yaitu1,2 :
-
Kurva servikal
: apeks antara C1 C6
Kurva servikothorakal
: apeks antara C7 T1
Kurva thorakal
Kurva thorakolumbal
Kurva lumbal
: apeks antara L2 L4
Kurva lumbosakral
: apeks antara L5 S1
Kurva mayor
Adalah istilah untuk kurva struktural yang terbesar.
Kurva minor
Kurva yang terkecil, yang selalu lebih fleksibel dibandingkan dengan kurva
mayor.
Tipe II
Tipe III
Tipe IV
Tipe V
10
11
3.2.2
3.3
3.3.1
Rotasi 0
12
Risser 1
: osifikasi 25%
Risser 2
: osifikasi 50%
Risser 3
: osifikasi 75%
13
Risser 4
Risser 5
14
- Operasi, jika sudut Cobb lebih dari 45o atau dibawah 45o tetapi progresif.
- Prognosis buruk bila RVA pada kedua sisi berbeda lebih dari 20o.
A. Penatalaksanaan Konservatif
1. Terapi Latihan
Pola latihan skoliosis diberi nama pola latihan X, dengan program yang disusun
sebagai berikut15,23 :
- Isometric abdominal exercise
- EDF (Elongasi Derotasi Flexi lateral d-Cotrell) Exercise
- Pelvic tilting exercise atau Prone pelvic tilting exercise
- Crawling exercise
- Asymetric exercise (Resistive extension exercise).
Program ini mempunyai ciri teknik latihan yang mudah dikerjakan penderita, dapat
dikerjakan setiap hari dan murah.15
Penderita skoliosis yang masuk program latihan9,15 :
a. Penderita skoliosis ringan : thorakal sudut Cobb < 20 o dan lumbal sudut Cobb
< 15o.
b. Skoliosis sedang, yang seharusnya dapat brace, tetapi tidak mampu. Thorakal
sudut Cobb 20o 45o dan lumbal sudut Cobb 15o 30o.
c. Penderita yang dimasukkan di dalam program bracing, tetapi memerlukan
program latihan pendahuluan oleh karena rigiditas tulang punggung yang berat
atau sudut Cobb > 40o, setelah fleksibilitas tulang punggung maju, baru
pengukuran dan pembuatan brace dilakukan.
d. Persiapan operasi untuk memperbaiki fleksibilitas tulang punggung, perbaikan
kontraktur ligamen dan otot punggung, serta koreksi kontraktur ringan dari
persendian tungkai jika ada.
e. Penderita yang tidak diindikasikan untuk hanya mendapat program latihan,
tetapi program latihan merupakan satu-satunya alternatif yang dapat dipilih
untuk penderita (tidak ada biaya, menolak memakai brace, menolak operasi
dan penderita dewasa yang tidak diprogram untuk operasi).
Manfaat terapi latihan1 :
a. Memperbaiki postur
b. Meningkatkan fleksibilitas
15
Pada usia tulang dan usia kronologis yang imatur, terutama pada
masa pertumbuhan tercepat.
Penonjolan tulang iga tidak lebih dari 5 cm, tanpa lordosis torakal.
16
17
: setiap 3 bulan
skoliosis
dimana
kurva
tidak
dalam
satu
garis,
kemungkinannya
18
KESIMPULAN
Penatalaksanaan skoliosis adalah hal yang sulit dan tidak dapat dilakukan secara
tergesa-gesa, membutuhkan penatalaksanaan dan bimbingan dalam jangka waktu yang lama.
Yang penting adalah secara rutin melakukan pemeriksaan berkala.
Peranan radiologi dalam penatalaksanaan skoliosis sangat penting artinya terutama
dalam menentukan diagnosis pada pemeriksaan awal serta dalam menentukan pilihan terapi
yang tepat dan pemantauan (follow up) dari hasil penatalaksanaan yang diberikan.
Berbagai penatalaksanaan skoliosis, baik dengan terapi latihan, penggunaan traksi,
brace dan operasi, memerlukan penanganan bersama-sama dalam suatu tim (pasien, keluarga,
dokter, fisoterapis, orthotis, psikolog, pekerja sosial medik), harus bekerja sama untuk
mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Cailliet R. Scoliosis, Diagnosis and Management. 4 th ed. FA Davis Company,
Philadelphia : FA Davis Company; 1978.
2. Cailliet R. Spine : Disorder and Deformity. In : Kottke FJ, Lehman JF. Eds Krusens
Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation. 4 th ed. Philadelphia : WB
Saunders Company; 1990 : 792 809.
3. Powell M. Orthopaedic Nursing and Rehabilitation. 9 th ed. English Language
Book Society/Churcill Livingstone; 1986 : 229 33, 247 9, 320 6.
4. Bowser BL, Solis IS. Paediatric Rehabilitation. In : Halstead LS, Grobois M eds
Medical Rehabilitation. 2 nd ed. New York : Raven Press; 1985 : 271 4.
5. Ozonoff MB, Paediatric Orthopaedic Radiology. 2 nd ed. Philadelphia : WB
Saunders Company; 1992.
6. Cailliet R. Low Back Syndrome. 3 nd ed. Philadelphia : FA davis Company;1980 :
1 52.
7. Salter RB. Textbook of Disorders and injuries of the Musculosceletal System. 2 nd
ed. London : William & Wilkins; 1982 : 310 6.
8. Edmonson AS. Scoliosis. In : Crenshaw AH eds Campbells Operative Orthopaedic.
8 th ed. Boston :Mosby Year Book; 1993 : 3605 51
9. Spinal Orthotics. Prosthetic and Orthotics New York University Post Graduete
Medical School. New York; 1975 : 73 80.
10. Bradford DS et al. Scoliosis and Other Spinal Deformities, 2 nd ed. Philadelphia :
WB Saunders Company. 1987 : 41 229.
11. Lovell WW, Winter RB. Paediatric Orthopaedics. Philadelphia : JB Lippincott
Company; 1978 : 573 682.
12. Kisner C, Colby LA. Therapeutic Exercise Foundation ang Techniques, 2 nd ed.
Philadelphia : FA Davis Company; 1980 : 591 43.
13. Greenspan A. Orthopedic Radiology A Practical Approach. 3 nd ed. Philadelphia :
JB Lippincott Company; 1988 : 891 901.
14. Jeffrey M, Spivak et al. Orthopedic A Study Guide, International Edition. 397
415.
20
21
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. W
Usia
: 58 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Petani
No CM
: B. 388475
Tgl periksa
: 28 Desember 2006
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri punggung bawah.
Riwayat penyakit sekarang :
Sejak sekitar 5 tahun ini penderita merasakan nyeri di punggung bawah terutama
disebelah kanan. Nyeri hilang timbul, terasa seperti kemeng dan pegal. Nyeri dirasakan
terutama saat naik turun tangga, duduk lama dan saat berdiri dari posisi duduk. Untuk
meringankan nyerinya, penderita beristirahat (tiduran), minum obat penghilang nyeri dari
dokter setempat atau dipijat. Bila obat habis, nyeri kambuh lagi.
Sejak 1 bulan terakhir, nyeri terasa semakin berat, terus menerus dan menjalar sampai
ke tungkai kanan berupa rasa kesemutan, sehingga penderita tidak mampu bila berjalan lebih
dari sekitar 10 m. Akhirnya penderita berobat ke RSDK di bagian saraf, diberi obat dan
dikirim ke bagian Rehabilitasi Medik. Tungkai tidak lemah. BAB dan BAK biasa. Batuk,
bersin atau mengedan tidak nyeri. Penderita saat ini masih aktif bekerja, biasanya yang
dilakukan adalah mencangkul, menanam padi dan memanggul padi dalam karung, tetapi sejak
sakitnya ini penderita mengalami keterbatasan dalam melakukan pekerjaannya. Aktivitas
kehidupan sehari-hari tidak terganggu.
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat trauma, hipertensi dan diabetes mellitus disangkal.
Riwayat sosial ekonomi :
Penderita seorang petani dan juga isterinya, dengan penghasilan Rp. 500.000 per bulan
(sawah milik sendiri). Penderita mempunyai 4 orang anak yang sudah mandiri dan
berkeluarga. Anak pertama laki-laki, guru STM; anak kedua wanita, guru SD; anak ketiga
22
wanita, pegawai koperasi; dan anak keempat laki-laki, karyawan pabrik. Penderita dan isteri
tinggal di Sragen. Selama berobat di Semarang, penderita tinggal di rumah anak pertama.
Biaya pengobatan mandiri.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik.
Tanda Vital :
TD : 110/80 mmHg
N : 76x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,8o C
TB :155 cm
BB: 45kg
: GCS 456
Mata
dekstra
sinistra
Deformitas
(-)
(-)
(+)
(-)
Tonus
Trofi
eutrofi
eutrofi
Refl. Fisiologis
(+) N
(+) N
Refl. Patologis
(-)
(-)
55555
55555
Kekuatan
23
Sensibilitas
< 70o
> 70o
Sicard/Bragard
(+)
(-)
Patrick/Kontra Patrick
+/+
-/-
Anatomis
77 cm
77 cm
Klinis
79 cm
79 cm
Lasseque
Panjang tungkai
Spondilosis Lumbalis
Skoliosis
: Ischialgia dekstra
Skoliosis lumbalis
Diagnosa Topis
Diagnosis Etiologi
: Spondilosis lumbalis
24
VI. TERAPI
1. Medikamentosa : Natrium diklofenak 2 x 50 mg
Myonep 3 x 1
Neuradin E 2 x 2
2. Program Rehabilitasi Medik
Fisioterapi :
Evaluasi :
- Kontak dan pengertian baik, penderita memahami perintah dengan baik.
- Nyeri pinggang sampai tungkai kanan.
- Parestesi sesuai dermatom medula spinalis L 3 4
Program :
- MWD daerah lumbal
- Latihan
Bila membawa sesuatu harus pada lengan atau bahu sisi kanan.
- PBM lumbal
Ortotik Prostetik :
Evaluasi :
- Nyeri pinggang.
- Kurva lumbal 16o (sudut Cobb) dengan konveksitas di kanan.
25
Program :
- Untuk saat ini tidak perlu brace.
- Dianjurkan pemakaian korset lumbal dengan tujuan untuk mengurangi
nyeri, stabilisasi dan pengingat.
Sosial Medik :
Evaluasi :
- Penderita seorang petani dan isteri juga petani, menggarap sawah sendiri.
- Anak 4 orang sudah mandiri.
- Penderita tinggal berdua dengan isteri di Sragen.
- Biaya pengobatan mandiri.
Program :
- Menganjurkan supaya penderita tidak menggarap sendiri sawahnya, tetapi
digarap oleh orang lain dan hanya menerima hasil panen.
- Melakukan pekerjaan lain atau mengembangkan hobi yang tidak
memberatkan
skoliosisnya
misalnya
dengan
berternak
ayam
atau
memelihara ikan.
- Memberi motivasi kepada anggota keluarga untuk membantu rehabilitasi
medik penderita di rumah sakit atau di rumah.
Psikologi :
Evaluasi :
- Kontak dan pengertian baik, komunikasi dan motivasi baik.
- Emosi stabil.
- Keluarga mendukung.
Program :
- Memberi dukungan kepada penderita untuk selalu menjalani latihan dan
pengobatan.
- Memotivasi keluarga agar dapat menerima dan memahami keadaan
penderita.
3. Pemeriksaan Radiologi diulang setelah 6 bulan untuk melihat progresifitas.
26
27
28
29
30
16o
31
B
A= B
32
1. Lumbar vertebrae
2. Body of vertebra
3. Superior vertebral
notch
4. Superior articular
process
5. Transverse process
6. Inferior articular
process
7. Spinous process or
spine
33
34